Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Miskin (Studi pada Masyarakat di Pemukiman Kumuh Jalan Tirtosari Ujung, Kecamatan Medan Tembung)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Bungin, Burhan. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Damsar. 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Departemen Sosial RI. 2006. Rencana Strategi Penangggulangan

Kemiskinan Program Pemberdayaan Fakir Miskin 2006-2010. Jakarta.

Dhini, Sita. 2009. Strategi Bertahan Buruh Kontrak Dalam Memenuhi

Kebutuhan Pokok. Skripsi (S1). Medan: Program Studi Sosiologi

Sumatera Utara.

Faisal, Sanapiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Moeleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Hadari. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sarman, Mukhtar dan Sajogyo. 2000. Masalah Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta: Puspa Swara.

Siagian, Matias. 2012. Kemiskinan Dan Solusi. Medan: Grasindo Monoratama.


(2)

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sugyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta. Sumarno. 1996. Masyarakat Pinggiran Rel. Skripsi (S1). Medan: Program

Studi Sosiologi Universitas Sumatera Utara.

Suparlan, Parsudi. 1983. Kemiskinan Di Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Supriatna, Tjahya. 2000. Strategi Pembangunan Dan Kemiskinan. Jakarta: Rineka Cipta

Sumber Online:

09.36 wib).

wib).

Landasan Teori Strategi Coping, (Diakses 12 September 2013 pukul 20.45)

Hartika, Dewi, Nasution. 2006. Jurnal Pemberdayaan Komunitas: Adaptasi

Masyarakat Miskin Terhadap Inflasi Akibat Kenaikan Harga BBM,

(Online), vol


(3)

Hidayah, Nur. 2004. Jurnal Strategi Bertahan: Strategi Bertahan Hidup

Pedagang Asongan Di Stasiun Lempuyangan Yogyakarta Dan Balapan Solo, (Online)

wib).

Suhartini, Tina. 2008. Strategi Bertahan Hidup Anak Jalanan. Skripsi (S1), (Online), Bogor: Program Studi Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat Institute Pertanian Bogor, (http://repository.ipb.ac.id/bitstr eam/123456789/2923/1/A08tsu_abstract.pdf/ Diakses 8 Oktober 2013 pukul 20.25 wib).

Wahyudi, Hendra. 2007. Jurnal harmoni sosial: Strategi Adaptasi Sosial

Ekonomi Keluarga Miskin Pasca Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak, (online) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/292

3/1/A08tsu_abstract.pdf/ Diakses 14 November 2013 pukul 18.25 wib).


(4)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yamg dialami oleh objek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan nilai-nilai, secara holistik dan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2006:1). Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, peneliti akan memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam mengenai strategi bertahan hidup masyarakat miskin di Jalan Tirtosari Ujung, Kecamatan Medan Tembung.

Penelitian deskriptif merupakan suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendiskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, ka rakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72).

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Jalan Tirtosari Ujung Kecamatan Medan Tembung, Kelurahan Bantan. Adapun alasan pemilihan lokasi ini adalah karena daerah ini merupakan daerah pinggiran kota yang terdapat masyarakat miskin


(5)

dengan kondisi perekonomiannya yang masih sangat rendah, terlihat dari bentuk pemukiman mereka yang kumuh dan pekerjaan yang mereka lakukan yaitu mencari dan mengumpulkan barang-barang dan plastik bekas yang di bersihkan lalu di keringkan di depan rumah mereka untuk di jual kembali.

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 2002:22). Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah semua kepala keluarga dari masyarakat miskin yang bermukim di jalan Tirtosari Ujung, Kecamatan Medan Tembung. didalam penelitian ini, peneliti merupakan instrument kunci yang sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif. untuk itu peneliti secara individu akan turun langsung ke tengah-tengah masyarakat guna memperoleh data dari informan. dari keseluruhan unit analisis akan diambil informan yang dianggap dapat menjawab permasalahan penelitian ini.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang yang diwawancarai, dimintai informasi oleh pewawancara. Informan dianggap orang yang menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin 2008: 108)

Adapun orang-orang yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dapat mendukung terjadinya proses penelitian, yaitu:

1. Kepala Lingkungan di jalan Tirtosari Ujung, Kecamatan Medan Tembung.


(6)

2. Jumlah keluarga miskin di Jalan Tirtosari Ujung ada sekitar 100 kk, namun hanya beberapa keluarga miskin saja yang menjadi informan dalam penelitian ini yaitu yang bekerja di sektor informal seperti pemulung, dan telah tinggal dan menetap lebih dari satu tahun di pinggiran rel tersebut.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2005:62). Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.

3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian melalui observasi dan wawancara di lapangan, oleh karena itu untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

a. Metode Observasi

Observasi, merupakan pengamatan yang menyeluruh terhadap gejala-gejala sosial yang terlihat dilapangan. dalam kegiatan observasi, peneliti melakukan pencatatan terhadap kejadian, perilaku,- dan berbagai objek lainnya yang diperlukan untuk mendukung peneliti annya. Metode observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian


(7)

(Nawawi, 2005:100). Pada penelitian ini peneliti mengobservasi apa-apa saja kegiatan yang sering dilakukan masyarakat miskin di jalan tirtosari ujung agar dapat bertahan hidup.

b. Metode Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam yaitu untuk mendapatkan data secara lengkap sebagaimana yang diinginkan,dibantu oleh instrument penelitian. menu rut (Moleong, 2000:196), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. wawancara dilakukan secara berulang-ulang untuk mendapatkan informasi yang akurat dengan menggunakan bantuan alat perekam dan pedoman wawancara. dalam hal ini peneliti nantinya akan mewawancarai informan yang menjadi subjek penelitian guna mengetahui bagaimana strategi bertahan hidup masyarakat miskin di Jalan Tirtosari Ujung, Kecamatan Medan Tembung.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan informasi yang diperoleh melalui studi kepustak aan dengan mengumpulkan data dari hasil penelitian yang sebelumnya, jurnal-jurn al ilmiah, buku-buku referensi, artikel, dokumen dan tulisan-tulisan lain yang menunjang dan berhubungan dengan penelitian ini. Data ini sering juga disebut se bagai data yang diperoleh dari sumber kedua atau dari sumber sekunder dari data- yang kita butuhkan (Bungin, 2008:122).


(8)

3.5. Interpretasi Data

Dalam penelitian kualitatif peneliti dapat mengumpulkan banyak data baik dari hasil wawancara, observasi maupun dari dokumentasi. data tersebut semua pada umumnya masih dalam bentuk catatan lapangan, oleh karena itu perlu diseleksi dan dibuat kategori-kategori. data yang telah diperoleh dari studi kepustakaan juga terlebih dahulu di evaluasi untuk memastikan relevansinya dengan permasalahan penelitian. setelah itu data dikelompokkan menjadi satuan yang dapat dikelola, kemudian dilakukan interpretasi data yang mengacu pada tinjauan pustaka. sedangkan hasil observasi dinarasikan sebagai pelengkap data penelitian. akhir dari semua proses ini adalah penggambaran atau penuturan dalam bentuk kalimat-kalimat tentang apa yang telah diteliti sebagai dasar dalam pengambilan kesimpulan (Faisal, 2007:275).


(9)

3.6. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Pra observasi √ √

2 Acc Judul Penelitian √

3 Penyusunan Proposal √ √

4 Bimbingan Proposal √ √

5 Seminar Proposal √

5 Revisi Proposal √ √

6 Penelitian Lapangan √ √ √

7 Pengumpulan dan Interpretasi Data √ √ √ √

8 Penulisan Laporan √ √ √

9 Bimbingan Skripsi √ √ √


(10)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Ringkas Kelurahan Bantan

Kelurahan Bantan adalah salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan Tembung, Kotamadya Medan. Menurut penuturan dari bapak Sekretaris Lurah yaitu pak Nur Hasibuan, Kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Tembung pada awalnya bernama Kampung Kebun Pisang, hal ini dikarenakan di Kelurahan Bantan ini dulunya banyak terdapat pohon pisang. Lalu pada tahun 1952 namanya berubah menjadi Kampung Bantan ataupun Desa Bantan yang dikepalai oleh seorang kepala kampung yang bernama Saad yang berasal dari Daerah Banten yang diangkat berdasarkan hasil pemilihan kepala kampung oleh warga masyarakat yang memegang jabatannya sampai tahun 1953. Kelurahan Bantan ini sebagaimana keberadaan kelurahan pada umumnya merupakan lembaga pemerintahan terendah di antara lembaga pemerintahan yang ada.

Seiring dengan perkembangan waktu, Kampung Bantan ataupun Desa Bantan ini mengalami berbagai perubahan dan kemajuan. Kondisi ini tentu tidak terlepas dari keberadaan Kota Medan sendiri, yang juga terus mengalami perkembangan dan bertambah luas. Bertambah luasnya wilayah kota Medan secara fisik akhirnya juga menyentuh Kampung Bantan ataupun Desa Bantan ini.


(11)

Perkembangan selanjutnya, sampai pada Bulan Juni 1966 Kampung Bantan masih berstatus sebagai kampung dan masih tetap dipimpin oleh seorang kepala kampung bernama Mulardi. Barulah pada Juli 1966 Kampung Bantan ataupun Desa Bantan ini berubah menjadi Kelurahan Bantan yang dikepalai oleh seorang Lurah yang bernama Tengku Anwar yang menjabat sebagai Lurah Kelurahan Bantan dari tahun 1966 sampai tahun 1984.

Kelurahan Bantan sendiri saat ini dipimpin oleh seorang Lurah yang bernama ibu Nila Juwita S.Sos yang telah menjabat selama dua setengah tahun dan pak Sekretaris Lurah yang bernama Nur Hasibuan. Kelurahan Bantan saat ini memiliki 14 lingkungan dimana jalan tirtosari ujung yang menjadi tempat penelitian saya berada di lingkungan 12 yang dipimpin oleh kepala lingkungan yang bernama pak Wahidin yang telah menjabat selama 2 tahun. Kantor kelurahan Bantan sendiri saat ini memiliki anggota sebanyak 8 perangkat kelurahan, 5 kepala urusan, 14 kepala lingkungan dan 1 orang staf.

Keberadaan Kecamatan Medan Tembung pada umumnya dan Kelurahan Bantan khususnya saat ini semakin penting artinya, dengan letaknya yang sangat strategis menghubungkan wilayah penting kota lainnnya dan pelabuhan laut yang bisa ditempuh dengan jalan darat dan kawasan ini dilewati juga oleh jaringan perhubungan kereta api yang menghubungkan pusat kota Medan dengan Belawan sebagai kota pelabuhan.


(12)

4.1.2. Letak Geografis dan Batas Wilayah Kelurahan Bantan

Letak geografis suatu daerah merupakan salah satu faktor yang menentukan bagi perkembangan sosial ekonomi maupun budaya suatu daerah. Begitu pula dengan Kelurahan Bantan yang terletak sangat strategis dan dilewati jalur perkeretaapian sebagai penghubung antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Secara geografis kelurahan ini terletak pada ketinggian 3-8 m dari permukaan laut, merupakan dataran rendah serta memiliki suhu rata-rata 35°c. Luas wilayah kelurahan ini adalah 105,5 ha dan jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan Medan Tembung 1,5 km serta jarak dari pusat Kota Medan 6,0 km, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Bandar Selamat dan Kelurahan Tembung.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai dan Percut Sei Tuan.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Bantan Timur.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung.

4.1.3. Gambaran Penduduk Kelurahan Bantan

Permasalahan kependudukan merupakan problema umum bagi setiap daerah, meskipun penduduk adalah salah satu modal dasar dari pembangunan. Namun jumlah penduduk yang besar saja tanpa dibekali pendidikan, keahlian dan


(13)

keterampilan tidak selalu menjadi jaminan keberhasilan dari suatu pembangunan. Gambaran mengenai penduduk itu bisa saja berupa jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, kewarganegaraan dan kelompok tenaga kerja. Jumlah penduduk Kelurahan Bantan sendiri berdasarkan sumber yang peneliti dapatkan dari dari Kantor Kelurahan Bantan berjumlah sekitar 35.983 jiwa yang terdiri dari 18.096 jiwa laki-laki dan perempuan sekitar 17.887 jiwa dan tersebar di 14 lingkungan. Jumlah kepala keluarga (kk) di Kelurahan Bantan adalah sebanyak 6288 kk.

4.1.3.1. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari struktur penduduk berdasarkan jenis kelamin ini akan terlihat berapa besarnya penduduk pria dan berapa jumlahnya penduduk wanita. Banyaknya pria dan wanita di Kelurahan Bantan ini memiliki perbedaan jumlah akan tetapi tidak begitu besar perbandingannya. Perbandingan ini dapat kita lihat dalam bentuk tabel berikut ini :

Tabel 2

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1.

2.

Pria Wanita

18.096 17.887

50.30 49.70

JUMLAH 35.983 100.00


(14)

Dari tabel di atas kita dapat memperoleh gambaran bahwa jumlah penduduk pria lebih banyak dari jumlah penduduk wanita yaitu 18.096 jiwa atau 50,30%, sedangkan wanita 17.887 jiwa atau 49,79% dengan selisih 209 jiwa atau 0,59%.

4.1.3.2. Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan

Berdasarkan kewarganegaraan, penduduk Kelurahan Bantan dapat dibedakan atas Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA). Komposisi penduduk berdasarkan kewarganegaraan dapat dilihat dalam perbandingan dalam bentuk tabel di bawah ini :

Tabel 3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan

No. Kewarganegaraan Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1.

2.

Warga Negara Indonesia Warga Negara Asing

35.634 349

99.03 0.97

JUMLAH 35.983 100.00

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa mayoritas penduduk Kelurahan Bantan adalah berstatus sebagai WNI yaitu 35.634 jiwa atau 99,03%. Sedangkan yang berstatus sebagai WNA jumlahnya sedikit sekali yaitu hanya berjumlah 349 jiwa atau 0,97%, dengan selisih 35.285 jiwa atau 98.06%.


(15)

4.1.3.3. Penduduk Berdasarkan Agama

Ditinjau dari sudut agama yang dianut oleh penduduk Kelurahan Bantan, terdapat perbedaan jumlah penganutnya yang dikelompokkan atas penganut Agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu dan Budha. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No. Agama Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. Islam Protestan Katolik Hindu Budha 18.642 5.427 1.829 36 10.049 51.80 15.09 5.08 0.11 26.92

JUMLAH 35.983 100.00

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

Dari tabel komposisi penduduk berdasarkan agama di atas, di Kelurahan Bantan ternyata ada dua agama yang paling banyak penganutnnya. Pertama Agama Islam yang berjumlah 18.642 jiwa atau 51,80%, kedua Agama Budha yang berjumlah 10.049 jiwa atau 27,92%, menyusul penganut Agama Kristen Protestan sebanyak 5.427 jiwa atau 15,09%, kemudian penganut Agama Kristen Katolik berjumlah 1.829 jiwa atau 5,08% dan penganut Agama Hindu berjumlah 36 jiwa atau 0,11%. Penduduk yang beragama Islam di daerah ini mayoritas di anut oleh warga dari etnis Suku Jawa, Melayu, Padang dan Mandailing. Agama Budha pada umumnya dianut oleh WNI keturunan Cina. Agama Kristen Protestan


(16)

banyak dianut oleh penduduk yang bersuku bangsa Batak Toba, Nias dan orang asing. Sedangkan Agama Katolik dianut oleh sebahagian orang suku bangsa Batak Toba, sebahagian suku bangsa Karo dan sebahagian orang Jawa, dan untuk Agama Hindu dianut oleh penduduk bersuku bangsa Tamil.

4.1.3.4. Penduduk Berdasarkan Usia Tenaga Kerja

Komposisi penduduk menurut usia tenaga kerja, berdasarkan usia tertentu. Di sini kita dapat melihat jumlah penduduk berdasarkan usia kerja. Tabel di bawah ini akan memperjelas jumlah penduduk kelompok tersebut.

Tabel 5

Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia Tenaga Kerja

No. Kelompok Umur Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6.

10 – 14 15 – 19 20 – 26 27 – 40 41 – 56 57 lebih 4.270 7.670 4.104 7.490 896 540 17.10 30.72 16.43 29.99 3.59 2.17

JUMLAH 24.970 100.00

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa usia 15 – 19 tahun mendominasi kelompok tenaga kerja dengan jumlah 7.670 jiwa atau 30,72 % dari keseluruhan usia kelompok tenaga kerja, menyusul kelompok usia 27 – 40 tahun sebanyak 7.490 jiwa atau 29,99%. Tabel di atas juga memberikan gambaran bahwa jumlah penduduk usia muda sebagai tenaga kerja jumlahnya cukup banyak yaitu 4.270 jiwa atau 17,10%. Sedangkan untuk kelompok tenaga kerja usia 41 – 56 tahun dan


(17)

57 tahun ke atas jumlahnaya sebanyak 896 jiwa atau 3,59% dan 540 jiwa atau 2,17%.

4.1.3.5. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu sarana untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dalam berpikir, baik itu secara formal maupun informal. Dengan bekal pendidikan yang dimiliki, seseorang diharapkan dapat berdiri sendiri dalam menunjang kehidupannya di kemudian hari. Bila ditinjau dari segi pendidikannya, penduduk Kelurahan Bantan cukup bervariasi tingkatannya, sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini :

Tabel 6

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Belum sekolah Taman kanak-kanak Tidak tamat sd Tamat sd Tamat smp Tamat sma

Akademi/D1 – D3 Sarjana (S1 – S3)

565 2.163 2.573 6.195 9.426 11.730 1.991 1.340 1.58 6.02 7.16 17.21 26.19 32.59 5.53 3.72

JUMLAH 35.983 100.00

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

Susunan penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di atas memperlihatkan bahwa dalam bidang pendidikan kelurahan bantan tidak ketinggalan, ini terbukti dari banyaknya jumlah penduduk yang berpendidikan SMA yang merupakan yang terbanyak di kelurahan ini. Bahkan jumlah penduduk yang tamat akademi


(18)

pendidikan D1 – D3 juga tergolong banyak yaitu 1991 jiwa atau 5,53% dan juga penduduk yang berpendidikan sarjana mencapai 1340 jiwa atau 3,72%. Adapun salah satu faktor yang membuat kelurahan ini tidak ketinggalan dalam bidang pendidikan adalah karena perkembangan yang masuk ke kelurahan ini sehingga mereka mulai sadar akan pentingnya pendidikan meskipun belum semua penduduk yang menyadarinya.

4.1.3.6. Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Mata pencaharian merupakan sumber dasar dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Penduduk kelurahan bantan memiliki berbagai sumber mata pencaharian, antara lain ada yang berprofesi sebagai pegawai, pedagang, buruh, jasa, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table di bawah ini :

Tabel 7

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Pegawai negeri sipil TNI Pegawai swasta Pedagang/wiraswasta Pertukangan Buruh Pensiunan Pemulung Jasa 816 52 9.053 7.800 1.160 811 548 247 630 3.86 0.24 42.88 36.94 5.49 3.84 2.59 1.17 2.99

JUMLAH 21.117 100.00


(19)

Dilihat dari sumber mata pencaharian, pekerjaan penduduk Kelurahan Bantan yang terbesar adalah pegawai swasta yaitu 9.053 jiwa atau 42,88%, pedagang 7.800 jiwa atau 34,57%, pertukangan 1.160 jiwa atau 5,49% dan yang terkecil adalah yang bekerja sebagai tentara yaitu sebesar 52 jiwa atau 0,24%. Apabila kita perhatikan angka-angka di atas memang secara ekonomi sudah baik, mengingat kawasan ini memang sebagai kawasan yang sangat pesat pertumbuhannya sebagai kawasan perdagangan dan industri. Akan tetapi sektor kawasan ini banyak didominasi oleh WNI keturunan cina. Sedangkan WNI pribumi lebih banyak yang menjadi buruh. Hal ini disebabkan rendahnya skill dan keahlian WNI pribumi, terutama dalam bidang perdagangan.

4.1.4. Gambaran Sarana dan Prasarana Kelurahan Bantan

Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Sarana dan prasarana merupakan alat yang amat penting bagi pencapaian kehendak dan tujuan. Bagaimana baiknya suatu rencana tanpa didukung oleh adanya sarana, maka tujuan dari perencanaan itu akan sulit tercapai. Dengan demikian dalam merencanakan sesuatu, perlu memperhatikan sarana yang dapat mendukung pencapaian tujuan tersebut. Untuk menunjang aktivitas masyarakat di Kelurahan Bantan, terdapat beberapa sarana dan prasarana yang mendukung beberapa aspek kehidupan masyarakatnya seperti sarana kesehatan, pendidikan, agama, perhubungan, dan pola pemukiman.


(20)

4.1.4.1. Sarana di Bidang Kesehatan

Adapun sarana kesehatan yang terdapat di Kelurahan Bantan adalah puskesmas, rumah sakit, poliklinik, apotik dan posyandu yang semuanya diharapkan dapat menunjang dan mendukung kesehatan masyarakat. Untuk lebih terperinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 8

Keadaan Sarana Kesehatan di Kelurahan Bantan

No. Sarana Kesehatan Jumlah 1.

2. 3. 4. 5.

Puskesmas

Rumah sakit swasta Rumah sakit bersalin Poliklinik

Posyandu

1 unit 2 unit 5 unit 1 unit 11 unit

JUMLAH 20 unit

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

Apabila dibandingkan dengan sarana kesehatan yang ada dengan luas wilayah Kelurahan Bantan 105.5 ha dan dengan jumlah penduduk sebanyak 35.983 jiwa, hanya terdapat 1 unit puskesmas, 2 unit rumah sakit, 5 unit rumah sakit bersalin, 1 unit poliklinik dan 11 unit posyandu. Dari perbandingan ini dapat kita lihat bahwa sarana kesehatan yang ada di Kelurahan Bantan ini kurang memadai.


(21)

4.1.4.2. Sarana di Bidang Agama

Dalam kehidupan beragama, untuk memudahkan masyarakat dalam melaksanakan ibadah, maka di Kelurahan Bantan ini telah didirikan sejumlah rumah ibadah, seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini :

Tabel 9

Keadaan Sarana di Bidang Agama

No. Sarana Agama Jumlah 1.

2. 3. 4. 5.

Mesjid Mushalla Gereja Vihara Pura

17 buah 1 buah 3 buah 1 buah –

JUMLAH 16 buah

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

Jika dibandingkan antara sarana peribadatan seperti Mesjid, Mushalla, Gereja, Vihara dan Pura/Kuil, maka dapat kita lihat sarana peribadatan berupa Mesjidlah yang paling banyak. Hal ini dikarenakan mayoritas penduduk di Kelurahan Bantan beragama Islam. Sedangkan Gereja terdapat 3 buah dan Vihara terdapat 1 buah. Dari data tersebut maka dapat dikatakan bahwa sarana peribadatan di Kelurahan Bantan ini telah memadai. Hanya bagi pemeluk Agama Hindu saja yang belum memiliki tempat peribadatan sendiri di lingkungan ini, sehingga Umat Hindu di kelurahan ini harus mencari tempat ibadah yang ada di lingkungan lain untuk menjalankan ibadah.


(22)

4.1.4.3. Sarana di Bidang Pendidikan

Dalam dunia pendidikan, sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dibutuhkan sarana pendidikan berupa yayasan atau lembaga-lembaga pendidikan. Adapun sarana-sarana di bidang pendidikan yang ada di Kelurahan Bantan adalah Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan Akademi yang berstatus negeri dan swasta seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 10

Keadaan Sarana di Bidang Pendidikan

No. sarana negeri swasta jumlah

1. 2. 3. 4. 5. Taman kanak-kanak Sekolah dasar SMP SMA Akademi – 5 1 1 – 4 6 5 3 1 4 buah 11 buah 6 buah 4 buah 1 buah

JUMLAH 7 19 26 buah

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

Tabel di atas memperlihatkan sarana pendidikan yang ada di kelurahan ini cukup memadai, ini terlihat dari setiap unit dari tingkat pendidikan yang memiliki jumlah yang cukup. Secara keseluruhan dari TK sampai tingkat akademi jumlah sarana terdapat 26 buah di mana sarana pendidikan negeri sebanyak 7 buah dan sarana pendidikan milik swasta terdapat 19 buah. Jumlah ini dapat dikatakan cukup untuk melayani seluruh penduduk di kelurahan ini.


(23)

4.1.4.4. Sarana di Bidang Perhubungan

Sarana pendukung lainnya untuk melancarkan roda pemerintahan dan perekonomian masyarakat Kelurahan Bantan adalah dibangunnya jalan sesuai dengan prasarana untuk memudahkan jalur akses keluar-masuknya dari dan ke Kelurahan Bantan ataupun untuk memudahkan hubungan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya. Pada umumnya kondisi jalan di Kelurahan Bantan ini sudah mulai baik, hal ini dapat kita lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 11

Keadaan Sarana Perhubungan

No. Sarana Perhubungan Jumlah 1.

2. 3. 4.

Jalan Lingkungan Jalan Protokol Jalan Provinsi Rel Kereta Api

14 buah 1 buah 1 buah 1 buah

JUMLAH 17 buah

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kelurahan ini memiliki satu ruas jalan protokol yang kondisinya cukup baik, begitupula dengan jalan provinsinya. Hanya di beberapa lingkungan saja jalan lorongnya yang belum di aspal dan becek bila turun hujan seperti di jalan tirtosari ujung yang jalannya masih berupa tanah. Namun selebihnya keadaan jalan di lorong tergolong bagus. Di kelurahan ini juga terdapat jalur rel kerta api yang dapat memperlancar arus transportasi terutama dari Medan menuju ke Belawan.


(24)

4.1.4.5. Pola Pemukiman/Perumahan

Rumah merupakan kebutuhan primer bagi manusia karena rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk tinggal dan beristirahat bagi seluruh anggota keluarga, tetapi juga berfungsi sebagai sarana sosial bagi anak-anak mereka. Perumahan penduduk di Kelurahan Bantan terdiri dari berbagai tingkatan yaitu rumah permanen dan semi permanen seperti yang bisa kita lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 12

Keadaan Pola Pemukiman/Perumahan

No. Sarana Perumahan Jumlah 1.

2. 3.

Rumah Permanen Rumah Semi Permanen Rumah Non Permanen

3.872 buah 2.381 buah –

JUMLAH 6.253 buah

Sumber : Kantor Kelurahan Bantan Tahun 2014

- Rumah Permanen adalah rumah yang berdinding batu secara keseluruhan

dan atap yang terbuat dari bahan yang tahan lama seperti seng atau genteng. Mayoritas perumahan di Kelurahan Bantan ini adalah rumah permanen, hal ini terlihat dari banyaknya jumlah runah permanen di kelurahan ini yaitu berjumlah 3.872 buah.

- Rumah Semi Permanen adalah rumah-rumah yang terbuat dari setengah batu dan yang berdinding setengah papan dan berlantai semen. Rumah-rumah seperti ini banyak terdapat di jalan lorong atau gang yang kecil dan pada perumahan di pinggiran rel di Jalan Tirtosari Ujung yang menjadi


(25)

tempat penelitian saya. Rumah-rumah di pinggiran rel ini kebanyakan memang sudah tergolong semi permanen, akan tetapi status rumah yang mereka huni dapat dikatakan sebagai rumah atau hunian liar, karena didirikan di atas tanah milik PJKA.

- Rumah Non Permanen adalah rumah-rumah yang terbuat dari bahan-bahan bekas, diantaranya kayu bekas, seng bekas, papan bekas, dan lain sebagainya. Rumah jenis ini sepertinya sudah tidak ada lagi di Kelurahan Bantan ini terbukti dari tidak adanya yang terdata di Kantor Kelurahan Bantan setempat.

4.2. Kondisi Sarana di Jalan Tirtosari Ujung, Kelurahan Bantan

Jalan Tirtosari Ujung yang menjadi lokasi penelitian saya ini adalah salah satu lingkungan dari Kelurahan Bantan dan terletak di sepanjang pinggiran rel kereta api yang menghubungkan Medan ke Belawan dan Medan ke Bandara Kualanamu. Dinamakan Tirtosari Ujung adalah karena letaknya yang berada paling ujung dari Jalan Tirtosari. Daerah ini termasuk ke dalam lingkungan 12 Kelurahan Bantan yang dipimpin oleh seorang Kepala Lingkungan yang bernama pak Wahidin yang telah menjabat sebagai kepling selama 2 tahun. Pola pemukiman perumahan masyarakat di jalan ini sangat dekat dengan jalur rel kereta api yaitu sekitar 3m² – 5m² dari rel kereta api. Mayoritas penduduk yang tinggal di pinggiran rel jalan tirtosari ujung ini adalah masyarakat bersuku Batak Toba dan Jalan Tirtosari Ujung ini sudah mulai di tempati warga sejak tahun 80-an. Dulunya rumah warga di Jalan Tirtosari Ujung ini hanya berupa seng dan


(26)

papan-papan bekas dan seiring berjalannya waktu rumah tempat tinggal penduduk di Jalan Tirtosari ini sudah mulai berubah menjadi tergolong semi permanen yaitu terbuat dari setengah batu dan berdinding setengah papan dan berlantai semen dan tempat tinggal mereka ada yang milik sendiri dan ada juga yang masih menyewa, akan tetapi tanah tempat mereka mendirikan bangunan pun masih milik PJKA, jadi sewaktu-waktu jika pihak PJKA ingin menggusur mereka, mereka tidak akan bisa berbuat apa-apa. Seperti yang diutarakan oleh salah satu informan yang saya wawancarai yaitu pak Wahidin (Lk, 55 tahun) yang mengatakan:

“Kalau lokasi pinggiran rel itu setau saya sudah dari tahun 80-an orang mulai tinggal di situ, dulunya itu cuman seng-seng dan papan bekas ajanya rumahnya dan pun tanah tempat mereka tinggal itu masih milik PJKA jadi kapan aja bisa kena gusur mereka.” (wawancara 14 September 2014)

Dari segi fasilitas air bersih pun, di Jalan Tirtosari Ujung ini belum memiliki air bersih sendiri. Untuk mencuci dan mandi mereka menggunakan air dari sumur yang ada di belakang rumah sedangkan untuk air minum mereka membeli air isi ulang yang dijual pergalonnya sebesar Rp.4.000,- Untuk fasilitas listrik memang sudah didapatkan oleh masyarakat di jalan tirtosari ujung ini, tetapi mereka masih menumpang listrik dari tiang listrik di belakang rumah mereka yang mana mereka belum punya tiang listrik sendiri untuk mereka. Kenyamanan tinggal di Jalan Tirtosari Ujung ini pun sangat kurang dikarenakan lingkungan yang kotor oleh plastik-plastik hasil pulungan dari warga sekitar dan bahkan di salah satu rumah warga yang menjadi informan saya banyak tikus yang berkeliaran sana sini dan itu sepertinya menjadi hal yang biasa bagi mereka dikarenakan banyaknya barang-barang bekas yang tertumpuk di dalam rumahnya,


(27)

hal ini pastinya sangat mengganggu kenyamanan ataupun kesehatan mereka dalam beraktivitas.

Jalan mereka pun masih terbuat dari tanah yang mana jika turun hujan pasti mengalami becek dan banjir. Belum lagi kereta api yang lewat setiap 20 menit sekali sangat mengganggu kenyamanan masyarakat di Jalan Tirtosari Ujung ini, hal ini dikarenakan sudah mulai beroperasinya Bandara Udara Kualanamu yang memiliki akses jalur rel kereta api untuk menuju kesana. Hal itu seperti yang diutarakan oleh salah satu informan yang saya wawancarai yaitu bapak L. Panjaitan (Lk, 40 tahun) yang mengatakan:

“Sekarang makin gak nyamanlah kami tinggal disini dek, semenjak ada bandara kualanamu itu makin sering aja kereta api lewat disini, tiap 20 menit ada itu kereta api lewat, kalo dulu gak sesering inilah.” (wawancara 17 September 2014)

Di Jalan Tirtosari Ujung ini memiliki sekitar 100 kepala keluarga (kk), di katakan sekitar 100 kk karena menurut penuturan pak Wahidin selaku Kepala Lingkungan 12, terkadang dalam satu rumah ada 2 keluarga yang tinggal disitu dan tidak tercatat di kantor kelurahan. Mata pencaharian masyarakat di Jalan Tirtosari Ujung ini memang beragam, ada yang berjualan, ada buruh bangunan, tapi mayoritas penduduk dari hasil pengamatan peneliti di lapangan bekerja sebagai pemulung atau pencari barang-barang bekas tapi tidak semua warga bekerja sebagai pemulung. Status kependudukan masyarakat Tirtosari Ujung sendiri menurut penuturan pak Wahidin sudah terdaftar di kelurahan dan mayoritas warganya sudah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP).


(28)

4.3. Profil Informan

4.3.1. Informan Kunci (Beberapa Keluarga Yang Tinggal di Jalan Tirtosari Ujung)

1. Nama : P. Saragih Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 52 tahun

Agama : Kristen Pendidikan Terakhir : SMP Status : Menikah

Alamat : Jalan Tirtosari Ujung Nomor 56 Jumlah Tanggungan : 4 orang

Asal Daerah : Dari Medan

Pak P.Saragih adalah warga yang sudah tinggal selama 6 tahun di jalan ini tepatnya dari tahun 2008. Beliau lahir pada tahun 1962 di Medan, tepatnya di daerah Mandala dan berumur 52 tahun. Pak saragih memiliki seorang istri yang bernama Mirna Simatupang yang sekarang berumur 42 tahun. Ibu Mirna sendiri lahir pada tahun 1972. Pendidikan terakhir pak Saragih hanyalah SMP dan ibu Mirna adalah tamatan SMA. Beliau memiliki total 5 (lima) anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dan memiliki 3 (tiga) orang anak yang masih menjadi tanggungannya yang terdiri dari 1 (satu) orang anak perempuan dan 2 (dua) orang anak laki-laki. Anak yang pertama bernama Vera Novalia Saragih dan telah berumur 23 tahun. Vera Novalia sendiri berpendidikan terakhir SMK dan saat ini


(29)

belum bekerja alias pengangguran. Sedangkan anak pak Saragih yang kedua bernama Brigjen Putra Mandala Saragih dan berumur 21 tahun. Menurut penuturan beliau alasan kenapa putra pertamanya ini di beri nama Brigjen Putra Mandala karena dulunya mereka berasal dari Mandala sehingga di belakang namanya di beri nama Mandala agar dia ingat daerah asalnya. Putra pertama pak Saragih ini dulunya sempat bersekolah di Sekolah Pariwisata, akan tetapi karena sifatnya yang bandel akhirnya dia putus sekolah dan tidak menyelesaikan pendidikan terakhirnya sederajat SMA. Saat ini beliau mengatakan mereka sedang mengurus paket C untuk status kelulusan putra pertamanya tersebut agar memiliki ijajah sederajat SMA. Anak pak Saragih yang ketiga bernama Roy Natal Rejeki Saragih serta lahir pada tahun 2001 dan saat ini sedang mengenyam pendidikan di kelas 6 SD.

Beliau mengatakan dia adalah warga asli Medan dan sudah tinggal di Medan dari tahun 1960. Dulunya beliau tinggal di Mandala bersama orangtuanya dan pada tahun 2008 memutuskan untuk tinggal disini. Alasan pak Saragih untuk tinggal disini karena tidak memiliki uang untuk tinggal di tempat lain dan disini beliau bisa bekerja sebagai pemulung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Memang rumah yang ditinggali pak saragih saat ini adalah milik sendiri tapi beliau mengatakan tanah tempat rumah mereka berdiri ini masih milik PJKA dan menurut penuturan beliau mereka tidak membayar retribusi apapun kepada siapapun untuk bisa tinggal di tanah milik PJKA ini. Penghasilan pak Saragih sendiri sebagai pemulung berkisar Rp.700.000, – Rp.1.000.000,- per bulannya. Beliau mengatakan penghasilannya tersebut sangat tidak mencukupi untuk


(30)

kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari dikarenakan pengeluaran keluarga mereka perbulannya lebih banyak dari penghasilannya yaitu berkisar Rp.1.500.000 – Rp.2.000.000,-perbulannya. Untuk makan saja mereka mengeluarkan uang Rp.50.000,-perharinya, belum lagi biaya listrik yang berkisar Rp.100.000,-perbulannya dan untuk uang jajan anaknya yang SD pak saragih memberikan Rp.3.000,-perhari. untuk air minum mereka membeli dengan harga Rp1.000,-per jerigen setiap harinya.

Pak Saragih mengatakan anaknya belum ada yang bekerja dan untuk saat ini hanya dialah yang bekerja untuk mendapatkan penghasilan dan sekali-kali istrinya juga membantu pak Saragih dalam mencari barang-barang bekas. Mereka mulai mencari barang-barang bekas dari jam 08.00 pagi sampai jam 12.00 siang dimana mereka pulang dan beristirahat, lalu pada siang harinya mereka melanjutkan pekerjaan dengan membersihkan, mencuci dan memilah-milah barang-barang bekas dan plastik bekas yang telah mereka kumpulkan lalu menjualnya pada toke barang bekas.

2. Nama : J. Pasaribu Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 63 tahun

Agama : Kristen Pendidikan Terakhir : SMA Status : Menikah


(31)

Jumlah Tanggungan : 6 orang

Asal Daerah : Luar Kota Medan

Bapak J.Pasaribu merupakan warga di Jalan Tirtosari Ujung yang tergolong sudah cukup lama tinggal disini. Beliau tinggal di Jalan Tirtosari Ujung ini sejak tahun 1994 dan sudah sekitar 20 tahun tinggal di jalan ini. Beliau adalah seorang bapak dari 6 (enam) orang anak dan memiliki satu orang cucu yang bernama Putri. Pak J.Pasaribu lahir pada tahun 1951 dan telah berumur 63 tahun. Beliau juga memiliki seorang istri yang bernama ibu T.Turnip yang lahir pada tahun 1958 dan sekarang berumur 56 tahun. Pak J.Pasaribu dan istrinya ibu T.Turnip sama-sama berasal dari daerah Samosir, pak J.Pasaribu berpendidikan terakhir SMA sedangkan istrinya hanya berpendidikan terakhir SD. Pak J.Pasaribu memiliki 6 (enam) orang anak yang mana beliau mengatakan sebanyak dua orang anaknya telah menikah dan anaknya yang masih menjadi tanggungan sebanyak tiga orang, jadi total jumlah anggota keluarga beliau yang tinggal dalam satu rumah berjumlah 7 orang termasuk juga cucunya. Anak beliau yang pertama bernama Lambriana Pasaribu dan telah berumur 35 tahun. Anak perempuannya yang pertama ini telah menikah dan memiliki satu orang anak, akan tetapi untuk saat ini anak perempuan pertama pak j.pasaribu ini beserta cucunya harus tinggal bersama mereka. Hal ini dikarenakan suami dari anak perempuan pertamanya ini telah meninggalkan dia dengan status yang tidak jelas dan anak pertamanya itu tidak memiliki pekerjaan, maka dari itu dia kembali menumpang bersama orangtuanya dengan anaknya yang berumur 4 tahun. Sedangkan anak kedua beliau telah lama meninggal katanya tapi saya tidak tahu alasannya kenapa kerena takutnya menyinggung perasaan beliau jika saya menanyakannya, dan anak yang


(32)

ketiga bernama Jayit Pasaribu, seorang laki-laki berumur 28 tahun dan telah menikah juga sudah tidak tinggal satu rumah lagi dengan bapak J.Pasaribu. Anak pak Pasaribu yang keempat bernama Priska Pasaribu, seorang perempuan yang berumur 22 tahun dan untuk saat ini hanya membantu pekerjaan pak pasaribu dalam membuat keranjang dirumahnya. Anak bapak pasaribu yang kelima dan keenam adalah anak kembar, mereka bernama Dewi Pasaribu dan Dewi Paula Pasaribu. Keduanya saat ini berumur 17 tahun dan saat ini mengenyam pendidikan di kelas 3 SMA di SMA Teladan.

Alasan pak pasaribu sendiri mengapa tinggal di Jalan Tirtosari Ujung ini adalah untuk mencari nafkah. Beliau mengatakan disini dia bisa bekerja sebagai peternak babi karena memang dulunya beliau adalah seorang peternak babi, namun karena usianya yang sekarang sudah semakin tua dan gampang capek, pak P.Pasaribu akhirnya memilih berhenti bekerja sebagai peternak babi dan sekarang beliau bekerja sebagai pengrajin keranjang belanjaan. Setiap hari beliau beserta istrinya dan juga terkadang di bantu oleh anak-anaknya membuat keranjang belanjaan yang diberi harga Rp.5.000,- per buahnya. Selain itu pak J.Pasaribu juga terpanggil untuk melayani di Gereja sehingga sekarang dia aktif dalam pelayanan di Gerejanya. Rumah tempat tinggal bapak J.Pasaribu adalah milik sendiri namun sama seperti warga lainnya, tanah tempat mereka mendirikan rumahnya ini masih milik PJKA sehingga masih ada perasaan was-was dari pak Pasaribu mereka bakalan di gusur sewaktu-waktu. Penghasilan beliau sendiri dari membuat keranjang adalah Rp.50.000,- per harinya, jadi jika dirata-ratakan perbulannya penghasilan pak Pasaribu mencapai Rp.1.500.000,-. Menurut penuturan beliau penghasilannya itu sangat tidak mencukupi untuk kehidupan keluarganya


(33)

sehari-hari. Biaya keperluan makan mereka dalam satu hari saja bisa mencapai Rp.60.000,- untuk makan 7 orang. Belum lagi untuk biaya uang sekolah untuk anaknya yang masih bersekolah yaitu Rp.200.000,-perorangnya, yang berarti menjadi Rp.400.000,-perbulannya untuk biaya sekolah mereka. Juga untuk uang jajan anak dalam sehari, dia mengeluarkan uang Rp.10.000,-. Untuk biaya listrik, dalam sebulannya keluarga pak j.pasaribu harus membayar Rp.80.000,- dan untuk biaya air minum pun mereka membeli air mentah seharga Rp1.000,-per-jerigennya.

3. Nama : Tiur Simatupang Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 40 tahun

Agama : Kristen Pendidikan Terakhir : SMP Status : Menikah

Alamat : Jalan Tirtosari Ujung Nomor 34 Jumlah Tanggungan : 5 orang

Asal Daerah : Luar Kota Medan

Ibu Tiur Simatupang adalah seorang ibu yang berusia 40 tahun. Beliau merupakan salah satu warga yang tinggal di Jalan Tirtosari Ujung dan sudah tinggal dan menetap di jalan ini selama 15 tahun. Kebetulan ketika saya datang, yang ada di rumah itu hanya ada ibu Tiur sendiri dan suaminya sedang pergi keluar jadi saya akhirnya mewawancarai ibu Tiur Simatupang ini. Suami ibu Tiur Simatupang ini sendiri bernama E.Marpaung dan sudah berumur 45 tahun. Ibu


(34)

Tiur berasal dari daerah Siborong-borong Tapanuli Utara, sedangkan suaminya berasal dari Porsea. Keduanya sama-sama hanya dari tamatan SMP. Selama menikah kedua pasangan ini telah dikaruniai 4 (empat) orang anak yaitu terdiri dari 3 (tiga) orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan. Menurut penuturan ibu Tiur keempat anaknya saat ini sama-sama berada di bangku sekolah dasar. Anak pertama ibu Tiur Simatupang ini bernama L.Roni Marpaung, berumur 13 tahun dan sekarang bersekolah di kelas 6 SD. Sedangkan anaknya yang kedua bernama Marta Marpaung, berumur 12 tahun dan saat ini bersekolah di kelas 6 SD juga. Ibu Tiur mengatakan dulu anaknya yang pertama itu pernah tinggal kelas jadi sekarang memiliki tingkatan kelas yang sama dengan adiknya. Anak ibu Tiur yang ketiga bernama Agung Marpaung, berumur 9 (Sembilan) tahun dan sekarang mengenyam pendidikan di kelas 4 SD, dan anak ibu tiur yang terakhir bernama Ervan Marpaung, berumur 8 (delapan) tahun dan sekarang berada di tingkatan kelas 3 SD. Dari penjelasan ibu Tiur, keempat anaknya saat ini memang bersekolah, tapi karena sekarang mereka masih di sekolah dasar, ibu Tiur mengatakan dia tidak mengeluarkan biaya uang sekolah untuk sekolah keempat anaknya karena mereka bersekolah di SD negeri dan mereka mendapat dana BOS dari pemerintah yang membuat mereka tidak harus membayar uang sekolah.

Total jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah ibu Tiur ini adalah 7 orang. Hal ini dikarenakan selain dia, suaminya dan keempat anak-anaknya, di rumah ibu Tiur saat ini juga ada saudara yang menumpang yaitu anak dari kakaknya. Akan tetapi anak kakaknya ini sudah bekerja dan bisa membiayai hidupnya sendiri. Ibu Tiur mengatakan alasan kenapa ia tinggal di jalan Tirtosari


(35)

Ujung ini adalah karena hanya disinilah sumber mata pencahariannya dimana dia dan suaminya bekerja sebagai pemulung atau pemungut barang-barang bekas. Bu Tiur mengatakan terkadang suaminya juga bekerja sebagai buruh/kuli bangunan dengan gajinya Rp.70.000,- per hari, namun pekerjaan sebagai buruh bangunan paling didapatkan suaminya hanya seminggu dalam sebulan, selebihnya jika tidak ada kerjaan lain suaminya turut membantunya dalam mencari barang-barang bekas. Pekerjaan sebagai pemulung dilakukan ibu Tiur dari jam 08.00 pagi sampai dengan jam 11.00 siang, setelah itu dia masak di rumah untuk keperluan makan siang dan dia melanjutkan pekerjaannya dengan mencuci dan membersihkan barang-barang dan plastik bekas yang dikumpulkanya lalu dikilokan untuk di jual ke toke botot. Penghasilan ibu Tiur sendiri dari bekerja sebagai pemulung mendapatkan Rp.200.000,- setiap minggunya, jadi jika dirata-ratakan penghasilan ibu tiur ini hanya mencapai Rp.800.000,- per bulannya di tambah penghasilan suami yang terkadang bekerja sebagai buruh bangunan sebesar Rp.490.000,- per bulannya jika di rata-ratakan. Jadi total yang keluarga mereka dapatkan setiap bulannya bisa mencapai Rp.1.300.000,-. Ibu tiur mengatakan penghasilannya sebagai pemulung sangat tidak mencukupi untuk kehidupan keluarganya setiap hari, hal ini dikarenakan banyaknya pengeluaran mereka sekeluarga tidak sebanding dengan penghasilan yang keluarganya dapatkan. Untuk biaya jajan anak sekolah saja dia bisa mengeluarkan uang Rp.15.000,- setiap harinya. Untuk makan mereka mengeluarkan biaya sekitar Rp.70.000,- setiap harinya untuk 7 orang dalam satu rumah. Biaya listrik ibu tiur sekeluarga dalam satu bulan bisa mencapai Rp.110.000,- dan untuk biaya minum saja mereka mengeluarkan biaya Rp4.000,- setiap harinya dimana mereka membeli air gallon isi ulang setiap hari


(36)

untuk minum dikarenakan tidak tersedianya fasilitas air bersih dari PDAM sehingga mereka harus mencuci dan mandi dengan menggunakan air sumur yang ada di belakang rumah.

Untuk saat ini keluarga ibu Tiur belum memiliki rumah sendiri sehingga rumah yang ditempati mereka sekarang masih mereka sewa dengan harga Rp.3.500.000,- per tahunnya. Menurut penuturan ibu Tiur, tanah tempat mereka tinggal, juga tanah tempat warga lainnya tinggal masih milik PJKA.

4. Nama : R. Silalahi Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 45 tahun

Agama : Kristen Pendidikan Terakhir : SD Status : Menikah

Alamat : Jalan Tirtosari Ujung Nomor 46 Jumlah Tanggungan : 2 orang

Asal Dearah : Luar Kota Medan

Ibu Silalahi adalah juga salah satu warga yang tinggal pada jalan Tirtosari Ujung ini. Beliau telah tinggal dan menetap di jalan ini selama 8 tahun, tepatnya dari tahun 2006. Beliau memiliki seorang suami yang bernama W.Siregar, tetapi sudah meninggal 2 tahun yang lalu. Jadi untuk saat ini yang menjadi kepala keluarga dan mencari nafkah di keluarga ibu Silalahi adalah dirinya sendiri. Beliau sendiri lahir pada tahun 1969 dan sekarang telah berumur 45 tahun. Ibu R.Silalahi ini berasal dari daerah Sidikalang dan pendidikan terakhirnya hanyalah


(37)

tamatan SD. Alasan awal dulunya ibu silalahi ini datang ke medan adalah untuk mendapatkan pekerjaan guna memiliki hidup yang lebih baik, namun karena ketatnya persaingan hidup sedangkan dia hanyalah tamatan SD maka dari itu dia hanya bisa bekerja di sektor informal seperti membuat kaporit ataupun pemutih yang sedang digelutinya sekarang. Dari hasil pernikahannya, ibu silalahi memiliki 2 (dua) orang anak yaitu Josua Manahan Siregar dan Erfa Septia Siregar di mana keduanya saat ini masih menjadi tanggungan dari ibu Silalahi. Anaknya yang pertama, Josua Manahan Siregar berumur 17 tahun dan sekarang sedang mengenyam pendidikan di kelas 2 SMA tepatnya di SMA Budi Satria. Sedangkan anaknya yang kedua bernama Erfa Septia siregar berumur 14 tahun yang sekarang bersekolah di kelas 2 SMP. Alasan beliau sendiri kenapa memilih tinggal di jalan tirtosari ujung ini adalah kerena di tempat ini dia bisa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kedua orang anaknya itu, ibu R.Silalahi bekerja sebagai pembuat kaporit ataupun pemutih. Kebetulan ketika saya menjumpai ibu r.silalahi ini, beliau sedang mencuci botol-botol aqua bekas yang bakalan menjadi tempat pemutih/kaporit yang bakal dijualnya nanti. Pagi hari dari jam 09.00 sampai jam 12.00 siang beliau mengumpulkan botol-botol aqua bekas, setelah itu dia mencuci botol-botol aqua bekas tersebut dan mengisinya dengan air kaporit/pemutih untuk di jual seharga Rp.1.000,- per botolnya.

Dari hasil menjual kaporit/pemutih ini, ibu R.Silalahi bisa mendapatkan Rp.100.000,- setiap harinya, itu jika termasuk modal. Namun jika di potong dengan modal, penghasilan ibu silalahi berkisar Rp.60.000,- per harinya. Jadi jika dirata-ratakan pnghasilan ibu Silalahi bisa mencapai Rp.1.800.000,- per bulannya.


(38)

beliau mengeluarkan uang sebesar Rp 4.000.000 setiap tahunnya untuk biaya sewa rumah karena ibu Silalahi memang belum memiliki rumah sendiri maka dari itu beliaupun menyisihkan uang sebesar Rp.100.000, – Rp.300.000,- dalam sebulan untuk biaya sewa rumah tiap tahunnya. Setau ibu silalahi tanah tempat mereka saat ini tinggal itu masih milik PJKA. Menurut ibu silalahi pendapatannya yang segitu bisa di bilang tidak mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari, karena penghasilan yang dia dapatkan juga dia habiskan untuk uang sekolah anaknya yang SMA sebesar Rp.160.000,-perbulannya dan untuk anaknya yang SMP, biaya untuk uang sekolahnya sebesar Rp.120.0000,-, jadi jika di total untuk biaya pendidikan anak sekolah saja dia harus mengeluarkan Rp.280.000,- setiap bulannya. Belum lagi untuk biaya ongkos dan jajan anak-anaknya, beliau harus mengeluarkan uang paling tidak Rp.12.000,- dalam sehari. Untuk biaya sewa rumah pun beliau mengeluarkan uang sebesar Rp.4.000.000,- setiap tahunnya karena ibu silalahi memang belum memiliki rumah sendiri. Untuk biaya makan bagi 3 orang dalam satu rumah, beliau harus mengeluarkan biaya sebesar Rp.40.000,- setiap harinya, Dan untuk air minum mereka sekeluarga juga harus membeli air gallon isi ualng yang di beli tiap 2 hari sekali yang harganya Rp.4.000,-pergalonnya. Untuk biaya listrik, ibu silalahi bisa membayar mencapai Rp80.000,- setiap bulannya.

5. Nama : N. Purba Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 53 tahun


(39)

Pendidikan Terakhir : SMA Status : Menikah

Alamat : Jalan Tirtosari Ujung Nimor 52 Jumlah Tanggungan : 4 orang

Asal Daerah : Luar Kota Medan

Bapak N.Purba adalah warga yang sudah sangat lama tinggal di jalan Tirtosari Ujung. Beliau telah tinggal di jalan ini selama 32 tahun yaitu sejak tahun1982. Pak N.Purba sendiri lahir pada tahun1961 dan telah berumur 53 tahun. Beliau sudah menikah dan saat ini memiliki seorang istri bernama Merlin Panjaitan. Ibu Merlin sendiri lahir pada tahun 1963 dan saat ini berumur 51 tahun. Pak N.Purba berasal dari Dolok Sanggul, sedangkan istrinya ibu Merlin berasal dari Porsea. Keduanya sama-sama dari tamatan SMA. Dari hasil pernikahan keduanya, mereka memiliki 4 orang anak yaitu 2 laki-laki dan 2 perempuan. Anak yang masih menjadi tanggungan pak N.Purba ada 3 orang dan yang masih memiliki tanggungan sekolah berjumlah 2 orang, jadi total jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah pak N.Purba adalah 5 orang. Anak pak Purba yang pertama bernama Sahala Purba yang telah berumur 29 tahun. Bang Sahala Purba ini sendiri sudah menikah dan telah memiliki satu orang anak sehingga sekarang bapak N,Purba dan bu Merlin Panjaitan telah memiliki seorang cucu. Saat ini anak pak N.Purba yang pertama ini sudah tidak tinggal satu rumah lagi bersama mereka karena dia sudah menikah dan memilih pindah. Pak N.Purba mengatakan saat ini anak pertamanya itu bekerja sebagai petani dan belum bisa membantu keluarganya yaiyu pak N.Purba dan bu M.Panjaitan karena kondisi anaknya itu juga sama seperti mereka. Anak beliau yang kedua adalah seorang


(40)

pemuda berumur 27 tahun yang bernama Tison Hamonangan Purba. Anak pak N.Purba yang kedua ini belum bekerja alias masih pengangguran dan kesehariannya hanya bantu-bantu pekerjaan pak N.Purba dalam mencari barang-barang bekas seperti membersihkan dan memilah-milah barang-barang-barang-barang dan plastik-plastik bekas hasil pulungan beliau dan istrinya. Saat saya mendatangi rumah mereka, bang Tison ini juga ada di situ dan dia sedang memasak sesuatu di depan rumahnya bersama adiknya yang nomor 4, Melinda Veronika. Anaknya yang ketiga adalah seorang perempuan yang bernama Megawati Purba yang telah berumur 16 tahun dan saat ini sedang mengenyam pendidikan di kelas 2 SMA di SMA teladan yang berada tidak jauh dari rumah mereka. Sedangkan anak pak N.Purba yang keempat juga perempuan yang bernama Melinda Veronika Purba yang sudah berumur 14 tahun dan berada di kelas 2 SMP di smp Jambi.

Pak N.Purba mengatakan kalau rumah yang ditinggalinya saat ini adalah milik sendiri sejak dia tinggal disini, tapi dia menambahkan kalau tanah tempat rumah mereka berdiri ini masih milik PJKA. Beliau juga mengatakan kalau dia merasa takut digusur sewaktu-waktu saat ini karena dia mendengar kabar kalau PT.Kereta Api akan membuat jalur rel menjadi 2 bagian sehingga ada kemungkinan tanah tempat mereka tinggal terkena gusur karena di pakai untuk jalur rel yang baru tersebut. Pak N.Purba mengatakan alasannya tinggal disini adalah kerena dia tidak memiliki uang untuk pindah ke tempat lain, beliau mengatakan kalau kita punya uang gak mungkin kita milih tinggal disini. Saat ini pak N.Purba dan bu Merlin panjaitan bekerja sebagai pemulung, dulunya pak N.Purba sempat menjadi tukang parkir di mandala, namun karena usianya


(41)

semakin tua dia berhenti dari pekerjaannya sebagai tukang parkir dan memilih untuk memulung untuk saat ini. Penghasilan yang mereka dapatkan dari hasil memulung sebesar Rp.50.000,- perhari, jadi jika kita rata-ratakan penghasilan mereka bisa mencapai Rp.1.500.000,- per bulannya. Pak n.purba mengatakan penghasilannya bekerja sebagai pemulung ini sangat tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Dalam satu hari saja untuk makan mereka bisa menghabiskan 2kg beras dimana beras yang mereka beli adalah beras yang harganya paling murah yaitu Rp.7.000,-perkilogramnya. Belum lagi untuk ikan dan sayur mereka bisa menghabiskan Rp.20.000,- setiap harinya. Jadi jika di total pengeluaran mereka itu perharinya untuk makan saja bisa mencapai sekitar Rp.35.000.-.

Untuk biaya listrik, keluarga pak n.purba bisa mengeluarkan uang Rp.100.000,- setiap bulannya, sedangkan untuk air minum mereka membeli air gallon isi ulang setiap 2 hari sekali dengan harga Rp.4.000,-pergalonnya. Sedangkan untuk keperluan mencuci dan keperluan mandi, keluarga pak n.purba juga menggunakan air dari sumur karena mereka pun belum mendapatkan fasilitas air bersih dari pemerintah. Belum lagi untuk biaya uang sekolah kedua orang anaknya yang masih bersekolah yaitu megawati purba di kelas 2 SMA yaitu sebesar Rp.180.000,- dan putrinya Melinda veronica purba yang berada di kelas 2 SMP yaitu sebesar Rp.100.000,-. Jika di total biaya sekolah untuk keduanya bisa mencapai Rp.280.000,- setiap bulannya. Untuk uang jajan anaknya yang bersekolah beliau juga mengeluarkan uang sebesar Rp.10.000,- setiap harinya. Jadi jika kita rata-ratakan pengeluaran keluarga pak n.purba ini bisa mencapai


(42)

Rp.1.700.000,- dari pendapatannya yang hannya berkisar Rp.1.500.000,- setiap bulannya.

6. Nama : L. Panjaitan Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 40 tahun

Agama : Kristen Protesten Pendidikan Terakhir : SMA

Status : Menikah

Alamat : Jalan Tirtosari Ujung Nomor 90 Jumlah Tanggungan : 5 orang

Asal Daerah : Dari Medan

Salah satu warga yang sudah cukup lama tinggal di pinggiran rel ini adalah bapak L.Panjaitan. beliau sudah tinggal disini selama 35 tahun yaitu sejak tahun 1979. Pak Panjaitan ini sendiri lahir dan besar di jalan tirtosari ujung ini sedangkan rumah yang di tempatinya saat ini adalah peninggalan dari orangtuanya. Orangtua beliau sendiri berasal dari Balige. Beliau saat ini sudah berumur 40 tahun dan memiliki seorang istri yang bernama M.Oposunggu yang berasal dari Moara dan pendidikan terakhir keduanya adalah tamatan SMA. Istri beliau sendiri juga sudah berumur 40 tahun dan dari hasil pernikahan mereka berdua, saat ini mereka memilki 4 orang anak yaitu 3 orang laki-laki dan 1 orang anak perempuan yang mana semua anaknya ini masih menjadi tanggungannya dan anaknya yang memiliki tanggungan sekolah berjumlah 3 orang. Jadi total anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah pak panjaitan ini adalah 6 orang dan


(43)

orang yang bekerja dan memiliki penghasilan di keluarga mereka hanya pak Panjaitan seorang, sementara itu istri pak Panjaitan hanya beraktivitas sebagai ibu rumah tangga. Anak pak L.Panjaitan yang pertama bernama Rilan Panjaitan yang sekarang berumur 17 tahun dan berada di kelas 3 SMA. Sedangkan anaknya yang kedua bernama Riksman Panjaitan yang berumur 16 tahun dan sekarang juga sedang bersekolah di kelas 2 SMA. Kedua anak pak L.Panjaitan ini juga bersekolah di SMA teladan, dikarenakan jaraknya yang tidak jauh dari rumah mereka. Anak pak L.Panjaitan yang ketiga bernama Wahyu Panjaitan yang sekarang berumur 9 tahun dan sedang mengenyam pendidikan di kelas 3 SD. Anak beliau yang terakhir bernama Gresia Panjaitan yang masih bayi dan baru berumur dua setengah tahun. Beliau mengatakan rumah tempat dia tinggal saat ini adalah peninggalan milik orangtuanya, dulunya dia tinggal dan besar di rumah ini bersama orangtuanya akan tetapi sekarang kedua orangtuanya sudah meninggal jadi sekarang dia dan keluarganyalah yang tinggal di rumah ini. Pak L.Panjaitan juga mengatakan dulu orangtuanya bekerja sebagai pemulung disini, akan tetapi dia sekarang tidak bekerja sebagai pemulung juga. Dia saat ini bekerja sebagai toke botot kecil-kecilan yaitu menampung semua barang-barang hasil pulungan warga lainnnya untuk dijualnnya kembali ke toke botot besarnya di belawan.

Kondisi rumah tempat tinggal pak L.Panjaitan sendiri sangat tidak layak untuk ditempati. Dari pengamatan saya ketika mendatangi rumahnya, di dalam ruang tamu rumahnya yang ukurannya lumayan kecil itu banyak di isi dangan karung-karung barang bekas hasil dari penjualan orang kepadanya yang membuat ruang untuk bergerakpun semakin sempit dan baunya juga sangat mengganggu kenyamanan. Selain itu karena banyaknya sampah-sampah hasil pulungan di


(44)

dalam rumahnya, ada beberapa tikus yang lewat sana sini, hal ini pasti juga mengganggu kenyamanan pak L.Panjaitan beserta anak-anak dan istrinya, tapi pak L.Panjaitan dan keluarganya sepertinya sudah terbiasa dengan kondisi seperti itu. Pak L.Panjaitan mengatakan dulunya kenapa orang tuanya memilih tinggal disini karena disini mereka bisa bekerja sebagai peternak babi dan mencari botot katanya. Selain itu mereka juga tidak memiliki uang untuk tinggal di tempat lain. Akan tetapi sekarang pak L.Panjaitan tidak meneruskan pekerjaan orangtuanya sebagai peternak babi dan pencari botot melainkan dia sekarang menjadi toke botot kecil-kecilan. Dari pekerjaannya sebagai toke botot kecil-kecilan dia bisa mendapatkan penghasilan sebesar sekitar Rp.2.100.000,- setiap bulannya. Beliau juga mengatakan dengan penghasilannya ini bisalah untuk mencukupi kehidupan keluarganya sehari-hari. Pengeluaran keluarga pak panjaitan untuk biaya makan 6 orang setiap harinya adalah Rp.50.000,-, sedangkan untuk sekolah, beliau mengeluarkan uang sebesar Rp.700.000.- setiap bulannya untuk ketiga orang anaknya yang saat ini bersekolah. Untuk jajan anak-anaknya beliau bisa memberikan mereka bertiga jajan sebesar Rp.20.000,- setiap harinya. Kalau untuk biaya listrik, keluarga pak l.panjaitan bisa mengeluarkan dana sebesar Rp.50.000, – Rp.100.000,- setiap bulannya, sedangakan untuk air minum mereka sama seperti warga lainnya yaitu membeli air galon isi ulang sekali sehari dengan harga Rp.4.000,-pergalonnya.

Bapak L.Panjaitan juga memang memiliki keinginan untuk pindah, selain karena kondisi rumahnya dan lingkungannya yang kumuh, dia juga mengatakan semakin tidak nyaman dengan kereta api yang semakin sering lewat semenjak adanya bandara kualanamu. Beliau mengatakan kereta api sekarang lewat tiap 20


(45)

menit sekali jadi hal itu juga mengganggu kenyamanan pak L.Panjaitan sekeluarga. Tapi karena uangnya yang belum mencukupi, pak Panjaitan pun belum bisa pindah dari sini dan untuk sekarang bertahan tinggal di jalan tirtosari ujung ini.

7. Nama : M. Sianipar Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 42 tahun

Agama : Kristen Protestan Pendidikan Terakhir : SMEA

Status : Menikah

Alamat : Jalan Tirtosari Ujung Nomor 39 Jumlah Tanggungan : 5 orang

Asal Daerah : Kota Medan

Ibu M.Sianipar ini salah satu warga yang tergolong miskin dan sudah tinggal selama 14 tahun di jalan ini yaitu tahun 2000 tepatnya setelah dia menikah. Bu Sianipar mengatakan kalau dia asli warga medan dan telah lama tinggal di medan ini. Bu Sianipar lahir pada tahun 1972 dan sudah berumur 42 tahun serta tamatan SMEA. Beliau telah menikah dan memiliki seorang suami yang bernama J.Manurung yang telah berumur 39 tahun dan juga lebih muda 3 tahun darinya. Akan tetapi bu Sianipar mengatakan suaminya ini telah meninggalkan mereka untuk merantau ke pekanbaru setahun yang lalu tepatnya dari tahun 2013, namun suaminya itu sekarang kabarnya sudah tidak jelas lagi dan tidak menghubungi mereka selama setahun. Beliau juga mengatakan kalau


(46)

suaminya ini sepertinya sudah menikah lagi disana karena pernah dulu ketika bu sianipar ini menelepon suaminya, suaminya itu tidak mau di sebut sebagai bapak Joni, nama anak pertamanya. Hal ini membuat ibu Sianipar merasa sedih karena disini dia hidup susah mengurus anak-anaknya akan tetapi suaminya disana malah menikah lagi dan tidak memberi nafkah kepada mereka. Akibatnya untuk saat ini ibu Sianiparlah yang bekerja seorang diri untuk memenuhi dan mengurus kebutuhan kelima orang anaknya. Bu Sianipar ini pun dulu pernah tinggal di batam bersama suaminya juga yaitu selama tahun 2008 – 2009. Namun karena kondisi hidup mereka yang juga masih susah disana, mereka memutuskan untuk kembali ke medan dan tinggal di rumah mertuanya yang saat ini dia tinggali. Beliau juga mengatakan kalau rumah yang ditinggalinya saat ini adalah rumah orangtua suaminya alias mertuanya, akan tetapi mertuanya itu sekarang sudah meninggal sehingga yang tinggal di rumah mereka saat ini hanya dia dan kelima orang anaknya. Sepengetahuan bu Sianipar tanah tempat rumahnya ini berdiri masih milik PJKA.

Beliau memiliki anak yang cukup banyak yaitu berjumlah 5 orang anak yang mana terdiri dari 4 orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan yang kesemuanya masih menjadi tanggungannya anaknya yang bersekolah berjumlah 3 orang. Anak bu Sianipar yang pertama bernama Jonisius Manurung, lahir pada tanggal 16 januari 2000 dan sekarang berumur 14 tahun. Saat ini anaknya yang pertama itu sedang duduk di bangku sekolah kelas 2 SMP. Sedangkan anaknya yang kedua bernama Andika Manurung, lahir pada tanggal 23 januari 2003, sekarang berumur 11 tahun dan saat ini bersekolah di kelas 6 SD. Anak beliau yang ketiga bernama Kevin Manurung, lahir pada tanggal 17 juli 2004 dan


(47)

sekarang berumur 10 tahun yang juga saat ini berada di kelas 5 SD. Anak ibu ini yang keempat bernama Soraya Manurung, lahir pada tanggal 21 april 2010 serta sekarang berumur 4 tahun dan belum bersekolah. Anak ibu Sianipar yang terakhir bernama Jordan manurung, lahir pada tanggal 9 september 2012 dan baru berumur 2 tahun. Bu sianipar sendiri memiliki pekerjaan sehari-hari sebagai pemulung dan penghasilan dari bekerja sebagai pemulung adalah Rp.50.000,- setiap harinya, itupun terkadang penghasilan Rp.50.000,- yang dia dapatkan hasil dari 2 hari dia mencari barng-barang bekas. Jika dirata-ratakan pendapatan bu sianipar ini mencapai Rp.1.500.000,- setiap bulannya. Bu sianipar mengatakan pekerjaan sebagai pemulung ini dilakukannya dari jam 09.00 pagi sampai jam 12.00 siang setiap harinya dan setelah itu dia mencuci dan membersihkannya. Ketika hasil pulungan barang-barang bekasnya sudah cukup banyak, baru dia menjualnya ke toke botot. Beliau juga mengatakan kalau penghasilannya sebagai pemulung ini tidaklah mencukupi untuk kebutuhan hidupnya dan kelima orang anaknya karena beliau menambahkan pengeluarannya diatas Rp.1.500.000,- setiap bulannya. Untuk makan saja mereka menghabiskan 2 kg yang harganya Rp.7.000,-/kg nya sedangkan untuk lauk pauknya berupa ikan ataupun tahu bu sianipar membeli seharga Rp.20.000,-, jadi untuk makan pengeluaran mereka bisa mencapai Rp.35.000,- setiap harinya. Untuk biaya uang sekolah anaknya bu sianipar mengeluarkan biaya sebesar Rp.110.000,- setiap bulannya untuk anaknya yang SMP, sedangkan untuk anaknya yang SD saat ini masih gratis uang sekolah karena bersekolah di sekolah negeri yang mendapatkan dana BOS dari pemerintah. Bu sianipar mengatakan untuk saat ini saja uang sekolah anaknya yang SMP tersebut masih belum dibayarkannya alias menunggak, maka dari itu


(48)

beliau mengatakan kemarin dia datang kesekolah anaknya untuk meminta keringanan ke pihak sekolah agar anaknya bisa ikut ujian walaupun belum bayar uang sekolah. Beliau juga menambahkan kalau beberapa hari yang lalu dia sempat ingin meminjam ke renenir untuk membayar biaya sekolah anaknya ini, tapi karena bunganya yang terlalu besar bu sianipar pun mengurungkan niatnya untuk meminjam uang dari rentenir. Selain itu, untuk uang jajan kelima orang anaknya saja bu sianipar bisa mengeluarkan uang Rp.9.000,-perharinya dimana masing-masing anaknya yang SD mendapat Rp.2.000,- sedangkan yang SMP Rp.3.000,- dan untuk dua anaknya yang belum sekolah bu sianipar mengeluarkan uang masing-masing Rp.1.000,- setiap hari. Sedangkan untuk listrik beliau menumpang ke tetangga di sebelah rumahnya karena tidak punya listrik di rumah sendiri, itupun mereka harus membayar Rp.50.000,- setiap bulannya untuk listrik tersebut. Untuk air minum sendiri mereka membeli air galon isi ulang tiap 2 hari sekali yang seharga Rp.4.000,-pergalonnya. Sedangkan untuk mencuci dan mandi beliau mengatakan mereka harus menggunakan air dari sumur karena belum ada air dari PDAM di rumah mereka.

8. Nama : Robert Hutabarat Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 48 tahun

Agama : Kristen Pendidikan Terakhir : SMP Status : Menikah


(49)

Jumlah Tanggungan : 4 orang

Asal Daerah : Luar Kota Medan

Bapak Robert Hutabarat seorang laki-laki yang telah berumur 48 tahun, beliau lahir tahun 1966. Beliau juga merupakan salah satu warga di jalan Tirtosari Ujung ini yang sudah lumayan lama menetap disini yaitu sekitar 11 tahun, dari tahun 2003. Bapak Robert hanyalah tamatan SMP dan dia telah menikah dengan seorang perempuan yang bernama Fransiska Tambunan yang berpendidikan terakhir SMA dan sekarang telah berumur 45 tahun. Pak Robert sendiri berasal dari samosir sedangkan istrinya bu fransiska tambunan berasal dari daerah sidikalang. Pak Robert memiliki 3 orang anak yaitu satu orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan dimana ketiganya masih menjadi tanggungan pak Robert dan ketiga anaknya tersebut masih bersekolah semuanya. Anaknya yang pertama bernama Edgar Rio Hutabarat, sekarang telah berumur 17 tahun dan bersekolah di kelas 3 SMA. Anak pak Robert yang kedua seorang perempuan yang bernama Novalia Hutabarat yang sekarang telah berumur 14 tahun dan bersekolah di kelas 3 SMP. Sedangkan anak beliau yang terakhir bernama Saridewi Hutabarat yang berumur 11 tahun dan bersekolah di kelas 6 SD. Beliau mengatakan dia tidak terlalu khawatir dengan status tanah rumahnya yang masih milik PJKA, karena beliau mengatakan dia Cuma menyewa di tempat ini, dan jika seandainya di gusur beliau masih bisa mencari tempat tinggal di tempat lain walaupun pasti sulit mencari sewa rumah dengan harga yang murah katanya.

Anggota keluarga pak Robert sendiri berjumlah 5 orang, dan yang tinggal di dalam rumah mereka juga terdapat 5 orang yaitu pak Robert sendiri, istrinya dan ketiga anak-anaknya. Dalam keluarga pak Robert sendiri memang hanya


(50)

beliau yang bekerja dan istri dan ketiga anak-anaknya menjadi tanggungannya. Sehari-harinya beliau bekerja sebagai buruh bangunan, tetapi pekerjaan sebagai buruh bangunan ini tidak bisa ia dapatkan setiap hari katanya. Terkadang dia mendapatkan pekerjaan sebagai buruh bangunan ini hanya selama 2 bulan, akan tetapi setelah itu dia juga bisa tidak bekerja selama 1 bulan karena tidak mendapat kerjaan sebagai buruh bangunan. Penghasilan pak Robert sendiri dari bekerja sebagai buruh bangunan adalah Rp.70.000,- setiap harinya. Jadi jika kita rata-ratakan penghasilan pak Robert bisa mencapai Rp.2.100.000,- setiap bulannya. Dari pekerjaanya sebagai buruh bangunan pak Robert pun bisa menabung sebesar 200.000 tiap bulannya, tapi tabungannnya itu juga bisa habis sewaktu-waktu karena pekerjaan pak Robert yang tidak selalu ada dan tabungannya tersebut pun juga digunakan untuk membayar sewa rumah setiap tahunnya. Beliau mengatakan pengeluarannya bisa mencapai Rp.1.500.000,- setiap bulannya. Memang dari penghasilannya dia masih bisa menabung sekitar Rp.300.000, - Rp.500.000,- setiap bulannya, akan tetapi uang tabungannya itu juga sering habis jika seandainya dia lagi tidak bekerja karena di pakai untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-harinya.

Untuk biaya makan saja mereka bisa mengeluarkan dana sekitar Rp.35.000,-perharinya dimana uang senesar Rp.70.000,- hasil bekerja sebagai buruh bangunan telah di potong pak Robert Rp20.000,- untuk biaya rokok dan makannya lalu sisanya yang Rp.50.000,- diberikannya kepada istrinya. Untuk biaya listrik mereka, pak Robert bisa mengeluarkan dana sebesar Rp.80.000,- setiap bulannya sedangkan untuk air minum mereka membeli air galon isi ulang seharga Rp.4.000,- tiap 2 hari sekali.


(51)

9. Nama : Binsar Matondang Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 50 tahun

Agama : Kristen Protestan Pendidikan Terakhir : SMP

Status : Menikah

Alamat : Jalan Tirtosari Ujung Nomor 67 Jumlah Tanggungan : 4 orang

Asal Daerah : Luar Kota Medan

Bapak Binsar matondang merupakan salah satu warga di jalan Tirtosari Ujung ini. Belau telah tinggal dan menetap di tempat ini selama 17 tahun, tepatnya dari tahun 1997. Bapak tersebut berasal dari Porsea dan hanya tamatan SMP juga memiliki seorang istri yang bernama Yanti Sitanggang yang juga hanya tamatan SMP dan berasal dari samosir serta sekarang telah berumur 48 tahun. Pak Binsar sendiri lahir pada tahun 1964 dan sekarang telah berumur 50 tahun. Dari hasil pernikahan mereka berdua, mereka telah memiliki 3 orang anak dimana terdapat 2 orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan yang kesemuanya masih menjadi tanggungan pak binsar dan anaknya yang masih bersekolah sebanyak 2 orang. Jadi total jumlah tanggungan pak Binsar adalah 4 orang yaitu istri dan ketiga anaknya yang kesemuanya masih berada di dalam satu rumah. Anak pak Binsar yang pertama seorang lelaki yang bernama Bona Tua Matondang yang sekarang telah berumur 19 tahun dan sudah lulus dari sekolah satu tahun yang lalu serta tidak memiliki tanggungan sekolah lagi. Anak pak binsar yang pertama ini memang sudah tidak bersekolah lagi tapi untuk saat ini


(52)

dia belum bekerja dan masih pengangguran, maka dari itu dia belum bisa membantu perekonomian keluarga mereka sehingga anak pertama pak binsar ini hanya bantu-bantu saja di rumah sembari menunggu mendapatkan pekerjaan. Anak pak binsar yang kedua adalah seorang perempuan yang bernama Bella Amelia Matondang yang sekarang telah berumur 16 tahun dan saat ini masih bersekolah di kelas 2 SMA. Sedangkan anak pak binsar yang terakhir bernama Calvin Matondang yang sekarang berumur 13 tahun dan bersekolah di kelas 2 SMP.

Pekerjaan sehari-hari yang digeluti pak Binsar adalah sebagai pemulung atau pencari barang-barang bekas. Dari pekerjaannya sebaga pemulung pak Binsar bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp.250.000,- setiap minggunya. Namun menurut pak binsar, penghasilannya dari bekerja sebagai pemulung ini tidak bisa mencukupi untuk kebutuhan hidup sehari-hari dia dan keluarganya. Pak binsar mengatakan pengeluaran mereka bisa mencapai Rp.1.500.000,- setiap bulannya. Hal ini bila dibandingkan pendapatannya yang hanya berkisar Rp.1.000.000,-perbulannya pastilah tidak mencukupi kebutuhan mereka. Untuk makan mereka berlima saja setiap harinya pak binsar bisa mengeluarkan uang sebesar Rp.50.000,-. Belum lagi untuk biaya listrik sebesar Rp.100.000,- setiap bulannya dan untuk air minum yang harus mereka beli tiap 2 hari sekali yang seharga Rp.4.000,-pergalonnya. Untuk anaknya yang kedua yang masih bersekolah di SMA pak binsar membayar uang sekolah sebesar Rp.180.000,-, sedangkan untuk anaknya yang SMP pak binsar membayar uang sekolah sebesar Rp.100.000,-. Untuk uang jajan kedua anaknya yang masih bersekolah tersebut pak binsar bisa mengeluarkan uang sebesar Rp.7.000,- setiap harinya.


(53)

Pak Binsar juga menambahkan alasan beliau tinggal disini karena tidak memiliki cukup uang untuk tinggal di tempat lain dan pak binsar juga mengatakan rumah mereka ini milik sendiri, namun tanhnya masih milik PJKA sehingga membuat pak Binsar juga merasa was-was jika seandainya mereka di gusur dari sini.

4.3.2. Informan Tambahan (Kepala Lingkungan Jalan Tirtosari Ujung)

1. Nama : Wahidin Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 55 tahun

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SMA Status : Menikah

Alamat : Jalan Tirtosari Gang Sentosa Nomor 114 f

Pak Wahidin adalah seorang bapak yang telah berusia 55 tahun, beragama Islam dan telah menikah. Beliau memiliki satu orang istri yang bernama Mariana. Bu Mariana sendiri lahir pada tahun 1972 dan sekarang telah berumur 42 tahun. Pak Wahidin dan bu Mariana sama-sama berpendidikan terakhir SMA. Dari pernikahan mereka berdua, mereka telah memiliki 4 orang anak yang terdiri dari 3 orang laki-laki dan satu orang perempuan. Anak pak Wahidin yang pertama bernama Agung yang telah berumur 20 tahun dan sekarang sudah bekerja sebagai satpam. Sedangkan anak pak Wahidin yang kedua bernama Abdi Nugraha yang telah berumur 15 tahun dan sekarang duduk di bangku sekolah SMA. Anak pak


(54)

Wahidin yang ketiga adalah seorang perempuan yang bernama Melani yang sekarang berumur 12 tahun dan bersekolah di kelas 5 SD, dan anak pak Wahidin yang terakhir bernama Wahyu yang berumur 10 tahun dan saat ini bersekolah di kelas 3 SD.

Pak Wahidin telah lama tinggal di Jalan Tirtosari, Kelurahan Bantan ini. Beliau telah tinggal disini dari tahun 1970 tepatnya sejak dia berumur 11 tahun serta dia tinggal dan tumbuh besar di jalan ini bersama orangtuanya. Pak Wahidin saat ini menjabat sebagai kepala lingkungan 12, yaitu lingkungan dari tempat jalan Tirtosari Ujung ini berada dan beliau telah menjabat sebagai Kepala Lingkungan 12 baru selama 2 tahun. Pak Wahidin juga menjelaskan bahwa jalan Tirtosari Ujung itu pada awalnya mulai ditempati sejak tahun 80-an. Dulunya orang yang tinggal disitu hanya membuat rumahnya dari seng dan papan-papan bekas dan jumlahnya pun baru sedikit saja. Seiring berjalannya waktu semakin banyak orang yang mendirikan rumah disitu dan rumah mereka perlahan dibangun menjadi tipe rumah semi permanen karena sejak lama mereka mendirikan rumah disitu, belun sekali pun digusur oleh pihak PJKA. Pak Wahidin juga mengatakan kalau di Jalan Tirtosari Ujung tersebut terdapat sekitar 100 kepala keluarga (kk) dan status kependudukan mereka pun sudah jelas dikarenakan mereka sudah memiliki KTP dan terdaftar di Kelurahan Bantan, mungkin hanya kerabat-kerabat mereka yang baru datang dari kampung saja yang belum terdaftar di Kelurahan Bantan. Beliau juga menjelaskan kalau penduduk di jalan Tirtosari Ujung pada umumnya bersuku batak Toba dan mereka juga mayoritas beragama Kristen. Kalau untuk keamanan sendiri, menurut pak Wahidin terbilang cukup aman,


(55)

terbukti dari tidak adanya terjadi kasus-kasus pencurian atau perselisihan antar warga yang masuk laporan kepadanya.

Pak Wahidin juga menambahkan sifat umum masyarakat di jalan Tirtosari Ujung ini cukup terbuka dan cukup akur satu sama lain, terbukti tidak adanya kasus-kasus konflik yang sering terjadi di jalan ini dan mereka juga cukup terbuka bagi orang-orang yang ingin berkunjung ke daerah mereka. Sedangkan untuk mata pencaharian warga di jalan Tirtosari Ujung ini, pak Wahidin mengatakan cukup bermacam-macam dan pada umumnya bergerak di sektor swasta atau informal katanya. Ada warga yang bekerja sebagai pemulung, berjualan dan buruh bangunan. Beliau juga mengatakan memang mayoritas pekerjaan penduduk disana adalah sebagai pemulung. Kalau untuk pendidikan pak Wahidin mengatakan memang orang tuanya kebanyakan hanya tamatan SD dan SMP, tapi kalau untuk anak-anak mereka sepengetahuan pak Wahidin semua bisa bersekolah sampai lulus SMA. Sedangkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan warga di jalan Tirtosari Ujung ini secara bersama biasanya adalah kegiatan dalam rangka hari besar keagamaan seperti hari Natal, dan kegiatan di tanggal 17 Agustus dimana mereka juga mengadakan lomba untuk semakin meningkatkan kebersamaan antar warganya.

4.4. Gambaran Umum Kemiskinan Pada Masyarakat Miskin di Jalan Tirtosari Ujung

Langkah pertama penanggulangan masalah kemiskinan adalah memahami kemiskinan sebagai suatu masalah. Untuk memahami masalah kemiskinan, kita perlu memandang kemiskinan itu dari dua aspek, yakni kemiskinan sebagai suatu


(56)

kondisi dan kemiskinan sebagai suatu proses. Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta di mana seseorang atau sekelompok orang hidup di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan ketidakmampuannnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Maksudnya dalam menjelaskannya kita harus lebih dahulu menyatakan fakta yang menggambarkan kondisi kehidupannya, bukan ketidakmampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Seperti yang terjadi pada masyarakat miskin di jalan Tirtosari Ujung, kemiskinan dari segi kondisi dapat terlihat dari kondisi kehidupan mereka yang jauh dari taraf hidup yang layak dan mereka juga tinggal di lingkungan yang kumuh yang disebabkan pekerjaan beberapa warga mereka sebagai pemulung sehingga di jalan-jalan dan di depan rumah mereka juga di bantaran rel kita dapat melihat sampah-sampah plastik yang telah di cuci dan akan dikeringkan untuk mereka jual kembali. jalan dari tempat mereka tinggal juga belum diaspal serta banyak yang berlubang-lubang sehingga jika turun hujan jalan tempat mereka tinggal pasti terkena banjir. Fasilitas air bersih pun belum mereka dapatkan sampai saat ini, maka dari itu untuk air minum pun mereka membeli dari air galon isi ulang seharga Rp.4.000,- per galonnnya sedangkan untuk mencuci dan mandi mereka menggunakan air dari sumur yang ada di belakang rumah mereka dan untuk fasilitas listrik mereka sebenarnya sudah mendapatkannya juga tetapi mereka masih menumpang listrik dari tiang listrik di belakang rumah tempat tinggal mereka sehingga mereka belum memiliki fasilitas tiang listrik sendiri. Hal ini senada dengan penuturan salah satu informan, Bapak R. Hutabarat (Lk, 48 tahun) yang mengatakan:


(57)

“Kalo untuk minum belinya kami dek, biasanya kami beli air galon isi ulang itu untuk dua hari sekalilah, cemana lagi mau dibilang orang air pun belum masuk kesini, untunglah ada air sumur itu, jadi untuk mandi sama nyuci ngambil dari situ lah kami.” (wawancara 2 Oktober 2014)

Penjelasan diatas juga di perkuat oleh penuturan salah satu informan, Bapak J.Pasaribu (Lk, 63 tahun) yang mengatakan:

“Listrik kami memang udah dapat, tapi kami masih numpang tiang sama orang belakang, jadi kami belum punya tiang listrik sendiri karena gak boleh pasang tiang listrik dekat rel kereta api, ya apa boleh buatlah, samanya itu bisa dapat listrik udah baguslah.” (wawancara 8 September 2014)

Sementara sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang di anggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Seperti juga yang terjadi pada masyarakat miskin di jalan tirtosari ujung jika dilihat dari prosesnya maka mereka juga masyarakat yang tergolong miskin, hal ini dikarenakan ketidakmampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup seperti untuk makan, pendidikan, biaya listrik, biaya air, tabungan serta keperluan hidup sehari-hari. Penghasilan yang mereka dapatkan sehari-hari juga kurang jika dibandingkan pengeluaran mereka setiap bulannya. Hal ini senada dengan penuturan salah satu informan, Ibu M.Sianipar (Pr, 42 tahun) yang juga mengatakan:


(58)

“Kalo untuk penghasilan ya gak cukuplah untuk kehidupan sehari-hari ito, penghasilan saya aja cuman Rp.50.000,-sehari itupun kadang-kadang untuk dua hari nyari botot. Pengeluaran kami sekeluarga bisa nyampek Rp.1.500.000,-sebulannya. Uang sekolah anakku yang smp aja Rp.110.000,-perbulan, belum lagi untuk jajan orang itu sama makan kami setiap hari nyampeklah itu Rp.50.000,-. Uang sekolah anakku yang smp itu aja pun belum ku bayar sampe sekarang tok.” (wawancara 17 September 2014)

Dengan demikian dapat kita lihat bahwa masyarakat yang berada di pinggiran rel pada jalan Tirtosari Ujung tergolong miskin. Hal ini terbukti dari penjelasan diatas yang mengatakan kemiskinan dapat dilihat dari dua aspek yaitu kemiskinan berdasarkan kondisi dan kemiskinan berdasarkan proses. jika dilihat dari kondisinya, kemiskinan pada masyarakat dijalan Tirtosari Ujung dapat terlihat dari kondisi tempat tinggal mereka yang kumuh karena dipenuhi sampah-sampah dan jalan mereka yang masih rusak serta fasilitas-fasilitas yang belum mereka dapatkan seperti air bersih dari PAM dan tiang listrik sendiri bagi fasilitas listrik mereka. Sedangkan dari prosesnya, kemiskinan mereka dapat terlihat dari ketidakmampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup, padahal mereka sudah bekerja dan memiliki pendapatan tapi hal itu belum bisa membuat kehidupan mereka lebih baik seperti yang di alami oleh ibu M.Sianipar tersebut. Selain dari penjelasan diatas, ada beberapa indikasi yang menjelaskan dan membuktikan bahwa seseorang atau sekelompok orang memang tergolong pada masyarakat yang miskin.

Memang Sulit memperoleh informasi yang jelas mengenai indikasi-indikasi seperti apa yang dapat digunakan untuk melihat bahwa seorang individu ataupun kelompok masyarakat itu miskin atau tidak miskin. Namun demikian


(1)

ABSTRAK

Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia akan menimbulkan persaingan untuk mendapatkannya dan akhirnya akan banyak masyarakat yang akan menjadi pengangguran yang pada akhirnya mereka akan masuk kepada golongan masyarakat miskin karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka. Akhirnya masyarakat yang tergolong miskin ini pun memilih pekerjaan-pekerjaan di sektor informal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti menjadi pedagang kaki lima, juru parkir, tukang becak, pedagang asongan, pengemis, pemulung, buruh bangunan dan masih banyak yang lainnya. Seperti masyarakat miskin di pemukiman kumuh jalan tirtosari ujung, tepatnya mereka yang tinggal di pinggiran rel kereta api. Pekerjaan mereka yang hanya sebagai pemulng membuat pendapatan yang mereka dapatkan tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, sehingga mereka memerlukan strategi-strategi agar bisa bertahan hidup dengan kondisi keterbatasan ekonomi yang mereka alami.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seperti apa strategi yang dilakukan masyarakat miskin di Jalan Tirtosari Ujung tersebut dalam mengatasi kondisi keterbatasan ekonomi yang mereka alami serta untuk melihat apa strategi-strategi tersebut cukup ampuh dalam membantu perekonomian mereka. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga miskin di Jalan Tirtosari Ujung. memiliki pendapatan yang tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan sehari-hari dan fasilitas air bersih juga belum mereka dapatkan. Status tanah tempat mereka tinggal pun masih milik PJKA sehingga mereka rentan akan terkena gusur. Selain itu strategi yang dilakukan mereka pun bermacam-macam, seperti strategi aktif, yaitu memaksimalkan kemampuan setiap anggota keluarga. Mereka juga melakukan strategi pasif, seperti menekan pengeluaran keluarga setiap bulannya dan mereka juga melakukan strategi jaringan pengaman dengan melakukan peminjaman uang dan bantuan pemerintah dalam menutupi kurangnya pendapatan mereka sehari-hari. Strategi yang mereka lakukan ini pun terbukti cukup ampuh dalam membantu mereka dalam mengatasi permasalahan dalam memenuhi kebutuhan pokok walaupun hanya dengan seadanya.

Kata Kunci: Strategi Bertahan Hidup, Masyarakat Pinggiran Rel, dan Keluarga Miskin


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

ABSTRAK... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1.Latar Belakang Masalah... 1

1.2.Rumusan Masalah... 8

1.3.Tujuan Penelitian... 8

1.4.Manfaat Penelitian... 8

1.5.Defenisi konsep...9

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 11

2.1. Konsep dan Indikator Kemiskinan...11

2.1.1. Defenisi Kemiskinan...13

2.1.2. Aspek-aspek Kemiskinan... 14

2.1.3. Gejala-gejala Kemiskinan...17

2.1.4. Karakteristik Penduduk Miskin... 19

2.2. Konsep Strategi Bertahan Hidup... 24

2.3. Strategi Adaptasi (Coping Strategies)…... 26

BAB III METODE PENELITIAN... 30

3.1. Jenis Penelitian... 30

3.2. Lokasi Penelitian... 30


(3)

3.3.1. Unit Analisis...31

3.3.2. Informan...31

3.4. Teknik Pengumpulan Data...32

3.4.1. Data Primer……...32

3.4.2. Data Sekunder...33

3.5. Interpretasi Data... 34

3.6. Jadwal Penelitian... 35

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA... 36

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 36

4.1.1. Sejarah Ringkas Kelurahan Bantan... 36

4.1.2. Letak Geografis dan Batas Wilayah Kelurahan Bantan... 38

4.1.3. Gambaran Penduduk Kelurahan Bantan...38

4.1.3.1. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin...39

4.1.3.2. Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan... 40

4.1.3.3. Penduduk Berdasarkan Agama...41

4.1.3.4. Penduduk Berdasarkan Usia Tenaga Kerja... 42

4.1.3.5. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan...43

4.1.3.6. Penduduk Berdasarkan Pekerjaan ...44

4.1.4. Gambaran Sarana dan Prasarana Kelurahan Bantan... 45

4.1.4.1. Sarana di Bidang Kesehatan...46

4.1.4.2. Sarana di Bidang Agama... 47

4.1.4.3. Sarana di Bidang pendidikan... 48

4.1.4.4. Sarana di Bidang Perhubungan...49


(4)

4.2. Gambaran jalan Tirtosari Ujung, Kelurahan Bantan...51

4.3. Profil Informan...54

4.3.1. Informan Kunci...54

4.3.2. Informan Tambahan...79

4.4. Gambaran umum Kemiskinan Pada Masyarakat Miskin di Jalan Tirtosari Ujung...81

4.4.1. Gejala-gejala Kemiskinan Pada Masyarakat Miskin di Jalan Tirto sari Ujung...89

4.4.2. Faktor Intelektual, Sosial Psikologis, Keterampilan dan Asset Sebagai Penyebab Kemiskinan Masyarakat Miskin pada Jalan Tirtosari Ujung... 93

4.4.3. Pendapatan Perekonomian Masyarakat Miskin di Jalan Tirtosari Ujung...95

4.4.4. Kehidupan Ekonomi dan Pembagian Penghasilan Perekonomian Masyarakat miskin di jalan tirtosari ujung...99

4.5. Strategi Bertahan Masyarakat Miskin di Jalan Tirtosari Ujung Dalam Mengatasi Kondisi Keterbatasan Ekonomi Yang Mereka Alami...107

1. Strategi Aktif atau Optimalisasi Sumber Daya Manusia (SDM) ...110

2. Strategi Pasif atau Penekanan/Pengetatan Pengeluaran...114


(5)

BAB V Penutup... 123

5.1. Kesimpulan... 123

5.2. Saran... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 128


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jadwal Kegiatan... 35

Tabel 2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin... 39

Tabel 3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan... . 40

Tabel 4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama... 41

Tabel 5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia Tenaga Kerja...42

Tabel 6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan...43

Tabel 7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian...44

Tabel 8 Keadaan Sarana Kesehatan di Kelurahan Bantan...46

Tabel 9 Keadaan Sarana di Bidang Agama...47

Tabel 10 Keadaan Sarana di Bidang Pendidikan...48

Tabel 11 Keadaan Sarana Perhubungan...49