kabupaten yaitu Jailolo. Sebelah selatan Desa Susupu berbatasan dengan perkebunanlahan pertanian masyarakat, sebelah tengah berbatasan dengan
Desa Jarakore, Sebelah utara berbatasan dengan desa Ropu Tengah Balu, dan sebelah timur berbatasan dengan desa Tacim. Sementara di desa Lako Akelamo
adalah sebelah selatan berbatasan dengan desa Lako Akediri, sebelah timur berbatasan dengan lahan pertanianperkebunan masyarakat, sebelah utara
berbatasan dengan Desa Jarakore, dan sebelah barat berbatasan dengan laut Maluku. Jalan antar kedua desa tersebut umumnya sudah aspal, hanya 0,5 km
yang belum diaspal. Prasarana komunikasi seperti telepon umum, wartel, warnet belum ada.
Terdapat beberapa media informasi yang digunakan oleh masyarakat di dua desa ini. Media-media informasi tersebut diantaranya adalah radio, dan televisi.
Kegunaan radio digunakan untuk mengakses informasi tentang perkembangan lokal yang bersifat kedaerahan di Provinsi Maluku Utara. Sedangkan televisi,
bagi masyarakat setempat sebagai media untuk mengkases informasi nasional dan hiburan seperti halnya film senetron dan sebagainya. Di desa Susupu
pengguna televisi menggunakan televisi kabel, dengan biaya perbulan sebesar 150 ribu rupiah disetor kepada pengusaha jaringan televisi kabel. Sementara
khususnya di desa Lako Akelamo, mereka tidak menggunakan jaringan televisi kabel, tetapi menggunakan parabola. Menurut masyarakat di Desa Lako
Akelamo parabola harganya kurang lebih dua juta rupiah, tetapi lebih ekonomis dibandingkan dengan memakai televisi kabel dengan setoran per bulan 150 ribu
rupiah.
4.3. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Hubungan Feodal
Setelah melihat dari luar, mari melihat masyarakat Susupu dan Lako Akelamo lebih dekat. Desa Lako Akelamo dan Desa memiliki perbedaan soa.
Soa adalah stratifikasi sosial yang didasarkan pada hubungan feodal. Status hubungan feodal yang dinyatakan dalam soa, diturunkan terus-menerus melalui
hubungan keturunankekerabatan pada masa kerajaan kesultanan Ternate. Desa Lako Akelamo dan Desa Susupu memiliki akar historis yang sama.
Kedua desa terlahir dari satu ”embrio” sebagai suku sahu, dan memiliki klasifikasi
stratifikasi sosial berdasarkan soa. Masyarakat kedua Desa mengenal penyebutan soa dengan nama empat soa data atau
”soa raha,” , yaitu, soa sangaji, siyodi, talai, dan padisua. Soa-soa tersebut, dikelompokan berdasarkan
status sosial ,di lihat dari turunankekrabatan pihak kerajaan kesultanan ternate dan memiliki fungsi dan perannya masing-masing dalam masyarakat.
Soa sangaji, merupakan kelompok yang ditugaskan Sultan pada masa momole
1
yaitu sekitar masa 1200-an untuk memimpin suatu komuntitas dan wilayah sebagai perpanjangan tangan Sultan dalam mengatur tugas-tugas
pemerintahan pada wilayah kekuasaannya. Sementara Soa sioyodi adalah kelompok orang yang dipercayakan Sultan untuk memelihara pelestarian nilai-
nilai adat istiadat. Sedangkan soa talai melakukan fungsi pelayanan terhadap Sultan dalam urusan logistik dan lain sebagainya. Menurut Awat Lolory, juri tulis
Sultan Jailolo, dari ketiga soa yang disebutkan, terdapat satu soa yang disebut sebagai soa padisua, dalam bahasa Sahu artinya lari dan tidak mendengar.
Padisua merupakan suatu kelompok yang loyal terhadap Sultan, tetapi kelompok itu lari disaat pertemuan dengan Sultan membahas tentang
pembentukan soa. Lihat Gambar 3. .
Gambar 3: Stratifikasi Sosial dua Desa
Dengan klasifikasi staratifikasi sosial berdasar soa tersebut diatas, masyarakat Desa Susupu dan Lako Akelamo berada pada klasifikasi soa sangaji
dan soa siyodi. Soa sangaji lebih mendominasi masyarakat di Desa Susupu,
1
Momole adalah masa pembagian kekuasaan oleh Sultan Ternate, bagian dari proses ekspansi kesultanan Ternate.
Pelapisan Sosial yang telah hilang
di masyarakat dua Desa
Masy. Desa
Susupu
Masy. Desa
Lako Akelamo
Soa sangaji
Soa siyodi
Soa talai
Soa padisua
sementara soa siyodi dan soa talai lebih banyak disandang oleh masyarakat di Desa Lako Akelamo.
Di dalam struktur sosial kedua desa tersebut, soa sangaji sangat dihormati karena merupakan turunan dari orang-orang pilihan sultan yang
diberikan tanggungjawab sebagai pemimpin wilayah. Oleh karenanya, dalam pembagian kelas sosial di masyarakat soa sangaji dianggap menempati posisi
sebagai kelas atas. Sementara soa siyodi dianggap masyarakat menempati posisi sebagai kelas menengah.
Pembagian status berdasarkan soa tersebut di atas, menurut Linton 1967 masuk dalam kategori ascribed status pembagian status yang
diperoleh, bukan status yang diraih achieved status. Status yang diperoleh adalah status yang diberikan kepada individu tanpa memandang kemampuan
atau perbedaan antar individu yang dibawa sejak lahir. Sedangkan status yang diraih didefinisikan sebagai status yang memerlukan kualitas tertentu. Status
seperti ini tidak diberikan pada individu sejak ia lahir, melainkan harus diraih melalui persaingan atau usaha pribadi.
Stratifikasi sosial berdasarkan hubungan feodal ini, merupakan implikasi dari pengaruh eksistensi kerajaan kesultanan Ternate. Segala aturan kerajaan
termasuk adat-istiadatnya ketika itu, masih dominan atau berpengaruh pada aspek pemerintahan desa dan kecamatan. Masyarakat kedua Desa sangat
menjaga hubungan sosial termasuk dalam sistem kekerabatan yang dibangun berdasarkan soa. Terdapat sanksi sosial pada sistem stratifikasi soa, oleh
kelompok yang tidak mematuhi larangannya. Dalam hal perkawinan misalnya, seorang yang berasal dari soa sangaji sebagai kelas teratas tidak diijinkan
menikah dengan golongan soa yang berada di bawahnya, misalnya soa siyodi. Bagi yang melanggar dikenakan sanksi sosial seperti diasingkan oleh
masyarakat setempat. Sanksi ini pernah di terima oleh Adjam Mando dan istrinya yang menikah
berlainan soa dan kemudian di asingkan oleh masyarakat dan keluarga. Pengasingan tersebut menyebabkan keduanya harus hijrah meninggalkan
komunitas kampongnya. Seperti pengakuan mereka bahwa; ngom namdi susira kai, tapi karna soa I beda, maka himo-himo ana
isituju ua, akhirnya ngone namdi ana setang, artinya; kita berdua waktu tempo dulu kawin orang tua kita tidak setuju karena berlainan soa.
Akhirnya mereka marah dan asingkan kita berdua.
Masih ada goresan luka masa lalu yang masih dirasakan oleh kedua pasangan suami istri itu. Jaman sekarang sudah berubah, orang bisa saja kawin
mawin tanpa berpikir tentang pasangan yang berlainan soa, sejauh ada rasa saling percaya dan sanggup menafkahi dan bertanggungjawab atas pasangan
hidupnya. Pengaruh modernisasi membawa konsekwensi perubahan. Masyarakat
lama yang dianggap tradisional dan menekankan pada hierarki struktur sosialnya, termasuk stratifikasi sosial yang feodal, kini telah berubah. Dahulu
lebih menekankan pada otoritas dan kepatuhan pada hierarki sebagai ciri dari masyarakat tradisional yang sarat dengan otoritas adat istiadat yang berlaku.
Saat ini, pengaruh budaya modern lebih ditekankan pada kedudukan yang sejajar. Dalam perjalanan waktu, lama kelamaan budaya lama tergerus, hierarki
bergeser menjadi lebih sejajar.
4.4. Penggolongan Baru