Proses Produksi Kajian Implementasi Produksi Bersih di Industri Penyamakan Kulit (Kasus Desa Cibuluh, Kecamatan Bogor Utara)
yang hilang selama proses pengawetan sehingga kadar airnya kembali seperti sebelum diawetkan mendekati kadar air kulit segar. Proses ini dinamakan main soaking.
Proses selanjutnya adalah pengapuran liming. Kapur yang diberikan akan membuka tenunan kulit sehingga bahan penyamak akan mudah meresap ke dalam kulit. Kapur juga menyebabkan kulit
menjadi bengkak sehingga memudahkan proses pembuangan daging fleshing. Pada proses ini kulit dalam molen diberi input air sebanyak 70 dan anti ringkel 1 lalu diputar selama 20-30 menit.
Setelah itu, dimasukkan natrium sulfida 3 dan kapur 4 dari jumlah kulit. Natrium sulfida
berfungsi merontokan bulu. Kapur dimasukkan dengan dua kali pemasukkan secara bertahap
masing-masing 2 dengan selang waktu 30 menit. Setelah kapur yang kedua dimasukkan dan molen diputar selama 30 menit, air baru sebanyak 30 dimasukkan ke dalam molen lalu diputar
selama 1 jam. Setelah itu, molen diputar selama 18 jam atau semalam dengan putaran setiap 1 jam hanya 5 menit. Setelah diputar semalam, air dibuang dan dimasukkan kembali air baru sebesar 200
untuk mencuci ulang. Molen tempat proses soaking dan liming dapat dilihat pada Gambar 2.
Selanjutnya dilakukan proses pembuangan daging fleshing. Proses ini bertujuan
menghilangkan daging yang masih menempel pada kulit. Pada proses ini digunakan sejumlah air mengalir untuk membantu pembuangan daging. Air masuk secara kontinyu dengan volume yang
kecil selama kulit diselipkan diantara roller. Proses pembuangan daging ini dilakukan satu per satu secara manual. Bersihnya kulit dari sisa-sisa daging akan memudahkan masuknya bahan penyamak
ke dalam kulit. Mesin pembuang daging dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Mesin pembuang daging Kulit tanpa daging ini kemudian masuk ke dalam proses selanjutnya yaitu pembuangan kapur
deliming. Untuk menghilangkan kulit dari sisa-sisa kapur digunakan air 100, ZA 2, sodium metabisulfit 0.3, oropon 2 , dan degreaser 0.1 dari berat kulit yang masuk. Oropon berfungsi
membuka pori-pori kulit agar kapur yang terikat didalamnya dapat keluar. Dengan terbukanya pori- Gambar 2. Mesin molen
10 pori tersebut, kulit akan menjadi lemaslentur. Setelah diputar, kulit kembali dicuci dengan air
sebanyak 200. Agar kulit siap menerima bahan penyamak krom, maka kulit harus dikondisikan menjadi asam.
Ini untuk menyesuaikan dengan kondisi bahan penyamak krom yang mempunyai pH 3. Kondisi kulit yang asam akan memperlambat reaktifitas bahan penyamak krom terhadap protein kulit, sehingga
proses penyamakan dapat berlangsung dengan baik. Proses pengasaman pickling dilakukan dengan menambahkan air 100, asam asam semut 0.5 dan asam sulfat 1 dan garam 10 dari berat kulit
yang masuk. Fungsi garam pada pengasaman ini sebagai buffer bagi kulit agar tidak bengkak akibat pengaruh asam. Pengasaman memerlukan waktu perendaman 2 jam sampai pH kulit 2-2.5.
Tahap selanjutnya adalah penyamakan tanning. Proses ini bertujuan mengubah sifat kulit mentah yang tidak stabil menjadi kulit samak yang stabil. Bahan penyamak yang digunakan adalah
krom. Kelebihan bahan penyamak ini dibandingkan bahan penyamak nabati antara lain memiliki daya tarik tinggi, lebih tahan terhadap perlakuan panas atau suhu tinggi. Pada proses ini ditambahkan air
90, krom 6 - 8 dan natrium bikarbonat 1.5. Pemasukkan krom dilakukan secara bertahap sebanyak 3 kali dengan selang waktu pemasukkan 30 menit sekali. Natrium bikarbonat diberikan
untuk menaikan pH dari 3 menjadi 4. Kulit yang sudah disamak dinamakan wet blue. Kulit ini masih mengandung banyak air sehingga perlu proses pengurangan kadar air.
Setelah kulit sudah berkurang kadar airnya, dilakukan perataan dan penyerutan sesuai dengan permintaan konsumen. Penyerutan dilakukan secara manual. Mesin perataan dan penyerutan dapat
dilihat pada Gambar 4.
Proses selanjutnya adalah penyamakan ulang retanning. Pada proses ini digunakan air 400 yang dimasukkan secara bertahap, krom syntan 3, sodium format 1, dan natrium bikarbonat 2.
Krom syntan pada penyamakan ulang bertujuan mengisi bagian kulit yang kosong sehingga memperbaiki sifat fisik kulit samak.
Tahap berikutnya adalah pewarnaan dasar. Warna yang ditambahkan tergantung pada permintaan konsumen.
Pada proses pewarnaan dasar, kulit ditambahkan cat dasar, air, akrilik, mimosa, dan amonia. Masing-masing sebesar 3, 150, 2, 2, dan 2. Semua bahan tersebut
dimasukkan secara bersamaan, kemudian molen diputar selama 1 jam atau sampai warnanya sudah tembus ke kulit.
Kulit yang disamak krom pada umumnya memiliki serat-serat yang lebih rapat sehingga keadaannya menjadi kering dan kaku. Oleh karena itu, perlu dilakukan peminyakan fat liquoring
dengan menambahkan minyak 8 dan air 50 lalu diputar selama 1 jam. Setelah itu dilakukan proses fiksasi yang bertujuan memecahkan emulsi minyak dan air sehingga airnya mudah menguap
pada saat dikeringkan dan bahan lain terikat kuat dalam kulit. Pada proses fiksasi ini digunakan air 150 dan asam semut 3.
Gambar 4. Mesin perataan dan penyerutan
11 Kulit yang sudah difiksasi kemudian disimpan pada hot plate untuk divakum. Setelah itu, kulit
digantung selama 24 jam. Penggantungan dilakukan dengan kering angin. Keesokannya kulit dijemur dibawah panas matahari sampai kering. Setelah pengeringan dilakukan proses perenggangan.
Setelah direnggangkan, kulit mengalami proses spraying untuk memberi warna akhir pada kulit. Pemberian warna menggunakan cat kulit sesuai permintaan konsumen. Proses spraying dapat dilihat
pada Gambar 5.
Setelah itu, kulit mengalami proses penyetrikaan. Proses ini dilakukan pada alat di Gambar 6.
Tahap terakhir adalah proses pengukuran dan penyortiran sesuai standar permintaan konsumen. Apabila ada kulit yang tidak sesuai dengan standar permintaaan konsumen maka produk akan dijual
ke konsumen dengan standar kulit yang lebih rendah atau dinyatakan sebagai produk gagal reject. Pengukuran bertujuan menentukan luas kulit dalam satuan kaki karena harga jual kulit dihitung per
satuan kaki. Gambar 5. Proses spraying
Gambar 6. Proses penyetrikaan
12
IV. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan terbagi menjadi tiga tahapan besar yaitu identifikasi proses produksi, identifikasi munculnya limbah, dan analisis penerapan produksi bersih.
Pada tahapan identifikasi proses produksi dilakukan kegiatan menetapkan input produksi, teknologi proses produksi,
menetapkan output produksi dan menghitung neraca massa pada setiap stasiun proses, kemudian dilakukan identifikasi stasiun-stasiun proses yang memunculkan limbah. Tahap selanjutnya adalah
menganalisis penerapan produksi bersih. Analisis dilakukan berdasarkan pengamatan di lapangan, wawancara dengan pelaku industri, dan pendapat pakar pelaku industri yang bersangkutan, instansi
pemerintah, dan akademisi. Tujuan tahap ini adalah mengidentifikasi strategi produksi bersih yang potensial untuk diterapkan lebih lanjut di industri penyamakan kulit. Tahapan yang dilakukan antara
lain mengamati fakta di lapangan dan wawancara, mengidentifikasi produksi bersih yang sudah diterapkan, mengidentifikasi opsi produksi bersih yang dapat diterapkan, menganalisis alternatif
penerapan produksi bersih secara kajian lapangan dari aspek teknis, lingkungan, dan ekonomi, menentukan prioritas opsi produksi bersih, menganalisis alternatif penerapan produksi bersih secara
kualitatif menggunakan AHP Analytical Hierarchy Process, dan menentukan implementasi terbaik untuk produksi bersih di industri penyamakan kulit. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat
pada Gambar 7.
Menetapkan input produksi Mengetahui teknologi proses
Menetapkan output produksi Menghitung neraca massa
Mengidentifikasi munculnya limbah Mengamati fakta di lapangan + wawancara
Mengidentifikasi produksi bersih yang sudah diterapkan Mengidentifikasi opsi produksi bersih yang dapat diterapkan
Menganalisis alternatif penerapan produksi bersih secara kajian lapangan dari aspek teknis, lingkungan, dan ekonomi
Menentukan prioritas opsi produksi bersih Menganalisis alternatif penerapan produksi bersih secara kualitatif menggunakan AHP
Menentukan implementasi produksi bersih terbaik Gambar 7. Diagram alir tahapan penelitian
13
V. HASIL DAN PEMBAHASAN