Periode 1942-1945 Periode 1945-1954

45

2. Periode 1942-1945

Pendudukan Indonesia oleh Jepang, kondisi rakyat pada waktu itu kekurangan kebutuhan pangan, demikian juga yang terjadi dengan buruh-buruh perkebunan. Sekitar 1.000 Ha tanah dikelola oleh Jepang untuk menanam tanaman pangan. Masyarakat yang mendiami perkebunan Padang Halaban dimobilisasi untuk menjadi buruh perkebunan tanaman pangan ini. Masyarakat tunduk pada aturan main tentara jepang yang kejam dan tidak manusiawi, seperti memperkerjakan masyarakat tanpa jaminan kehidupan yang layak. Pada pemerintahan Jepang masyarakat dikonsentrasikan dalam satu barak penampungan yang dihuni oleh puluhan bahkan ratusan kepala keluarga. Masyarakat harus menjalankan kerja wajib untuk melakukan replanting tanaman perkebunan menjadi tanaman pangan dengan waktu dan beban kerja yang tidak menentu. Diantara para pemuda diwajibkan untuk terlibat dalam tentara bentuka Jepang, seperti PETA dan HEIHO. Sedangkan perempuan dipaksa untuk menjadi budak seks orang-orang Jepang di perkebunan, yang dikenal dengan Jugun Ian Fu. Proklamasi kemerdekaan Indonesia membuat tentara Jepang keluar dari perkebunan. Bekas tanah peninggalan Jepang kemudian diduduki oleh rakyat untuk kebutuhan pangan dan membantu laskar-laskar rakyat. Sementara tanaman komoditas seperti karet dan sawit yang ditinggalkan dikelola dan dipanen oleh sebagian masyarakat desa Rembu Rempah. Seperti di wilayah Afdeling karet PT Plantagen AG Zurich di kelola oleh masyarakat dan dipanen untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Universitas Sumatera Utara 46

3. Periode 1945-1954

Tanah yang diduduki oleh masyarakat sebanyak 20 saja yang dimanfaatkan untuk perkampungan dan ladang pangan, sisanya menjadi semak belukar. Diatas tanah tersebut dibangun beberapa desa, diantaranya desa : Sidodadi, Karang Anyar, Purworejo, Sidomulyo, Kertosentono, dan Blungit. Terdapat beberapa perkampungan di areal perkebunan, diantaranya : Pondok Roni, Pondok Lawas, dan Sidomukti. Beberapa tahun menduduki tanah, dikeluarkan Kartu Tanda Pendaftaran Pemakaian Tanah KTTPT yang dikeluarkan oleh Kantor Reorganisasi Pemakaian Tanah KRPT Wilayah Sumatera Timur berdasarkan UU Darurat No 08 Tahun 1954 jo UU Darurat No 01 Tahun 1956 mengenai penyelesaian pemakaian tanah perkebunan oleh rakyat. Menurut data yang dihimpun oleh perkebunan ketika itu di tahun 1967-1968 masyarakat yang mendapatkan KRPT sebanyak 403 orang yang terdiri dari : desa Sidodadi 92 orang, desa Karang Anyar 80 orang, desa Sidomulyo 139 orang, desa Kertosentono 12 orang, dan desa Blungit 6 orang. Terjadi Konferensi Meja Bundar KMB pada tahun 1949, di Kopenhagen, Denmark. Beberapa tahun setelah perundingan tersebut, pengusaha Belanda yang meninggalkan perkebunan setelah diusir oleh Jepang dan Revolusi Agustus 1945, kembali masuk ke areal perkebunan. Kedatangan mereka bermaksud untuk merencanakan pembangunan perkebunan kembali. Hal ini bisa dibuktikan dengan usaha dari pemilik perusahaan menanyakan kepada penduduk di Panigoran, Universitas Sumatera Utara 47 Karanganyar dan Sidomulyo tentang kesediaannya kembali bekerja di kebun seperti sebelum pengusaha Belanda pergi atau jika tidak bisa terlibat dalam pekerjaan kebun kembali bisa mengolah tanah yang sudah diduduki dan dimiliki oleh masyarakat.

4. 1954-1965

Dokumen yang terkait

Konflik Agraria Dalam Perspektif Ham (Studi Kasus: Konflik antara masyarakat Desa Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara dengan PT. SMART)

4 50 123

Konflik Agraria Dalam Perspektif Ham (Studi Kasus: Konflik antara masyarakat Desa Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara dengan PT. SMART)

0 2 9

Konflik Agraria Dalam Perspektif Ham (Studi Kasus: Konflik antara masyarakat Desa Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara dengan PT. SMART)

0 0 2

Konflik Agraria Dalam Perspektif Ham (Studi Kasus: Konflik antara masyarakat Desa Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara dengan PT. SMART)

0 2 34

Konflik Agraria Dalam Perspektif Ham (Studi Kasus: Konflik antara masyarakat Desa Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara dengan PT. SMART)

0 1 18

Konflik Agraria Dalam Perspektif Ham (Studi Kasus: Konflik antara masyarakat Desa Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara dengan PT. SMART)

0 2 5

Peranan Organisasi Massa Petani Dalam Pendidikan Politik Kaum Tani di Indonesia (Studi Kasus : Organisasi Massa Petani STPHL-AGRA, Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara)

0 0 21

BAB II PROFIL LOKASI PENELITIAN 2.1 Gambaran Umum Desa Padang Halaban 2.1.1 Letak Lokasi dan Batas-batas Wilayah - Peranan Organisasi Massa Petani Dalam Pendidikan Politik Kaum Tani di Indonesia (Studi Kasus : Organisasi Massa Petani STPHL-AGRA, Padang Ha

0 0 38

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Peranan Organisasi Massa Petani Dalam Pendidikan Politik Kaum Tani di Indonesia (Studi Kasus : Organisasi Massa Petani STPHL-AGRA, Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara)

0 0 36

Peranan Organisasi Massa Petani Dalam Pendidikan Politik Kaum Tani di Indonesia (Studi Kasus : Organisasi Massa Petani STPHL-AGRA, Padang Halaban, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara)

0 0 12