Konsep Garden City dalam Pembangunan Buitenzorg

Pemerintahan Daerah Tingkat II Kotamadya Bogor 1976, diacu dalam Sarilestari 2009, yaitu: 1. Kecamatan Bogor Utara Meliputi lingkungan Bantarjati, Babakan, dan Tanah Sareal. 2. Kecamatan Bogor Barat Meliputi lingkungan Ciwaringin, Panaragan, Menteng, dan Kebon Kelapa 3. Kecamatan Bogor Selatan Meliputi lingkungan Batutulis, Bondongan, dan Empang 4. Kecamatan Bogor Timur Meliputi lingkungan Sukasari, Babakan Pasar, dan Baranag Siang 5. Kecamatan Bogor Tengah Meliputi lingkungan Pabaton, Paledang, dan Gudang. Luas wilayah Kotamadya Bogor pada periode ini adalah 2.156 Ha dan memiliki kawasan terbangun seluas 1.855,603 Ha. Kondisi perkotaan pada periode ketiga masa Kemerdekaan dimulai dari tahun 1995- sekarang. Sejak tahun 1995 Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor mengalami perluasan yang awalnya hanya 2.156 Ha menjadi 11.850 Ha. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, nama Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor diubah menjadi Kota Bogor. Kondisi Kota Bogor saat ini dibagi dalam 6 Kecamatan, yaitu Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Tengah, Bogor Selatan, Bogor Timur dan Tanah Sareal.

2.2 Konsep Garden City dalam Pembangunan Buitenzorg

Garden city merupakan konsep yang dikembangkan oleh Ebenezer Howard pada tahun 1898 sebagai usulan pemecahan terhadap masalah-masalah perencanaan kota akibat Revolusi Industri. Ebenezer Howard 1850-1928 dalam bukunya yang berjudul To-Morrow: A Peaceful Path to Real Reform 1989 mengemukakan mengenai konsep Garden City. Howard secara luas mempelajari dan berfikir dalam mengenai permasalahan sosial, sehingga menciptakan suatu kota baru dengan ukuran yang kecil, terencana, dan dikelilingi oleh permanent belt berupa lahan pertanian. Konsep Garden City berdasarkan Ebenezer Howard dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Gambar 2 Konsep Garden City yang Dikemukakan oleh Ebenezer Howard Sumber: Sarilestari, 2009 Gambar 3 Bagian dari Kota yang Mendeskripsikan Konsep Garden City Lebih Detail Sumber: Sarilestari, 2009 Menurut Sarilestari 2009, berdasarkan kriteria Howard 1898, identifikasi Garden City di Buitenzorg menggunakan kriteria ukuran, struktur, elemen, sistem ruang terbuka, system jalur hijau, dan Permanent Belt of Agriculture. Buitenzorg Kota Bogor Masa Pemerintahan Belanda seluas 1.350 Ha memiliki konsep kota yang dikembangkan oleh Ebenezer Howard pada tahun 1898. Garden city tersebut berupa Paleis Gouverment Generaal Istana Bogor dan ‘Slands Plantentuin Kebun Raya seluas 90 Ha dibangun di pusat Buitenzorg dan berpola radial Groote weg Jalan Ir. H. Juanda dengan 3 buah boulevard Pabaton weg Jalan Jendral Sudirman Dantammer weg Jalan Kapten Muslihat, dan Handels straat weg Jalan Surya Kencana dengan lebar 18 meter melintang kota. Menurut konsep Garden City, Buitenzorg terbagi ke dalam 5 zona, yaitu Gambar 4: 1. Zona I sebagai pusat kota 2. Zona II sebagai zona pemukiman 3. Zona III sebagai zona fasilitas umum fasilitas publik 4. Zona IV sebagai sub urban 5. Zona V sebagai pertanian Zona tersebut terbentuk karena masing-masing memiliki peruntukan dan fungsi yang berbeda-beda. Hal tersebut dilakukan agar sistem pada kota tersebut menjadi lebih teratur dan mempermudah pengelolaan dan akses satu sama lain. Pada zona I sebagai pusat kota, terdiri dari ruang terbuka berupa taman seluas 90 Ha, yaitu Istana Bogor beserta halamannya dan Kebun Raya Bogor. Selain komplek istana beserta halamannya dan kebun raya, di pusat kota juga terdapat bangunan-bangunan publik besar, seperti balaikota, perkantoran, museum, hotel, bioskop, bangunan militer dan rumah sakit. Namun ada beberapa dari elemen- elemen tersebut tidak berada di pusat kota. Hal tersebut dapat terjadi akibat dipengaruhi sistem politik Pemerintahan Belanda pada saat itu dan kondisi lingkungan yang dipengaruhi oleh sungai dan perbedaan topografi yang tinggi. Gambar 4 Konsep Garden City Buitenzorg Sumber: Sarilestari, 2009 Pada zona II yang merupakan kawasan permukiman pada masa itu. Zona ini terbentuk akibat adanya aturan mengenai permukiman, yaitu Wijkenstelsel. Aturan tersebut dibuat berdasarkan sebaran etnis dan kelas yang berada di Buitenzorg pada masa itu. Pada zona ini terdapat empat ragam permukiman yang berbeda-beda, baik dari arsitekturnya maupun desainnya. Permukiman- permukiman tersebut, yaitu permukiman Eropa, permukiman Cina, permukiman Arab, dan permukiman Pribumi. Permukiman Eropa dihuni oleh orang Belanda, bangsa kulit putih sebagai warga utama dan terhormat. Mereka mendapat daerah kelas 1 yang memiliki pemandangan yang indah. Rumah Belanda bertipe besar dan luas untuk kaum elite banyak terdapat di tepi jalan utama, sedangkan rumah yang lebih kecil untuk tingkatan karyawan atau pengusaha biasanya tersebar di jalan sekunder Sopandi 2003, diacu dalam Sarilestari 2009. Rumah-rumah tersebut masih ada yang kondisinya bertahan baik hingga saat ini, walau beberapa diantaranya sudah berubah fungsi menjadi bangunan komersial. Pada kawasan permukiman Cina dihuni oleh bangsa berkulit kuning orang-orang Tionghoa. Menurut Sarilestari 2009, pecinan pada dasarnya terbentuk oleh dua faktor, yaitu faktor politik berupa aturan Pemerintah Belanda, yaitu Wijkenstelsel dan faktor sosial berupa keinginan masyarakat tionghoa sendiri untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan aman dan saling membantu. Dahulu kawasan pecinan ini bernama Handelstraat Weg atau Jalan Perniagaan, dimana kawasan ini merupakan sentra ekonomi kota. Adapun masyarakat Tionghoa tersebut menbagi hunian berdasarkan kelas sosial, yaitu Sopandi 2003, diacu dalam Sarilestari 2009: 1. Golongan elit cenderung menghuni bagian selatan. Rumah mereka menggunakan ragam bentuk bangunan Belanda dan menghuni rumah tipe vila, mencirikan hidup yang kebarat-baratan. 2. Golongan pedagang berkumpul di sekitar Pasar Bogor. 3. Golongan bawah menghuni ruko sewa dan rumah petak di balik ruko. Keberadaan bangunan-bangunan yang berada di kawasan ini masih sesuai dengan bentuk penataan aslinya, namun kondisi bangunannya, baik yang berupa permukiman, maupun ruko-ruko banyak yang tidak terawat bahkan dibiarkan hingga hancur. Bentuk-bentuk bangunannya sudah banyak yang berubah menjadi bentuk modern sehingga karakter bentuk arsitektur pecinan sudah tidak asli. Hal tersebut akibat seiring perkembangan kebijakan pengembangan ruang kota. Pada masa pemerintah kolonial Belanda, pada awal abad ke-19, imigran dari Hadralmaut berdatangan ke nusantara. Para imigran tersebut oleh pemerintah Belanda ditempatkan dalam perkampungan khusus. Perkampungan tersebut dikenal dengan Perkampungan Arab. Kampung tersebut berada di wilayah Empang dan merupakan kampung Arab satu-satunya dan dikhususkan bagi etnis keturunan Arab. Kawasan ini kemudian berkembang sebagai konsentrasi permukiman Arab dan pribumi. Kawasan ini tumbuh pesat sebagai kawasan komersial dan perdagangan yang unik Sopandi 2003, diacu dalam Sarilestari 2009. Kaum pribumi sebagai kaum terendah pada masa itu, membuat Pemerintah Belanda menempatkan kaum pribumi sebagai bangsa kelas IV yang mendiami pelosok desa. Pola struktur ruang kaum pribumi tidak tertata dengan baik dan berada di daerah dekat aliran sungai. Bangunan-bangunan di kawasan ini memiliki arsitektur jawa. Zona III pada konsep Garden City di Kota Bogor ini merupakan zona fasilitas umum yang terdiri dari sekolah dan gereja. Zona ini tidak memiliki batasan yang jelas, sehingga elemen-elemen pembentuk zona ini berada di zona I dan zona II. Zona IV merupakan zona terluar kota yang terdiri dari pabrik, pasar, lahan kayu, dan perkebunan. Elemen-elemen pada zona ini berada di depan wilayah jalur kereta api yang mengelilingi seluruh kota. Zona terakhir, yaitu zona V merupakan bagian luar kota yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Konsep Garden City yang diduga merupakan konsep awal pembentukan Kota Bogor, lambat laun mulai berubah bila melihat kondisi Kota Bogor dari masa ke masa. Hal ini dapat dilihat dari berubahnya pusat kota dari masa ke masa. Pada awalnya, yaitu masa penjajahan kolonial, konsep ini memiliki pusat kota di Istana Bogor. Namun lambat laun sesuai perkembangan zaman, dimana Indonesia sudah merdeka, Kota Bogor mengalami penambahan luas wilayah dan menurut data dari Bappeda, pusat Kota Bogor berubah menjadi di Balaikota Bogor, sebagai pusat pemerintahan Kota Bogor. Pada bagian zona II yang merupakan zona permukiman sebagian besar penggunaannya masih bertahan hingga saat ini. Etnis-etnis tertentu, seperti Cina dan Arab masih mendiami wilayah-wilayah mereka masing-masing dari dulu hingga kini. Ketika Indonesia merdeka, wilayah-wilayah yang dulu didiami oleh bangsa Eropa, telah didiami oleh bangsa pribumi hingga saat ini. Meskipun demikian, peninggalan-peninggalan Bangsa Eropa masih ada yang bertahan hingga saat ini, baik dalam kondisi yang baik maupun sudah dalam kondisi yang rusak atau mengalami sedikit perubahan, karena pengaruh zaman. Zona-zona lainnya seperti zona fasilitas, sub urban, dan pertanian, sebagian besar sudah berubah fungsi, terutama pada zona pertanian. Sebagian besar zona tersebut, saat ini berubah menjadi area-area permukiman dan komersial.

2.3 Kebun Raya Bogor