2.3 Pola Ruang Kota
2.3.1 Pengertian pola ruang kota Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Pola pemanfaatan ruang kota adalah bentuk yang menggambarkan ukuran,
fungsi, dan karakteristik kegiatan perkotaan. Ditinjau dari pola pemanfaatan ruangnya, kota atau kawasan perkotaan secara garis besar terdiri dari kawasan
terbangun–kawasan tidak terbangun RTH. Dalam hal ini kawasan terbangun adalah ruang dalam kawasan perkotaan yang mempunyai ciri dominasi penggunaan lahan
secara terbangun atau lingkungan binaan untuk mewadahi kegiatan perkotaan. Jenis- jenis pemanfaatan ruang kawasan terbangun kota antara lain adalah kawasan
perumahan, kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan dan jasa, serta kawasan industri.
Keragaman jenis pemanfaatan ruang kota bergantung pada fungsi kota tersebut dalam lingkup wilayah yang lebih luas. Selain pusat-pusat pelayanan
kegiatan perkotaan dan kawasan fungsional perkotaan, unsur pembentuk struktur tata ruang kota adalah sistem prasarana dan sarana sebagai kelengkapan dasar fisik yang
memungkinkan kawasan permukiman perkotaan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Secara spesifik prasarana perkotaan yang paling berpengaruh terhadap
struktur tata ruang kota adalah prasarana transportasi, yakni jaringan jalan. Jaringan jalan merupakan indikator utama morfologi kota sehingga dalam perencanaan tata
ruang kota, pengembangan jaringan jalan tidak dapat dilepaskan dari pola
pemanfaatan ruang yang ada atau yang ingin diwujudkan. Jaringan jalan dapat menjadi faktor yang mendorong perkembangan kegiatan, dan sebaliknya
pengembangan suatu kegiatan memerlukan dukungan pengembangan jaringan jalan.
2.3.2 Perubahan tata guna lahan di perkotaan 2.3.2.1 Sistem guna lahan-transportasi
Interaksi guna lahan dan transportasi merupakan interaksi yang sangat dinamis dan kompleks. Interaksi ini melibatkan berbagai aspek kegiatan serta
berbagai kepentingan. Perubahan guna lahan akan selalu mempengaruhi perkembangan transportasi demikian pula sebaliknya. Pola perubahan dan besaran
pergerakan serta pemilihan moda pergerakan merupakan fungsi dari adanya pola perubahan guna lahan di atasnya. Sedangkan setiap perubahan guna lahan dipastikan
akan membutuhkan peningkatan yang diberikan oleh sistem transportasi dari kawasan yang bersangkutan Black, 1981. Untuk menjelaskan bagaimana interaksi itu terjadi,
Meyer dan Miller 1984 menunjukkan kerangka sistem interaksi guna lahan dan transportasi.
Perkembangan guna lahan akan membangkitkan arus pergerakan, selain itu perubahan tersebut akan mempengaruhi pula pola persebaran dan pola permintaan
pergerakan. Sebagai konsekuensi dari perubahan tersebut adalah aksesibilitas Hanson, 1985:307. Bekerjanya sistem interaksi guna lahan dan transportasi sangat
dinamis dan melibatkan unsur-unsur lain sebagai pembentuk watak setiap komponen seperti komponen guna lahan terliput adanya unsur kependudukan, sosial ekonomi,
ekonomi wilayah, harga lahan dan sebagainya. Selain itu komponen sistem transportasi terliput adanya unsur kemajuan teknologi, keterbatasan sistem jaringan,
sistem operasi dan lain sebagainya. Implikasi dari perubahan atau perkembangan sistem aktivitas adalah meningkatnya kebutuhan sarana dan prasarana dalam bentuk
pemenuhan kebutuhan aksesibilitas. Peningkatan aksesibilitas ini selanjutnya akan memicu berbagai perubahan guna lahan Gambar 2.27.
Gambar 2.27 Bagan Sistem Interaksi Guna Lahan dan Transportasi Sumber: Michael, Meyer Miller, 1984:63
Proses perubahan yang saling mempengaruhi ini akan berlangsung secara dinamis. Perubahan guna lahan selanjutnya akan menjadi faktor dominan dalam
mengarahkan dan membentuk struktur kota. Perubahan ini akan mengakibatkan pula peningkatan produktivitas guna lahan dalam bentuk alih fungsi lahan ataupun
peningkatan intensitas ruang. Tentunya proses ini tidak selalu berimplikasi positif,
SISTEM AKTIVITAS
AKSESIBILITAS SISTEM
TRANSPORTASI
KEPUTUSAN BERLOKASI OLEH
KEPUTUSAN PEMILIHAN LINTASAN PERGERAKAN
POLA GUNA LAHAN PERKEMBANGAN
JALAN DAMPAK PERUBAHAN SISTEM
AKTIVITAS KEBUTUHAN SARANA
DAN PRASARAN PENAMBAHAN SARANA
DAN PRASARANA TRANSPORTASI
implikasi yang bersifat negatif kerap terjadi pada saat beban arus pergerakan mulai mengganggu keseimbangan kapasitas jalan pada sistem jaringan kota Paquette,
1982. Selanjutnya Martin 1959 menyatakan bahwa adanya saling keterkaitan
antara perkembangan guna lahan, perubahan guna lahan, perubahan populasi, serta perubahan pada sistem transportasi membentuk siklus suatu sistem dinamis yang
saling mempengaruhi antara guna lahan dan transportasi. Pola guna lahan dapat mengidentifikasikan kegiatan perkotaan disetiap zona yang bersangkutan.
Setiap zona dapat dicirikan dengan tiga ukuran, yaitu jenis kegiatan, intensitas penggunaan dan aksebilitas antar guna-lahan Warpani, 1990:74-77. Secara
terperinci, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Jenis Kegiatan Jenis kegiatan dapat ditelaah dari dua aspek, yaitu yang umum
menyangkut penggunaannya komersial, industri, permukiman dan yang khusus menyangkut sejumlah ciri yang lebih spesifik daya dukung
lingkungan, luas dan fungsi. Setiap jenis kegiatan membentuk karakteristik sistem transportasi tertentu, sesuai dengan bangkitan yang
ditimbulkan. 2.
Intensitas Guna Lahan Ukuran intensitas guna lahan dapat ditunjukkan oleh kepadatan bangunan
yang dinyatakan dengan nisbi luas lantai per unit luas tanah. Ukuran ini secara khusus belum dapat mencerminkan intensitas pada kegiatan yang
bersangkutan. Data ini bersama-sama dengan jenis kegiatan menjelaskan tentang besarnya perjalanan dari setiap zona.
3. Hubungan Antar Guna Lahan
Kebijaksanaan untuk mengalokasikan industri pada daerah pinggir kota perlu diimbangi Ukuran ini berkaitan dengan daya hubung antar zona
yang terdiri dari jenis kegiatan tertentu. Untuk mengukur tingkat aksebilitas dapat dikaitkan antar pola jaringan perangkutan kota dengan
potensi guna lahan yang bersangkutan. Meyer dalam bukunya “Urban Transportation Planning” menyimpulkan
bahwa sistem interaksi guna lahan dan transportasi tidak pernah mencapai keseimbangan, sebagai contoh: populasi sebagai salah satu subsistem selalu
berkembang setiap saat mengakibatkan subsistem lainnya akan berubah untuk mengantisipasi kondisi. Yang pasti adalah sistem tersebut akan selalu menuju
keseimbangan. Hal yang utama dalam keseimbangan sama pentingnya dengan efisiensi
Rafsky, 1997:23. Kesetimbangan mensyaratkan adanya pembangunan jaringan transportasi untuk mengembangkan suatu kawasan dalam kota. Tentunya akan
menjadi tidak efisien, jika suatu industri baru ditempatkan pada suatu lokasi yang mempunyai kepadatan tinggi dan volume lalu lintas yang tinggi. Industri baru itu
akan sulit berkembang dengan penyediaan jaringan transportasi yang tidak memadai. Makin tinggi aktivitas suatu tata guna lahan makin tinggi pula tingkat kemampuannya
dalam menarik arus lalu lintas begitu pula sebaliknya. Dengan adanya guna lahan
yang berkembang maka akan mengakibatkan peningkatan arus pergerakan, pola persebaran dan permintaan pergerakan yang mana perubahan-perubahan tersebut
berkonsekuensi dengan aksebilitas. 2.3.2.2 Pengertian penggunaan lahan
Lahan kota merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena lahan tersebut merupakan tempat manusia melakukan segala
aktifitasnya. Pengertian lahan dapat ditinjau dari beberapa segi, ditinjau dari segi fisik
geografi, lahan adalah tempat dimana sebuah hunian tercipta dan mempunyai kualitas fisik yang penting dalam penggunaannya.
Sementara ditinjau dari segi ekonomi lahan adalah suatu sumber daya alam yang mempunyai peranan penting dalam produksi Lichfield dan Drabkin, 1980:12.
Beberapa sifat atau karakteristik lahan yang dikemukakan oleh Sujarto dan Drabkin adalah sebagai berikut:
1. Secara fisik, lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh
kemungkinan penurunan nilai dan harga, dan tidak terpengaruh oleh waktu.
2. Perbedaan antara lahan tidak terbangun dan lahan terbangun adalah lahan
tidak terbangun tidak akan dipengaruhi oleh kemungkinan penurunan nilai, sedangkan lahan terbangun nilainya cenderung turun karena
penurunan nilai struktur bangunan yang ada di atasnya. Tetapi penurunan nilai struktur bangunan juga dapat meningkatkan nilai lahannya karena
adanya harapan peningkatan fungsi penggunaan lahan tersebut selanjutnya.Lahan tidak dapat dipindahkan not transportable tetapi
sebagai substitusinya intensitas penggunaan lahan dapat ditingkatkan. Sehingga faktor lokasi untuk setiap jenis penggunaan lahan tidak sama.
3. Lahan tidak hanya berfungsi untuk tujuan produksi tetapi juga sebagai
investasi jangka panjang long-term investment atau tabungan. Keterbatasan lahan dan sifatnya yang secara fisik tidak terdepresiasi
membuat lahan menguntungkan sebagai tabungan. Keunikan sifat lahan mendorong pergeseran aktifitas penduduk perkotaan ke
lahan yang mulai berkembang di daerah penggiran kota, tidak hanya sebagai barang produksi tetapi juga sebagai investasi terutama pada lahan-lahan yang mempunyai
prospek akan menghasilkan keuntungan yang tinggi. Penggunaan lahan adalah suatu proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatan
lahan bagi maksud pembangunan secara optimal dan efisien Sugandhy, 1989:1. Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan
aktifitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktifitas penduduk di suatu tempat berdampak pada makin meningkatnya perubahan
penggunaan lahan. Selain itu penggunaan lahan dapat diartikan pula suatu aktifitas manusia pada lahan yang langsung berhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan
Soegino, 1987:24. Penggunaan lahan dapat diartikan juga sebagai wujud atau bentuk usaha kegiatan pemanfaatan suatu bidang tanah pada suatu waktu
Jayadinata,1992.
2.3.2.3 Penggunaan lahan kota Ada 3 tiga sistem yang berhubungan dengan penggunaan lahan kota, yaitu
Chapin,1979:28-31: 1.
Sistem aktivitas kota, berhubungan dengan manusia dan lembaganya seperti rumah tangga, perusahaan, pemerintahan dan lembaga-lembaga
lain dalam mengorganisasikan hubungan-hubungan mereka sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan keterkaitan antara yang
satu dengan yang lain dalam waktu dan ruang. Dalam melakukan interaksi ini, melibatkan dimensi hubungan yang kadang-kadang menggunakan
media tetapi tidak jarang juga berhadapan langsung dengan didukung oleh sistem transportasi. Jadi, dalam konteks ini sistem aktifitas kota
mewujudkan aktifitas-aktifitas antar tempat dan antar perjalanan dan tempat sebagai pelengkap kegiatan mereka. Dengan kata lain, pergerakan
diwujudkan dalam jaringan transportasi dan aktifitas dalam bentuk guna lahan.
2. Sistem pengembangan lahan, berhubungan dengan proses konversi atau
rekonversi lahan ruang dan penyesuaiannya bagi kegunaan manusia dalam mendukung sistem aktifitas yang telah ada sebelumnya. Sistem
pengembangan lahan ini berhubungan dengan lahan kota baik bagi dari segi penyediaan maupun dari segi ekonomisnya. Dalam sistem
pengembangan lahan ini, unsur-unsur yang terlibat adalah pemilik lahan, developer
, konsumen, agen keuangan dan agen-agen masyarakat.
3. Sistem lingkungan, berhubungan dengan unsur-unsur biotik dan abiotik
yang dihasilkan dari proses alam yang dikaitkan dengan air, udara dan zat- zat lain. Sistem ini berfungsi untuk menyediakan tempat bagi kehidupan
dan keberadaan manusia dan habitat serta sumber daya untuk mendukung kelangsungan hidup manusia.
Ketiga sistem tersebut akan saling mempengaruhi dalam membentuk struktur penggunaan lahan kota. Di negara-negara yang telah maju, unsur yang paling
mempengaruhi dalam pembentukan struktur ruang kota ini adalah sistem aktivitas karena di negara yang telah maju tersebut biasanya mempunyai penduduk yang padat
dan banyak serta bermacam-macam kegiatan kota sehingga sistem aktivitas masyarakat kotanya akan jauh lebih baik berperan dari pada sistem pengembangan
lahan dan sistem lingkungannya. Pada dasarnya ketiga sistem tersebut apabila saling berinteraksi dan saling berhubungan satu dengan yang lain akan membentuk suatu
pola penggunaan lahan kota. Pola penggunaan lahan kota ini akan terus berkembang seiring dengan perkembangan kotanya.
2.3.2.4 Jenis Penggunaan lahan Lahan kota terbagi menjadi lahan terbangun dan lahan tak terbangun. Lahan
terbangun terdiri dari perumahan, industri, perdagangan, jasa dan perkantoran. Sedangkan lahan tak terbangun terbagi menjadi lahan tak terbangun yang digunakan
untuk aktivitas kota kuburan, rekreasi, transportasi, ruang terbuka dan lahan tak terbangun non aktivitas kota pertanian, perkebunan, area perairan, produksi dan
penambangan sumber daya alam. Untuk mengetahui penggunaan lahan di suatu wilayah maka perlu diketahui komponen-komponen penggunaan lahannya.
Berdasarkan jenis pengguna lahan dan aktivitas yang dilakukan di atas lahan tersebut, maka dapat diketahui komponen-komponen pembentuk guna lahan Chapin dan
Kaiser, 1979:28-30. Menurut Maurice Yeates, komponen penggunaan lahan suatu wilayah terdiri atas Yeates,1980:
1. Permukiman
2. Industri
3. Komersial
4. Jalan
5. Tanah Publik
6. Tanah Kosong
Sedangkan menurut Hartshorne, komponen penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi Hartshorne, 1980:
1. Private Uses, penggunaan lahan untuk kelompok ini adalah penggunaan
lahan permukiman, komersial, dan industri. 2.
Public Uses, penggunaan lahan untuk kelompok ini adalah penggunaan lahan rekreasi dan pendidikan.
3. TransportasiJalan.
Dan menurut Lean dan Goodall, komponen penggunaan lahan dibedakan menjadi:
1. Penggunaan lahan yang menguntungkan.
Komponen penggunaan lahan ini meliputi penggunaan lahan untuk pertokoan, perumahan, industri, kantor dan bisnis. Tetapi keberadaan guna
lahan ini tidak lepas dari kelengkapan penggunaan lahan lainnya yang cenderung tidak menguntungkan, yaitu penggunaan lahan untuk sekolah,
rumah sakit, taman, tempat pembuangan sampah, dan sarana prasarana. Pengadaan sarana dan prasarana yang lengkap merupakan suatu contoh
bagaimana guna lahan yang menguntungkan dari suatu lokasi dapat mempengaruhi guna lahan yang lain. Jika lahan digunakan untuk suatu
tujuan dengan membangun kelengkapan untuk guna lahan disekitarnya, maka hal ini dapat meningkatkan nilai keuntungan secara umum, dan
meningkatkan nilai lahan. Dengan demikian akan memungkinkan beberapa guna lahan bekerjasama meningkatkan keuntungannya dengan
berlokasi dekat pada salah satu guna lahan. 2.
Penggunaan lahan yang tidak menguntungkan. Komponen penggunaan lahan ini meliputi penggunaan lahan untuk jalan,
taman, pendidikan dan kantor pemerintahan. Sementara menurut Keputusan Menteri Negara KBPN Nomor: 1 Tahun 1997, komponen
penggunaan lahan di suatu wilayah meliputi: a.
Perumahan, penggunaan lahan untuk perumahan ini masih dirinci dalam penggunaan lahan untuk perumahan teratur, perumahan tidak
teratur, perumahan bertingkat, dan kuburanmakam.
b. Industri
dan Pergudangan, penggunaan lahan untuk industripergudangan masih rinci dalam penggunaan lahan untuk
industri pertanian, industri non pertanian, dan pergudangan. c.
Jasa, penggunaan lahan untuk jasa terdiri atas jasa pemerintahan, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa peribadatan, dan jasa pelayanan
umum. d.
Komersial, penggunaan lahan untuk tanah komersial terdiri atas pasar, perdagangan umum, akomodasi dan rekreasi, lembaga usaha,
prasarana transportasi. e.
Taman, penggunaan lahan untuk taman yang dimaksud adalah taman kota.
f. Tanah tidak ada bangunan, penggunaan lahan untuk lahan ini adalah
tanah kosong, pertanian tanah basah, pertanian tanah kering, peternakan, perikanan, dan hutan.
g. Lain-lain, penggunaan lahan untuk lain-lain yang dimaksud adalah
jalan, sungai, saluran, rawa, dan waduk.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa guna lahan yang menguntungkan mempunyai keterkaitan yang besar dengan guna lahan yang tidak menguntungkan.
Guna lahan utama yang dapat dikaitkan dengan fungsi perumahan adalah guna lahan komersial, industri ringan, dan guna lahan publik maupun semi publik Chapin dan
Kaiser, 1979:248:
1. Guna lahan komersial.
Fungsi komersial dapat dikombinasikan dengan perumahan melalui percampuran secara vertikal. Guna lahan komersial yang harus dihindari
dari perumahan adalah perdagangan grosir dan perusahaan besar. 2.
Guna lahan industri. Keberadaan industri tidak saja dapat memberikan kesempatan kerja,
namun juga memberikan nilai tambah melalui lansekap dan bangunan megah yang ditampilkannya. Jenis industri yang harus dihindari dari
perumahan adalah industri pengolahan minyak, industri kimia, pabrik baja dan industri pengolahan hasil tambang.
3. Guna lahan publik maupun semi publik.
Guna lahan ini meliputi guna lahan untuk pemadam kebakaran, tempat ibadah, sekolah, area rekreasi, kuburan, rumah sakit, terminal dan lain-
lain.
2.3.2.5 Perubahan guna lahan
Pengertian perubahan guna lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumber daya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan
lainnya. Namun dalam kajian land economuics, pengertiannya difokuskan pada proses
dialihgunakannya lahan dari lahan pertanian atau perdesaan ke penggunaan non pertanian atau perkotaan.
Perubahan guna lahan ini melibatkan baik reorganisasi struktur fisik kota secara internal maupun ekspansinya ke arah luar Pierce, 1981. Perubahan guna
lahan ini dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab. Ada empat proses utama yang menyebabkan terjadinya perubahan guna lahan yaitu Bourne,
1982: 1.
Perluasan batas kota. 2.
Peremajaan di pusat kota. 3.
Perluasan jaringan infrastruktur. 4.
Tumbuh dan hilangnya pemusatan aktivitas tertentu. Dilihat dari faktor-faktor penyebabnya, pada umumnya proses perkembangan
penggunaan lahan kota-kota di Indonesia dipengaruhi faktor penentu dari segi ekonomi economic determinant.
Menurut Santoso 1999, secara rasional pembangunan lahan oleh masyarakat biasanya ditentukan berdasarkan pendapatan atau produktifitas yang bisa dicapai oleh
lahan, sehingga muncul konsep highest and best use, artinya adalah penggunaan
lahan terbaik adalah penggunaan yang dapat memberikan pendapatan tertinggi. Jadi, perubahan penggunaan lahan kota terjadi karena pergantian kegiatan
kurang produktif menjadi kegiatan lain yang lebih produktif Jayadinata, 1991.
2.3.2.6 Jenis perubahan guna lahan Setiap jenis guna lahan memiliki sifat kesesuaian yang berbeda di setiap
tingkat nilai lahan. Variabel yang membedakan sifat kesesuaian tersebut adalah
tingkat produktivitas setiap jenis guna lahan. Tingkat produktivitas suatu jenis kegiatan dapat dicerminkan dari kemampuannya dalam membayar sewa lahan yang
merupakan kompensasi dari kestrategisan lokasi yang ditempati. Peningkatan kebutuhan lahan, keterbatasan lahan, perbedaan produktivitas
kegiatan dan perbedaan kestrategisan lokasi mengakibatkan dinamika guna lahan yang intinya berupa proses perubahan dari suatu guna lahan menjadi guna lahan lain.
Perubahan guna lahan di koridor jalan Jend.Abdul Haris Nasution didomonasi oleh perubahan guna lahan non-komersial dan komersial yang menunjukkan bahwa
kawasan tersebut sedang berkembang.
2.3.2.7 Kecepatan perubahan guna lahan
Secara garis besar kegiatan di wilayah perkotaan berdasarkan fungsinya terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu kegiatan non-komersial dan kegiatan
komersial. Pembagian kegiatan menjadi dua kelompok besar karena kedua kelompok tersebut memiliki karasteristik perkembangan yang berbeda.
1. Guna Lahan Non-Komersial.
a. Perumahan.
Perubahan pada umumnya merupakan penggunaan lahan jangka panjang, karena merupakan asset dengan nilai tertinggi bagi setiap
keluarga pemilik rumah. Perumahan dengan sifatnya yang membutuhkan suasana yang tenang, pripacy dan bukan merupakan
faktor produksi, mengakibatkan produktivitas dan kemampuan
kompetisinya rendah. Perkembangan perumahan di pusat kota pada umumnya rendah bahkan menurun, karena terbatasnya lahan, dan
lahan perumahan yang sudah ada berubah menjadi guna lahan lain, sedangkan di pinggiran kota perumahan berkembang lebih cepat,
karena banyak lahan yang tersedia. Koridor Jalan Abdul Haris Nasution merupakan wilayah baru sub pusat kota yang sudah mulai
menjadi lahan terbangun, seperti perkembangan perumahan yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan.
b. Sarana-prasarana Sosial dan Institusi Pemerintah.
Sarana-sarana sosial dan institusi pemerintah merupakan guna lahan dengan produktivitas lahan rendah, bersifat sosial dan penentuan
lokasinya sangat dipengaruhi oleh kebijaksanaan pemerintah. Aspek yang mendasari keberadaan dan pengalokasian sarana-sarana sosial
penduduk yang dilayani dan jarak pencapaian, sehingga jumlah satuan unit luas lahan sarana-sarana sosial dan institusi pemerintah
disesuikan dengan jumlah penduduk di wilayah pelayanan. Kadang kala pengalokasian guna lahan institusi pemerintah didasari oleh aspek
politis. 2.
Guna lahan komersial. Kegiatan komersial merupakan kegiatan yang berorientasi untuk
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, oleh karena itu,
perkembangan lahan komersial secara kuantitas sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi kota.
Perkembangan kegiatan komersial berkaitan dengan perkembangan kemampuan penduduk dalam berbelanja yang diindakasikan dengan
jumlah pendapatan perkapita penduduk kota total yang merupakan hasil perkalian antara jumlah penduduk kota dengan pendapatan perkapita
Goldberg, 1984:124. Kondisi perekonomian, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk kota
Padandsidimpuan yang berkembang berpengaruh besar terhadap perkembangan kegiatan komersial, yang pada akhirnya meningkatkan
kuantitas guna lahan komersial.
2.3.2.8 Arah perubahan guna lahan
Arah perubahan guna lahan merupakan salah satu karasteristik kecenderungan dinamika guna lahan, salah satunya disebabkan oleh perbedaan produktifitas setiap
guna lahan. Sebagai contoh, lahan komersial lebih terfokus di pusat kota, pusat- pusat
perbelanjaan lebih banyak tumbuh di sepanjang jalan arteri utama dari pada ditempat lain, kegiatan industri manufaktur berkembang di pinggiran kota, dan lain sebagainya
Yeates, 1980:186. Berdasarkan kegiatan diatas, disimpulkan bahwa setiap jenis guna lahan
memiliki preferensi terhadap lokasi yang berbeda. Khususnya bagi guna lahan yang
komersial, tingkat aksebilitas menjadi aspek yang sangat berpengaruh dalam proses pemilihan lokasi pengembangan kegiatan komersial.
2.3.2.9 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan guna lahan
Faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi beberapa sistem Chapin, 1979:265:
1. Sistem aktivitas kota.
2. Sistem pengembangan lahan.
3. Sistem lingkungan.
Sistem aktivitas kota adalah cara manusia dan lembaganya seperti lembaga
rumah tangga, lembaga perusahaan, lembaga pemerintahan dan lain-lain mengorganisasikan berbagai aktivitasnya dalam rangka memenuhi berbagai
kebutuhan hidupnya dan berinteraksi satu dengan lainnya dalam waktu dan ruang. Sistem pengembangan lahan adalah suatu proses konversi dan rekonversi
lahan dan proses penyesuaiannya untuk berbagai penggunaan lahan dalam skala waktu dan ruang sesuai dengan sistem aktivitas kotanya. Dalam kaitannya dengan
lahan perkotaan, sistem ini berpengaruh dalam penyediaan lahan kota dan didalam pengembangannya dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi kota dan penguasaan
ilmu dan teknologi dalam mengeliminasi adanya limitasi terhadap lahan yang dimanfaatkan.
Sistem lingkungan, adalah sistem kehidupan biotik dan abiotik karena proses ilmiah yang bertitik tolak pada kehidupan tumbuhan dan hewan dan proses-proses
fundamental yang berhubungan dengan air dan udara. Sistem ini menyediakan tempat bagi kelangsungan hidup manusia dan habitat serta sumber daya lain guna
mendukung kehidupan manusia. Sistem lingkungan dalam hal ini lebih berfungsi sebagai sumber daya yang mendukung kedua sistem tersebut diatas dan berada pada
posisi penyediaan lahan. Dari ketiga sistem tersebut, sistem aktivitas merupakan penentu utama guna lahan yang meliputi:
1. Individu dan rumah tangga, dengan komponen-komponennya:
a. Kegiatan rutin rumah tangga.
b. Kegiatan sosial.
c. Kegiatan interaksi sosial.
d. Kegiatan rekreasi.
e. Kegiatan istirahat dan santai.
2. Perusahaan:
a. Kegiatan produksi.
b. Kegiatan pelayanan individu, rumah tangga, perusahaan dan
kelembagaan. 3.
Kelembagaaninstitusi: a.
Kegiatan pembangunan manusia. b.
Kegiatan dasar pelayanan masyarakat. c.
Kegiatan-kegiatan pada kelompok tertentu.
2.3.2.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan guna lahan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan guna lahan adalah:
1. Topografi
Topografi merupakan faktor pembatas bagi perkembangan suatu kawasan karena topografi tidak dapat berubah kecuali dalam keadaan
yang labil. Meskipun demikian usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah topografi atau mengatasi keadaan ketinggian, kelerengan
tanah misalnya dengan menggali bukit, menguruk tanah, reklamasi lautrawa dapat mengurangi hambatan.
2. Penduduk
Perkembangan penduduk menyebabkan kebutuhan lahan untuk permukiman meningkat sebagai akibat langsung dari pemenuhan
kebutuhan permukiman. Peningkatan kebutuhan lahan untuk permukiman sudah tentu diikuti oleh tuntutan kebutuhan lahan untuk
sarana dan prasarana serta fasilitas yang lain. 3.
Nilai lahan Nilai lahan atau land value adalah suatu penilaian atas lahan didasarkan
pada kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan produktifitas dan strategi ekonominya. Harga lahan adalah penilaian atas
lahan yang diukur berdsarkan harga nominal dalam satuan uang untuk satuan luas pada pasaran lahan Derin-Drabkin, 1977.
Teori nilai lahan menjelaskan bahwa nilai lahan dan penggunaan lahan mempunyai kaitan yang sangat erat. Seperti diketahui apabila masalah
nilai lahan ini dikaitkan dengan pertanian misalnya maka variasi nilai
lahan ini banyak tergantung pada “fertility” kesuburan, faktor lingkungan, drainase dan lokasi dimana lahan tersebut berada. Hal yang
terakhir ini banyak berkaitan dengan masalah aksesibilitas. Lahan-lahan yang subur pada umumnya memberikan “output” yang lebih besar
dibandingkan dengan lahan yang tidak subur dan akibatnya akan mempunyai nilai yang lebih tinggi serta harga yang lebih tinggi pula.
Walau demikian ada pula nilai-nilai lahan yang tidak ditentukan oleh kesuburan seperti contoh di atas, tetapi lebih banyak ditentukan oleh
lokasi. Dalam hal ini untuk lokasi tertentu mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi yang lain. Derajat aksesibilitaslah
yang mewarnai tinggi rendahnya nilai lahan ini. Semakin tinggi aksesibilitas suatu lokasi semakin tinggi pula nilai lahannya dan biasanya
hal ini dikaitkan dengan beradanya konsumen akan barang dan jasa. Derajad keterjangkauan ini berkaitan dengan “potential shoppers” yang
banyak dan kemudahan untuk datangpergi kedari lokasi tersebut atau pasar.
Nilai lahan dapat diukur secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran langsung dikaitkan dengan kesuburan dan faktor lingkungan
tertentu untuk maksud sebagai lokasi pertanian arti luas dan nilai produktivitasnya secara langsung dapat diukur. Pengukuran tidak
langsung dikaitkan dengan kemampuan ekonomiproduktifitasnya dari segi letaknya untuk penempatan fungsi-fungsi.
Oleh karenanya nilai lahan dapat bernilai rendah bila kesuburannya rendah tetapi dapat pula menjadi tinggi apabila letaknya strategis untuk
maksud-maksud ekonomi non pertanian. Apabila dua-duanya menunjukkan nilai tinggi maka sudah jelas bahwa nilainya akan tinggi
pula, namun apabila salah satu diantaranya rendah maka nilainya dapat rendah atau mungkin pula dapat tinggi. Dengan demikian nyatalah bahwa
perbedaan nilai lahan akan sangat bervariasi sekali. Oleh karena untuk studi kota, orientasi penggunaan lahannya adalah non pertanian maka
penilaian atas lahan semata-mata dilakukan secara tidak langsung yakni produktifitas lahan yang ditimbulkan oleh keberadaan lokasi. Atas dasar
inilah struktur penggunaan lahan kota akan terseleksi menurut kemampuan fungsi-fungsi membayar lahan tersebut. Memang faktor
ekonomi bukan merupakan faktor satu-satunya penentu penggunaan lahan karena faktor-faktor lain seperti faktor sosial dan politik juga berperan
besar, namun kekuatan ekonomi nampaknya masih mendominasi dan tidak dapat diabaikan begitu saja dalam setiap analisa penggunaan lahan
di dalam dan disekitar kota Mather, 1986. Dilihat dari faktor-faktor penyebabnya, pada umumnya proses perubahan penggunaan lahan kota-
kota di Indonesia dipengaruhi faktor penentu dari segi ekonomi economic determinants. Dalam perspektif ekonomi, penggunaan
sebidang lahan perkotaan ditentukan pasar lahan perkotaan the urban land market. Ini berarti bahwa lahan merupakan komoditi yang
diperdagangkan sehingga penggunaannya ditentukan oleh tingkat demand dan supply. Sesuai dengan teori keseimbangan klasik harga lahan menjadi
fungsi biaya yang menjadikan lahan produktif dan fungsi pendapatan dari pengembangan suatu lahan. Seperti yang diungkapkan Santoso, 1999,
secara rasional penggunaan lahan oleh masyarakat biasanya ditentukan berdasarkan pendapatan atau produktifitas yang bisa dicapai oleh lahan,
sehingga muncul konsep highest and best use, artinya penggunaan lahan terbaik adalah penggunaan yang dapat memberikan pendapatan tertinggi.
Jadi faktor ekonomi menjadi pegangan dalam pengambilan keputusan untuk mengembangkan sebidang lahan. Beberapa penemuan baru juga
mengungkapkan bahwa dengan nilai lahan dari pusat kota menuju ke arah luar kota ternyata terdapat penyimpangan disana-sini.
Kalau pada kota-kota hipotesis dipersyaratkan bahwa derajat aksesibilitas ke segala arah menunjukan keseragaman, namun pada kenyataannya tidak
terjadi demikian. Pengaruh jaring-jaring transportasi baik itu “ring road” maupun “radial road” telah membuktikan penyimpangan-penyimpangan
ini, penelitian Berry 1963 membuktikan hal tersebut. Memang untuk kota-kota kecil, gambaran ideal tentang “distance decay principle” untuk
nilai lahan masih nampak. Terdapat degradasi yang teratur mengenai nilai lahan dari pusat kota
kearah luar terdapat hubungan negatif antara nilai lahan dan jarak dari pusat kota Gambar 2.28, dan 2.29.
Gambar 2.28 Distribusi Nilai Lahan Kota Kecil Berry, 1963 Sumber: Yunus 1999:72
Gambar 2.29 Distribusi Nilai Lahan Kota Besar Berry,1963 Sumber: Yunus 1999:73
Untuk kota-kota besar ternyata keadaannya sangat berbeda. Dikarenakan jaring transportasinya sudah berkembang sedemikian rupa ring road
maupun radial road maka pada perpotongan-perpotongan jalan antar keduanya memberikan derajat aksesibilitas yang lebih tinggi dibanding
dengan tempat lain tanpa perpotongan. Hal ini mendorong timbulnya puncak-puncak kecil mini peaks dari pada nilai lahannya. Kalau pada
pusat kota ditandai dengan puncak utamabesar grand peak dimana nilai lahannya tertinggi, maka pada perpotongan-perpotongan jalan antara
“ring road” dan “radial road” akan muncul puncak-puncak mini mini
peak dari nilai lahan. Sesuai dengan “distance decay principle” maka puncak-puncak mini nilai lahan ini pun menunjukkan gradasi yang nyata.
Mini peak yang terletak lebih dekat dengan pusat kota mempunyai kisaran
nilai lahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mini peaks yang terletak lebih jauh Gambar 2.30.
Gambar 2.30 Hubungan antara “Locatian Rent” dengan Jarak ke Pasar Sumber: Yunus 1999:73
4. Aksesibilitas
Dalam struktur ruang kota, terdapat beberapa faktor yang terkait dengan nilai ekonomi lahan. Menurut Lean dan Goodall 1976:135-141,
aksesibilitas accesibility suatu lahan dan faktor saling melengkapi complementarity antar penggunaan lahan akan menentukan nilai
ekonomi suatu lahan. Suatu lahan dengan jangkauan transportasi yang baik mempunyai nilai ekonomi yang relatif lebih baik, karena akan
mengurangi biaya perjalanan traveling cost dan waktu tempuh. Sebagaimana dikemukakan Wingo, 1961 bahwa harga lahan
merupakan fungsi dari biaya transportasi. Dimana ongkos transportasi dapat mempengaruhi sewa lahan dan permintaan lahan permukiman.
5. Prasarana dan Sarana.
Kelengkapan sarana dan prasarana, sangat berpengaruh dalam menarik penduduk untuk bermukim disekitarnya, sehingga dapat menarik
pergerakan penduduk untuk menuju ke daerah tersebut. 6.
Daya dukung lingkungan Kemampuan daya dukung lahan dalam mendukung bangunan yang ada
diatasnya, menentukan kawasan terbangun, lahan pertanian, dan harus dipelihara serta dilindungi.
2.4 Konsep Transportasi