34 Tabel 7. Evaluasi faktor internal dan eksternal penyamakan kulit Haji Ali Ahmad lanjutan
Uraian Bobot
Rangking Skor
Kemitraan yang baik dengan pekerja dan pengorder 0.159
2 0.318
Pengawasan dan pemantauan yang intensif dari pihak atas kepada tenaga kerja
0.097 3
0.291 Harga yang bersaing
0.186 2
0.372 Penanganan bahan sudah optimal
0.136 3
0.408 Fungsi dan fasilitas RD cukup baik
0.356 3
1.068
Kelemahan
Peralatan sudah cukup tua 0.127
3 0.381
Ketersediaan bahan baku yang fluktuatif 0.803
3 2.409
Penanganan limbah belum baik 0.070
2 0.140
Total Skor Faktor Internal -0.296
Faktor – Faktor Eksternal Peluang
Menjadi pensuplai bahan baku untuk sarung tangan mutu ekspor
0.250 3
0.750 Mempunyai market share sendiri
0.750 3
2.250
Ancaman
Keberadaan perusahaan dengan usaha yang sama 0.062
2 0.124
Konsumsi masyarakat terhadap daging yang menurun menyebabkan menurunnya jumlah kulit mentah
0.808 3
2.424 Birokrasi mengenai penanganan limbah
0.130 2
0.260
Total Skor Faktor Eksternal 0.192
Dari tabel evaluasi faktor internal dan evaluasi faktor eksternal dapat diketahui bahwa posisi industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad berada pada kuadran III -0.296 ; 0.192. Posisi industri
ini dapat dilihat pada Gambar 31.
Posisi Industri -0.296 ; 0.192
Peluang
Kekuatan Eksternal
Ancaman Kekuatan Internal
Kuadran IV Kuadran II
Kuadran III Kuadran I
Gambar 31. Posisi industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad
35 Posisi tersebut memperlihatkan bahwa industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad ini lemah
namun sangat berpeluang. Menurut Anonim 2011, posisi ini menandakan bahwa peluang yang tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak cukup
untuk menggarapnya. Pilihan keputusan yang diambil adalah melepas peluang yang ada untuk dimanfaatkan industri penyamakan kulit yang lain atau memaksakan menggarap peluang itu dengan
mengeluarkan investasi. Setelah matriks internal dan eksternal terbentuk, kemudian dibuat matriks SWOT yang menjelaskan berbagai alternatif yang mungkin untuk strategi industri. Matriks SWOT
industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad dapat dilihat pada Lampiran 5.
5.9 Implementasi Penerapan Produksi Bersih
Jika strategi-strategi yang sudah dijelaskan diatas, dikerucutkan menjadi tiga strategi yaitu strategi yang menempati posisi prioritas 1, 2, dan 3 maka terdapat sedikit perbedaan hasil dari analisis
penerapan produksi bersih secara kajian lapangan dan kualitatif. Secara kajian lapangan, strategi yang menempati prioritas 1, 2, dan 3 adalah penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang,
pemisahan limbah cair dari bulu dan daging, dan penggunaan kembali air buangan pre soaking untuk proses pre soaking pada batch selanjutnya. Sementara secara kualitatif, urutan strateginya adalah
penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang, pengolahan limbah daging menjadi lemak, dan pemisahan limbah cair dari bulu dan daging. Hasil secara kualitatif ini diperoleh dari analisis
AHP menggunakan program Expert Choice 2000. Dapat dilihat bahwa terdapat kesamaan strategi dengan prioritas utama yang dapat
diaplikasikan di industri penyamakan kulit yaitu penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang. Hasil ini memperlihatkan bahwa permasalahan limbah yang utama dari industri penyamakan
kulit adalah limbah krom yang bersifat racun dan berbahaya. Setelah mengetahui strategi yang paling sesuai untuk diaplikasikan di industri penyamakan
kulit Haji Ali Ahmad, selanjutnya dikaji bagaimana agar strategi tersebut mampu diimplementasikan di industri dilihat dari matriks SWOT yang sudah dirumuskan sebelumnya. Industri penyamakan kulit
Haji Ali Ahmad berada pada kuadran III, yang berarti diperlukan strategi agar dapat mengambil peluang yang ada meskipun banyak kelemahan yang dimiliki. Salah satu kelemahan yang dimiliki
industri ini adalah penanganan limbah yang belum baik. Diperlukan sejumlah investasi untuk perbaikan penanganan limbah agar industri ini tetap dapat mengambil peluang yang ada.
Salah satu strategi yang dirumuskan dari matriks SWOT adalah meningkatkan efisiensi produksi. Peningkatan efisiensi produksi diperoleh
dengan memaksimalkan output
dan meminimalkan input. Input yang diminimalkan adalah air dan bahan campuran. Strategi ini dapat
didukung dengan mengimplementasikan produksi bersih yang telah dirumuskan sebelumnya yaitu menggunakan kembali limbah krom dengan cara daur ulang. Pengimplementasian produksi bersih ini
merupakan upaya untuk memperbaiki kelemahan yang dimiliki tetapi memerlukan sejumlah investasi yang harus dikeluarkan oleh industri.
Dengan penerapan produksi bersih ini, industri dapat menghemat jumlah krom baru yang dimasukkan dalam proses tanning. Penghematan krom ini tidak akan berdampak negatif pada mutu
kulit samak yang dihasilkan, karena menurut Prayitno 2009 dari penelitian yang dilakukan oleh I Nyoman, S.M pada tahun 2002, hasil kulit samak yang disamak menggunakan limbah krom sebesar
60 tidak memperlihatkan perbedaan mutu yang nyata dibandingkan kulit samak yang disamak menggunakan 100 krom baru. Dengan begitu, industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad dapat
memperbaiki kelemahan industrinya dari segi penanganan limbah tanpa khawatir mutu produknya akan menurun, sehingga peluang yang ada tetap dapat diperoleh.
36
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Secara teknis, peluang penerapan produksi bersih di industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad cukup memungkinkan dilaksanakan karena penambahan teknologi yang diajukan masih sederhana dan
tidak memerlukan luasan tempat yang besar. Dari aspek lingkungan, penerapan produksi bersih di industri ini juga dapat mengurangi jumlah limbah yang dibuang ke lingkungan meskipun dengan
tingkat konsentrasi yang sama kecuali limbah krom. Selain itu, secara ekonomi, penerapan produksi bersih dapat memberikan keuntungan bagi industri penyamakan kulit ini dengan periode
pengembalian biaya investasi kurang dari satu tahun. Alternatif penerapan produksi bersih yang dikaji baik melalui kajian lapangan dari aspek teknis,
lingkungan, dan ekonomi maupun secara kualitatif dari pendapat pakar, menghasilkan satu strategi utama yang baik untuk diterapkan di industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad yaitu penggunaan
kembali limbah krom dengan cara daur ulang. Strategi penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang, pemisahan limbah cair dari bulu dan daging, dan penggunaan kembali air buangan pre
soaking untuk proses pre soaking pada batch selanjutnya jika dilaksanakan di industri Haji Ali Ahmad akan diperoleh keuntungan per bulan Rp 12,447,600,- dengan pay back period selama 0.17 bulan dan
pengurangan limbah ke lingkungan sebesar 4,540 L sehingga total minimisasi yang diperoleh sebesar Rp 197,000,- untuk satu kali batch produksi dengan kapasitas 1.5 ton.
Hasil SWOT memperlihatkan bahwa posisi industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad ini berada pada kuadran ke-III yang menandakan bahwa industri ini lemah namun sangat berpeluang.
Perubahan strategi diperlukan untuk mengambil peluang yang ada. Implementasi produksi bersih dengan penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang dapat memperbaiki kelemahan
industri tersebut terutama dari segi penanganan limbah, tanpa khawatir penurunan mutu kulit samak yang dihasilkan. Dengan begitu, perbaikan kelemahan industri dapat dilakukan dan peluang yang ada
pun dapat diperoleh.
6.2 Saran
Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai mutu kulit samak yang disamak menggunakan campuran krom daur ulang dan krom baru, agar pelaku industri tertarik untuk
menghemat penggunaan krom yang baru tanpa khawatir mutu kulit samaknya menurun.