Latar Belakang Fading Bari and Institutional Mabari (Studies in Community Peasant Coconut Two Villages in West Halmahera District).

BAB.I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tidak ada masyarakat yang tidak berubah dan berkembang dari waktu ke waktu. Tidak jarang dalam perubahan tersebut terdapat nilai yang ditransformasikan. Bahkan, seiring perubahan tersebut tidak jarang ada inovasi budaya baru, sehingga mengikis budaya lama. Situasi ini juga dialami oleh masyarakat di dua desa, Susupu dan Lako Akelamo yang terletak di Kabupaten Halmahera Barat.. Masyarakat di dua desa itu menghadapi perubahan akibat pesatnya modernisasi dan menguatnya birokorasi pemerintahan. Pembangunan infrastruktur, pembukaan jalan akses, yang juga mengikuti modernisasi dan penguatan birokrasi ke dua desa tersebut memasukkan informasi dan teknologi baru, sehingga makin mendorong arus perubahan. Proses yang di satu sisi, turut mempercepat perkembangan desa. Namun di sisi lain, masyarakat di dua desa itu juga menggeliat, menerima, mengadaptasi, bahkan ada juga yang melawan sumber-sumber perubahan yang ada. Dengan demikian, gejala tersebut menjadi satu bukti modernisasi di pedesaan Kabupaten Halmahera Barat sebagai sumber pembangunan dan perubahan. Meskipun demikian, menjadi naif apabila terdapat pandangan yang menilai bahwa modernisasi hanya membawa kemajuan terhadap perkembangan masyarakat. Tidak semua perubahan yang dibawa modernisasi dapat membawa perubahan yang membangunkan. Akhir-akhir ini ada gejala di desa-desa di Kabupaten Halmahera Barat mulai mengalami pengikisan kohesivitas sosial. Kebersamaan dan solidaritas dirasakan memudar sehingga tanggung jawab sosial kolektif di masyarakat mulai berkurang. Contohnya, ada dalam keseharian masyarakat di pertemuan untuk membicarakan pembangunan desanya sendiri mulai menanyakan tentang uang saku untuk rapat. Laju perkembangan pembangunan dan globalisasi ternyata menumbuhkan tidak saja kemajuan, tetapi juga menguatkan individualitas dan sikap-sikap komersial. Artinya, dibalik menguatnya individualitas diikuti oleh menipisnya kohesifitas sosial. Masyarakat seakan-akan merapuh dari dalam tubuhnya sendiri. Satu contoh yang dialami sendiri ketika setahun lalu di RSU Boesori Ternate, melihat orang sakit menjadi sekarat di depan UGD Unit Gawat Darurat karena tidak mendapatkan tindakan medis, karena hanya soal biaya administrasi yang belum diselesaikan. Begitu pun, ketika ada yang tidak dapat menebus mayat karena tak sanggup membayar biaya mobil jenazah. Gejala melemahnya kohesifitas sosial diperkirakan berkaitan dengan melemahnya bari atau nilai-nilai sosial yang mengatur pola dan semangat hidup yang di dasarkan pada kepercayan, keterbukaan, saling peduli, saling menghargai, dan saling menolong diantara anggota kelompok masyarakat yang dikenal masyarakat di Kabupaten Halmahera Barat. Untuk diketahui, Bari merupakan nilai dasar kelembagaan masyarakat yang dikenal sebagai Mabari, yang keberadaan kelembagaan tersebut sebagai pranata sosial dengan dasar proses sosial yang bersifat assosiatif. Mengikuti pandangan Ibrahim 2003, kelembagaan yang demikian merupakan unit sosial penting karena dilandasi oleh nilai-nilai sosial yang di dalamnya berbentuk kerjasamagotong royong, dan tolong menolong. Mabari di dua desa kajian menemukan implementasi bari sebagai nilai sosial ke dalam bentuk aktifitas masyarakat sebagai mabari. Bentuk aktifitasnya baik didalam kegiatan sosial ekonomi, maupun keagamaan masyarakat, seperti mulai dari kegiatan perkawinan, kedukaan, serta kegiatan berkebun kelapa mulai pembukaan lahan, penanaman, hingga pemanenan. Mabari ini oleh masyarakat di dua desa kajian masih dianggap sebagai pola perilaku warisan leluhur yang dilembagakan, sehingga telah menjadi sebuah kebiasaan aktifitas sosial, dan ruang publik public sphere untuk mencairkan serta merajut pertentangan atau perselisihan dalam komunitas masyarakat sehingga tercipta rasa solidaritas masyarakat. Hal yang perlu diperhatikan kemudian adalah pengikisan fungsi mabari berpotensi menurunkan solidaritas sosial, dan bahkan memudahkan perpecahan di kalangan masyarakat. Kejadian konflik horisontal Maluku Utara khususnya di Halmahera Barat pada dekade terakhir ini boleh menjadi bukti bari mengalami pengikisan, sehingga mabari tidak mampu menjadi peredam konflik. Meskipun selanjutnya, ternyata mabari diketahui masih berfungsi secara sosial pasca konflik. Misal, Soemake 2005 yang meneliti tentang konflik di Desa Idam Dehe Halmahera Barat memperlihatkan rekonsiliasi konflik dapat dilakukan melalui kerja sama, peningkatan tenggang rasa, sukarela dan partisipatif masyarakat. Melalui komunikasi membuat komunitas Idam Dehe yang dulunya tercabik-cabik akibat konflik ternyata dapat dipulihkan melalui pemanfaatan kembali mabari. Sarana yang dipakai untuk menuju rekonsiliasi adalah kerja sama melibatkan dua komunitas yang berkonflik pada melakukan kegiatan memperbaiki atau membangun kembali sekolah yang rusak akibat konflik. Aktifitas mabari saat ini di Kabupaten Halmahera Barat cenderung mengalami kemandekan dan hidup berbeda-beda di desa-desa. Berdasarkan diskusi-diskusi dengan tokoh-tokoh masyarakat dan pengamatan sendirii diidentifikasi, bahwa mabari memang masih ada dan fungsinya beragam di desa- desa. Mabari sebagai lembaga lokal sering hidup menjadi komplementer dengan organisasi pemerintah desa. Lembaga ini terlihat bersifat tradisional, sehingga berbeda dengan ciri peran organisasi atau kelembagaan baru yang mengikuti perkembangan birokrasi pemerintah. Mabari mempunyai kekhasan yang khusus dalam menggalang proses sosial kerjasama, maupun dalam proses produksi —di dua desa lokasi kajian masih dapat dilihat dalam pengorganisasian perkebunan kelapa rakyat. Berdasarkan perkembangan Mabari yang demikian, maka menjadi menarik melakukan kajian keberadaan dan perkembangan Nilai Bari dan Mabari. Hal ini penting juga karena ada bukti, bahwa mabari sebagai kelembagaan lokal dapat didayagunakan untuk menjaga solidaritas masyarakat dalam pembangunan. Bahkan, ada pandangan, bahwa pemanfaatan kelembagaan- kelembagaan lokal tersebut dapat dijadikan sarana efektif untuk percepatan pembangunan pedesaan di Kabupaten Halmahera Barat. Dengan dasar pemikiran, bahwa nilai-nilai budaya dan pengetahuan lokal yang telah lama tertanam dalam masyarakat menjadi modal yang berharga pembangunan. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha untuk mengungkap sejauhmana dampak perubahan sosial terhadap keberadaan nilai bari dan kelembagaan mabari.di pedesaan Kabupaten Halmahera Barat.

1.2. Perumusan Masalah