64
4.3. Profil Informan
4.3.1. Informan Kunci Beberapa Keluarga Yang Tinggal di Jalan Tirtosari Ujung
1. Nama
: P. Saragih Jenis kelamin
: Laki-laki Usia
: 52 tahun Agama
: Kristen Pendidikan Terakhir : SMP
Status : Menikah
Alamat : Jalan Tirtosari Ujung Nomor 56
Jumlah Tanggungan : 4 orang Asal Daerah
: Dari Medan Pak P.Saragih adalah warga yang sudah tinggal selama 6 tahun di jalan ini
tepatnya dari tahun 2008. Beliau lahir pada tahun 1962 di Medan, tepatnya di daerah Mandala dan berumur 52 tahun. Pak saragih memiliki seorang istri yang
bernama Mirna Simatupang yang sekarang berumur 42 tahun. Ibu Mirna sendiri lahir pada tahun 1972. Pendidikan terakhir pak Saragih hanyalah SMP dan ibu
Mirna adalah tamatan SMA. Beliau memiliki total 5 lima anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dan memiliki 3 tiga orang anak yang masih menjadi
tanggungannya yang terdiri dari 1 satu orang anak perempuan dan 2 dua orang anak laki-laki. Anak yang pertama bernama Vera Novalia Saragih dan telah
berumur 23 tahun. Vera Novalia sendiri berpendidikan terakhir SMK dan saat ini
Universitas Sumatera Utara
65
belum bekerja alias pengangguran. Sedangkan anak pak Saragih yang kedua bernama Brigjen Putra Mandala Saragih dan berumur 21 tahun. Menurut
penuturan beliau alasan kenapa putra pertamanya ini di beri nama Brigjen Putra Mandala karena dulunya mereka berasal dari Mandala sehingga di belakang
namanya di beri nama Mandala agar dia ingat daerah asalnya. Putra pertama pak Saragih ini dulunya sempat bersekolah di Sekolah Pariwisata, akan tetapi karena
sifatnya yang bandel akhirnya dia putus sekolah dan tidak menyelesaikan pendidikan terakhirnya sederajat SMA. Saat ini beliau mengatakan mereka sedang
mengurus paket C untuk status kelulusan putra pertamanya tersebut agar memiliki ijajah sederajat SMA. Anak pak Saragih yang ketiga bernama Roy Natal Rejeki
Saragih serta lahir pada tahun 2001 dan saat ini sedang mengenyam pendidikan di kelas 6 SD.
Beliau mengatakan dia adalah warga asli Medan dan sudah tinggal di Medan dari tahun 1960. Dulunya beliau tinggal di Mandala bersama orangtuanya
dan pada tahun 2008 memutuskan untuk tinggal disini. Alasan pak Saragih untuk tinggal disini karena tidak memiliki uang untuk tinggal di tempat lain dan disini
beliau bisa bekerja sebagai pemulung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Memang rumah yang ditinggali pak saragih saat ini adalah milik sendiri tapi
beliau mengatakan tanah tempat rumah mereka berdiri ini masih milik PJKA dan menurut penuturan beliau mereka tidak membayar retribusi apapun kepada
siapapun untuk bisa tinggal di tanah milik PJKA ini. Penghasilan pak Saragih sendiri sebagai pemulung berkisar Rp.700.000, – Rp.1.000.000,- per bulannya.
Beliau mengatakan penghasilannya tersebut sangat tidak mencukupi untuk
Universitas Sumatera Utara
66
kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari dikarenakan pengeluaran keluarga mereka perbulannya lebih banyak dari penghasilannya yaitu berkisar
Rp.1.500.000 – Rp.2.000.000,-perbulannya. Untuk makan saja mereka mengeluarkan uang Rp.50.000,-perharinya, belum lagi biaya listrik yang berkisar
Rp.100.000,-perbulannya dan untuk uang jajan anaknya yang SD pak saragih memberikan Rp.3.000,-perhari. untuk air minum mereka membeli dengan harga
Rp1.000,-per jerigen setiap harinya.
Pak Saragih mengatakan anaknya belum ada yang bekerja dan untuk saat ini hanya dialah yang bekerja untuk mendapatkan penghasilan dan sekali-kali
istrinya juga membantu pak Saragih dalam mencari barang-barang bekas. Mereka mulai mencari barang-barang bekas dari jam 08.00 pagi sampai jam 12.00 siang
dimana mereka pulang dan beristirahat, lalu pada siang harinya mereka melanjutkan pekerjaan dengan membersihkan, mencuci dan memilah-milah
barang-barang bekas dan plastik bekas yang telah mereka kumpulkan lalu menjualnya pada toke barang bekas.
2. Nama
: J. Pasaribu Jenis Kelamin
: Laki-laki Usia
: 63 tahun Agama
: Kristen Pendidikan Terakhir : SMA
Status : Menikah
Alamat : Jalan Tirtosari Ujung Nomor 60
Universitas Sumatera Utara
67
Jumlah Tanggungan : 6 orang Asal Daerah
: Luar Kota Medan Bapak J.Pasaribu merupakan warga di Jalan Tirtosari Ujung yang
tergolong sudah cukup lama tinggal disini. Beliau tinggal di Jalan Tirtosari Ujung ini sejak tahun 1994 dan sudah sekitar 20 tahun tinggal di jalan ini. Beliau adalah
seorang bapak dari 6 enam orang anak dan memiliki satu orang cucu yang bernama Putri. Pak J.Pasaribu lahir pada tahun 1951 dan telah berumur 63 tahun.
Beliau juga memiliki seorang istri yang bernama ibu T.Turnip yang lahir pada tahun 1958 dan sekarang berumur 56 tahun. Pak J.Pasaribu dan istrinya ibu
T.Turnip sama-sama berasal dari daerah Samosir, pak J.Pasaribu berpendidikan terakhir SMA sedangkan istrinya hanya berpendidikan terakhir SD. Pak
J.Pasaribu memiliki 6 enam orang anak yang mana beliau mengatakan sebanyak dua orang anaknya telah menikah dan anaknya yang masih menjadi tanggungan
sebanyak tiga orang, jadi total jumlah anggota keluarga beliau yang tinggal dalam satu rumah berjumlah 7 orang termasuk juga cucunya. Anak beliau yang pertama
bernama Lambriana Pasaribu dan telah berumur 35 tahun. Anak perempuannya yang pertama ini telah menikah dan memiliki satu orang anak, akan tetapi untuk
saat ini anak perempuan pertama pak j.pasaribu ini beserta cucunya harus tinggal bersama mereka. Hal ini dikarenakan suami dari anak perempuan pertamanya ini
telah meninggalkan dia dengan status yang tidak jelas dan anak pertamanya itu tidak memiliki pekerjaan, maka dari itu dia kembali menumpang bersama
orangtuanya dengan anaknya yang berumur 4 tahun. Sedangkan anak kedua beliau telah lama meninggal katanya tapi saya tidak tahu alasannya kenapa kerena
takutnya menyinggung perasaan beliau jika saya menanyakannya, dan anak yang
Universitas Sumatera Utara
68
ketiga bernama Jayit Pasaribu, seorang laki-laki berumur 28 tahun dan telah menikah juga sudah tidak tinggal satu rumah lagi dengan bapak J.Pasaribu. Anak
pak Pasaribu yang keempat bernama Priska Pasaribu, seorang perempuan yang berumur 22 tahun dan untuk saat ini hanya membantu pekerjaan pak pasaribu
dalam membuat keranjang dirumahnya. Anak bapak pasaribu yang kelima dan keenam adalah anak kembar, mereka bernama Dewi Pasaribu dan Dewi Paula
Pasaribu. Keduanya saat ini berumur 17 tahun dan saat ini mengenyam pendidikan di kelas 3 SMA di SMA Teladan.
Alasan pak pasaribu sendiri mengapa tinggal di Jalan Tirtosari Ujung ini adalah untuk mencari nafkah. Beliau mengatakan disini dia bisa bekerja sebagai
peternak babi karena memang dulunya beliau adalah seorang peternak babi, namun karena usianya yang sekarang sudah semakin tua dan gampang capek, pak
P.Pasaribu akhirnya memilih berhenti bekerja sebagai peternak babi dan sekarang beliau bekerja sebagai pengrajin keranjang belanjaan. Setiap hari beliau beserta
istrinya dan juga terkadang di bantu oleh anak-anaknya membuat keranjang belanjaan yang diberi harga Rp.5.000,- per buahnya. Selain itu pak J.Pasaribu juga
terpanggil untuk melayani di Gereja sehingga sekarang dia aktif dalam pelayanan di Gerejanya. Rumah tempat tinggal bapak J.Pasaribu adalah milik sendiri namun
sama seperti warga lainnya, tanah tempat mereka mendirikan rumahnya ini masih milik PJKA sehingga masih ada perasaan was-was dari pak Pasaribu mereka
bakalan di gusur sewaktu-waktu. Penghasilan beliau sendiri dari membuat keranjang adalah Rp.50.000,- per harinya, jadi jika dirata-ratakan perbulannya
penghasilan pak Pasaribu mencapai Rp.1.500.000,-. Menurut penuturan beliau penghasilannya itu sangat tidak mencukupi untuk kehidupan keluarganya sehari-
Universitas Sumatera Utara
69
hari. Biaya keperluan makan mereka dalam satu hari saja bisa mencapai Rp.60.000,- untuk makan 7 orang. Belum lagi untuk biaya uang sekolah untuk
anaknya yang masih bersekolah yaitu Rp.200.000,-perorangnya, yang berarti menjadi Rp.400.000,-perbulannya untuk biaya sekolah mereka. Juga untuk uang
jajan anak dalam sehari, dia mengeluarkan uang Rp.10.000,-. Untuk biaya listrik, dalam sebulannya keluarga pak j.pasaribu harus membayar Rp.80.000,- dan untuk
biaya air minum pun mereka membeli air mentah seharga Rp1.000,-per- jerigennya.
3. Nama
: Tiur Simatupang Jenis Kelamin
: Perempuan Usia
: 40 tahun Agama
: Kristen Pendidikan Terakhir : SMP
Status : Menikah
Alamat : Jalan Tirtosari Ujung Nomor 34
Jumlah Tanggungan : 5 orang Asal Daerah
: Luar Kota Medan Ibu Tiur Simatupang adalah seorang ibu yang berusia 40 tahun. Beliau
merupakan salah satu warga yang tinggal di Jalan Tirtosari Ujung dan sudah tinggal dan menetap di jalan ini selama 15 tahun. Kebetulan ketika saya datang,
yang ada di rumah itu hanya ada ibu Tiur sendiri dan suaminya sedang pergi keluar jadi saya akhirnya mewawancarai ibu Tiur Simatupang ini. Suami ibu Tiur
Simatupang ini sendiri bernama E.Marpaung dan sudah berumur 45 tahun. Ibu
Universitas Sumatera Utara
70
Tiur berasal dari daerah Siborong-borong Tapanuli Utara, sedangkan suaminya berasal dari Porsea. Keduanya sama-sama hanya dari tamatan SMP. Selama
menikah kedua pasangan ini telah dikaruniai 4 empat orang anak yaitu terdiri dari 3 tiga orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan. Menurut
penuturan ibu Tiur keempat anaknya saat ini sama-sama berada di bangku sekolah dasar. Anak pertama ibu Tiur Simatupang ini bernama L.Roni Marpaung,
berumur 13 tahun dan sekarang bersekolah di kelas 6 SD. Sedangkan anaknya yang kedua bernama Marta Marpaung, berumur 12 tahun dan saat ini bersekolah
di kelas 6 SD juga. Ibu Tiur mengatakan dulu anaknya yang pertama itu pernah tinggal kelas jadi sekarang memiliki tingkatan kelas yang sama dengan adiknya.
Anak ibu Tiur yang ketiga bernama Agung Marpaung, berumur 9 Sembilan tahun dan sekarang mengenyam pendidikan di kelas 4 SD, dan anak ibu tiur yang
terakhir bernama Ervan Marpaung, berumur 8 delapan tahun dan sekarang berada di tingkatan kelas 3 SD. Dari penjelasan ibu Tiur, keempat anaknya saat
ini memang bersekolah, tapi karena sekarang mereka masih di sekolah dasar, ibu Tiur mengatakan dia tidak mengeluarkan biaya uang sekolah untuk sekolah
keempat anaknya karena mereka bersekolah di SD negeri dan mereka mendapat dana BOS dari pemerintah yang membuat mereka tidak harus membayar uang
sekolah. Total jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah ibu Tiur ini adalah 7
orang. Hal ini dikarenakan selain dia, suaminya dan keempat anak-anaknya, di rumah ibu Tiur saat ini juga ada saudara yang menumpang yaitu anak dari
kakaknya. Akan tetapi anak kakaknya ini sudah bekerja dan bisa membiayai hidupnya sendiri. Ibu Tiur mengatakan alasan kenapa ia tinggal di jalan Tirtosari
Universitas Sumatera Utara
71
Ujung ini adalah karena hanya disinilah sumber mata pencahariannya dimana dia dan suaminya bekerja sebagai pemulung atau pemungut barang-barang bekas. Bu
Tiur mengatakan terkadang suaminya juga bekerja sebagai buruhkuli bangunan dengan gajinya Rp.70.000,- per hari, namun pekerjaan sebagai buruh bangunan
paling didapatkan suaminya hanya seminggu dalam sebulan, selebihnya jika tidak ada kerjaan lain suaminya turut membantunya dalam mencari barang-barang
bekas. Pekerjaan sebagai pemulung dilakukan ibu Tiur dari jam 08.00 pagi sampai dengan jam 11.00 siang, setelah itu dia masak di rumah untuk keperluan makan
siang dan dia melanjutkan pekerjaannya dengan mencuci dan membersihkan barang-barang dan plastik bekas yang dikumpulkanya lalu dikilokan untuk di jual
ke toke botot. Penghasilan ibu Tiur sendiri dari bekerja sebagai pemulung mendapatkan Rp.200.000,- setiap minggunya, jadi jika dirata-ratakan penghasilan
ibu tiur ini hanya mencapai Rp.800.000,- per bulannya di tambah penghasilan suami yang terkadang bekerja sebagai buruh bangunan sebesar Rp.490.000,- per
bulannya jika di rata-ratakan. Jadi total yang keluarga mereka dapatkan setiap bulannya bisa mencapai Rp.1.300.000,-. Ibu tiur mengatakan penghasilannya
sebagai pemulung sangat tidak mencukupi untuk kehidupan keluarganya setiap hari, hal ini dikarenakan banyaknya pengeluaran mereka sekeluarga tidak
sebanding dengan penghasilan yang keluarganya dapatkan. Untuk biaya jajan anak sekolah saja dia bisa mengeluarkan uang Rp.15.000,- setiap harinya. Untuk
makan mereka mengeluarkan biaya sekitar Rp.70.000,- setiap harinya untuk 7 orang dalam satu rumah. Biaya listrik ibu tiur sekeluarga dalam satu bulan bisa
mencapai Rp.110.000,- dan untuk biaya minum saja mereka mengeluarkan biaya Rp4.000,- setiap harinya dimana mereka membeli air gallon isi ulang setiap hari
Universitas Sumatera Utara
72
untuk minum dikarenakan tidak tersedianya fasilitas air bersih dari PDAM sehingga mereka harus mencuci dan mandi dengan menggunakan air sumur yang
ada di belakang rumah. Untuk saat ini keluarga ibu Tiur belum memiliki rumah sendiri sehingga
rumah yang ditempati mereka sekarang masih mereka sewa dengan harga Rp.3.500.000,- per tahunnya. Menurut penuturan ibu Tiur, tanah tempat mereka
tinggal, juga tanah tempat warga lainnya tinggal masih milik PJKA.
4. Nama
: R. Silalahi Jenis Kelamin
: Perempuan Usia
: 45 tahun Agama
: Kristen Pendidikan Terakhir : SD
Status : Menikah
Alamat : Jalan Tirtosari Ujung Nomor 46
Jumlah Tanggungan : 2 orang Asal Dearah
: Luar Kota Medan Ibu Silalahi adalah juga salah satu warga yang tinggal pada jalan Tirtosari
Ujung ini. Beliau telah tinggal dan menetap di jalan ini selama 8 tahun, tepatnya dari tahun 2006. Beliau memiliki seorang suami yang bernama W.Siregar, tetapi
sudah meninggal 2 tahun yang lalu. Jadi untuk saat ini yang menjadi kepala keluarga dan mencari nafkah di keluarga ibu Silalahi adalah dirinya sendiri.
Beliau sendiri lahir pada tahun 1969 dan sekarang telah berumur 45 tahun. Ibu R.Silalahi ini berasal dari daerah Sidikalang dan pendidikan terakhirnya hanyalah
Universitas Sumatera Utara
73
tamatan SD. Alasan awal dulunya ibu silalahi ini datang ke medan adalah untuk mendapatkan pekerjaan guna memiliki hidup yang lebih baik, namun karena
ketatnya persaingan hidup sedangkan dia hanyalah tamatan SD maka dari itu dia hanya bisa bekerja di sektor informal seperti membuat kaporit ataupun pemutih
yang sedang digelutinya sekarang. Dari hasil pernikahannya, ibu silalahi memiliki 2 dua orang anak yaitu Josua Manahan Siregar dan Erfa Septia Siregar di mana
keduanya saat ini masih menjadi tanggungan dari ibu Silalahi. Anaknya yang pertama, Josua Manahan Siregar berumur 17 tahun dan sekarang sedang
mengenyam pendidikan di kelas 2 SMA tepatnya di SMA Budi Satria. Sedangkan anaknya yang kedua bernama Erfa Septia siregar berumur 14 tahun yang sekarang
bersekolah di kelas 2 SMP. Alasan beliau sendiri kenapa memilih tinggal di jalan tirtosari ujung ini adalah kerena di tempat ini dia bisa mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kedua orang anaknya itu, ibu R.Silalahi bekerja sebagai pembuat kaporit ataupun
pemutih. Kebetulan ketika saya menjumpai ibu r.silalahi ini, beliau sedang mencuci botol-botol aqua bekas yang bakalan menjadi tempat pemutihkaporit
yang bakal dijualnya nanti. Pagi hari dari jam 09.00 sampai jam 12.00 siang beliau mengumpulkan botol-botol aqua bekas, setelah itu dia mencuci botol-botol
aqua bekas tersebut dan mengisinya dengan air kaporitpemutih untuk di jual seharga Rp.1.000,- per botolnya.
Dari hasil menjual kaporitpemutih ini, ibu R.Silalahi bisa mendapatkan Rp.100.000,- setiap harinya, itu jika termasuk modal. Namun jika di potong
dengan modal, penghasilan ibu silalahi berkisar Rp.60.000,- per harinya. Jadi jika dirata-ratakan pnghasilan ibu Silalahi bisa mencapai Rp.1.800.000,- per bulannya.
Universitas Sumatera Utara
74
beliau mengeluarkan uang sebesar Rp 4.000.000 setiap tahunnya untuk biaya sewa rumah karena ibu Silalahi memang belum memiliki rumah sendiri maka dari
itu beliaupun menyisihkan uang sebesar Rp.100.000, – Rp.300.000,- dalam sebulan untuk biaya sewa rumah tiap tahunnya. Setau ibu silalahi tanah tempat
mereka saat ini tinggal itu masih milik PJKA. Menurut ibu silalahi pendapatannya yang segitu bisa di bilang tidak mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari,
karena penghasilan yang dia dapatkan juga dia habiskan untuk uang sekolah anaknya yang SMA sebesar Rp.160.000,-perbulannya dan untuk anaknya yang
SMP, biaya untuk uang sekolahnya sebesar Rp.120.0000,-, jadi jika di total untuk biaya pendidikan anak sekolah saja dia harus mengeluarkan Rp.280.000,- setiap
bulannya. Belum lagi untuk biaya ongkos dan jajan anak-anaknya, beliau harus mengeluarkan uang paling tidak Rp.12.000,- dalam sehari. Untuk biaya sewa
rumah pun beliau mengeluarkan uang sebesar Rp.4.000.000,- setiap tahunnya karena ibu silalahi memang belum memiliki rumah sendiri. Untuk biaya makan
bagi 3 orang dalam satu rumah, beliau harus mengeluarkan biaya sebesar Rp.40.000,- setiap harinya, Dan untuk air minum mereka sekeluarga juga harus
membeli air gallon isi ualng yang di beli tiap 2 hari sekali yang harganya Rp.4.000,-pergalonnya. Untuk biaya listrik, ibu silalahi bisa membayar mencapai
Rp80.000,- setiap bulannya.
5. Nama
: N. Purba Jenis Kelamin
: Laki-laki Usia
: 53 tahun Agama
: Kristen Katolik
Universitas Sumatera Utara
75
Pendidikan Terakhir : SMA Status
: Menikah Alamat
: Jalan Tirtosari Ujung Nimor 52 Jumlah Tanggungan : 4 orang
Asal Daerah : Luar Kota Medan
Bapak N.Purba adalah warga yang sudah sangat lama tinggal di jalan Tirtosari Ujung. Beliau telah tinggal di jalan ini selama 32 tahun yaitu sejak
tahun1982. Pak N.Purba sendiri lahir pada tahun1961 dan telah berumur 53 tahun. Beliau sudah menikah dan saat ini memiliki seorang istri bernama Merlin
Panjaitan. Ibu Merlin sendiri lahir pada tahun 1963 dan saat ini berumur 51 tahun. Pak N.Purba berasal dari Dolok Sanggul, sedangkan istrinya ibu Merlin berasal
dari Porsea. Keduanya sama-sama dari tamatan SMA. Dari hasil pernikahan keduanya, mereka memiliki 4 orang anak yaitu 2 laki-laki dan 2 perempuan. Anak
yang masih menjadi tanggungan pak N.Purba ada 3 orang dan yang masih memiliki tanggungan sekolah berjumlah 2 orang, jadi total jumlah anggota
keluarga yang tinggal dalam satu rumah pak N.Purba adalah 5 orang. Anak pak Purba yang pertama bernama Sahala Purba yang telah berumur 29 tahun. Bang
Sahala Purba ini sendiri sudah menikah dan telah memiliki satu orang anak sehingga sekarang bapak N,Purba dan bu Merlin Panjaitan telah memiliki seorang
cucu. Saat ini anak pak N.Purba yang pertama ini sudah tidak tinggal satu rumah lagi bersama mereka karena dia sudah menikah dan memilih pindah. Pak N.Purba
mengatakan saat ini anak pertamanya itu bekerja sebagai petani dan belum bisa membantu keluarganya yaiyu pak N.Purba dan bu M.Panjaitan karena kondisi
anaknya itu juga sama seperti mereka. Anak beliau yang kedua adalah seorang
Universitas Sumatera Utara
76
pemuda berumur 27 tahun yang bernama Tison Hamonangan Purba. Anak pak N.Purba yang kedua ini belum bekerja alias masih pengangguran dan
kesehariannya hanya bantu-bantu pekerjaan pak N.Purba dalam mencari barang- barang bekas seperti membersihkan dan memilah-milah barang-barang dan
plastik-plastik bekas hasil pulungan beliau dan istrinya. Saat saya mendatangi rumah mereka, bang Tison ini juga ada di situ dan dia sedang memasak sesuatu di
depan rumahnya bersama adiknya yang nomor 4, Melinda Veronika. Anaknya yang ketiga adalah seorang perempuan yang bernama Megawati Purba yang telah
berumur 16 tahun dan saat ini sedang mengenyam pendidikan di kelas 2 SMA di SMA teladan yang berada tidak jauh dari rumah mereka. Sedangkan anak pak
N.Purba yang keempat juga perempuan yang bernama Melinda Veronika Purba yang sudah berumur 14 tahun dan berada di kelas 2 SMP di smp Jambi.
Pak N.Purba mengatakan kalau rumah yang ditinggalinya saat ini adalah milik sendiri sejak dia tinggal disini, tapi dia menambahkan kalau tanah tempat
rumah mereka berdiri ini masih milik PJKA. Beliau juga mengatakan kalau dia merasa takut digusur sewaktu-waktu saat ini karena dia mendengar kabar kalau
PT.Kereta Api akan membuat jalur rel menjadi 2 bagian sehingga ada kemungkinan tanah tempat mereka tinggal terkena gusur karena di pakai untuk
jalur rel yang baru tersebut. Pak N.Purba mengatakan alasannya tinggal disini adalah kerena dia tidak memiliki uang untuk pindah ke tempat lain, beliau
mengatakan kalau kita punya uang gak mungkin kita milih tinggal disini. Saat ini pak N.Purba dan bu Merlin panjaitan bekerja sebagai pemulung, dulunya pak
N.Purba sempat menjadi tukang parkir di mandala, namun karena usianya
Universitas Sumatera Utara
77
semakin tua dia berhenti dari pekerjaannya sebagai tukang parkir dan memilih untuk memulung untuk saat ini. Penghasilan yang mereka dapatkan dari hasil
memulung sebesar Rp.50.000,- perhari, jadi jika kita rata-ratakan penghasilan mereka bisa mencapai Rp.1.500.000,- per bulannya. Pak n.purba mengatakan
penghasilannya bekerja sebagai pemulung ini sangat tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Dalam satu hari saja untuk makan mereka bisa
menghabiskan 2kg beras dimana beras yang mereka beli adalah beras yang harganya paling murah yaitu Rp.7.000,-perkilogramnya. Belum lagi untuk ikan
dan sayur mereka bisa menghabiskan Rp.20.000,- setiap harinya. Jadi jika di total pengeluaran mereka itu perharinya untuk makan saja bisa mencapai sekitar
Rp.35.000.-. Untuk biaya listrik, keluarga pak n.purba bisa mengeluarkan uang
Rp.100.000,- setiap bulannya, sedangkan untuk air minum mereka membeli air gallon isi ulang setiap 2 hari sekali dengan harga Rp.4.000,-pergalonnya.
Sedangkan untuk keperluan mencuci dan keperluan mandi, keluarga pak n.purba juga menggunakan air dari sumur karena mereka pun belum mendapatkan fasilitas
air bersih dari pemerintah. Belum lagi untuk biaya uang sekolah kedua orang anaknya yang masih bersekolah yaitu megawati purba di kelas 2 SMA yaitu
sebesar Rp.180.000,- dan putrinya Melinda veronica purba yang berada di kelas 2 SMP yaitu sebesar Rp.100.000,-. Jika di total biaya sekolah untuk keduanya bisa
mencapai Rp.280.000,- setiap bulannya. Untuk uang jajan anaknya yang bersekolah beliau juga mengeluarkan uang sebesar Rp.10.000,- setiap harinya.
Jadi jika kita rata-ratakan pengeluaran keluarga pak n.purba ini bisa mencapai
Universitas Sumatera Utara
78
Rp.1.700.000,- dari pendapatannya yang hannya berkisar Rp.1.500.000,- setiap bulannya.
6. Nama
: L. Panjaitan Jenis Kelamin
: Laki-laki Usia
: 40 tahun Agama
: Kristen Protesten Pendidikan Terakhir : SMA
Status : Menikah
Alamat : Jalan Tirtosari Ujung Nomor 90
Jumlah Tanggungan : 5 orang Asal Daerah
: Dari Medan Salah satu warga yang sudah cukup lama tinggal di pinggiran rel ini adalah
bapak L.Panjaitan. beliau sudah tinggal disini selama 35 tahun yaitu sejak tahun 1979. Pak Panjaitan ini sendiri lahir dan besar di jalan tirtosari ujung ini
sedangkan rumah yang di tempatinya saat ini adalah peninggalan dari orangtuanya. Orangtua beliau sendiri berasal dari Balige. Beliau saat ini sudah
berumur 40 tahun dan memiliki seorang istri yang bernama M.Oposunggu yang berasal dari Moara dan pendidikan terakhir keduanya adalah tamatan SMA. Istri
beliau sendiri juga sudah berumur 40 tahun dan dari hasil pernikahan mereka berdua, saat ini mereka memilki 4 orang anak yaitu 3 orang laki-laki dan 1 orang
anak perempuan yang mana semua anaknya ini masih menjadi tanggungannya dan anaknya yang memiliki tanggungan sekolah berjumlah 3 orang. Jadi total anggota
keluarga yang tinggal dalam satu rumah pak panjaitan ini adalah 6 orang dan
Universitas Sumatera Utara
79
orang yang bekerja dan memiliki penghasilan di keluarga mereka hanya pak Panjaitan seorang, sementara itu istri pak Panjaitan hanya beraktivitas sebagai ibu
rumah tangga. Anak pak L.Panjaitan yang pertama bernama Rilan Panjaitan yang sekarang berumur 17 tahun dan berada di kelas 3 SMA. Sedangkan anaknya yang
kedua bernama Riksman Panjaitan yang berumur 16 tahun dan sekarang juga sedang bersekolah di kelas 2 SMA. Kedua anak pak L.Panjaitan ini juga
bersekolah di SMA teladan, dikarenakan jaraknya yang tidak jauh dari rumah mereka. Anak pak L.Panjaitan yang ketiga bernama Wahyu Panjaitan yang
sekarang berumur 9 tahun dan sedang mengenyam pendidikan di kelas 3 SD. Anak beliau yang terakhir bernama Gresia Panjaitan yang masih bayi dan baru
berumur dua setengah tahun. Beliau mengatakan rumah tempat dia tinggal saat ini adalah peninggalan milik orangtuanya, dulunya dia tinggal dan besar di rumah ini
bersama orangtuanya akan tetapi sekarang kedua orangtuanya sudah meninggal jadi sekarang dia dan keluarganyalah yang tinggal di rumah ini. Pak L.Panjaitan
juga mengatakan dulu orangtuanya bekerja sebagai pemulung disini, akan tetapi dia sekarang tidak bekerja sebagai pemulung juga. Dia saat ini bekerja sebagai
toke botot kecil-kecilan yaitu menampung semua barang-barang hasil pulungan warga lainnnya untuk dijualnnya kembali ke toke botot besarnya di belawan.
Kondisi rumah tempat tinggal pak L.Panjaitan sendiri sangat tidak layak untuk ditempati. Dari pengamatan saya ketika mendatangi rumahnya, di dalam
ruang tamu rumahnya yang ukurannya lumayan kecil itu banyak di isi dangan karung-karung barang bekas hasil dari penjualan orang kepadanya yang membuat
ruang untuk bergerakpun semakin sempit dan baunya juga sangat mengganggu kenyamanan. Selain itu karena banyaknya sampah-sampah hasil pulungan di
Universitas Sumatera Utara
80
dalam rumahnya, ada beberapa tikus yang lewat sana sini, hal ini pasti juga mengganggu kenyamanan pak L.Panjaitan beserta anak-anak dan istrinya, tapi
pak L.Panjaitan dan keluarganya sepertinya sudah terbiasa dengan kondisi seperti itu. Pak L.Panjaitan mengatakan dulunya kenapa orang tuanya memilih tinggal
disini karena disini mereka bisa bekerja sebagai peternak babi dan mencari botot katanya. Selain itu mereka juga tidak memiliki uang untuk tinggal di tempat lain.
Akan tetapi sekarang pak L.Panjaitan tidak meneruskan pekerjaan orangtuanya sebagai peternak babi dan pencari botot melainkan dia sekarang menjadi toke
botot kecil-kecilan. Dari pekerjaannya sebagai toke botot kecil-kecilan dia bisa mendapatkan penghasilan sebesar sekitar Rp.2.100.000,- setiap bulannya. Beliau
juga mengatakan dengan penghasilannya ini bisalah untuk mencukupi kehidupan keluarganya sehari-hari. Pengeluaran keluarga pak panjaitan untuk biaya makan 6
orang setiap harinya adalah Rp.50.000,-, sedangkan untuk sekolah, beliau mengeluarkan uang sebesar Rp.700.000.- setiap bulannya untuk ketiga orang
anaknya yang saat ini bersekolah. Untuk jajan anak-anaknya beliau bisa memberikan mereka bertiga jajan sebesar Rp.20.000,- setiap harinya. Kalau untuk
biaya listrik, keluarga pak l.panjaitan bisa mengeluarkan dana sebesar Rp.50.000, – Rp.100.000,- setiap bulannya, sedangakan untuk air minum mereka sama seperti
warga lainnya yaitu membeli air galon isi ulang sekali sehari dengan harga Rp.4.000,-pergalonnya.
Bapak L.Panjaitan juga memang memiliki keinginan untuk pindah, selain karena kondisi rumahnya dan lingkungannya yang kumuh, dia juga mengatakan
semakin tidak nyaman dengan kereta api yang semakin sering lewat semenjak adanya bandara kualanamu. Beliau mengatakan kereta api sekarang lewat tiap 20
Universitas Sumatera Utara
81
menit sekali jadi hal itu juga mengganggu kenyamanan pak L.Panjaitan sekeluarga. Tapi karena uangnya yang belum mencukupi, pak Panjaitan pun
belum bisa pindah dari sini dan untuk sekarang bertahan tinggal di jalan tirtosari ujung ini.
7. Nama
: M. Sianipar Jenis Kelamin
: Perempuan Usia
: 42 tahun Agama
: Kristen Protestan Pendidikan Terakhir : SMEA
Status : Menikah
Alamat : Jalan Tirtosari Ujung Nomor 39
Jumlah Tanggungan : 5 orang Asal Daerah
: Kota Medan Ibu M.Sianipar ini salah satu warga yang tergolong miskin dan sudah
tinggal selama 14 tahun di jalan ini yaitu tahun 2000 tepatnya setelah dia menikah. Bu Sianipar mengatakan kalau dia asli warga medan dan telah lama
tinggal di medan ini. Bu Sianipar lahir pada tahun 1972 dan sudah berumur 42 tahun serta tamatan SMEA. Beliau telah menikah dan memiliki seorang suami
yang bernama J.Manurung yang telah berumur 39 tahun dan juga lebih muda 3 tahun darinya. Akan tetapi bu Sianipar mengatakan suaminya ini telah
meninggalkan mereka untuk merantau ke pekanbaru setahun yang lalu tepatnya dari tahun 2013, namun suaminya itu sekarang kabarnya sudah tidak jelas lagi dan
tidak menghubungi mereka selama setahun. Beliau juga mengatakan kalau
Universitas Sumatera Utara
82
suaminya ini sepertinya sudah menikah lagi disana karena pernah dulu ketika bu sianipar ini menelepon suaminya, suaminya itu tidak mau di sebut sebagai bapak
Joni, nama anak pertamanya. Hal ini membuat ibu Sianipar merasa sedih karena disini dia hidup susah mengurus anak-anaknya akan tetapi suaminya disana malah
menikah lagi dan tidak memberi nafkah kepada mereka. Akibatnya untuk saat ini ibu Sianiparlah yang bekerja seorang diri untuk memenuhi dan mengurus
kebutuhan kelima orang anaknya. Bu Sianipar ini pun dulu pernah tinggal di batam bersama suaminya juga yaitu selama tahun 2008 – 2009. Namun karena
kondisi hidup mereka yang juga masih susah disana, mereka memutuskan untuk kembali ke medan dan tinggal di rumah mertuanya yang saat ini dia tinggali.
Beliau juga mengatakan kalau rumah yang ditinggalinya saat ini adalah rumah orangtua suaminya alias mertuanya, akan tetapi mertuanya itu sekarang sudah
meninggal sehingga yang tinggal di rumah mereka saat ini hanya dia dan kelima orang anaknya. Sepengetahuan bu Sianipar tanah tempat rumahnya ini berdiri
masih milik PJKA. Beliau memiliki anak yang cukup banyak yaitu berjumlah 5 orang anak
yang mana terdiri dari 4 orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan yang kesemuanya masih menjadi tanggungannya anaknya yang bersekolah berjumlah 3
orang. Anak bu Sianipar yang pertama bernama Jonisius Manurung, lahir pada tanggal 16 januari 2000 dan sekarang berumur 14 tahun. Saat ini anaknya yang
pertama itu sedang duduk di bangku sekolah kelas 2 SMP. Sedangkan anaknya yang kedua bernama Andika Manurung, lahir pada tanggal 23 januari 2003,
sekarang berumur 11 tahun dan saat ini bersekolah di kelas 6 SD. Anak beliau yang ketiga bernama Kevin Manurung, lahir pada tanggal 17 juli 2004 dan
Universitas Sumatera Utara
83
sekarang berumur 10 tahun yang juga saat ini berada di kelas 5 SD. Anak ibu ini yang keempat bernama Soraya Manurung, lahir pada tanggal 21 april 2010 serta
sekarang berumur 4 tahun dan belum bersekolah. Anak ibu Sianipar yang terakhir bernama Jordan manurung, lahir pada tanggal 9 september 2012 dan baru berumur
2 tahun. Bu sianipar sendiri memiliki pekerjaan sehari-hari sebagai pemulung dan penghasilan dari bekerja sebagai pemulung adalah Rp.50.000,- setiap harinya,
itupun terkadang penghasilan Rp.50.000,- yang dia dapatkan hasil dari 2 hari dia mencari barng-barang bekas. Jika dirata-ratakan pendapatan bu sianipar ini
mencapai Rp.1.500.000,- setiap bulannya. Bu sianipar mengatakan pekerjaan sebagai pemulung ini dilakukannya dari jam 09.00 pagi sampai jam 12.00 siang
setiap harinya dan setelah itu dia mencuci dan membersihkannya. Ketika hasil pulungan barang-barang bekasnya sudah cukup banyak, baru dia menjualnya ke
toke botot. Beliau juga mengatakan kalau penghasilannya sebagai pemulung ini tidaklah mencukupi untuk kebutuhan hidupnya dan kelima orang anaknya karena
beliau menambahkan pengeluarannya diatas Rp.1.500.000,- setiap bulannya. Untuk makan saja mereka menghabiskan 2 kg yang harganya Rp.7.000,-kg nya
sedangkan untuk lauk pauknya berupa ikan ataupun tahu bu sianipar membeli seharga Rp.20.000,-, jadi untuk makan pengeluaran mereka bisa mencapai
Rp.35.000,- setiap harinya. Untuk biaya uang sekolah anaknya bu sianipar mengeluarkan biaya sebesar Rp.110.000,- setiap bulannya untuk anaknya yang
SMP, sedangkan untuk anaknya yang SD saat ini masih gratis uang sekolah karena bersekolah di sekolah negeri yang mendapatkan dana BOS dari
pemerintah. Bu sianipar mengatakan untuk saat ini saja uang sekolah anaknya yang SMP tersebut masih belum dibayarkannya alias menunggak, maka dari itu
Universitas Sumatera Utara
84
beliau mengatakan kemarin dia datang kesekolah anaknya untuk meminta keringanan ke pihak sekolah agar anaknya bisa ikut ujian walaupun belum bayar
uang sekolah. Beliau juga menambahkan kalau beberapa hari yang lalu dia sempat ingin meminjam ke renenir untuk membayar biaya sekolah anaknya ini, tapi
karena bunganya yang terlalu besar bu sianipar pun mengurungkan niatnya untuk meminjam uang dari rentenir. Selain itu, untuk uang jajan kelima orang anaknya
saja bu sianipar bisa mengeluarkan uang Rp.9.000,-perharinya dimana masing- masing anaknya yang SD mendapat Rp.2.000,- sedangkan yang SMP Rp.3.000,-
dan untuk dua anaknya yang belum sekolah bu sianipar mengeluarkan uang masing-masing Rp.1.000,- setiap hari. Sedangkan untuk listrik beliau menumpang
ke tetangga di sebelah rumahnya karena tidak punya listrik di rumah sendiri, itupun mereka harus membayar Rp.50.000,- setiap bulannya untuk listrik tersebut.
Untuk air minum sendiri mereka membeli air galon isi ulang tiap 2 hari sekali yang seharga Rp.4.000,-pergalonnya. Sedangkan untuk mencuci dan mandi beliau
mengatakan mereka harus menggunakan air dari sumur karena belum ada air dari PDAM di rumah mereka.
8. Nama
: Robert Hutabarat Jenis Kelamin
: Laki-laki Usia
: 48 tahun Agama
: Kristen Pendidikan Terakhir : SMP
Status : Menikah
Alamat : Jalan Tirtosari Ujung Nomor 31
Universitas Sumatera Utara
85
Jumlah Tanggungan : 4 orang Asal Daerah
: Luar Kota Medan Bapak Robert Hutabarat seorang laki-laki yang telah berumur 48 tahun,
beliau lahir tahun 1966. Beliau juga merupakan salah satu warga di jalan Tirtosari Ujung ini yang sudah lumayan lama menetap disini yaitu sekitar 11 tahun, dari
tahun 2003. Bapak Robert hanyalah tamatan SMP dan dia telah menikah dengan seorang perempuan yang bernama Fransiska Tambunan yang berpendidikan
terakhir SMA dan sekarang telah berumur 45 tahun. Pak Robert sendiri berasal dari samosir sedangkan istrinya bu fransiska tambunan berasal dari daerah
sidikalang. Pak Robert memiliki 3 orang anak yaitu satu orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan dimana ketiganya masih menjadi tanggungan pak
Robert dan ketiga anaknya tersebut masih bersekolah semuanya. Anaknya yang pertama bernama Edgar Rio Hutabarat, sekarang telah berumur 17 tahun dan
bersekolah di kelas 3 SMA. Anak pak Robert yang kedua seorang perempuan yang bernama Novalia Hutabarat yang sekarang telah berumur 14 tahun dan
bersekolah di kelas 3 SMP. Sedangkan anak beliau yang terakhir bernama Saridewi Hutabarat yang berumur 11 tahun dan bersekolah di kelas 6 SD. Beliau
mengatakan dia tidak terlalu khawatir dengan status tanah rumahnya yang masih milik PJKA, karena beliau mengatakan dia Cuma menyewa di tempat ini, dan jika
seandainya di gusur beliau masih bisa mencari tempat tinggal di tempat lain walaupun pasti sulit mencari sewa rumah dengan harga yang murah katanya.
Anggota keluarga pak Robert sendiri berjumlah 5 orang, dan yang tinggal di dalam rumah mereka juga terdapat 5 orang yaitu pak Robert sendiri, istrinya
dan ketiga anak-anaknya. Dalam keluarga pak Robert sendiri memang hanya
Universitas Sumatera Utara
86
beliau yang bekerja dan istri dan ketiga anak-anaknya menjadi tanggungannya. Sehari-harinya beliau bekerja sebagai buruh bangunan, tetapi pekerjaan sebagai
buruh bangunan ini tidak bisa ia dapatkan setiap hari katanya. Terkadang dia mendapatkan pekerjaan sebagai buruh bangunan ini hanya selama 2 bulan, akan
tetapi setelah itu dia juga bisa tidak bekerja selama 1 bulan karena tidak mendapat kerjaan sebagai buruh bangunan. Penghasilan pak Robert sendiri dari bekerja
sebagai buruh bangunan adalah Rp.70.000,- setiap harinya. Jadi jika kita rata- ratakan penghasilan pak Robert bisa mencapai Rp.2.100.000,- setiap bulannya.
Dari pekerjaanya sebagai buruh bangunan pak Robert pun bisa menabung sebesar 200.000 tiap bulannya, tapi tabungannnya itu juga bisa habis sewaktu-waktu
karena pekerjaan pak Robert yang tidak selalu ada dan tabungannya tersebut pun juga digunakan untuk membayar sewa rumah setiap tahunnya. Beliau mengatakan
pengeluarannya bisa mencapai Rp.1.500.000,- setiap bulannya. Memang dari penghasilannya dia masih bisa menabung sekitar Rp.300.000, - Rp.500.000,-
setiap bulannya, akan tetapi uang tabungannya itu juga sering habis jika seandainya dia lagi tidak bekerja karena di pakai untuk menutupi kebutuhan hidup
sehari-harinya.
Untuk biaya makan saja mereka bisa mengeluarkan dana sekitar Rp.35.000,-perharinya dimana uang senesar Rp.70.000,- hasil bekerja sebagai
buruh bangunan telah di potong pak Robert Rp20.000,- untuk biaya rokok dan makannya lalu sisanya yang Rp.50.000,- diberikannya kepada istrinya. Untuk
biaya listrik mereka, pak Robert bisa mengeluarkan dana sebesar Rp.80.000,- setiap bulannya sedangkan untuk air minum mereka membeli air galon isi ulang
seharga Rp.4.000,- tiap 2 hari sekali.
Universitas Sumatera Utara
87
9. Nama
: Binsar Matondang Jenis Kelamin
: Laki-laki Usia
: 50 tahun Agama
: Kristen Protestan Pendidikan Terakhir : SMP
Status : Menikah
Alamat : Jalan Tirtosari Ujung Nomor 67
Jumlah Tanggungan : 4 orang Asal Daerah
: Luar Kota Medan Bapak Binsar matondang merupakan salah satu warga di jalan Tirtosari
Ujung ini. Belau telah tinggal dan menetap di tempat ini selama 17 tahun, tepatnya dari tahun 1997. Bapak tersebut berasal dari Porsea dan hanya tamatan
SMP juga memiliki seorang istri yang bernama Yanti Sitanggang yang juga hanya tamatan SMP dan berasal dari samosir serta sekarang telah berumur 48 tahun. Pak
Binsar sendiri lahir pada tahun 1964 dan sekarang telah berumur 50 tahun. Dari hasil pernikahan mereka berdua, mereka telah memiliki 3 orang anak dimana
terdapat 2 orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan yang kesemuanya masih menjadi tanggungan pak binsar dan anaknya yang masih bersekolah
sebanyak 2 orang. Jadi total jumlah tanggungan pak Binsar adalah 4 orang yaitu istri dan ketiga anaknya yang kesemuanya masih berada di dalam satu rumah.
Anak pak Binsar yang pertama seorang lelaki yang bernama Bona Tua Matondang yang sekarang telah berumur 19 tahun dan sudah lulus dari sekolah
satu tahun yang lalu serta tidak memiliki tanggungan sekolah lagi. Anak pak binsar yang pertama ini memang sudah tidak bersekolah lagi tapi untuk saat ini
Universitas Sumatera Utara
88
dia belum bekerja dan masih pengangguran, maka dari itu dia belum bisa membantu perekonomian keluarga mereka sehingga anak pertama pak binsar ini
hanya bantu-bantu saja di rumah sembari menunggu mendapatkan pekerjaan. Anak pak binsar yang kedua adalah seorang perempuan yang bernama Bella
Amelia Matondang yang sekarang telah berumur 16 tahun dan saat ini masih bersekolah di kelas 2 SMA. Sedangkan anak pak binsar yang terakhir bernama
Calvin Matondang yang sekarang berumur 13 tahun dan bersekolah di kelas 2 SMP.
Pekerjaan sehari-hari yang digeluti pak Binsar adalah sebagai pemulung atau pencari barang-barang bekas. Dari pekerjaannya sebaga pemulung pak Binsar
bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp.250.000,- setiap minggunya. Namun menurut pak binsar, penghasilannya dari bekerja sebagai pemulung ini tidak bisa
mencukupi untuk kebutuhan hidup sehari-hari dia dan keluarganya. Pak binsar mengatakan pengeluaran mereka bisa mencapai Rp.1.500.000,- setiap bulannya.
Hal ini bila dibandingkan pendapatannya yang hanya berkisar Rp.1.000.000,- perbulannya pastilah tidak mencukupi kebutuhan mereka. Untuk makan mereka
berlima saja setiap harinya pak binsar bisa mengeluarkan uang sebesar Rp.50.000,-. Belum lagi untuk biaya listrik sebesar Rp.100.000,- setiap bulannya
dan untuk air minum yang harus mereka beli tiap 2 hari sekali yang seharga Rp.4.000,-pergalonnya. Untuk anaknya yang kedua yang masih bersekolah di
SMA pak binsar membayar uang sekolah sebesar Rp.180.000,-, sedangkan untuk anaknya yang SMP pak binsar membayar uang sekolah sebesar Rp.100.000,-.
Untuk uang jajan kedua anaknya yang masih bersekolah tersebut pak binsar bisa mengeluarkan uang sebesar Rp.7.000,- setiap harinya.
Universitas Sumatera Utara
89
Pak Binsar juga menambahkan alasan beliau tinggal disini karena tidak memiliki cukup uang untuk tinggal di tempat lain dan pak binsar juga mengatakan
rumah mereka ini milik sendiri, namun tanhnya masih milik PJKA sehingga membuat pak Binsar juga merasa was-was jika seandainya mereka di gusur dari
sini.
4.3.2. Informan Tambahan Kepala Lingkungan Jalan Tirtosari Ujung