Analisis Alternatif Penerapan Produksi Bersih secara Kualitatif
32 Hasil AHP dikatakan sudah konsisten jika memiliki nilai rasio konsistensi maksimal 10.
Jika lebih dari 10 maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki. Dari pengolahan data
menggunakan Expert Choice 2000, diperoleh nilai inkonsistensi sebesar 0.04 4 yang berarti rasio konsistensinya adalah 0.06 6. Hal ini berarti hasil yang diperoleh dapat dikatakan sudah konsisten
dan cukup akurat karena masih dalam batas rasio konsistensi 10. Pada program Expert Choice 2000, dapat dilihat nilai bobot dari setiap elemen dalam struktur
AHP. Nilai bobot untuk faktor dan strategi dapat langsung dilihat tidak memerlukan perhitungan lebih lanjut, sedangkan nilai bobot untuk aktor dan tujuan memerlukan perhitungan lebih lanjut
secara manual karena nilai bobot yang tertera bukan merupakan hasil akhir. Dari hasil pengolahan pendapat pakar tersebut dapat diketahui bahwa dari empat faktor yang
mempengaruhi upaya meminimumkan limbah kulit samak, faktor kebijakan industri merupakan faktor terpenting dengan bobot 0.368, kemudian faktor modal 0.262, teknologi 0.246, dan dukungan
pemerintah 0.125. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kebijakan industri mempunyai peranan penting dalam pengaplikasian program untuk meminimumkan limbah produksi kulit samak. Sebesar
apapun modal dan secanggih apapun teknologi yang dimiliki, tentu tidak akan berpengaruh terhadap upaya meminimumkan limbah produksi jika industri yang bersangkutan tidak memiliki kebijakan
yang mendukung upaya tersebut. Oleh karena itu, faktor ini menjadi faktor utama yang sangat
mempengaruhi upaya meminimumkan limbah. Aktor yang berpengaruh dengan nilai bobot terbesar sampai terkecil adalah lembaga keuangan
0.293, litbangPT 0.263, pelaku industri 0.239, dan pemerintah daerah 0.205. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga keuangan memegang peranan penting untuk menunjang terlaksananya
upaya meminimumkan limbah kulit samak yaitu dari segi pengadaan modal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh lembaga keuangan dalam membantu pengadaan modal ini adalah memberikan
insentif kepada industri yang bersangkutan. Kepemilikan modal saja tentu tidak akan cukup jika tidak didukung dari segi pengembangan teknologi atau informasi lain terkait upaya meminimumkan limbah
tersebut. Hal ini terbukti dari posisi litbangPT sebagai aktor penting yang kedua. Modal dan teknologi yang sudah dimiliki, tidak mungkin dapat diaplikasikan jika tidak ada komitmen langsung
dari pelaku industri yang bersangkutan untuk menjalankan upaya tersebut. Maka dari itu, aktor pelaku industri menempati posisi ketiga yang berpengaruh. Sementara itu, pemerintah daerah menempati
posisi keempat terakhir sebagai aktor yang berpengaruh karena menurut pendapat pakar, dukungan yang diberikan pemerintah daerah tidak telampau besar untuk menjalankan upaya meminimumkan
limbah kulit samak. Tujuan yang ingin dicapai dari upaya meminimumkan limbah kulit samak antara lain
peningkatan pendapatan, perbaikan lingkungan, dan pengoptimalan proses. Dari ketiga tujuan tersebut, perbaikan lingkungan memiliki nilai bobot terbesar yaitu 0.368, dilanjutkan dengan
peningkatan pendapatan 0.333, dan pengoptimalan proses 0.301. Dilihat dari nilai bobot yang diperoleh masing-masing tujuan, tidak ada selisih bobot yang signifikan sehingga dapat dikatakan
semua tujuan tersebut saling berkorelasi. Perbaikan lingkungan menempati posisi pertama. Ini
menunjukkan bahwa masalah lingkungan memang menjadi fokus utama dari industri penyamakan kulit. Masalah penanganan limbah tentunya akan berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan oleh
industri yang bersangkutan. Jika industri itu memfokuskan pada tujuan perbaikan lingkungan maka pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk masih lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan untuk pengolahan limbah. Sebaliknya, jika industri tersebut lebih mementingkan
keuntungan semata maka keadaan lingkungan disekitarnya akan terancam rusak oleh limbah yang dibuang tanpa pengolahan yang baik. Tujuan yang memperoleh bobot terkecil adalah pengoptimalan
proses. Analisis mengenai hal ini yaitu jika industri sudah berkomitmen untuk melakukan upaya
33 meminimumkan limbah maka dapat dipastikan bahwa proses produksi yang dilaksanakan sudah
optimal. Dari pengolahan data menggunakan Expert Choice 2000 diperoleh hasil bahwa strategi
penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang menempati posisi yang pertama dengan bobot 0.460. Dilanjutkan dengan strategi pengolahan limbah daging menjadi lemak 0.192,
pemisahan limbah cair dari bulu dan daging 0.146, penggunaan kembali air buangan pre soaking untuk proses pre soaking pada batch selanjutnya 0.104, dan terakhir adalah strategi mendesain
instalasi pembuangan air ke IPAL dengan pipa langsung dari molen 0.096.