5.2 Karakteristik Morfologi Kota Padangsidimpuan
Perkembangan fisik kota dapat diindikasikan secara kasat mata melalui penggunaan lahan, oleh karena itu eksistensi kota dapat ditinjau paling sedikitnya
dari dua matra yaitu matra “settlement morphology” dan matra “legal articulation”. Kedua matra ini saling berkaitan langsung dan berimplikasi pada bentuk wujud dan
karakteristik kota. Daerah terbangun kota urban built up areas merupakan garis yang jelas untuk mengamati bagaimana percepatan perembetan kota ke arah luar. Di
luar built up areas terdapat zona-zona pinggiran fringe zone yang pada saatnya akan merupakan lokasi baru bagi pengembangan fungsi-fungsi perkotaan terutama fungsi
permukiman. Kondisi seperti ini juga dialami atau terjadi di Kota Padangsidimpuan. Dilandasi dari studinya di kota-kota Amerika, Hebert 1976 mengemukakan
bahwa perubahan morfologi kota sangat dipengaruhi oleh perkembangan prasarana transportasi terhadap morfologi kota. Menurut beliau, kota di Amerika adalah kota-
kota yang terkondisikan oleh kemajuan teknologi di bidang transportasi. Demikian halnya Kota Padangsidimpuan yang perubahan morfologi kotanya juga sangat
dipengaruhi oleh transportasi dengan perkembangan morfologi kotanya termasuk dalam bentuk kategori ke tujuh yakni morfologi kota pada masa perkembangan jalan
lingkar yang juga digolongkan pada golongan tiga yakni kategori morfologi kota pertumbuhan menyebar leapfrog development dengan ciri tumbuhnya pusat-pusat
baru di sekeliling kota karena dibangunnya beberapa jalan lingkar. Ada dua penyebab perkembangan kota ke arah luar atau pinggiran yaitu:
1. Karena tekanan harga lahan dan kepadatan di pusat kota.
2. Faktor-faktor eksternal diluar sistem perencanaan yang berimplikasi
langsung kepada minat atau orientasi masyarakat untuk bermukim misalnya mencari ketenangan, gangguan lingkungan dan lain sebagainya
Gambar 5.2.
Gambar 5.2 Morfologi kota pada masa perkembangan jalan-jalan lingkar Sumber: Herbert 1976
Ekspresi keruangan morfologi kota terbagi dalam dua bagian Yunus;1999 yaitu:
1. Bentuk-bentuk Kompak.
2. Bentuk-bentuk tidak Kompak.
Dari dasar ini maka Kota Padangsidimpuan tergolong pada Bentuk-bentuk Kompak dengan Bentuk Bulat Rounded Cities yang merupakan bentuk ideal dari
pada kota. Hal ini disebabkan karena kesempatan perkembangan areal ke arah luar dapat dikatakan “seimbang”. Jarak dari pusat kota ke arah bagian luarnya sama.
Untuk kota-kota yang perkembangannya berjalan secara natural tanpa banyak dipengaruhi oleh peraturan-peraturan diskripsi di atas memang sangat mungkin
besar, namun ada pula yang bentuk bulat sempurna tersebut tercipta karena adanya perencanaan yang disertai peraturan-peraturan tata ruang. Walau kesempatan
berkembang ke arah luar tidak sama, namun dengan peraturan-peraturan dapat diciptakan bentuk seperti ini.
Pada bagian-bagian yang terlalu lambat perkembangannya, dipacu dengan peraturan-peraturan misalnya “planned unit development” sedang untuk bagian-
bagian yang terlalu cepat perkembangan areal kekotaannya dapat dihambatdihentikan sama sekali, misalnya dengan “development moratoria”.
Batas terluar daripada kotanya ditandai dengan “green belt zoning” atau “growth limitation”
dengan “ring roads”. Dengan demikian terciptalah bentuk bulat arcifici seperti Gambar 5.3, dan 5.4.
Gambar 5.3 Kota Berbentuk Bulat Sumber: Yunus 1999:118
Gambar 5.4 Kota Padangsidimpuan Berbentuk Bulat Sumber: Hasil Analisa
Kota Padangsidimpuan dengan pertumbuhan penduduk 1,54 per tahun mempunyai jumlah penduduk 188.499 jiwa dengan luas kota 14.685.680 Ha. Ruang
aktivitas penduduk masih terpusat ke pusat kota dengan fungsi dominan berupa kawasan perdagangan CBD dan perkantoran pemerintah, swasta. Kedua tipikal
ruang aktivitas tersebut merupakan potensi tarikan perjalanan. Selain itu 60,81 guna lahan permukiman juga tersebar di kawasan pusat kota dibanding kawasan
pinggirannya fringe areas yaitu di Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Kecamatan Padangsidimpuan Selatan. Hal ini berimplikasi pada besarnya tarikan dan
bangkitan perjalanan dari pola arus lalu lintas yang menuju centroid pusat kota pada pagi maupun sore hari.
Berdasarkan besar batas fisik kekotaannya, Kota Padangsidimpuan tergolong kepada “Over Bounded City”. Maksudnya batas fisik daerah terbangun berada di
dalam batas administrasi kota. Dalam kondisi seperti ini, memang tidak menimbulkan goal conflict
antara pemerintah kota dan pemerintah daerah tetangga lainnya karena wilayah administrasi kota sendiri meliputi wilayah yang luas dan meliputi daerah-
daerah yang masih menunjukkan ciri perdesaan walaupun masih di dalam wilayah administrasi suatu kota.
Selain itu kondisi seperti ini dalam perencanaan tata ruang dan kemungkinan perluasan masih dalam wewenang dan kontrol pemerintah kota itu sendiri. Demikian
juga halnya Kota Padangsidimpuan sangat memungkinkan perluasan dan pengembangan kotanya ke Selatan maupun ke Timur kota Gambar 5.5, dan 5.6.
Gambar 5.5 Over Bounded City Sumber: Yunuus, 1999;112
Gambar 5.6 Kota Padangsidimpuan Berbentuk Over Bounded City Sumber: Hasil Analisa Tahun 2010
Suatu hal yang perlu mendapat perhatian penting di sini adalah konversi lahan-lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian apalagi terjadi pada lahan-lahan
pertanian yang produktif dan beririgasi teknis diatur melalui Keputusan Presiden. Bentuk struktur ruang kota Padangsidimpuan apabila ditinjau dari pusat pelayanan
retail tergolong pada Monocentric City Sinulingga, 2005:103-105. Monocentric City
adalah kota yang belum berkembang pesat, jumlah penduduknya belum banyak, dan hanya mempunyai satu pusat pelayanan yang sekaligus berfungsi sebagai Central
Bussines District CBD Gambar 5.7, dan 5.8.
Gambar 5.7 Model Struktur Ruang Mono Centered Sumber: Sinulingga, 2005
Gambar 5.8 Kota Padangsidimpuan dengan Model Struktur Ruang Mono Centered Sumber: Hasil Analisa
Mono Centered
PUSAT KOTA
Jika berdasarkan Tipologi Struktur Ruang Wiegen; 2005 maka Kota Padangsidimpuan tergolong pada Model Polycentric Kota Perdesaan Gambar 5.10,
5.11, dan 5.12.
Gambar 5.9 Tipologi Struktur Ruang Sumber: Wiegen,2005
Desa Kelurahan
42 DESA 53,16
37 KEL. 46,84
Gambar 5.10 Jumlah Desa dan Kelurahan di Kota Padangsidimpuan Sumber: Hasil Analisa Tahun 2010
Gambar 5.11 Tipologi Struktur Ruang Kota Padangsidimpuan Sumber: Hasil Pengamatan dan Analisa Tahun 2010
Menurut Pola Umum Perkembangan Perkotaan Branch; 1996 bahwa Kota
Padangsidimpuan tergolong pada Radial Konsentris Menerus Gambar 5.12.
Gambar 5.12 Pola Umum Perkembangan Perkotaan Secara Radial Konsentris Menerus
Sumber: Branch, 1996
Pijor Koling Pudun Jae
Pudun Julu Siloting
Ujung Gurap Baruas
Gunung Hasahatan Mompang
Batunadua Julu Sabungan
Simatohir Rimba Soping
Singali Joring Lombang
Pintu Langit
Sidangkal Hutaimbaru
Lubuk Manik
Haunatas Panyanggar
Aek Tampang Sihitang
Partihaman Saroha
Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal perkotaan yang ada Hudson dalam Yunus; 1999, secara garis besar menyatakan ada
7 tujuh alternatif model bentuk kota. Maka model bentuk kota Padangsidimpuan tergolong pada bentuk Satelit dan Pusat-pusat Baru, kota utama dengan kota-kota
kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang efektif dan efisien Gambar 5.13.
Gambar 5.13 Perancangan Pola Kota Satelit Sumber: Hudson, 1999
Secara garis besar ada tiga macam proses perluasan areal kekotaan urban sprawl Yunus, 2000:125.
Jika merujuk pada teori ini maka Kota Padangsidimpuan tergolong pada tipe 3 yaitu Perembetan yang meloncat leap frog develompmentcheckerboard
develompment. Tipe perkembangan ini oleh kebanyakan pakar lingkungan dianggap
paling merugikan, tidak efisien dalam arti ekonomi, tidak mempunyai nilai estetika dan tidak menarik.
Perkembangan lahan kekotaannya terjadi berpencaran secara sporadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian. Keadaan ini sangat menyulitkan
pemerintah kota untuk membangun prasarana-prasarana fasilitas kebutuhan hidup sehari-hari.
Hal seperti ini jika ditinjau dari perkembangan kotanya juga terjadi di Kota Padangsidimpuan Gambar 5.14.
Gambar 5.14 Perembetan Meloncat Sumber: Yunus, 1999;129
5.3 Pola Perkembangan Kota Padangsidimpuan