Introduksi Teknologi Pertukangan dan Melemahnya Mabari

Pada halaman berikut ini adalah sebuah gambar yang mencoba menggambarkan dan menjelasakan terkait dengan kehadiran pembangunan dan perubahan organisasi pertanian di Desa Susupu dan Lako Akelamo. Gambar 6. Pengaruh teknologi membawa perubahan pada organisasi pertanian

5.3. Introduksi Teknologi Pertukangan dan Melemahnya Mabari

Tahun 1980-an akses jalan sudah terbuka, memperlancar masuknya bahan bangunan serta peralatan pertukangan rumah seperti, mesin skaf listrik, gergaji listrik dan lain-lain, terasa ada perubahan yang sangat signifikan pada perkembangan masyarakat di dua Desa. Bila mulanya pembuatan rumah dengan konstruksi rumah gaba dan batu karang, saat ini masyarakat telah meninggalkan konstruksi tersebut dan memilih semen hasil olahan industri sebagai bahan utama pembangunan rumah. Bila dahulu masyarakat masih menggunakan atap Di ganti dengan lampu listrik Loga- Logapancona Alur kekerabatan antar petani semakin kabur Memudarkan nilai barikelembagaan mabari Perubahan pada organisasi pertanian masyarakat Hilangnya Transportasi GocevaGeroba dan tradisi tagi gura Di ganti dengan sepeda motor, perahu ketinting Hilangnya Tradisi Fala adat Gura Rumah adat Kebun Menguatnya Inividualitas Para Petani rumah dengan bermodal katu yang dibuat dari daun sagu, sekarang telah di gantikan dengan seng maupun genteng. Pada sisi lain keberadaan peralatan mesin pertukangan sangat mempengaruhi spesialisasi kerja masyarakat setempat. Mereka yang memiliki keterampilan sebagai tukang kayu berkeinginan memiliki teknologi pertukangan. Sebagian masyarakat yang berprofesi sebagai tukang, berpendapat bahwa penggunaan teknologi pertukangan dapat mempermudah dan mempercepat pekerjaan serta menambah ketrampilan. Dibandingkan dengan cara-cara tradisonal, sangat lambat, tidak efisien, serta menguras tenaga yang cukup besar. Untuk mengerjakan pintu, jendela, para tukang di desa susupu dibayar dengan harga 7-10 juta. Pembayaran itu termasuk juga pemasangan rangka atap rumah. Harga bisa saja berubah sesuai banyaknya kosen, pintu dan jendela. Situasi ini sangat berbeda dengan masyarakat Desa Susupu pada era sebelumnya tahun 50-an hingga tahun 1970-an. Proses pembuatan rumah seperti yang dijelaskan sebelumnya masih mengandalkan tradisi mabari. Pekerja tukang yang dulu terlibat dalam aktifitas bari pada pembangunan rumah, sekarang mereka bekerja untuk mengejar nilai lebih dari pekerjaan itu. Bila pada bari hampir semua orang diharapkan mampu memiliki keterampilan yang sama, namun semakin kuatnya akses pada teknologi, lama-kelamaan mulai terjadi spesialisasi kerja, di mana mereka yang menyukai pekerjaan tertentu mampu mengasah keterampilannya dengan semakin baik. Disinilah gejala spesialisasi kerja dimulai. Pada fase perkembangan selanjutnya mereka yang memiliki spesialisasi kerja, di pekerjakan pada proyek-proyek pemerintah seperti pembuatan sekolah, kantor, dan lain sebagainya. Sejak itulah keahlian mereka dibayar dengan uang. Keterlibatan mereka dalam proyek pembangunan fasilitas pemerintah mengenalkan mereka pada hubungan produksi atas dasar keterampilan spesifik mereka. Mereka kemudian menerima upah uang, sesuatu penggantianpenukaran atas kerja yang mereka lakukan, di mana sebelumnya mereka tidak mendapatkannya penukaran material uang tersebut dalam bari. Pada halaman berikut ini adalah gambar skema yang memberikan penjelasan, terkait dengan kehadiran pembangunan yang membawa perubahan pada komunitas, khususnya yang terjadi didesa akelamo oleh unsur-unsur perubahan seperti halnya teknologi pertukangan rumah. Masyarakat terutama di Desa Susupu lebih memilih penggunaan teknologi pertukangan untuk pembuatan rumah, karena alasan lebih efisien dan efektif, serta tidak menguras tenaga yang lebih besar. Di bandingkan dengan penggunaan alat tradisional yang dianggap lambat, tidak efektif, menguras waktu dan tenaga yang lebih besar. Situasi seperti ini memunculkan beberapa dampak ikutan, termasuk memudarnya mabari Gambar. 7. Pembangunan dan introduksi teknologi pertukangan membawa perubahan pada komunitas Lain Susupu, lain pula Lako Akelamo. Di Lako Akelamo, pekerjaan pembuatan rumah masih menggunakan semangat kebersamaan kelompok dengan mengandalkan tenaga orang-orang yang berada dalam kelompok, sebagaimana yang kita kenal dengan sebutan kelompok bari. Jamrud, salah seorang warga desa Lako Akelamo mengatakan, perubahan model konstruksi rumah mengalami beberapa fase periodisasi yang tidak berbeda jauh dengan Susupu. Pembangunan introduksi teknologi pertukangan rumah Penggunaan Mesin pertukangan Penggunaan Alat tradisional pertukangan Keahlian dan tenaga telah dibayar dengan uang Spesialisasi pekerjaanva riasi pekerjaan 1. Mempermudah Pekerjaanlebih efisienefektif 2. Menambah skill. 1. Sangat lambat, 2. Tidak efisien 3. Menguras Memudarkan nilai bari dan mabari. Dalam aktifitas membangun rumah Pekerjaan Pertukangan dikendalikan oleh mesin- mesin Fase masuknya infrastruktur dan teknologi juga dialami masyarakat Desa Lako Akelamo. Di desa ini terdapat banyak orang, khususnya kaum muda yang berprofesi sebagai petani kelapa, mereka juga memiliki keahlian lain seperti keahliannya dalam pertukangan, namun tidak semua memiliki fasilitas teknologi alat pertukangan. Hanya terdapat satu orang yang memiliki peralatan teknologi pertukangan, yaitu pak Husain. Menurut Husain, memiliki alat-alat pertukangan baru itu sejak 1991, hingga saat ini, cukup mendapat orderan pekerjaan pembuatan mebelair rumah dari masyarakat di luar desa Lako Akelamo. Sementara di Desa Lako akelamo sebagai Desanya sendiri belum pernah mendapatkan orderan. Menurut pak Husain, disebabkan karena di Desa Lako Akelamo proses pembuatan rumah selalu dilaksanakan bersama melalui kelompok bari. Mabari di Lako Akelamo tidak hanya dipahami sebagai mobilisasi tenaga untuk tolong-menolong, saling membantu dalam suatu pekerjaan, tetapi juga masyarakat saling membantu memberikan kayu balok, papan, dan seng atap rumah. Saling menanggung bersama bahan-bahan bangunan rumah,dengan istilah lokal disebut sebagai kegiatan jojobo. Jojobo adalah suatu kegiatan tolong menolong dan membantu mendahulukan yang lainnya secara bergiliran. Dalam pembuatan rumah, jojobo sangat berperan aktif, jika salah satu dari anggota bari tersebut mendapat jojobo seperti kayu, balok semen, maka kelompok bari di Desa Lako Akelamo datang bersama-sama untuk menyelesaikan pekerjaan pembuatan kosen pintu, jendela, rangka rumah dan lainnya. Bari dan jojobo juga muncul dalam aktivitas lainnya, seperti memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang sakit. Umumnya masyarakat di Desa Lako Akelamo tidak bersikap tertutup terhadap kehadiran teknologi, namun mereka membentengi diri dan masyarakatnya dengan mengandalkan kelembagaan-kelembagaan lokal yang ada dalam mengatasi berbagai problem yang mereka hadapi. Kelembagaan lokal di Lako Akelamo tak hanya bari dalam pembuatan rumah dan pekerjaan pertanianperkebunan, terdapat kelembagaan yang di kenal dengan rorio. Kegiatan rorio digunakan pada kegiatan perkawinan, dan kedukaan. Artinya, respon masyarakat kedua desa yang mengalami pula proses pembangunan yang ditandai dengan masuknya infrastruktur jalan, listrik, dan teknologi pada akhir 1980-an berbeda. Bari di Susupu mengalami pergeseran salah satunya ditunjukkan oleh gejala menguatnya spesialisasi pekerjaan, pergantian kerja dengan upah yang dengan demikian mengubah kolektifikas menjadi hubungan produksi berdasar spesialisasi keahlian. Sementara di Lako Akelamo pembangunan tidak serta merta menghilangkan kelembagaan sosial yang berintikan kolektivisme. Penjelasan berikut ini adalah fase pembangunan rumah di Dua Desa yang mengalami beberapa perubahan konstruksi dari masa ke masa, . Pertama, model rumah ”gaba” berbahan pelepah pohon sagu. Model rumah ini cukup sederhana, murah, nyaman, tetapi tidak bertahan lama. Tembok rumah ini dibuat dengan mengunakan pelepah pohon sagu, atau “gaba”. Sementara atap rumah menggunakan katu. Katu adalah daun pohon sagu yang kemudian diambil dan di anyam berbentuk seperempat segi dengan panjang kurang lebih satu meter.Lantai rumah gaba digunakan bambu tua yang dibelah kemudian dianyam. Kedua, rumah batu karang. Model rumah dengan konstruksi permanen ala batu karang. Dampak dari pembangunan rumah ala batu karang ini berdampak terhadap hancurnya ekosistem terumbu karang di pesisir Sahu. Rumah ini dapat bertahan cukup lama, hingga pada tahun 1970-an masyarakat kemudian diperkenalkan dengan bahan bangunan beton berbahan semen. Dimulai saat inilah konstruksi bangunan masyarakat di Desa Susupu dan Lako Akelamo kemudian mengalami perubahan dari rumah gaba, rumah batu karang menjadi rumah permanen. Di Desa Susupu dan Lako Akelamo orang yang ingin membuat rumah permanen ala batu karang maupu rumah gaba harus membicarakan dengan pihak keluarga tentang keinginan dan kesiapannya untuk membangun rumah. Pertemuan keluarga adalah salah satu media untuk menyampaikan maksud tersebut. Apa yang dibicarakan pada pertemuan keluarga itu terkait dengan pembagian kerja, konsumsi, transportasi, dan siapa-siapa yang akan terlibat di dalamnya. Biasanya pekerjaan mengangkut material bahan bangunan dilaksanakan secara bari terdiri dari keluarga, kerabat, maupun orang-orang yang secara sukarela ingin melibatkan diri. Kerja mabari dapat di laksanakan saat bahan-bahan banguannnya sudah disiapkan.

5.4. Bari Pasca Kerusuhan 1999