Analisis Lanskap Untuk Penentuan Zona Penyangga Kebun Raya Bogor

(1)

ANALISIS LANSKAP UNTUK PENENTUAN ZONA

PENYANGGA KEBUN RAYA BOGOR

MAYANG HUMAIRA WIBISONO

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Lanskap untuk Penentuan Zona Penyangga Kebun Raya Bogor adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tingi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2012

Mayang Humaira W A44070044


(3)

Mayang Humaira Wibisono1, Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, M.Sc2 1

Mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB 2

Staf Pengajar Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB

Abstract

Bogor city has strong historical characteristic backgrounds that is mainly expressed by the Bogor Botanical Garden which is located in the center of the city and be expected by using garden city concept. As the icon, Botanical Garden had important value for Bogor City and need protect from urban development. The purposes of this research were to assest around of Botanical Garden region where pottentially can be the buffer zone that can protecting and increasing the landscape character of Botanical Garden. Metode used in this research are historical, infrastructur, nature, and development consideration plan assest. The concept of buffer zone for this research is maintenance allocation for each buffer zone that it has own character to be increased with development plan consideration. The final result of this study is buffer zone concept with their recommendation.


(4)

RINGKASAN

MAYANG HUMAIRA WIBISONO. Analisis Lanskap Untuk Penentuan Zona Penyangga Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN.

Studi ini memiliki tujuan mengkaji kawasan di sekitar Kebun Raya Bogor untuk dapat menentukan alternatif zona penyangga yang dapat melindungi kebun raya dari ancaman dampak pembangunan di sekitarnya, dan dapat mempertahankan kesatuan karakter lanskap sejarahnya. Zona penyangga ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan Pemerintah Kota Bogor dalam mengatur pembangunan di kawasan sekitar Kebun Raya Bogor, sehingga kesatuan karakter lanskap Kebun Raya Bogor dengan sekitarnya juga akan berpengaruh baik terhadap nilai atau kualitas lanskap Kota Bogor.

Kebun Raya Bogor memiliki nilai-nilai penting yang terkandung di dalamnya sehingga membutuhkan suatu zona penyangga untuk melindunginya, baik dari segi nilai lanskap alaminya maupun sebagai lanskap sejarah. Zona penyangga tersebut ditentukan dengan memperhatikan fungsi dan nilai elemen-elemen yang terdapat di Kota Bogor, terutama lingkar luar yang terdekat dari KRB, baik berupa area sejarah, elemen infrastruktur maupun elemen alami.

Pada penelitian ini menggunakan metode pendekatan yang

dikemukakan oleh Goodchild (1990). Adapun tahapan penelitian tersebut meliputi persiapan awal, pengumpulan data, identifikasi lanskap, analisis, dan sintesis. Tahapan pengumpulan data menggunakan metode survey yang meliputi pengamatan langsung ke lapang, wawancara dengan narasumber, dan studi pustaka. Data yang dikumpulkan adalah data kesejarahan, elemen bersejarah, RTRK/penggunaan lahan, infrastruktur, dan elemen lanskap alami. Pada tahap analisis menggunakan metode skoring untuk menentukan nilai kekuatan dari setiap elemen pembentuk zona penyangga tersebut untuk menyangga dan mempertahankan kesatuan karakter lanskap sejarahnya; metode spasial untuk mendapatkan bentuk spasial potensi zona penyangga; dan metode deskriptif untuk menjelaskan kondisi lanskap pada tapak. Tahapan overlay zona penyangga dengan RTRK juga dilakukan sebagai pertimbangan kesesuaiannya dengan rencana penggunaan lahan. Hasil dari overlay dan analisis terhadap RTRK tersebut dapat menjadi pertimbangan revisi RTRK nantinya. Setelah tahapan tersebut, penelitian ini menghasilkan suatu sintesis dalam bentuk konsep zona penyangga beserta rekomendasi pengelolaannya. Ada dua potensi fungsi zona penyangga untuk Kebun Raya Bogor, yaitu sebagai proteksi dan sebagai peningkat karakter lanskap. Zona penyangga dengan fungsi melindungi Kebun Raya Bogor ditentukan berdasarkan aspek infrastruktur dan lanskap alami, sedangkan untuk fungsi meningkatkan karakter lanskap sekitarnya agar menyatu dengan lanskap Kebun Raya Bogor dengan memperhatikan aspek kesejarahannya.

Kawasan sekitar Kebun Raya Bogor dan lanskap Kebun Raya Bogor merupakan satu kesatuan karakter lanskap hasil perkembangan dan pembangunan Kota Bogor pada masa penjajahan bangsa kolonial. Pembangunan pada masa kolonial ini juga melahirkan suatu kawasan-kawasan dengan karakter lanskap yang khas seperti kawasan pecinan di Suryakencana dan Kampung Arab di Empang, akibat dari suatu peraturan yang diterapkan oleh pemerintah Belanda


(5)

ketika itu yang dikenal dengan wijkenstelsel. Bukti- bukti elemen maupun lanskap bersejarah masih ada hingga saat ini. Beberapa diantaranya masih dalam kondisi yang optimal. Karakter lanskap yang khas dari setiap etnis juga masih bertahan hingga saat ini, namun memang kondisinya saat ini tidak terlalu menampilkan karakter yang kuat, karena beberapa elemen dari kawasan tersebut berubah secara fisik.

Pertimbangan infrastruktur dan elemen alami juga mendukung terbentuknya zona penyangga ini. Elemen infrastruktur yang berpotensi menjadi zona penyangga adalah jalan raya dan rel kereta api karena keberadaan elemen tersebut pada tapak konsisten dan tidak mudah berubah secara fisik maupun fungsinya. Begitu pula dengan elemen lanskap alami yang berupa sungai sangat mendukung fungsi dari zona penyangga tersebut karena keberadaannya juga tidak mudah berubah dan dilindungi oleh peraturan. Adapun elemen lanskap alami lainnya yang cukup berpotensi dan memberikan kontribusinya sebagai bagian dari zona penyangga, seperti RTH dan jalur hijau jalan.

Rencana tata ruang Kota Bogor menetapkan bahwa kawasan Kebun raya Bogor dan sekitarnya merupakan wilayah pusat kota sebagai kota lama (kawasan bersejarah) yang diarahkan untuk mempertahankan kegiatan perdagangan dan jasa yang ada, pusat perkantoran, dan RTH skala kota. Penetapan ini dapat menjadi tekanan terhadap keberadaan Kebun raya Bogor, namun masih bisa diatasi dengan upaya revitalisasi dengan adaptive use di kawasan-kawasan tersebut.

Zona penyangga yang dihasilkan mencakup dua bagian yaitu zona penyangga 1 dan zona penyangga 2. Zona penyangga 1 merupakan zona penyangga utama dan terdapat elemen-elemen kesejarahan yang penting untuk dlestarikan, sedangkan zona penyangga 2 merupakan zona penyangga pendukung zona penyangga 1. Fungsi zona penyangga 2 adalah untuk menyatukan elemen-elemen pada zona penyangga 1 hingga menjadi satu kesatuan zona penyangga dengan karakter yang utuh, sehingga perlakuan terhadap zona penyangga ini dapat menjadi satu kesatuan yang sama. Pengelolaan pada zona penyangga ini terbagi menjadi tiga macam tindakan, yaitu preservasi, konservasi, dan revitalisasi. Upaya pelesterian ini dihasilkan berdasarkan fungsi zona penyangga dan rencana tata ruang Kota Bogor


(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

ANALISIS LANSKAP UNTUK PENENTUAN ZONA

PENYANGGA KEBUN RAYA BOGOR

MAYANG HUMAIRA WIBISONO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(8)

Judul : Analisis Lanskap Untuk Penentuan Zona Penyangga Kebun Raya Bogor

Nama : Mayang Humaira Wibisono

NIM : A44070044

Departemen : Arsitektur Lanskap

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nurhayati H.S Arifin, M.Sc NIP. 19620121 198601 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001


(9)

RIWAYAT HIDUP

Mayang Humaira dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 November 1989. Penulis adalah putri bungsu dari dua bersaudara dari pasangan Kunto Wibisono dan Sri Yulianti. Penulis menempuh pendidikan dari jenjang TK hingga Universitas. Pertama penulis bersekolah di TK Amaliah Ciawi tahun 1995, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SD Amaliah Ciawi pada tahun-2000, SMP NEGERI 4 Bogor 2001-2004, SMA Negeri 3 Bogor 2004-2007.

Pada tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dengan Mayor Arsitektur Lanskap di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Penulis turut aktif dalam kegiatan dan kelembagaan yang terdapat di Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah aktif dalam Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) sebagai pengurus divisi SOSKEMAS periode 2008-2009. Penulis juga turut aktif dalam kegiatan kepanitiaan. Penulis juga pernah

mengikuti kegiatan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang

diselenggarakan pada tahun 2010 di bidang PKM-Penelitian. Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten mahasiswa MK. Teknik Penulisan Ilmiah tahun ajaran 2010-2011 dan MK. Pelestarian Lanskap Sejarah dan Budaya tahun ajaran 2011-2012.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pembuatan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Analisis Lanskap Untuk Penentuan Zona Penyangga Kebun Raya Bogor” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dengan Mayor Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, M.Sc selaku dosen pembimbing atas bimbingan, masukan, perhatian dan kesabarannya dari awal penelitian hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bappeda Bogor, Dinas Kesatuan Bangsa Bogor, Dinas Pariwisata dan Budaya Bogor, Dinas Cipta Karya Bogor, Bapak M. Nashar, Organisasi Bogor 100, dan Komunitas Kampoeng Bogor atas data-data yang diperoleh dan informasi yang telah diberikan kepada penulis. Begitu pula kepada Aldi Ardana dan rekan-rekan Arsitektur Lanskap 44 atas bantuan, dukungan, semangat,doa, hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir.

Terakhir, penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan Kakak atas kasih sayang, perhatian, motivasi, dan doa tulus yang tidak pernah berhenti terucap. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membaca.

Bogor, April 2012


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

1.4 Kerangka Pikir ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Sejarah Perkembangan Kota Bogor ... 4

2.2 Konsep Garden City dalam Pembangunan Buitenzorg ... 5

2.3 Kebun Raya Bogor ... 11

2.4 Pelestarian Lanskap Sejarah ... 14

2.5 Pentingnya Zona Penyangga ... 20

III. METODOLOGI ... 22

3.1 Lokasi dan Waktu ... 22

3.2 Alat Penelitian ... 23

3.3 Metode Penelitian ... 23

IV. KONDISI UMUM ... 28

4.1 Wilayah Kota Bogor ... 28

4.2 Iklim ... 29

4.3 Topografi ... 29

4.4 Geologi ... 32

4.5 Sistem Sirkulasi dan Transportasi ... 33

4.6 Hidrologi ... 35

4.7 Sosial-Ekonomi Masyarakat ... 37

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

5.1 Karakteristik Hasil Perkembangan Kota ... 41

5.1.1 Masa Kerajaan Pajajaran (1482-1579) ... 41

5.1.2 Masa Kolonial (1684-1945) ... 42

5.1.3 Masa Kemerdekaan (1945 - Sekarang) ... 45


(12)

5.2.1 Ragam Area Bersejarah di Sekitar Kebun Raya Bogor ... 50

5.2.2 Elemen Bersejarah ... 53

5.3 Infrastruktur ... 62

5.4 Karakter Lanskap Alami ... 64

5.5 Tata Guna Lahan ... 66

5.6 Rencana Tata Ruang Kota ... 68

5.7 Analisis Lanskap ... 71

5.7.1 Aspek Historis ... 71

5.7.2 Infrastruktur ... 76

5.7.3 Kondisi Lanskap Alami ... 78

5.6.4 Kondisi Tata Guna Lahan ... 80

5.6.5 Pertimbangan RTRK ... 81

5.6.6 Peta Komposit ... 83

5.8 Usulan Zona Penyangga ... 84

5.8.1 Konsep Zona Penyangga ... 87

5.8.2 Zona Penyangga ... 88

VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 90

6.1 Simpulan ... 90

6.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Tindakan Pelestarian Kawasan Bersejarah (Harris dan Dinnes 1988) ... 17

2 Data yang Diperoleh ... 24

3 Kriteria dalam Menentukan Potensi Zona Penyangga ... 25

4 Luas Kecamatan di Kota Bogor Berdasarkan Ketinggian ... 30

5 Luas Kecamatan di Kota Bogor Berdasarkan Kemiringan ... 30

6 Jumlah Penduduk Kota Bogor ... 37

7 Pendapatan Daerah Regional Bruto Kota Bogor (Harga Konstan) ... 39

8 Benda Cagar Budaya di Kota Bogor ... 56

9 Kriteria Penilaian Aspek Kesejarahan untuk Meningkatkan Karakter Lanskap ... 73

10 Kriteria Penilaian Kekuatan Aspek Infrastruktur sebagai Penyangga KRB ... 76

11 Kriteria Penilaian Kekuatan Aspek Lanskap Alami sebagai Penyangga KRB ... 78


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagan Kerangka Pikir ... 3

2 Konsep Garden City yang Dikemukakan oleh Ebenezer Howard ... 6

3 Bagian dari Kota yang Mendeskripsikan Konsep Garden City Lebih Detail ... 6

4 Konsep Garden City Buitenzorg ... 8

5 Komplek Istana Bogor pada Tahun 1809 ... 12

6 Bentuk Awal Kebun Raya Bogor ... 13

7 Perkembangan Kebun Raya Bogor ... 14

8 Variasi Bentuk Gable ... 18

9 Ragam Bentuk Dormer yang Biasa Digunakan dalam Arsitektur Kolonial .... 18

10 Beberapa Macam Elemen Arsitektur Vernakular Pada Bangunan Arsitektur Kolonial ... ... 20

11 Lokasi Penelitian ... 22

12 Bagan Kerangka Penelitian ... 27

13 Peta Administrasi ... 28

14 Kemiringan Lahan di Sekitar Kebun Raya Bogor ... 31

15 Geologi Batuan di Sekitar Kebun Raya Bogor ... 32

16 Sistem Transportasi di Sekitar Kebun Raya Bogor ... 34

17 Peta Aliran Sungai di Sekitar Kebun Raya Bogor ... 36

18 Kepadatan Penduduk di Sekitar Kebun Raya Bogor ... 38

19 Denah Benteng Kerajaan Pajajaran ... 41

20 Peta Kota Bogor Tahun 1920 ... 44

21 Ekspansi Kotamadya Buitenzorg Sebelah Timur ... 45

22 Perkembangan Bentuk Kota Bogor ... 49

23 Area dengan Karakter Lanskap yang Khas Berdasarkan Etnis Tahun 1920 ... 51

24 Pembagian Area Berdasarkan Konsep Garden City di Buitenzorg ... 53

25 Kawasan dengan Karakter Lanskap Kolonial ... 54

26 Kawasan dengan Karakter Lanskap Pecinan ... 55

27 Kawasan dengan Karakter Pemukiman Arab ... 55

28 Sebaran Elemen Sejarah di Sekitar Kebun Raya Bogor ... 61


(15)

30 Elemen Lanskap Alami di Sekitar Kebun Raya Bogor ... 65

31 Penggunaan Lahan di Sekitar Kebun Raya Bogor 2008 ... 67

32 Rencana Tata Ruang Kota di Sekitar Kebun Raya Bogor 2010-2029 ... 69

33 Identifikasi Aspek Kesejarahan ... 72

34 Analisis Karakter Lanskap Sejarah ... 74

35 Identifikasi Batas Zona Penyangga Kebun Raya Bogor ... 75

36 Analisis Infrastruktur sebagai Penyangga ... 77

37 Analisis Lanskap Alami sebagai Penyangga ... 79

38 Proses Komposit Peta Analisis Spasial ... 83

39 Usulan Zona Penyangga Kebun Raya Bogor ... 85

40 Overlay Peta Komposit dan Rencana Tata Ruang Kota Bogor Tahun 2010-2029 ... 86


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman


(17)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kondisi suatu kota tidak terlepas dari perkembangan sejarahnya. Kota Bogor dikenal sebagai kota yang memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Dimulai dari masa kerajaan, masa penjajahan hingga masa kemerdekaan. Masa kolonial tersebut memberikan pengaruh yang besar bagi Kota Bogor, baik dari segi pembangunan maupun perkembangan lanskap kotanya.

Kota Bogor adalah salah satu Kotamadya di Propinsi Jawa Barat, luasnya kurang lebih 11.850 Ha. Bogor dikelilingi oleh bentangan pegunungan dan dialiri oleh banyak sungai. Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan yaitu Kecamatan Bogor Utara, Bogor Barat, Bogor Tengah, Bogor Selatan, dan Bogor Timur, dan Tanah Sareal.

Adapun Kota Bogor itu sendiri memiliki ikon yang menjadi penciri kota, yaitu Kebun Raya Bogor yang terletak di Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah. Kebun Raya Bogor tersebut merupakan cikal bakal perkembangan lembaga penelitian (biologi) dan memiliki nilai sejarah penting pada masa penjajahan kolonial, yaitu sebagai pusat kota sejak awal pembangunan dan merupakan bagian dari Istana Bogor sebagai suatu kesatuan. Kebun Raya Bogor itu sendiri memiliki nilai-nilai penting yang terkandung di dalamnya, selain berfungsi sebagai ruang terbuka hijau (RTH) terbesar di Kota Bogor dan pusat penelitian Botani, Kebun Raya Bogor juga memiliki nilai kesejarahan dalam perjalanan perkembangan Kota Bogor.

Berikut merupakan nilai-nilai penting yang terdapat di Kebun Raya Bogor1:

1. Landmark Kota Bogor dan berada tepat di tengah Kota Bogor

2. RTH yang penting bagi Kota Bogor yang di dalamnya terdapat berbagai jenis tumbuhan maupun hewan yang hidup di KRB baik yang langka maupun yang sudah hidup ratusan tahun.

3. Nilai sejarah sebagai pusat kota pada penerapan konsep Garden City

4. Nilai sejarah sebagai bagian dari Istana Bogor (sejak masa kolonial) 5. Sebagai tempat cikal bakal lembaga penelitian.


(18)

7. KRB merupakan Kebun Raya tertua di Asia Tenggara.

Keberadaan Kebun Raya Bogor dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sehingga menghasilkan Kebun Raya Bogor penting untuk dijaga dan dilestarikan. Dari berbagai studi, workshop dan pendapat para pakar Kebun Raya Bogor perlu zona penyangga di sekelilingnya yang dapat melindungi Kebun Raya Bogor dari dampak pembangunan Kota Bogor2. Selain itu, zona penyangga tersebut juga dapat berfungsi meningkatkan karakter lanskap. Kawasan sekeliling Kota Bogor yang masih memiliki elemen-elemen fisik bernilai sejarah peninggalan masa kolonial dapat meningkatkan kualitas lanskap Kebun Raya Bogor sebagai satu kesatuan.

Dengan pertimbangan tersebut diatas, maka perlu dilakukan studi untuk menentukan zona penyangga yang dapat secara optimal melindungi /menyangga KRB, serta untuk meningkatkan karakter lanskap Kebun Raya Bogor.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kawasan di sekitar Kebun Raya Bogor untuk dapat menentukan alternatif zona penyangga yang berpotensi di sekitar Kebun Raya Bogor yang dapat melindungi dan meningkatkan karakter lanskap kebun raya.

1.3. Manfaat

Sebagai rekomendasi bagi pemerintah Kota Bogor untuk menentukan zona penyangga Kebun Raya Bogor serta mangatur pembangunan dan perkembangan di zona tersebut.

1.4.1) Hasil wawancara dengan Bapak M. Nashar pada tanggal 9 Juni 2011. Kerangka Pikir 2)


(19)

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa Kebun Raya Bogor (KRB) dengan kawasan sekeliling KRB memiliki hubungan yang saling terkait satu sama lain. Kawasan lingkar kebun raya tersebut dapat memberikan dampak negatif maupun dampak positif bagi KRB. Dampak negatif tersebut merupakan tekanan pembangunan dan perkembangan kota yang dapat mengancam keberlanjutan KRB. Sedangkan dampak positif yang dapat diberikan oleh kawasan lingkar di sekeliling KRB yaitu kawasan tersebut dapat meningkatkan karakter lanskap dan memberikan perlindungan bagi KRB.

Gambar 1 Bagan Kerangka Pikir

Peningkatan karakter lanskap dapat dilakukan dengan memperhatikan lanskap sejarah yang ada, sedangkan untuk fungsi perlindungannya dapat memperhatikan lanskap alami, infrastruktur dan RTRK/ Landuse/ batas administrasi. Faktor-faktor tersebut dapat menghasilkan suatu zona penyangga yang berpotensi untuk melindungi sekaligus meningkatkan karakter lanskap KRB, dengan pengelolaan yang tepat pada zona tersebut, sehingga karakter lanskap di sekitar KRB tersebut dapat meningkat dan terintegrasi dengan karakter KRB (Gambar 1).


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Kota Bogor

Perkembangan tata ruang Kota Bogor dibagi dalam tiga fase, yaitu masa Pajajaran (1482-1579), masa pemerintahan Belanda (1684-1942), dan masa kemerdekaan (1945-sekarang). Pada masa Pajajaran adalah fase pertama perkembangan Kota Bogor, dimana posisi Pakuan sebagai pusat Kerajaan Pajajaran ditandai dengan benteng berupa tebing-tebing sungai yang terjal, berfungsi sebagai pertahanan dan batasan Pakuan (Sarilestari, 2009).

Fase kedua sejarah perkembangan Kota Bogor yaitu masa pemerintahan Belanda. Perkembangan fisik Kota Bogor pada masa pemerintahan Belanda terdiri dari dua periode. Periode pertama (1684-1808) dimulai sejak dibangunnya Bogor yang belum memiliki ciri dan sifat kekotaan. Periode kedua (1808-1942) dimulai sejak Bogor sudah memiliki ciri dan sifat kekotaan. Pada periode pertama masa pemerintahan Belanda, tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1763, dikeluarkan akta resmi pembentukan Kabupaten Buitenzorg. Sekitar tahun 1770, Sukahati mulai dikenal dengan sebutan Empang, dan diresmikan pada tahun 1815 (Haan 1912, diacu dalam Sarilestari 2009). Pemindahan pusat pemerintahan membuat kawasan tersebut menjadi ramai, sehingga muncul pasar yang sekarang dikenal dengan nama Pasar Bogor. Sedangkan pada periode kedua masa pemerintahan Belanda yaitu tepatnya ketika masa pemerintahan Gubernur Jendral Inggris, Buitenzorg ditetapkan sebagai pusat administrasi keresidenan yang membawahi Kabupaten Buitenzorg, Cianjur, dan Sukabumi. Pada tahun 1941, Buitenzorg secara resmi terlepas dari Batavia dan mendapat otonominya sendiri (Sarilestari 2009).

Pada fase ketiga yaitu pada Masa Kemerdekaan, pemerintahan di Kota Bogor (Gemeente Buitenzorg) setelah pengakuan Kedaulatan Negara Republik Indonesia, diubah namanya menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1950. Selanjutnya, pada tahun 1957 nama pemerintahan tersebut berubah menjadi Kota Praja Bogor sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 (Pemerintahan Kota Bogor 2008, diacu dalam Sarilestari 2009). Pada periode kedua Masa Kemerdekaan, Kotamadya Bogor dibagi terdiri atas 5 kecamatan


(21)

(Pemerintahan Daerah Tingkat II Kotamadya Bogor 1976, diacu dalam Sarilestari 2009), yaitu:

1. Kecamatan Bogor Utara

Meliputi lingkungan Bantarjati, Babakan, dan Tanah Sareal. 2. Kecamatan Bogor Barat

Meliputi lingkungan Ciwaringin, Panaragan, Menteng, dan Kebon Kelapa 3. Kecamatan Bogor Selatan

Meliputi lingkungan Batutulis, Bondongan, dan Empang 4. Kecamatan Bogor Timur

Meliputi lingkungan Sukasari, Babakan Pasar, dan Baranag Siang 5. Kecamatan Bogor Tengah

Meliputi lingkungan Pabaton, Paledang, dan Gudang.

Luas wilayah Kotamadya Bogor pada periode ini adalah 2.156 Ha dan memiliki kawasan terbangun seluas 1.855,603 Ha.

Kondisi perkotaan pada periode ketiga masa Kemerdekaan dimulai dari tahun 1995- sekarang. Sejak tahun 1995 Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor mengalami perluasan yang awalnya hanya 2.156 Ha menjadi 11.850 Ha. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, nama Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor diubah menjadi Kota Bogor. Kondisi Kota Bogor saat ini dibagi dalam 6 Kecamatan, yaitu Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Tengah, Bogor Selatan, Bogor Timur dan Tanah Sareal.

2.2 Konsep Garden City dalam Pembangunan Buitenzorg

Garden city merupakan konsep yang dikembangkan oleh Ebenezer Howard pada tahun 1898 sebagai usulan pemecahan terhadap masalah-masalah perencanaan kota akibat Revolusi Industri. Ebenezer Howard (1850-1928) dalam bukunya yang berjudul To-Morrow: A Peaceful Path to Real Reform

(1989) mengemukakan mengenai konsep Garden City. Howard secara luas mempelajari dan berfikir dalam mengenai permasalahan sosial, sehingga menciptakan suatu kota baru dengan ukuran yang kecil, terencana, dan dikelilingi oleh permanent belt berupa lahan pertanian. Konsep Garden City


(22)

Gambar 2 Konsep Garden City yang Dikemukakan oleh Ebenezer Howard

(Sumber: Sarilestari, 2009)

Gambar 3 Bagian dari Kota yang Mendeskripsikan Konsep Garden City Lebih Detail

(Sumber: Sarilestari, 2009)

Menurut Sarilestari (2009), berdasarkan kriteria Howard (1898), identifikasi Garden City di Buitenzorg menggunakan kriteria ukuran, struktur,


(23)

elemen, sistem ruang terbuka, system jalur hijau, dan Permanent Belt of Agriculture. Buitenzorg (Kota Bogor Masa Pemerintahan Belanda) seluas 1.350 Ha memiliki konsep kota yang dikembangkan oleh Ebenezer Howard pada tahun 1898. Garden city tersebut berupa Paleis Gouverment Generaal/ Istana Bogor dan ‘Slands Plantentuin/ Kebun Raya seluas 90 Ha dibangun di pusat

Buitenzorg dan berpola radial (Groote weg/ Jalan Ir. H. Juanda) dengan 3 buah

boulevard (Pabaton weg/ Jalan Jendral Sudirman/ Dantammer weg/ Jalan Kapten Muslihat, dan Handels straat weg/ Jalan Surya Kencana) dengan lebar 18 meter melintang kota.

Menurut konsep Garden City, Buitenzorg terbagi ke dalam 5 zona, yaitu (Gambar 4):

1. Zona I sebagai pusat kota

2. Zona II sebagai zona pemukiman

3. Zona III sebagai zona fasilitas umum/ fasilitas publik 4. Zona IV sebagai sub urban

5. Zona V sebagai pertanian

Zona tersebut terbentuk karena masing-masing memiliki peruntukan dan fungsi yang berbeda-beda. Hal tersebut dilakukan agar sistem pada kota tersebut menjadi lebih teratur dan mempermudah pengelolaan dan akses satu sama lain. Pada zona I sebagai pusat kota, terdiri dari ruang terbuka berupa taman seluas 90 Ha, yaitu Istana Bogor beserta halamannya dan Kebun Raya Bogor. Selain komplek istana beserta halamannya dan kebun raya, di pusat kota juga terdapat bangunan-bangunan publik besar, seperti balaikota, perkantoran, museum, hotel, bioskop, bangunan militer dan rumah sakit. Namun ada beberapa dari elemen-elemen tersebut tidak berada di pusat kota. Hal tersebut dapat terjadi akibat dipengaruhi sistem politik Pemerintahan Belanda pada saat itu dan kondisi lingkungan yang dipengaruhi oleh sungai dan perbedaan topografi yang tinggi.


(24)

Gambar 4 Konsep Garden City Buitenzorg

(Sumber: Sarilestari, 2009)

Pada zona II yang merupakan kawasan permukiman pada masa itu. Zona ini terbentuk akibat adanya aturan mengenai permukiman, yaitu Wijkenstelsel. Aturan tersebut dibuat berdasarkan sebaran etnis dan kelas yang berada di


(25)

berbeda-beda, baik dari arsitekturnya maupun desainnya. Permukiman-permukiman tersebut, yaitu Permukiman-permukiman Eropa, Permukiman-permukiman Cina, Permukiman-permukiman Arab, dan permukiman Pribumi. Permukiman Eropa dihuni oleh orang Belanda, bangsa kulit putih sebagai warga utama dan terhormat. Mereka mendapat daerah kelas 1 yang memiliki pemandangan yang indah. Rumah Belanda bertipe besar dan luas untuk kaum elite banyak terdapat di tepi jalan utama, sedangkan rumah yang lebih kecil untuk tingkatan karyawan atau pengusaha biasanya tersebar di jalan sekunder (Sopandi 2003, diacu dalam Sarilestari 2009). Rumah-rumah tersebut masih ada yang kondisinya bertahan baik hingga saat ini, walau beberapa diantaranya sudah berubah fungsi menjadi bangunan komersial.

Pada kawasan permukiman Cina dihuni oleh bangsa berkulit kuning (orang-orang Tionghoa). Menurut Sarilestari (2009), pecinan pada dasarnya terbentuk oleh dua faktor, yaitu faktor politik berupa aturan Pemerintah Belanda, yaitu Wijkenstelsel dan faktor sosial berupa keinginan masyarakat tionghoa sendiri untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan aman dan saling membantu. Dahulu kawasan pecinan ini bernama Handelstraat Weg atau Jalan Perniagaan, dimana kawasan ini merupakan sentra ekonomi kota. Adapun masyarakat Tionghoa tersebut menbagi hunian berdasarkan kelas sosial, yaitu (Sopandi 2003, diacu dalam Sarilestari 2009):

1. Golongan elit cenderung menghuni bagian selatan. Rumah mereka menggunakan ragam bentuk bangunan Belanda dan menghuni rumah tipe vila, mencirikan hidup yang kebarat-baratan.

2. Golongan pedagang berkumpul di sekitar Pasar Bogor.

3. Golongan bawah menghuni ruko sewa dan rumah petak di balik ruko.

Keberadaan bangunan-bangunan yang berada di kawasan ini masih sesuai dengan bentuk penataan aslinya, namun kondisi bangunannya, baik yang berupa permukiman, maupun ruko-ruko banyak yang tidak terawat bahkan dibiarkan hingga hancur. Bentuk-bentuk bangunannya sudah banyak yang berubah menjadi bentuk modern sehingga karakter bentuk arsitektur pecinan sudah tidak asli. Hal tersebut akibat seiring perkembangan kebijakan pengembangan ruang kota.


(26)

Pada masa pemerintah kolonial Belanda, pada awal abad ke-19, imigran dari Hadralmaut berdatangan ke nusantara. Para imigran tersebut oleh pemerintah Belanda ditempatkan dalam perkampungan khusus. Perkampungan tersebut dikenal dengan Perkampungan Arab. Kampung tersebut berada di wilayah Empang dan merupakan kampung Arab satu-satunya dan dikhususkan bagi etnis keturunan Arab. Kawasan ini kemudian berkembang sebagai konsentrasi permukiman Arab dan pribumi. Kawasan ini tumbuh pesat sebagai kawasan komersial dan perdagangan yang unik (Sopandi 2003, diacu dalam Sarilestari 2009). Kaum pribumi sebagai kaum terendah pada masa itu, membuat Pemerintah Belanda menempatkan kaum pribumi sebagai bangsa kelas IV yang mendiami pelosok desa. Pola struktur ruang kaum pribumi tidak tertata dengan baik dan berada di daerah dekat aliran sungai. Bangunan-bangunan di kawasan ini memiliki arsitektur jawa.

Zona III pada konsep Garden City di Kota Bogor ini merupakan zona fasilitas umum yang terdiri dari sekolah dan gereja. Zona ini tidak memiliki batasan yang jelas, sehingga elemen-elemen pembentuk zona ini berada di zona I dan zona II. Zona IV merupakan zona terluar kota yang terdiri dari pabrik, pasar, lahan kayu, dan perkebunan. Elemen-elemen pada zona ini berada di depan wilayah jalur kereta api yang mengelilingi seluruh kota. Zona terakhir, yaitu zona V merupakan bagian luar kota yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.

Konsep Garden City yang diduga merupakan konsep awal pembentukan Kota Bogor, lambat laun mulai berubah bila melihat kondisi Kota Bogor dari masa ke masa. Hal ini dapat dilihat dari berubahnya pusat kota dari masa ke masa. Pada awalnya, yaitu masa penjajahan kolonial, konsep ini memiliki pusat kota di Istana Bogor. Namun lambat laun sesuai perkembangan zaman, dimana Indonesia sudah merdeka, Kota Bogor mengalami penambahan luas wilayah dan menurut data dari Bappeda, pusat Kota Bogor berubah menjadi di Balaikota Bogor, sebagai pusat pemerintahan Kota Bogor.

Pada bagian zona II yang merupakan zona permukiman sebagian besar penggunaannya masih bertahan hingga saat ini. Etnis-etnis tertentu, seperti Cina dan Arab masih mendiami wilayah-wilayah mereka masing-masing dari dulu hingga kini. Ketika Indonesia merdeka, wilayah-wilayah yang dulu didiami oleh


(27)

bangsa Eropa, telah didiami oleh bangsa pribumi hingga saat ini. Meskipun demikian, peninggalan-peninggalan Bangsa Eropa masih ada yang bertahan hingga saat ini, baik dalam kondisi yang baik maupun sudah dalam kondisi yang rusak atau mengalami sedikit perubahan, karena pengaruh zaman. Zona-zona lainnya seperti zona fasilitas, sub urban, dan pertanian, sebagian besar sudah berubah fungsi, terutama pada zona pertanian. Sebagian besar zona tersebut, saat ini berubah menjadi area-area permukiman dan komersial.

2.3 Kebun Raya Bogor

Kebun Raya Bogor terletak di tengah-tengah Kota Bogor, tepatnya di Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah. Kebun Raya ini didirikan pada tanggal 18 Mei 1817 dengan nama ‘s Land Plantentuin te Buitenzorg.

Menurut Sarilestari (2009), Kebun Raya Bogor pada mulanya merupakan bagian dari samida (hutan buatan/ taman buatan) yang sudah ada sejak pemerintahan Sri Paduga Maharaja (Prabu Siliwangi, 1474 – 1513) dari kerajaan Pajajaran. Fungsi dari KRB tersebut adalah untuk menjaga kelestarian lingkungan sebagai tempat benih kayu langka.

Pada mulanya kebun tersebut hanya akan digunakan sebagai kebun percobaan bagi tanaman perkebunan yang akan diperkenalkan ke Hindia-Belanda (saat ini Indonesia). Namun pada perkembangannya juga digunakan sebagai wadah penelitian ilmuwan sejak tahun 1880 – 1905. Kebun Raya Bogor ini merupakan cikal bakal dari lembaga-lembaga penelitian yang ada di Indonesia maupun di dunia internasional1.

Pada awalnya, Kebun Raya Bogor hanya merupakan suatu bagian dari halaman Istana Bogor, dimana pada masa itu, Istana Bogor merupakan bangunan pertama yang dibangun pada masa kolonial, sebagai tempat peristirahatan Gubernur Jendral Belanda (Gambar 5). Lambat laun, Kebun Raya Bogor mengalami perubahan luasan sedikit demi sedikit, dari hanya suatu bagian halaman istana menjadi suatu area penelitian yang sangat penting.

1)


(28)

Gambar 5 Komplek Istana Bogor pada Tahun 1809

(Sumber: Johannes Widodo, 2012)

Perkembangan Kebun Raya dimulai dari awal pembentukannya, yaitu pada tahun 1817 hingga tahun 1927. Pada awalnya, yaitu tahun 1817, Kebun Raya Bogor luasnya hanya sebatas Sungai Ciliwung, dapat dilihat pada Gambar 6, dimana Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor sebagai satu kesatuan.


(29)

Gambar 6 Bentuk Awal Kebun Raya Bogor

(Sumber: Koleksi Bapak M.Nashar, Bogor 100, 2011)

Saat ini Kebun Raya Bogor merupakan sebuah kebun penelitian besar yang luasnya mencapai 87 Ha. Namun karena perkembangan Kota Bogor dari masa ke masa, saat ini KRB memiliki luas 84 Ha, karena beberapa aset yang dilepas dari kepengurusan KRB. KRB dan Istana Bogor merupakan satu kesatuan lanskap walaupun kepengurusannya berbeda. KRB oleh LIPI dan Istana Bogor oleh Kesekertariatan Negara1. Berikut perkembangan Kebun Raya Bogor dapat dilihat pada Gambar 7.

1)


(30)

Gambar 7 Perkembangan Kebun Raya Bogor

(Sumber: Johannes Widodo, 2012)

2.4 Pelestarian Lanskap Sejarah

Lanskap menurut Simonds dan Starke (2006), merupakan suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki manusia. Menurut Harris dan Dinnes (1998), lanskap sejarah (historical landscape), secara sederhana dapat dinyatakan sebagai bentukan lanskap tempo dulu (landscape of the past), merupakan bagian dari suatu lanskap budaya yang memiliki dimensi waktu di dalamnya. Lanskap sejarah ini dapat merupakan suatu bukti fisik dari keberadaan manusia di atas bumi. Sedangkan menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001), lanskap sejarah merupakan bagian dari suatu bentuk lanskap budaya


(31)

yang memiliki dimensi waktu. Waktu yang tertera atau tercemin dalam suatu lanskap sejarah, yang membedakan designed landscape lainnya adalah keterkaitan pembentukan essential character dari lanskap ini pada waktu/ periode yang lalu yang didasarkan pada system periodikal yang khusus (seperti sistem politik, ekonomi, dan sosial). Karena itu lanskap sejarah akan memainkan peranan penting dalam mendasari dan membentuk berbagai tradisi cultural/budaya, ideologikal dan etnikal satu kelompok masyarakat.

Lanskap sejarah juga dapat dinyatakan sebagai suatu kawasan geografis yang merupakan obyek atau susunan (setting) atas suatu kejadian atau peristiwa interaksi yang bersejarah dalam keberadaan dan kehidupan manusia. Dalam kenyataan umum dijumpai, setiap lanskap dapat dinyatakan sebagai lanskap sejarah karena bentukan lanskap ini merefleksikan makna sejarah dari suatu periode atau waktu tertentu. Hal ini merefleksikan perbedaan dalam rasa, teknologi, dan berbagai kebutuhan masyarakat dalam periode yang berbeda di masa lampau termasuk perbedaan antar wilayah.

Pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan yang negatif atau yang merusak keberadaannya atau nilai yang dimilikinya. Pelestarian suatu benda dan juga suatu kawasan yang bernilai budaya dan sejarah ini, pada hakekatnya bukan untuk melestarikannya tetapi terutama untuk menjadi alat dalam mengolah transformasi dan revitalisasi dari kawasan tersebut (Nurisjah dan Pramukanto 2001).

Pelestarian lanskap sejarah dapat memberikan suatu kaitan simbolis antara peristiwa-peristiwa terdahulu dengan peristiwa-peristiwa yang ada sekarang dalam kehidupan (Attoe 1988). Secara spesifik, pelestarian yang dilakukan pada lanskap sejarah adalah suatu usaha untuk melindungi nilai-nilai warisan (heritage values) atau peninggalan budaya dan masa lampau terhadap berbagai perubahan, dampak negatif atau segala sesuatu yang membahayakan keberadaan dan kelestarian dalam suatu area dan lingkungan tertentu (Nurisjah dan Pramukanto 2001).


(32)

Menurut Goodchild (1990), tindakan pelestarian yang dapat diterapkan pada suatu kawasan atau bagiannya, terdiri dari satu atau campuran dari beberapa tindakan dengan kombinasi yang berbeda. Beberapa tindakan pelestarian tersebut antara lain :

1. Rekontruksi, yaitu mengembalikan keadaan suatu obyek atau tempat yan pernah ada, tetapi sebagian besar telah hilang atau sama sekali hilang.

2. Preservasi, yaitu menjaga suatu obyek pada kondisi yang ada, dengan mencegah kerusakan dan perubahan.

3. Pemberian informasi, sebagai pedoman atau saran kepada pengelola, penghuni, dan pihak yang terkait, seperti pemerintah.

4. Meningkatkan pengelolaan dan perawatan pada tapak.

5. Perbaikan obyek, yaitu memperbaiki obyek yang telah rusak atau keadaannya telah memburuk dengan tidak merubah karakter atau keutuhan obyek.

6. Meningkatkan karakter sejarah pada tapak melalui tindakan perbaikan, rekonstruksi, atau pembuatan desain baru berdasarkan nilai sejarah.

7. Stabilitas dan konsolidasi, yaitu memperbaiki dan menyelamatkan obyek dari segi struktur tanpa mengubah atau dengan perubahan yang minimal pada penampakan dan keutuhan sejarahnya.

8. Memperbaiki karakter estetis dari tapak melalui tindakan perbaikan, pembaharuan, rekonstruksi, atau desain baru berdasarkan nilai sejarah.

9. Adaptasi atau revitalisasi, yaitu menyesuaikan suatu obyek pada suatu kawasan untuk keadaan atau penggunaan baru yang sesuai, yang dilakukan dengan pemahaman yang mendalam terhadap karakter sejarah yang dimiliki obyek, sehingga karakter dan keutuhan kawasan asli dapat tetap terpelihara.


(33)

Lalu Harris dan Dines (1988) mengemukakan beberapa bentuk tindakan pelestarian lanskap sejarah yang umum, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Tindakan Pelestarian Kawasan Bersejarah (Harris dan Dinnes 1988)

No Pendekatan Definisi Implikasi

1 Preservasi Mempertahankan tapak seperti kondisi awal tanpa melakukan penambahan maupun merusaknya

 Intervensi (campur tangan) rendah, melindungi lanskap sejarah tanpa perusakan  Tanpa membedakan

perkembangan tapak 2 Konservasi Mencegah bertambahnya

kerusakan pada tapak atau elemen tapak

 Melindungi lanskap bersejarah, terkadang melibatkan sedikit penambahan atau pergantian  Pemakaian teknologi dan

adanya pengujian secara keilmuan

3 Rehabilitasi Meningkatkan standar modern dengan tetap memperkenalkan dan mempertahankan karakter sejarah

 Terbatasnya penelitian mengenai sejarah untuk mengetahui elemen yang sesuai  Adanya kesatuan antara elemen

sejarah dan modern

 Melibatkan tingginya tingkat intervensi, sehingga semakin menghilangkan lanskap sejarah 4 Restorasi Mengembalikan seperti

kondisi awal (tempo dulu) sebisa mungkin

 Mengembangkan penelitian kesejarahan secara luas dan tepat

 Pada umumnya melibatkan tingkat intervensi yang tinggi  Penggantian konstruksi dan

desain 5 Rekonstruksi Menciptakan kembali

seperti kondisi awal, dimana tapak (eksisting) sudah tidak lagi bertahan

 Melakukan penelitian mengenai sejarah dan arkeologi untuk memperoleh ketepatan  Mengembangkan desain,

elemen, dan artifak apabila diperlukan

 Mempertimbangkan tapak museum yang sesuai 6 Rekonstitusi Menempatkan atau

mengembalikan periode (waktu), skala,

penggunaan, dan lainnya yang sesuai

 Memperluas penelitian kesejarahan untuk

mempertahankan karakter dan pola yang akan dikembangkan


(34)

Pelestarian pada elemen-elemen sejarah, terutama pada bangunan-bangunan arsitekturnya, memiliki kriteria wajah bangunan-bangunannya masing-masing. Berikut ini merupakan elemen-elemen yang biasanya terdapat di bangunan-bangunan kolonial. Elemen-elemen penting dalam suatu bangunan-bangunan secara umum adalah pintu, jendela, dinding, atap, dan sun shading/luifel. Adapula elemen lainnya sebagai pendukung bangunan berasitektural kolonial (Kier 2001, diacu dalam Antariksa 2010), yaitu

1. Gable/gavel, berada pada bagian tampak bangunan, biasanya berbentuk segitiga yang mengikuti bentuk atap. Berikut contoh-contoh bentuk gable

bergaya kolonial dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Variasi Bentuk Gable

(Sumber: Handinoto 1996 diacu dalam Samsudi 2000)

2. Menara/tower, variasi bentuknya beragam, mulai dari bulat, kotak atau segi empat ramping, segi enam, atau bentuk-bentuk geometris lainnya, dan ada juga yang dipadukan dengan gevel.

3. Dormer, berfungsi untuk penghawaan dan pencahayaan (Gambar 9).

Gambar 9 Ragam Bentuk Dormer yang Biasa Digunakan dalam Arsitektur Kolonial


(35)

4. Tympannon/Tadah angin, merupakan lambang masa prakristen yang diwujudkan dalam bentuk pohon hayat, kepala kuda, atau roda matahari. Lambang masa kristen diwujudkan pada penggunaan bentukan-bentukan salib dan hati.

5. Ballustrade, merupakan pagar yang biasanya terbuat dari beton cor yang digunakan sebagai pagar pembatas balkon, atau dek bangunan.

6. Bouvenlicht/Lubang ventilasi, berfungsi untuk mengalirkan udara dari luar ke dalam bangunan, dan sebaliknya.

7. Penunjuk angin, merupakan ornamen yang diletakkan di atas nok atap. Ornamen ini berfungsi sebagai penunjuk arah angin.

8. Nok Acroterie (hiasan puncak atap), terletak di bagian puncak atap. Di Indonesia, ornamen ini dibuat dari bahan beton atau semen.

9. Geveltoppen (hiasan puncak atap depan)

Voorschot, berbentuk segitiga dan terletak di bagian depan rumah. Biasanya dihias dengan papan kayu yang dipasang vertikal, dan memiliki makna simbolik.

Oelebord/oelenbret, berupa papan kayu berukir, digambarkan sebagai dua angsa yang bertolak belakang yang bermakna pembawa sinar terang atau pemilik wilayah. Selain angsa, pada bangunan indis seringkali simbol angsa digantikan bentuk pohon kalpa;

Makelaar, papan kayu berukir yang ditempel secara vertikal, dan diwujudkan seperti pohon palem atau manusia.

10. Ragam hias pada tubuh bangunan, biasanya berupa:

 Hiasan/ornamen ikal sulur tumbuhan yang berujung tanduk kambing;

 Hiasan pada lubang angin diatas pintu dan jendela;

 Hiasan pada kolom,ada tiga jenis kolom yang terkenal pada bangunan kolonial, yaitu kolom doric, ionic, dan cornithian. Kolom-kolom ini banyak ditemukan pada bangunan kolonial klasik dengan gaya Yunani atau Romawi. Kolom biasanya diekspose sedemikian rupa, terutama pada bagian serambi bangunan kolonial.


(36)

Selain daripada diatas, arsitektur kolonial juga khas dengan menggunakan konsol (penyangga atap tritisan). Berikut bentuk beberapa elemen vernakular pada bangunan arsitektur Belanda dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Beberapa Macam Elemen Arsitektur Vernakular Pada Bangunan Arsitektur Kolonial

(Sumber: Handinoto 1996 diacu dalam Samsudi 2000)

2.5 Pentingnya Zona Penyangga

Zona penyangga (Buffer Zone) merupakan alat penting untuk megkonservasi suatu tapak dari pengaruh yang ada. Perlindungan dari lingkungan sekitar merupakan strategi penting dari sebuah konservasi. Suatu zona penyangga dimaksudkan untuk melindungi suatu situs atau tapak dari pengaruh negatif. Dengan kata lain zona penyangga ini mungkin secara universal tidak memiliki nilai tertentu. Namun dapat memberi pengaruh pada tapak atau warisan dunia tersebut. Hal penting dari suatu lingkungan terhadap objek tersebut harus benar-benar dipahami agar mendapatkan suatu parameter yang cocok serta langkah-langkahnya sehingga dapat menentukan suatu zona penyangga (UNESCO, 2009).

Menurut Goodchild (1990), konservasi merupakan suatu tindakan manajemen yang bertanggung jawab, informatif, dan merawat sumber daya yang berharga. Tujuan dasar dibalik konservasi warisan budaya adalah untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan sumber daya budaya.

Pada tahun 1972, UNESCO mengumumkan bahwa dikenal ada dua macam warisan dunia, yaitu warisan alami dan warisan budaya. Oleh karena itu lanskap sejarah dianggap sebagai suatu bagian dari warisan budaya. Namun tidak terdapat alasan yang jelas mengapa lanskap sejarah masuk ke dalam bagian warisan budaya (Goodchild, 1990).


(37)

Menurut Goodchild (1990), ada beberapa alasan mengapa suatu lanskap sejarah harus dikonservasi, hal tersebut dikarenakan:

1. Lanskap sejarah merupakan bagian dan kesatuan dari suatu warisan budaya. Keberadaannya membantu dalam menentukan suatu asal usul warisan budaya. Hal tersebut dapat menjadi poin referensi untuk dipahami dan memberikan suatu pengalaman yang signifikan dan aktual bahkan ketika kondisi lanskap sejarah tersebut tidak dalam kondisi yang prima.

2. Lanskap sejarah memberikan suatu bukti fisik dan arkeologi dari sejarah suatu warisan budaya.

3. Berkontribusi dalam keberlanjutan perkembangan kehidupan budaya karena lanskap tersebut ada dan dapat dikunjungi, didiskusikan, dan dipelajari. Lanskap tersebut merupakan suatu unsur aktif bagi kehidupan saat ini dan masa yang akan datang.

4. Berkontribusi terhadap keberagaman suatu ketersediaan pengalaman.

5. Memberikan kemusahan publik, tempat dimana orang-orang dapat santai, mengembalikan semangat, dan menenangkan diri mereka atau mencari suatu insprirasi.

6. Mereka dapat menjadi aspek pentik bagi perekonomian sebagai suatu fasilitas umum karena dapat menghasilkan dan mendukung pariwisata.

Dalam Brazil (2005), tujuan utama dari zona penyangga adalah untuk melindungi keadaan visual dari sebuah situs warisan dunia, khususnya dengan memberikan pertimbangan khusus untuk aplikasi perencanaan yang diajukan untuk pengembangan di dalamnya. Adapun prinsip yang dapat menjadi panduan dalam menentukan suatu zona penyangga menurut Brazil (2005), yaitu:

1. Zona penyangga tersebut dapat melindungi view dari dalam dan luar tapak, 2. Zona tersebut dapat melindungi hubungan aspek kesejarahan dan fisik dengan

tapaknya dari dampak,

3. Pertimbangan yang sesuai sehingga memberikan dampak positif bagi keberadaan dan karakter tapak tersebut dengan nilai-nilai yang ada.


(38)

III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu

Kegiatan penelitian ini dilakukan di kawasan sekitar Kebun Raya Bogor, Kota Bogor. Kebun Raya Bogor itu sendiri terletak di Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah. Batas lokasi penelitian ditentukan kemudian dengan pertimbangan elemen-elemen yang secara kuat mempunyai karakter terkait dengan kebun Raya Bogor. Berikut lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 11. Penelitian ini dilakukan ini dilakukan dari bulan Maret 2011 hingga Desember 2011.

Gambar 11 Lokasi Penelitian

Sumber:

a.http://www.jakartastreetatlas.com/peta/jawabarat.htm

b. Bappeda Kota Bogor


(39)

3.2 Alat Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa alat dan bahan dalam proses kerja. Bahan dan alat yang digunakan diantaranya:

1. Peta Dasar

2. GPS (Global Positioning System), Garmin GPS 60 3. Autocad Land Desktop 2009

4. Garmin Trip and Waypoint Manager v5

5. Autocad 2007

6. Adobe Photoshop

7. Corel Draw

3.3 Metode Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan metode pendekatan yang dikemukakan oleh Goodchild (1990). Adapun tahapan penelitian tersebut meliputi persiapan awal, pengumpulan data (survey), identifikasi tapak, analisis, dan sintesis (Gambar 12). Berikut ini merupakan penjelasan tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Persiapan, meliputi penetapan tujuan, identifikasi informasi sementara, dan mengurus perizinan dan administrasi.

2. Pengumpulan data, pada tahap ini menggunakan metode survey, yang mencakup studi dokumen, literatur atau peta; wawancara dengan narasumber3; dan pengamatan langsung di lapang terhadap kondisi lanskap dan elemen-elemen penting pendukung zona penyangga. Berikut data yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2.

3

Sumber wawancara:


(40)

Tabel 2 Data yang Diperoleh

No Aspek Bentuk Sumber

1 Lanskap Sejarah

a. Elemen Sejarah Spasial, Deskriptif Disparbud, Studi Pustaka, Survey b. Area Bersejarah Spasial, Deskriptif Studi Pustaka, Survey,

Wawancara 2 Infrastruktur

a. Jalan Spasial Bappeda, Survey

b. Rel Kereta Spasial Bappeda, Survey

3 Lanskap Alami

a. Sungai Spasial Bappeda

b. Ruang Terbuka Hijau Spasial Bappeda, Survey 4 RTRK/Landuse/Batas

Administrasi

Spasial Bappeda, Survey

3. Identifikasi Tapak

Identifikasi tapak dilakukan untuk mengetahui elemen-elemen atau lanskap yang terdapat di sekitar Kebun Raya Bogor yang dapat berpotensi menjadi zona penyangga. Tahapan ini dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dari hasil studi literatur dan survey langsung ke lapang. Aspek yang diidentifikasi pada tahap ini adalah aspek fisik dan sejarah, sebagai pertimbangan dalam menganalisis potensi zona penyangga pada tahap selanjutnya.

4. Analisis

Tahapan ini dilakukan untuk menganalisis komponen-komponen yang berupa elemen-elemen dan lanskap yang telah diidentifikasi berpotensi sebagai zona penyangga. Sehingga dari tahapan ini dapat diketahui zona penyangga yang tepat untuk Kebun Raya Bogor, baik dari segi kekuatannya dalam melindungi lanskap Kebun Raya Bogor, maupun dalam hal meningkatkan karakter sekitarnya dengan Kebun Raya Bogor sehingga menjadi satu kesatuan karakter lanskap. Proses analisis ini meliputi:

a. Analisis skoring, untuk menilai kekuatan elemen pembentuk zona penyangga sebagai proteksi dan peningkat karakter lanskap.

b. Analisis spasial, untuk mendapatkan bentuk spasial potensi zona penyangga. c. Analisis deskrptif, untuk menjelaskan kondisi lanskap pada tapak.


(41)

Metode skoring (penilaian) yang digunakan dalam menentukan zona penyangga yang berpotensi melindungi serta dapat meningkatkan karakter lanskap, menggunakan prinsip yang dikemukakan oleh Brazil (2005). Berikut kriteria sebagai pertimbangan analisis zona penyangga dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kriteria dalam Menentukan Potensi Zona Penyangga

No Aspek Kriteria

1 (Tidak berpotensi) 2 (Cukup berpotensi) 3 (Berpotensi)

1 Lanskap Sejarah: komponen: a. Elemen sejarah b. Area bersejarah

Tidak terdapat elemen maupun area lanskap yang bersejarah

Minimal terdapat satu komponen lanskap sejarah

Terdapat komponen lanskap sejarah lebih dari 1

2 Infrastruktur Hanya berupa jalan biasa, tidak memberikan fungsi khusus untuk menyangga KRB

Jalan yang hanya dapat memberikan potensi sebagai batas zona penyangga

Elemen infrastruktur yang bersejarah, elemen tersebut (jalan) berbatasan langsung dan mengelilingi KRB, dan elemen tersebut (rel kereta) berpotensi menjadi batas zona penyangnnga dan merupakan elemen besejarah

3 Lanskap Alami Tanah Kosong Lahan produksi (ladang dan kebun)

Koridor Sungai, taman,

traffic island, jalur hijau, kolam, lapangan, TPU dan RTH. Terutama yang bersejarah

Sumber: Modifikasi prinsip zona penyangga Brazil (2005)

Hasil dari penilaian aspek-aspek tersebut menampilkan skor-skor dengan skala sebagai berikut:

a. Skor 1 = elemen zona penyangga dengan potensi yang rendah. Kekuatan dalam melindungi lanskap Kebun Raya Bogor rendah. Tidak dapat melindungi Kebun Raya Bogor dengan baik. Karakter lanskapnya tidak menyatu dengan karakter lanskap Kebun Raya Bogor.

b. Skor 2 = elemen zona penyangga yang cukup berpotensi dalam melindungi dan meningkatkan karakter lanskap.

c. Skor 3 = elemen zona penyangga dengan potensi tinggi. Memiliki kekuatan melindungi yang tinggi. Karakter lanskapnya masih dalam kondisi baik dan masih selaras dengan karakter lanskap Kebun Raya Bogor.


(42)

Penilaian terhadap aspek-aspek tersebut menghasilkan suatu peta komposit yang kemudian dianalisis secara spasial deskriptif untuk mengetahui area-area yang memiliki potensi sebagai zona penyangga.

Peta komposit tesebut kemudian dioverlay dengan peta Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) Bogor 2010-2029. Hasil overlay dari kedua peta tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif untuk mengetahui kesesuaian antara usulan zona penyangga dengan rencana pemerintah yang telah dibuat, sehingga dapat ditentukan pengelolaan yang tepat di kawasan zona penyangga tersebut dan tetap mendukung rencana tata ruang Kota Bogor selanjutnya.

5. Sintesis

Sintesis merupakan tahap pengolahan terhadap hasil analisis yang telah dilakukan. Pada tahap ini dibuat suatu rekomendasi pengelolaan disetiap zona beserta delineasi zona penyangganya. Rekomendasi tersebut harus tetap dapat mendukung rencana tata ruang kota yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kota Bogor, sehingga zona penyangga tersebut dapat mendukung rencana yang telah ada.


(43)

(44)

IV. KONDISI UMUM 4.1 Wilayah Kota Bogor

Kota Bogor merupakan salah satu wilayah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Kota Bogor memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Enam kecamatan tersebut diantaranya Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

Gambar 13 Peta Administrasi


(45)

Secara administratif, Kota Bogor berbatasan langsung dengan Kabupaten Bogor. Bata-batas administratif Kota Bogor, yaitu:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.

4.2 Iklim

Kota Bogor memiliki suhu rata-rata 26 ◦C, dengan suhu tertinggi 34,4 ◦C dan suhu terendah 21,8 ◦C, serta kelembaban udara rata-rata 70%. Curah hujan rata-rata di Kota Bogor berkisar antara 3500-4000 mm/tahun. Curah hujan bulanan berkisar 250─335 mm dengan waktu curah hujan minimum terjadi pada bulan September sekitar 128 mm, sedangkan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Oktober sekitar 346 mm. Arah angin di Bulan Desember sampai Januari ini dipengaruhi oleh angin muson. Sementara Bulan Mei sampai Maret dipengaruhi oleh angin Muson Barat dengan arah angin 6% terhadap arah barat.

4.3 Topografi

Rata-rata ketinggian Kota Bogor minimum berkisar antara 150-200 meter di atas permukaan laut dan ketinggian maksimum 450-500 meter di atas permukaan laut (M dpl), dapat dilihat pada Tabel 4. Kemiringan lahan di Kota Bogor berkisar antara 0-15 % dan sebagian kecil daerah di Kota Bogor memiliki kemiringan antara 15-30 %, dapat dilihat pada Tabel 5. Kota Bogor termasuk wilayah yang memiliki ciri permukaan yang bergelombang. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah lembah, bukit, dan sungai yang membentang luas yang menjadi ciri khas batas wilayah Kota Bogor.


(46)

Tabel 4 Luas Kecamatan di Kota Bogor Berdasarkan Ketinggian

No Ketinggian (M dpl) Luas (Ha) Bogor Utara Bogor Timur Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Barat Tanah Sareal Kota Bogor

1 0-200 869,18 0 0 0 1.639,80 1.519,13 4028,1

2 201-250 853,68 46 24 317,33 1.318,96 364,84 2924,8

3 251-300 49,14 348 480 491,27 326,24 0 1694,7

4 >300 0 621 2.577 4,40 0,00 0 3202,4

Jumlah 1772 1015 3081 813 3285 1884 11850

Sumber : Kota Bogor Dalam Angka 2005

Wilayah Kecamatan Bogor Tengah didominasi oleh ketinggian antara 201-250 meter di atas permukaan laut dan 251-300 meter di atas permukaan laut, yaitu luasnya sekitar 317,33 Ha dan 491,27 Ha. Selain dua kategori ketinggian tersebut, Bogor Tengah juga terdapat range ketinggian >300 meter di atas permukaan laut, namun luasnya hanya 4,4 Ha saja.

Tabel 5 Luas Kecamatan di Kota Bogor Berdasarkan Kemiringan

No Kemiringan Lereng Luas (Ha) Bogor Utara Bogor Timur Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Barat Tanah Sareal Kota Bogor

1 Datar 137,85 182,3 169,1 125,44 618,40 530,85 1763,9

2 Landai 1.565,65 722,7 1.418,40 560,47 2.502,14 1.321,91 8091,3

3 Agak Curam 0 56 1.053,89 0 0,00 0 1109,9

4 Curam 68 44 350,37 117,54 153,81 31,24 765,0

5 Sangat Curam 0,5 10 89,24 9,55 10,65 0 119,9

Jumlah 1771,5 1015 3081 813 3.285,00 1884 11850,0

Sumber : Data Pokok Pembangunan Kota Bogor 2004

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa Kota Bogor didominasi oleh kemiringan lahan yang landai (2-15 %) sebesar 8.091,27 Ha, yaitu sekitar 68,28% luas Kota Bogor. Sedangkan kemiringan sangat curam yang luasnya paling kecil yaitu 119,94 Ha atau sekitar 1,01% dari luas wilayah Kota Bogor. Wilayah Bogor Tengah, sebagai lokasi keberadaan Kebun Raya Bogor memiliki kemiringan lahan yang beragam, yaitu datar, landai, curam, dan sangat curam. Namun wilayah ini didominasi oleh kemiringan lereng yang landai, yaitu sebesar 560,47 Ha dari luas wilayah Bogor Tengah yaitu 813 Ha. Berikut kemiringan lahan di kawasan sekitar Kebun Raya Bogor dapat dilihat pada Gambar 14.


(47)

(48)

4.4 Geologi

Struktur geologi yang ada di Kota Bogor adalah aliran andesit seluas 2.719,61 Ha, kipas aluvial seluas 3.249,98 Ha, endapan seluas 1.372,68 Ha, tufa seluas 3.395,17 Ha, dan lanau breksi tufan dan capili seluas 1.112,56 Ha.


(49)

Secara umum, Kota Bogor ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa batuan breksi tupaan/kpal). Lapisan batuan ini berada agak dalam dari permukaan tanah dan jauh dari aliran sungai. Endapan permukaan umumnya berupa alluvial yang tersusun oleh tanah, pasir, dan kerikil hasil pelapukan endapan, yang tentunya baik untuk vegetasi. Wilayah Kebun Raya itu sendiri didominasi oleh batuan gunung api Pangrango, sedangkan wilayah sekitarnya merupakan jenis batuan gunung api Salak dan kipas aluvium (Gambar 15).

4.5 Sistem Sirkulasi dan Transportasi

Sistem sirkulasi yang terdapat di Kota Bogor berupa Jalan dan rel kereta, dimana sistem transportasi yang digunakan di Kota Bogor adalah kendaraan bermotor, kereta api listrik, kendaraan tradisonal (becak dan delman), dan pejalan kaki. Jalan-jalan yang terdapat di Kota Bogor berupa jalan tol, jalan arteri primer, jalan arteri sekunder, jalan kolektor primer, jalan kolektor sekunder, jalan lokal primer, jalan lokal,dan trotoar.

Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa jalan utama yang terdapat di Kota Bogor mengarah pada Kebun Raya Bogor. Jalan-jalan utama yang mengelilingi Kebun Raya Bogor, yaitu Jl. Ir. H. Juanda, Jl. Jalak Harupat, Jl. Otto Iskandardinata dan Jl. Pajajaran. Adapula percabangan jalan yang mengarah pada KRB, diantaranya Jl. Kapten Muslihat, Jl. Jend. Sudirman, Jl. Pajajaran, Jl. Suryakencana, dan Empang. Adapula rel kereta yang menjadi jalur kereta listrik yang berstasiun utama di Stasiun Bogor, Jalan Kapten Muslihat. Jalur rel kereta listrik ini terbentang dari Kelurahan Sukaresmi, Tanah Sareal hingga Kel. Rancamaya, Bogor Selatan. Jalur kereta ini sudah ada sejak masa pemerintahan Belanda di Kota Bogor.


(50)

(51)

4.6 Hidrologi

Menurut sumbernya, sumber air bagi Kota Bogor diperoleh dari sungai, air tanah, dan mata air. Banyak sungai yang mengalir melewati wilayah Kota Bogor. Sungai-sungai yang mengaliri wilayah Kota Bogor dengan permukaan air yang berada jauh di bawah permukaan daratan, yaitu Sungai Ciliwung, Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi, dan Cibalok. Oleh karena kondisi tersebut, Kota Bogor terbilang menjadi relatif aman dari bahaya banjir. Diantara sungai-sungai tersebut, terdapat dua sungai bear yang memiliki tujuh anak sungai, yang keseluruhan anak-anak sungai itu membentuk pola aliran paralel-subparalel sehingga mempercepat waktu mencapai debit puncak (time to peak) pada 2 sungai besar tersebut. Dua sungai besar tersebut yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Kedua sungai ini dimanfaatkan oleh masyarakat yang hidup di dekat sungai dan dimanfaatkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai sumber air baku.

Sungai-sungai yang berdekatan dengan Kebun Raya Bogor dan menjadi pertimbangan dalam menentukan batas wilayah yang berpotensi menjadi zona penyangga, yaitu Sungai Cisadane, Sungai Cipakancilan, Sungai Cibalok, Sungai Ciliwung, dan Sungai Ciparigi. Sungai-sungai tersebut sebagian besar merupakan elemen yang menjadi bukti sejarah perjalanan perkembangan Kota Bogor dari masa ke masa. Sungai Cipakancilan sebagai suatu bagian dari sejarah peradaban Kerajaan Pajajaran, sedangkan Sungai Ciliwung dan Cisadane sebagai batas Kota Bogor pada masa penjajahan bangsa Eropa (Gambar 17).


(52)

(53)

4.7 Sosial-Ekonomi Masyarakat

Penduduk yang tinggal di Kota Bogor sebagian besar merupakan pendatang dari bebrbagai daerah yang secara turun-temurun tinggal di Kota Bogor. Oleh karena itu, penduduk di Kota Bogor menjadi masyarakat yang heterogen. Berikut jumlah penduduk Kota Bogor di setiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah Penduduk Kota Bogor

No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Ratio

1 Bogor Selatan 93.203 87.542 180.745 1,06

2 Bogor Timur 47.984 46.588 94.572 1,03

3 Bogor Utara 86.915 83.405 170.320 1,04

4 Bogor Tengah 52.206 49.997 102.203 1,04

5 Bogor Barat 107.072 103.378 210.450 1,04

6 Tanah Sareal 97.268 93.508 190.776 1,04

Kota Bogor 484.648 464.418 949.066 1,04

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2010

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Kota Bogor sebanyak 949.066 jiwa. Jumlah penduduk paling banyak berada di Kecamatan Bogor Barat, yaitu sebesar 210.450 jiwa, sedangkan jumlah penduduk paling sedikit berada di Kecamatan Bogor Timur, yaitu sebesar 94.572 jiwa.

Kepadatan penduduk di sekitar Kebun Raya Bogor cukup beragam. Bila melihat Gambar 18, kepadatan penduduk di sekitar Kebun Raya Bogor didominasi oleh kepadatan rendah, padat, dan sangat padat. Kepadatan rendah terdapat di Kecamatan Paledang, Pabaton, dan Babakan. Kecamatan Cibogor dan Sempur memiliki Kepadatan penduduk yang padat, sedangkan kepadatan penduduk sangat tinggi terdapat di Kecamatan Kebon Kelapa, Panaragan, Empang, Bondongan, Gudang, Babakan Pasar, dan Tegalega.


(54)

(55)

Masyarakat Kota Bogor berbeda dengan masyarakat di Jakarta, karena kekerabatannya masih tinggi walaupun masyarakatnya berasal dari berbagai suku bangsa dan golongan etnis yang berbeda (heterogen). Karakteristik masyarakat Kota Bogor yang berbudaya luhur, berkehidupan agamais, kritis, inovatif, tanggap, spontanitas, dan konstruktif merupakan potensi yang dapat dikembangkan ke arah yang menunjang pembaharuan dan pembangunan. Semangat kebersamaan masyarakatnya semakin kuat, hal ini dapat dilihat dari semakin berkembangnya paguyuban-paguyuban yang saling membangun komunikasi dan bersinergi secara intensif baik sesama paguyuban maupun pemerintah (Bappeda, 2004). Keberagaman etnis tersebut sudah ada sejak masa kependudukan bangsa kolonial di Buitenzorg.

Pada masa itu setiap etnis dikotak-kotakan oleh peraturan pemerintah Belanda di masing-masing daerah, seperti daerah pecinan, daerah kauman, daerah bangsa Eropa, dan daerah bangsa pribumi. Kondisinya saat ini telah berubah, sudah tidak terdapat lagi pengkotak-kotakan berdasarkan etnis, namun kawasan-kawasan khas tersebut tetap masih ada hingga sekarang oleh keturunan-keturunannya. Penduduk dengan berbagai macam etnis ini sudah saling membaur satu sama lain, baik itu keturunan Cina, Arab, maupun warga pribumi dari suku-suku lain di Indonesia.

Tabel 7 Pendapatan Daerah Regional Bruto Kota Bogor (Harga Konstan)

No Sektor

Tahun

2008 2007 2006

Rupiah

(Juta) %

Rupiah

(Juta) %

Rupiah

(Juta) %

1 Pertanian 13.122 0,309 12.717 0,317 11.724 0,310

2 Pertambangan 121 0,003 118 0,003 116 0,003

3 Industri Pengelolaan 1.197.768 28,164 1.126.542 28,073 1.059.337 28,007

4 Listrik dan Air Bersih 136.830 3,217 128.091 3,192 119.970 3,172

5 Bangunan 299.804 7,050 288.024 7,178 276.737 7,316

6 Perdagangan, Hotel,

dan Restoran 1.267.518 29,804 1.205.230 30,034 1.140.876 30,163 7 Angkutan/Komunikasi 422.723 9,940 394.451 9,830 368.420 9,740

8 Bank/Keu/Perum 602.518 14,167 560.780 13,975 522.980 13,827

9 Jasa 312.419 7,346 296.908 7,399 282.230 7,462

Total 4.252.823 100 4.012.861 100 3.782.390 100

Laju Pertumbuhan 6 6 6


(56)

Pertumbuhan ekonomi di Kota Bogor meningkat setiap tahunnya, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 mengenai Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor. Pendapatan Kota Bogor banyak diperoleh dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Hal ini dikarenakan banyak terdapat sektor-sektor tersebut sebagai penunjang wisata di Kota Bogor. Kota Bogor dikenal sebagai salah satu tempat tujuan wisata dari berbagai daerah-daerah di sekitar Kota Bogor. Dari Tabel 7 juga dapat dilihat bahwa sektor pertambangan merupakan sektor terendah yang memberikan kontribusi pendapatan bagi Kota Bogor dari tahun 2006 hingga 2008. Rata-rata disetiap sektor terdapat peningkatan jumlah pendapatan disetiap tahunnya (2006-2008). Namun apabila dilihat dari segi presentasinya, sektor pertanian dan jasa merupakan sektor yang mengalami penurunan di setiap tahunnya.


(57)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Hasil Perkembangan Kota

5.1.1 Masa Kerajaan Pajajaran (1482-1579)

Wilayah yang berada di daerah sempit yang diapit oleh Sungai Cisadane dan Sungai Cipakancilan ini menjadi bagian dari pusat pemerintahan sekaligus ibukota Kerajaan Hindu yang cukup berkuasa pada masanya di Jawa Barat, yang dikenal dengan nama Pakuan. Sungai Cisadane, Cipakancilan, dan Ciliwung sudah ada sejak masa kerajaan, dimana Sungai Cipakancilan menjadi bagian utama dari kerajaan tersebut . Posisi Pakuan sebagai pusat kota ditandai dengan adanya benteng yang memiliki fungsi pertahanan dan batas kota pada masa itu. Pakuan dikelilingi oleh benteng alami yang berupa tebing-tebing sungai terjal di ketiga sisinya dan pada bagian selatan batas kota berupa lahan datar yang terdapat benteng kota yang paling besar.

Gambar 19 Denah Benteng Kerajaan Pajajaran

(Sumber: Danasasmita, 1983)

Pada sisi sebelah Utara dan Selatan Pakuan terdapat pintu gerbang. Komponen fisik kota yang terdapat dalam Pakuan terletak di dalam dan di luar benteng Pakuan. Elemen kota yang terdapat di dalam benteng yaitu Keraton


(58)

dan Alun-alun dalam Kotaraja, sedangkan elemen kota yang terdapat di luar benteng, diantaranya Bukit Badigul, Tajur Agung, dan Alun-alun luar Kotaraja. Pada masa tersebut, alun-alun luar memiliki fungsi sebagai medan latihan keprajuritan bagi para laskar Pajajaran. Seluruh kegiatan acara keramaian umum di luar protokol juga dilaksanakan di alun-alun ini. Lalu pada akhirnya alun-alun tersebut menjadi palagan (medan pertempuran) saat melawan laskar Banten yang ingin menguasai wilayah Pajaran di Pajajaran ditahun 1579 (Danasasmita 1983).

Bentuk Bogor ketika masa Pajajaran cenderung linier memanjang dari arah barat laut ke tenggara, dengan komponen fisik “perkotaan” yang sangat sederhana. Peradaban kerajaan tersebut dekat dengan sungai, terutama Sungai Cipakancilan yang masuk ke dalam wilayah kompleks kerajaan, dengan Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane sebagai batas barat-timur kompleks kerajaan (Gambar 19).

5.1.2 Masa Kolonial (1684-1945)

Setelah masa kerajaan usai, Bogor mengalami kekosongan peradaban. Masyarakat Bogor pada awal masa setelah periode kerajaan justru adalah pendatang dari berbagai etnis, yaitu etnis Cina, Arab, dan Eropa1. Lalu pada masa kolonial atau masa penjajahan inilah yang merupakan fase kedua perkembangan Kota Bogor. Pada masa inilah pembangunan Kota Bogor lambat laun mulai terbentuk. Pada masa pemerintahan kolonial, bekas ibu kota Pajajaran berkembang menjadi sebuah wilayah pusat Pemerintahan Karesidenan Kampung Baru atau Regentscape Buitenzorg yang menjadi cikal bakal lahirnya Kabupaten Bogor terhitung sejak tahun 1754-1872. Sedangkan Kota Bogor itu sendiri mulai terbentuk dari wilayah Kelurahan Babakan, Empang, dan Paledang.

Pada tahun 1745, atas prakarsa Baron van Imhoff, dibangun sebuah tempat peristirahatan di lokasi Istana Bogor yang sekarang. Tempat tersebut diberi nama Buitenzorg. Buitenzorg ini memiliki fungsi tempat peristirahatan para pembesar VOC dari kesibukannya di Batavia, sekaligus sebagai tempat transit.

1)


(1)

yang termasuk dalam ‘s-landsPlantuin (Kebun Raya Bogor).

Pada tahun 1901 didirikan gedung baru yang digunakan sebagai ruang koleksi, ruang kerja, ruang pameran, dan laboratorium. Pada tahun 1926 di lantai atas dibuat sebuah ruangan beratap seng untuk menyimpan koleksi serangga agar tetap kering. Luas bangunan ini adalah 756,90 m2 dan luas lahannya 1500 m2. Status kepemilikan oleh Negara.

k. Monumen dan Museum PETA

Bangunan periode kolonial terletak di Jl. Jendral Sudirman no 35, Kelurahan Pabaton, Kecamatan Bogor Tengah. Bangunan ini didirikan pada tahun 1745 dan merupakan bekas tangsi Tentara KNIL. Pada jaman Jepang digunakan untuk mendidik perwira Tentara Sukarela PETA.

Bangunan yang merupakan peninggalan Belanda ini, berdenah persegi panjang, membujur dari utara ke selatan. Monument Sudirman berbentuk melingkar dengan diameter kurang lebih 50 m, di sekeliling monument dihiasi dengan relief perjuangan. Luas bangunannya adalah 1.733,59 m2 dan luas lahannya 2.150 m2, dengan status kepemilikan oleh yayasan PETA.

l. Makam Raden Saleh

Merupakan bangunan periode kolonial dan berada di Jl. Pahlawan Gg. Raden Saleh, Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan. Bangunan makam beserta bangunan lainnya didirikan padatahun 1955 atas prakarsa Presiden Soekarno. Arsitek yang merencanakan bangunan makam ini adalah Ir. Silaban, sedangkan ukiran-ukiran pada makam yang dibuat oleh Rd. Galuh. Luas lahandi makam ini adalah 920 m2 dan status kepemilikan oleh masyarakat.

m.Gereja Katedral

Gereja ini merupakan bangunan periode kolonial yang berlokasi di Jalan Kapten Muslihat no. 22, Paledang, Bogor Tengah. Pada tahun 1886 di atas lahan yang dibeli MGR.A.C Claessens, dibuka sebuah panti yang diberi nama Vincentius. Lalu dilahan tersebut pula, pada tahun 1896, keponakan A.C.Claessens, yaitu pendeta MYD Claessens mendirikan sebuah gereja untuk umat Katolik. Pada tahun 1905 didirikan sebuah katedral seperti yang terlihat sekarang, sedangkan gereja yang lama digunakan untuk pertemuan. Di lahan ini pula, pada tahun 1926 Ny. Schmutzer Hendriks mendirikan sebuah yayasan


(2)

yang bernama Katholieke Jeugde Organitatie (KJO) untuk menampung kegiatan kepemudaan. Yayasan ini kemudian diubah namanya menjadi Budi Mulia.

Gereja ini memiliki luas bangunan 1.248 m2 dan luas lahan 2.937 m2. Bangunannya berdenah persegi panjang dengan bagian depan terdapat menara. Gereja ini memiliki pintu berbentuk setengah lingkaran (motif geometrik). Status kepemilikan bangunan ini oleh yayasan.

n. Gereja Zebaoth

Bangunan periode kolonial ini terletak di Jalan Ir. H. Juanda no.3, Paledang, Bogor Tengah. Gereja Protestan ini dibangun pada masa Gubernur Jenderal J. P. Graff vanlimburg Stirum dan peletakan batu pertamanya dilakukan pada tanggal 30 Januari 1920. Luas bangunannya 867,64 m2 dan luas lahannya 5.154,24 m2. Status kepemilikan oleh yayasan.

o. SMA YZA 2

Sekolah yang merupakan bangunan periode kolonial ini terletak di Jalan Semeru no.41, Kebon Kelapa, Bogor Tengah. Awalnya bangunan lama yang berada dikompleks sekolah berfungsi sebagai rumah tinggal yang dikelilingi kompleks asrama/ tangsi tentara dan dahulu diperkirakan digunakan sebagai tempat pemantauan daerah kompleks tersebut. Bangunan ini memiliki luas 607 m2 dan luas lahan 3.310 m2, dengan status kepemilikan yayasan.

p. SMP Negeri 2 Bogor

Bangunan periode kolonial ini terletak di Jalan Gedong Sawah IV no. 9, Pabaton, Bogor Tengah.Bangunan ini didirikan pada tahun 1918 oleh pemerintah Belanda sebagai sekolah HIS. Setelah Indonesia merdeka sekolah HIS pada tahun 1950 oleh Pemerintah Republik Indonesia digunakan sebagai SMP Negeri 2 Bogor. Status kepemilikan oleh Negara dengan luas bangunan 2.216 m2 dan luas lahan 4.390 m2.

q. SMP Negeri 1 Bogor

Bangunan periode kolonial ini terletak di Jalan Ir. H. Juanda no.16, Paledang, Bogor Tengah. Bangunan ini didirikan sejak jaman Belanda, digunakan untuk sekolah MULO. Kini dalam kompleks sekolah terdapat SMP negeri 1 dan SMA Negeri 1. Luas bangunan 168 m2 dan luaslahan 3.135 m2.


(3)

Status kepepemilikan oleh Negara.

r. Stasiun Kereta Api

Merupakan bangunan periode kolonial tahun 1881 yang terletak di Jalan Nyi RajaPermas no. 1, Cibogor, Bogor Tengah. Pada awalnya stasiun kereta api di Buitenzorg dibangun oleh perusahaan kereta api milik Pemerintah Belanda (Staatspoor Wegen) pada tahun 1872 sebagai stasiun terakhir pada jalur Batavia-Buitenzorg yang mulai dibuka pada tahun 1873. Lalu pada tahun 1881 dibangun stasiun baru yang besar dan kini bernama Stasiun Bogor. Luas bangunan dari stasiun ini adalah 5.955 m2 dan luas lahan 43.267 m2. Status kepemilikan oleh PT. Kereta Api Indonesia.

s. Rumah Sakit Salak

Merupakan bangunan periode kolonial yang terletak di Jalan Jend. Sudirman no. 8, Sempur, Bogor Tengah. Rumah sakit yang didirikan pada abad 18 ini pada awalnya merupakan sebagian dari asrama tentara Belanda yang bertugas mengawal Paleis (Istana Bogor). Setelah kemerdekaan,bangunan ini dijadikan unit kesehatan dengan nama Dinas kesehatan Tentara (DKT). Lalu dibawah pengelolaan sebuah yayasan, bangunan ini dijadikan rumah sakit dengan nama Rumah Sakit Salak. Luas bangunan RS. Salak adalah 272,70 m2 dan luas bangunan II R Komandan 114,45 m2 sedangkan luas lahannya ±9000 m2. Status kepemilikan oleh Angkatan Darat.

t. Rumah Panti Asuhan Bina Harapan

Bangunan periode kolonial ini terletak di Jalan Jend. Sudirman no. 7, Pabaton, Bogor Tengah. Dahulu rumah ini digunakan sebagai asrama /Mess orang Belanda. Lalu sejak tahun 1934, rumahini digunakan sebagai panti asuhan sampai saat ini. Pada lahan seluas ±2.849,75 m2 terdapat dua bangunan di dalamnya. Bangunan I seluas 66,90 m2 dipergunakan untuk asrama panti asuhan danbangunan II seluas 382,50 m2 dipergunakan untuk kantor panti asuhan. Status kepemilikan bangunan ini oleh yayasan.

u. Hotel Salak

Bangunan periode kolonial yang berada di Jalan Ir. H. Juanda, Kel. Pabaton, Kec. Bogor Tengah ini merupakan hotel yang didirikan tahun 1856 dan diberi nama Dibbets mengikuti nama pemiliknya J. Dibbets. Pada masa


(4)

pendudukan Jepang tahun 1942 sampai dengan Agustus 1945 dijadikan markas Kenpetai (Polisi Milite Jepang). Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1948 dinamakan Hotel Salak. Bangunan ini memiliki luas bangunan 1.205 m2 dan luas lahan 8227 m2. Status kepemilikan dari bangunan ini adalah PT. Anugrah Jaya Agung.

v. Klenteng Dhanagun/ Hok Tek Bio

Merupakan bangunan keagamaan periode kolonial yang terdapat di Jl. Surya Kencana no. 1, Babakan Pasar, Bogor Tengah. Kelnteng ini merupakan klenteng pertama di Kota Bogor fungsinya sebagai tempat peribadatan pemeluk agama konghucu. Status dari gedung ini milik Yayasan Dhanagun.

w.Prasasti Batutulis

Merupakan situs periode klasik yang terdapat di Jl. Batutulis, Bogor Selatan. Situsini merupakan benda peninggalan dari kerajaan Pajajaran. Luas situs tersebut 17x15 m2 dengan status milik negara.

x. Masjid Empang

Merupakan bangunan peribadatan periode kolonial yang terletak di Jl. Empang. Masjid ini didirikan oleh RAA. Wiranata pada tahun 1755. Luas bangunannya adalah 2.549 m2 dan luas lahannya 5000 m2 (Disparbud, 2008).


(5)

RINGKASAN

MAYANG HUMAIRA WIBISONO. Analisis Lanskap Untuk Penentuan Zona Penyangga Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN.

Studi ini memiliki tujuan mengkaji kawasan di sekitar Kebun Raya Bogor untuk dapat menentukan alternatif zona penyangga yang dapat melindungi kebun raya dari ancaman dampak pembangunan di sekitarnya, dan dapat mempertahankan kesatuan karakter lanskap sejarahnya. Zona penyangga ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan Pemerintah Kota Bogor dalam mengatur pembangunan di kawasan sekitar Kebun Raya Bogor, sehingga kesatuan karakter lanskap Kebun Raya Bogor dengan sekitarnya juga akan berpengaruh baik terhadap nilai atau kualitas lanskap Kota Bogor.

Kebun Raya Bogor memiliki nilai-nilai penting yang terkandung di dalamnya sehingga membutuhkan suatu zona penyangga untuk melindunginya, baik dari segi nilai lanskap alaminya maupun sebagai lanskap sejarah. Zona penyangga tersebut ditentukan dengan memperhatikan fungsi dan nilai elemen-elemen yang terdapat di Kota Bogor, terutama lingkar luar yang terdekat dari KRB, baik berupa area sejarah, elemen infrastruktur maupun elemen alami.

Pada penelitian ini menggunakan metode pendekatan yang dikemukakan oleh Goodchild (1990). Adapun tahapan penelitian tersebut meliputi persiapan awal, pengumpulan data, identifikasi lanskap, analisis, dan sintesis. Tahapan pengumpulan data menggunakan metode survey yang meliputi pengamatan langsung ke lapang, wawancara dengan narasumber, dan studi pustaka. Data yang dikumpulkan adalah data kesejarahan, elemen bersejarah, RTRK/penggunaan lahan, infrastruktur, dan elemen lanskap alami. Pada tahap analisis menggunakan metode skoring untuk menentukan nilai kekuatan dari setiap elemen pembentuk zona penyangga tersebut untuk menyangga dan mempertahankan kesatuan karakter lanskap sejarahnya; metode spasial untuk mendapatkan bentuk spasial potensi zona penyangga; dan metode deskriptif untuk menjelaskan kondisi lanskap pada tapak. Tahapan overlay zona penyangga dengan RTRK juga dilakukan sebagai pertimbangan kesesuaiannya dengan rencana penggunaan lahan. Hasil dari overlay dan analisis terhadap RTRK tersebut dapat menjadi pertimbangan revisi RTRK nantinya. Setelah tahapan tersebut, penelitian ini menghasilkan suatu sintesis dalam bentuk konsep zona penyangga beserta rekomendasi pengelolaannya. Ada dua potensi fungsi zona penyangga untuk Kebun Raya Bogor, yaitu sebagai proteksi dan sebagai peningkat karakter lanskap. Zona penyangga dengan fungsi melindungi Kebun Raya Bogor ditentukan berdasarkan aspek infrastruktur dan lanskap alami, sedangkan untuk fungsi meningkatkan karakter lanskap sekitarnya agar menyatu dengan lanskap Kebun Raya Bogor dengan memperhatikan aspek kesejarahannya.

Kawasan sekitar Kebun Raya Bogor dan lanskap Kebun Raya Bogor merupakan satu kesatuan karakter lanskap hasil perkembangan dan pembangunan Kota Bogor pada masa penjajahan bangsa kolonial. Pembangunan pada masa kolonial ini juga melahirkan suatu kawasan-kawasan dengan karakter lanskap yang khas seperti kawasan pecinan di Suryakencana dan Kampung Arab di Empang, akibat dari suatu peraturan yang diterapkan oleh pemerintah Belanda


(6)

ketika itu yang dikenal dengan wijkenstelsel. Bukti- bukti elemen maupun lanskap bersejarah masih ada hingga saat ini. Beberapa diantaranya masih dalam kondisi yang optimal. Karakter lanskap yang khas dari setiap etnis juga masih bertahan hingga saat ini, namun memang kondisinya saat ini tidak terlalu menampilkan karakter yang kuat, karena beberapa elemen dari kawasan tersebut berubah secara fisik.

Pertimbangan infrastruktur dan elemen alami juga mendukung terbentuknya zona penyangga ini. Elemen infrastruktur yang berpotensi menjadi zona penyangga adalah jalan raya dan rel kereta api karena keberadaan elemen tersebut pada tapak konsisten dan tidak mudah berubah secara fisik maupun fungsinya. Begitu pula dengan elemen lanskap alami yang berupa sungai sangat mendukung fungsi dari zona penyangga tersebut karena keberadaannya juga tidak mudah berubah dan dilindungi oleh peraturan. Adapun elemen lanskap alami lainnya yang cukup berpotensi dan memberikan kontribusinya sebagai bagian dari zona penyangga, seperti RTH dan jalur hijau jalan.

Rencana tata ruang Kota Bogor menetapkan bahwa kawasan Kebun raya Bogor dan sekitarnya merupakan wilayah pusat kota sebagai kota lama (kawasan bersejarah) yang diarahkan untuk mempertahankan kegiatan perdagangan dan jasa yang ada, pusat perkantoran, dan RTH skala kota. Penetapan ini dapat menjadi tekanan terhadap keberadaan Kebun raya Bogor, namun masih bisa diatasi dengan upaya revitalisasi dengan adaptive use di kawasan-kawasan tersebut.

Zona penyangga yang dihasilkan mencakup dua bagian yaitu zona penyangga 1 dan zona penyangga 2. Zona penyangga 1 merupakan zona penyangga utama dan terdapat elemen-elemen kesejarahan yang penting untuk dlestarikan, sedangkan zona penyangga 2 merupakan zona penyangga pendukung zona penyangga 1. Fungsi zona penyangga 2 adalah untuk menyatukan elemen-elemen pada zona penyangga 1 hingga menjadi satu kesatuan zona penyangga dengan karakter yang utuh, sehingga perlakuan terhadap zona penyangga ini dapat menjadi satu kesatuan yang sama. Pengelolaan pada zona penyangga ini terbagi menjadi tiga macam tindakan, yaitu preservasi, konservasi, dan revitalisasi. Upaya pelesterian ini dihasilkan berdasarkan fungsi zona penyangga dan rencana tata ruang Kota Bogor