5.2. Pembangunan Dan Perubahan Organisasi Pertanian di Dua Desa
Pada tahun 1960-an, belum terdapat infrastruktur pembangunan yang memadai di desa Susupu dan Lako Akelamo. Akses Jalan yang dilalui kendaraan
menuju Jailolo saat ini sebagai Ibu kota Kabupaten Halmahera Barat belum terbuka. Sama halnya dengan jalan menuju ke kebun kelapa para petani,
membutuhkan waktu yang cukup lama. Berjalan harus melewati hutan, dan menyeberangi beberapa sungai dengan menggunakan goceva. Goceva adalah
sejenis transportasi sungai tradisional yang digunakan masyarakat sebagai pengganti perahu untuk melewati sungai. Proses pembuatan goceva sangat
sederhana, dengan mengumpulkan pohon bambu kurang lebih 30 pohon disusun dan kemudian diikat. Selain gocefa, masyarakat kedua Desa mengenal
transportasi tradisional yang dinamakan gerobak goroba. Goroba merupakan angkutan tradisonal para petani dengan memakai sapi sebagai penarik.
Umumnya gerobak dimiliki oleh pengusaha kopra orang Cina. Orang Cina meminjamkan gerobak untuk membantu kebutuhan petani kelapa sebagai cara
memelihara hubungan baik secara ekonomi dengan petani. Untuk menuju ke lokasi kebun kelapa membutuhkan waktu yang cukup
lama, mereka sering berjalan secara berkelompok menuju kebun dengan menggunakan gerobak, atau melawati sungai dengan goceva.. Pergi ke kebun
secara berkelompok memperkuat rasa kebersamaan, solidaritas, saling peduli di antara petani selalu ada di setiap saat. Terdapat fala adat gura rumah adat
kebun yang dapat digunakan sebagai tempat istirahat para petani. Fala adat gura berbentuk lebar dan tinggi, di setiap sudut memiliki empat tiang yang
mengandung makna filosofi bagi masyarakat kedua Desa. Bekerja di lahan kebun, biasanya para petani memilih menginap di fala adat gura sebelum
pekerjaannya selesai. Selain berfungsi sebagai tempat istirahat, fala adat gura sering dilaksanakan musyawarah terkait dengan kegiatan mabari, serta
menyelesaikan konflik antar para petani kelapa. Hadirnya pembangunan melalui introduksi teknologi membawa
perubahan yang sangat mendasar terhadap organisasi pertanian pada masyarakat petani di dua desa. Penggunaan sepeda, sepeda motor, dan perahu
motor dengan sendirinya telah menggeser alat transportasi tradisional seperti goroba dan goceva. Masyarakat petani tidak lagi memilih untuk menetap atau
bermalam di kebun, namun lebih memilih kembali ke perkampungan. Selain alasan sepeda motor, dan perahu motor, listrik masuk Desa merupakan salah
satu alasan para petani memilih untuk kembali ke perkampungan . Kehadiran Listrik masuk desa telah menggeser penggunaan loga-loga dan pancona..
Dampak dari perubahan ini adalah hilangnya tradisi fala adat gura. Fala adat gura menjadi tidak terurus dan tidak terpakai karena para petani lebih memilih
kembali ke kampung. Hubungan kekerabatan antar sesama petani kebun kelapa menjadi semakin kabur. Fenomena perubahan organisasi pertanian yang dilihat
pada masyarakat di dua Desa ini, seperti yang diteliti oleh Christianita L. Day dalam Cristina Eghenter dan Bernard Selatto 1999 tentang perubahan sosial
ekonomi dan dampaknya terhadap organisasi pertanian di Loang Pujungan dan Long Alango. Chirtianita L. Day melihat bahwa terjadi perubahan pada organisasi
perladangan. Dengan adanya perahu bermotor memungkinkan masyarakat untuk pulang
pergi ke
ladang setiap
hari. ini
mengakibatkan hilangnya
pengorganisasian dibawah pimpinan seorang ketua, dan tidak mengenal lagi rumah panjang.
Cristianita L Day tidak melihat masuknya infrastruktur listrik di pedesaan seperti yang terjadi di desa susupu, merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan masyarakat lebih memilih kembali di perkampungan dan sebagai penyebab hilangnya tradisi fala adat gura. Dengan demikian dapat di simpulkan
bahwa perubahan organisasi pertanian yang menyebabkan hilangnya fala adat gura bukan karena bergesernya moda transportasi akibat modernisasi perahu
motor, sepeda motor dll, namun dipengaruhi juga oleh listrik masuk pedesaan. Hilangnya fala adat gura berpengaruh besar terhadap keberadaan nilai-
nilai bari itu sendiri. Karena fala adat gura disamping sebagai tempat peristirahatan, di tempat ini pula digunakan sebagai wadah bermusyawarah,
silaturahmi antar sesama komunitas petani yang berada di kebun. Intinya bahwa kebersamaan, kekompakan, kerukunan yang di temukan dalam fala adat gura
telah hilang. Para petani hanya membangun sabua kecil rumah kecil yang bersifat sementara. Pengelompokan rumah kebun tidak lagi berdasarkan
kekerabatan, melainkan lebih didasarkan pada alasan praktis saja. Sabua kecil yang dibangun di manfaatkan oleh lingkunan di dalam
keluarga inti saja, sementara keluarga kerabat antara sesama petani menjadi kabur akibat hilangnya tradisi fala adat gura sebagiamana dimaksud dalam
penjelasan tersebut di atas.
Pada halaman berikut ini adalah sebuah gambar yang mencoba menggambarkan dan menjelasakan terkait dengan kehadiran pembangunan dan
perubahan organisasi pertanian di Desa Susupu dan Lako Akelamo.
Gambar 6. Pengaruh teknologi membawa perubahan pada organisasi pertanian
5.3. Introduksi Teknologi Pertukangan dan Melemahnya Mabari