Pendapatan Perekonomian Masyarakat Miskin di Jalan Tirtosari Ujung

105

4.4.3. Pendapatan Perekonomian Masyarakat Miskin di Jalan Tirtosari Ujung

Pendapatan merupakan sumber penting yang utama bagi seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa pendapatan ataupun penghasilan tidaklah mungkin seseorang atau sekelompok orang bisa memenuhi kebutuhan mereka dan keluarganya. Selain itu pendapatan yang mereka dapatkan tersebut juga harus memenuhi standar untuk mendapatkan kehidupan yang layak sebab jika tidak lama-kelamaan mereka akan masuk kedalam jurang kemiskinan. Kebutuhan hidup yang layak adalah standar kebutuhan hidup yang harus dipenuhi seseorang atau sekelompok orang untuk dapat hidup dengan layak baik secara fisik, non fisik, maupun sosial, untuk satu bulannya. Berdasarkan hal tersebut kebutuhan hidup seseorang atau sekelompok orang di bagi kedalam 7 kelompok kebutuhan yaitu makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan rekreasi dan tabungan. Jika salah satu dari ketujuh hal tersebut tidak bisa terpenuhi maka bisa dikatakan orang atau kelompok tersebut akan masuk menuju kemiskinan. Dengan menggunakan kriteria BPS, pada pertengahan tahun 2009, batas pendapatan untuk mengukur garis kemiskinan diperkirakan menjadi Rp.350.000,- kapitabulan. Dengan asumsi setiap rumah tangga terdiri dari empat orang anggota keluarga, maka pendapatan rumah tangga yang kurang dari Rp.1.400.000,- masuk dalam kategori miskin. Dari hasil wawancara yang saya lakukan dengan warga miskin di pinggiran rel pada jalan tirtosari ujung, pendapatan yang mereka dapatkan setiap bulannya berkisar Rp.1.500.000,- Universitas Sumatera Utara 106 dengan jumlah anggota keluarga mencapai 5 orang atau lebih. Hal ini bisa menjelaskan bahwa mereka tergolong masyarakat miskin yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Mayoritas pekerjaan yang digeluti oleh warga di jalan tirtosari ujung adalah bergerak di sektor informal seperti berjualan kaporit ataupun keranjang, pemulung, buruh bangunan sampai dengan toke botot dengan penghasilan yang tidak terlalu berbeda. Seperti penghasilan yang didapatkan oleh bapak P.Saragih, penghasilan beliau hanya mencapai Rp.700.000, - Rp.1.000.000,- setiap bulannya dengan angota keluarganya yang berjumlah 5 orang yaitu dia, istrinya dan ketiga orang anaknya dan pengeluaran mereka setiap bulannya bisa lebih banyak yaitu mencapai Rp.1.500.000, - Rp.2.000.000,-. Hal ini sama seperti yang dijelaskan oleh salah satu informan, Bapak P.Saragih Lk, 52 tahun yang mengatakan: “Kalo penghasilan saya di hitung-hitung berkisar Rp.700.000, - Rp.1000.000,-lah perbulannya, karna memang gak tentu penghasilan saya, kalo lagi banyak bisa nyampek satu juta, kalo lagi dapat sikit bisa cuman tujuh ratus, cemanalah pula cuman mulung-mulung gininya kerjaan saya.” wawancara 8 September 2014 Pak P.Saragih Lk, 52 tahun juga menambahkan dengan mengatakan: “Kalo sama kami ya kuranglah segini dek, kami berlima sekeluarga, sementara pengeluaran bisa sampek Rp.1.000.000, - Rp.2.000.000,-, cemana mau tercukupi, ya gak bisalah.” wawancara 8 September 2014 Hal yang sama juga terjadi pada salah satu warga yaitu bapak Pasaribu yang bekerja sebagai pembuat keranjang belanjaan. Beliau hanya memiliki penghasilan sebesar Rp.50.000,- saja setiap harinya, jadi jika dirata-ratakan Universitas Sumatera Utara 107 penghasilan beliau perbulannya hanya mencapai Rp.1.500.000,-. Sementara itu jumlah orang yang tinggal di rumah beliau berjumlah 7 orang termasuk dia, istrinya, keempat orang anaknya dan satu orang cucunya. Kebetulan sumber mata pencaharian keluarga pak Pasaribu adalah hanya dari membuat keranjang belanjaan dan dalam keluarga mereka untuk saat ini hanya dia dan istrinya sajalah yang bekerja, itupun sebagai pembuat keranjang belanjaan. Sedangkan anak- anaknya yang lain belum bekerja karena dua anaknya masih duduk di bangku SMA dan dua lagi belum memiliki pekerjaan sehingga hanya membantu pekerjaan pak pasaribu di rumah. Anak pertama pak Pasaribu sebenarnya sudah menikah dan memiliki satu orang anak, akan tetapi dia telah di tinggal pergi suaminya sehingga dia dan anaknya kembali tinggal bersama pak Pasaribu dan untuk saat ini juga belum bekerja. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh informan tersebut, Pak J.Pasaribu Lk, 63 tahun yang mengatakan: “Beginilah kerjaan saya, bikin-bikin keranjang sama istri, nanti dijual. Kalo gak cemana lagi bisa dapat uang, cuman ininya keahlian, anak- anak belum ada yang kerja, sekarang bantu-bantu saya lah dulu disini.” wawancara 8 September 2014 Pak Pasaribu Lk, 63 tahun juga menambahkan dengan mengatakan: “Kalo penghasilan saya dari bikin keranjang ini paling Cuma Rp.50.000,- lah perhari, mana cukuplah itu untuk kami, kami 7 orang serumah, yang mau dikasi makan 7 orang, yang sekolah 2, belum lagi jajan si kecil, pusinglah mikirinnya.” wawancara 8 September 2014 Kejadian serupa juga dialami oleh pak binsar matondang dimana penghasilan yang keluarga beliau dapatkan hanya berkisar Rp.250.000,- seminggu Universitas Sumatera Utara 108 dari pekerjaannya sebagai pemulung. Jadi jika dirata-ratakan penghasilan keluarganya hanya mencapai Rp.1.000.000,-perbulannya. Sementara pengeluaran mereka bisa mencapai Rp.1.500.000,- per bulan dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 5 orang dalam satu rumah. Penjelasan diatas di dukung dengan penuturan salah satu informan, Bapak B.Matondang Lk, 50 tahun yang mengatakan: “Kalo penghasilan kami bisalah sampek Rp.250.000,- seminggu, tapi pengeluaran bisa nyampek Rp.1.500.000,- sebulan, udah gak cukup lah itu, untuk makan aja bisa nyampek Rp.50.000,- sehari.” wawancara 2 Oktober 2014 Dari penjelasan beberapa warga yang telah diwawancarai diatas, terlihat juga dengan menggunakan pendekatan BPS bahwa mereka masuk kepada golongan masyarakat miskin dan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini disebabkan mereka semua memiliki penghasilan yang tidak sebanding dengan pengeluaran yang mereka alami. Dimana kriteria penghasilan yang standar menurut BPS yaitu Rp.1.400.000,- perbulannya dengan jumlah anggota keluarga maksimal 4 orang, sedangkan mereka yang tinggal di jalan tirtosari ujung memiliki penghasilan berkisar Rp.1.000.000, – Rp.1.500.000,- per bulan dengan jumlah anggota keluarga yang mencapai 5 – 7 orang dalam satu rumah. Universitas Sumatera Utara 109 4.4.4. Kehidupan Ekonomi dan Pembagian Penghasilan Perekonomian Masyarakat Miskin di Jalan Tirtosari Ujung Penghasilan merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh setiap orang dalam bertahan hidup, tanpa penghasilan sudah pasti seseorang ataupun sekelompok orang akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Penghasilan yang didapatkan setiap orang berbeda-beda sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan dan pembagian penghasilan yang mereka dapatkan tentunya juga berbeda-beda tergantung dari kebutuhan yang mereka perlukan dan untuk siapa saja kebutuhan tersebut. Pembagian penghasilan tersebut bisa berupa untuk kebutuhan pangan, pendidikan, kesehatan, maupun perumahan. Berikut ini merupakan hasil wawancara dengan masyarakat miskin di jalan tirtosari ujung mengenai kecukupan penghasilan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dari petikan hasil wawancara dapat kita lihat bahwa meskipun masyarakat miskin tersebut telah memiliki penghasilan, akan tetapi penghasilan mereka tersebut tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka setiap harinya. Seperti yang dialami oleh salah satu warga yang bernama Tiur Simatupang, penghasilan yang didapatkan oleh keluarga ibu ini tidak sebanding dengan pengeluaran yang mereka lakukan. Penghasilan keluarga ibu ini dari memulung bisa mencapai Rp.800.000,- setiap bulannya sedangkan dari pekerjaan suaminya sebagai buruh bangunan mereka bisa mendapatkan Rp.490.000,- setiap bulannya karena suaminya memang tidak setiap hari dapat bekerja sebagai buruh bangunan. Jadi jika di total-total penghasilan mereka hanya mencapai Universitas Sumatera Utara 110 Rp.1.300.000,- setiap bulannya. Pengeluaran mereka pun bermacam-macam yaitu untuk makan mereka bisa mengeluarkan uang Rp.60.000,- setiap harinya, sedangkan untuk air minum mereka membeli air galon isi ulang seharga Rp.4.000,- setiap hari. Biaya listrik mereka bisa mencapai Rp.110.000,- setiap bulannya. Kalo untuk biaya pendidikan anak mereka, untuk saat ini ibu tiur masih terbantu karena keempat anaknya sekarang masih bersekolah di bangku SD jadi tidak perlu membayar uang sekolah tapi untuk jajan anak-anaknya bu tiur bisa mengeluarkan uang sampai Rp.15.000,- perharinya. Untuk tempat tinggal, mereka juga masih harus membayar sewa rumah sebesar 3.500.000 setiap tahunnya. Hal tersebut sesuai dengan penuturan salah satu informan, Ibu T.Simatupang Pr, 40 tahun yang mengatakan: “Ya gak cukuplah penghasilan saya ini dek, cuman dapat 200.000 nya kami seminggu dari mulung kek gini, kalo suami kerjaannya tukang bangunan itupun gak setiap hari dia kerja, mau cuman seminggu aja dia dapat kerja dalam sebulan abis itu uda nganggur lagi dia. Gaji suami saya pun cuman 70.000 perhari dari tukang bagunan. Kalo pengeluaran bisa macam-macam lah, adalah untuk jajan anak, makan kami lagi, beli air galon lagi untuk minum, belum lagi untuk biaya nyewa rumah ini tiap tahun bayar 3.500.000 lah kami.” wawancara 8 September 2014 Hal yang sama juga dialami oleh warga lainnya yaitu pak N.Purba yang bekerja sebagai pemulung. Penghasilan beliau dari memulung hanya Rp.50.000,- perhari jadi jika dirata-ratakan penghasilan keluarga mereka hanya mencapai Rp.1.500.000,- setiap bulannya. Penghasilan mereka juga sangat tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Dalam satu hari saja untuk makan mereka bisa menghabiskan 2kg beras dimana beras yang mereka beli adalah beras Universitas Sumatera Utara 111 yang harganya paling murah yaitu Rp.7.000,- per kilogramnya. Belum lagi untuk ikan dan sayur mereka bisa menghabiskan Rp.20.000,- setiap harinya. Jadi jika di total pengeluaran mereka itu perharinya untuk makan saja bisa mencapai sekitar Rp.35.000.-. Untuk biaya listrik, keluarga pak n.purba bisa mengeluarkan uang Rp.100.000,- setiap bulannya, sedangkan untuk air minum mereka membeli air galon isi ulang setiap 2 hari sekali dengan harga Rp.4.000,- per galonnya. Sedangkan untuk keperluan mencuci dan keperluan mandi, keluarga pak N.Purba juga menggunakan air dari sumur karena mereka pun belum mendapatkan fasilitas air bersih dari pemerintah. Belum lagi untuk biaya uang sekolah kedua orang anaknya yang masih bersekolah yaitu Megawati Purba di kelas 2 SMA yaitu sebesar Rp.180.000,- dan putrinya Melinda veronica purba yang berada di kelas 2 SMP yaitu sebesar Rp.100.000,-. Jika di total biaya sekolah untuk keduanya bisa mencapai Rp.280.000,- setiap bulannya. Untuk uang jajan anaknya yang bersekolah beliau juga mengeluarkan uang sebesar Rp.10.000,- setiap harinya. Jadi jika kita rata-ratakan pengeluaran keluarga pak N.Purba ini bisa mencapai Rp.1.700.000,- dari pendapatannya yang hanya berkisar Rp.1.500.000,- setiap bulannya. Penjelasan diatas didukung oleh penuturan salah satu informan yaitu Bapak N.Purba sendiri Lk, 53 tahun yang mengatakan: “Kalo penghasilan segitu 1.500.000 gak cukuplah sama kami, taulah pengeluaran pun bukan untuk makan aja. untuk anak sekolah aja yang SMA uang sekolahnya 180.000, yang SMP 100.000. belum lagi untuk makan bisalah nyampek 35.000 sehari, air kamipun belinya tiap 2 hari sekali dari air galon itu, untuk jajan orang itu lagi paling gak 10.000 Universitas Sumatera Utara 112 tiap harinya itu, makanya kalo di hitung-hitung gak akan cukup itu sama kami.” wawancara 17 September 2014 Hampir seluruh masyarakat miskin di jalan tirtosri ujung berpendapat bahwa penghasilan yang mereka dapatkan tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Selain itu para warga miskin di jalan tirtosari ujung ini pun ada yang masih terbantu karena tidak perlu memikirkan tempat tinggal karena mereka sudah ada yang memiliki rumah sendiri dari peninggalan orang tua ataupun mertuanya. akan tetapi ada juga dari antara mereka yang tempat tinggalnya masih menyewa sehingga itu juga semakin memberatkan mereka untuk mendapatkan uang, guna membayar uang sewa rumah tersebut. Seperti yang terjadi pada bapak R.Hutabarat yang bekerja sebagai buruh bangunan, Penghasilan beliau dari bekerja sebagai buruh bangunan hanya Rp.70.000,- setiap harinya. Pak Robert mengatakan rumah yang ditinggalinya saat ini masih disewanya. Beliau menyewa rumah tersebut seharga Rp.4.000.000,- per tahunnnya dan alasan pak Robert mengapa tinggal disini karena beliau tidak memiliki uang lebih untuk tinggal di tempat lain. Meskipun demikian pengeluaran untuk biaya sewa rumah ini pasti juga membebani pak R.Hutabarat karena pengeluaran beliau bukan hanya untuk biaya sewa rumah saja tapi ada untuk keperluan lainnya juga. Pak Robert juga menambahkan kalau penghasilannya yang sebesar Rp.70.000,- perhari itu tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dia dan keluarganya, karena pengeluarannya lebih banyak dari penghasilan yang dia dapatkan tiap harinya dan pekerjaan sebagai buruh bangunan pun tidak setiap hari penuh dalam setahun bisa dia lakukan. Beliau mengatakan pengeluarannya bisa mencapai Rp.1.500.000,- setiap bulannya. Universitas Sumatera Utara 113 Memang dari penghasilannya dia masih bisa menabung sekitar Rp.200.000, - Rp.400.000,- setiap bulannya, akan tetapi uang tabungannya itu juga sering habis jika seandainya dia lagi tidak bekerja karena di pakai untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-harinya dan juga dipakai untuk membayar uang sewa rumah mereka. Penjelasan diatas sesuai dengan penuturan salah satu informan, Pak R.Hutabarat Lk, 48 tahun yang mengatakan: “Kalo penghasilan saya bisa dibilang gak mencukupilah untuk kami sekeluarga, ditambah lagi biaya sewa rumah kami ini, tambah juga lah pengeluaran kami tiap tahunnya, untuk biaya sewa rumah ini biasanya saya kumpul-kumpullah 300.000 tiap bulannya, kalo masih kurang terpaksalah minjam dari tetangga.” wawancara 2 Oktober 2014 Hal yang sama juga dikemukakan oleh ibu R.Silalahi dan ibu T.Simatupang, mereka juga masih terbebani dengan biaya tempat tinggal mereka yang masih mengontrak. Berikut penuturan salah satu informan, Ibu R.Silalahi Pr, 45 tahun yang mengatakan: “Kalo rumah ini masih ngontraknya kami, 4000.000 lah kami sewa ini pertahun, dari jualan kaporit ini lah ku sisihkan buat bayarnya, cemanalah untuk kebutuhan sehari-hari aja udah susah di tambah lagi biaya sewa rumah ini, kalo mau beli gak mungkin, dari mana uang.” wawancara 14 September 2014 Hal ini juga ditambahkan oleh penuturan Ibu T.Simatupang Pr, 40 tahun yang mengatakan: “Kalo untuk biaya sewa rumah ini ya pasti terbebani lah dek, harus pande-pandelah gimana nyariknya untuk bayar sewa rumah ini, kalo gak di suruh pindahlah kami, sementara biaya bukan cuman untuk rumah Universitas Sumatera Utara 114 aja, untuk biaya makan, listrik, jajan anak pun juga adakan.” wawancara 8 September 2014 Namun ada juga warga miskin di jalan tirtosari ujung ini yang tidak perlu lagi memikirkan tempat tinggal mereka dikarenakan mereka memiliki rumah sendiri dimana rumah yang mereka tinggali adalah peninggalan milik orang tua mereka ataupun mertua mereka, akan tetapi hal yang menjadi kekhawatiran mereka adalah jika seandainya mereka digusur dari tanah milik PJKA ini. Seperti yang diutarakan salah satu informan, Bapak L.panjaitan Lk, 40 tahun yang mengatakan: “Rumah saya ini dulunya punya orang tua saya, disini lah saya dari kecil sampe besar. Bapak saya udah lama meninggal, kalo ibu baru beberapa bulan kemaren, jadinya saya sama keluarga sayalah yang tinggal disini sekarang makanya saya gak terlalu pusing mikirin masalah tempat tinggal. Tapi ini yang jadi masalah, katanya rel kereta api ini mau di buat jadi 2 jalur. saya dengar-dengar ada wacana penggusuran kayak gitu, itulah yang saya takutkan sekarang. Kalo sempat kena gusur mau kemana lagi kami pindah.” wawancara 17 September 2014 Selain untuk biaya perumahan, warga miskin di jalan tirtosari ujung juga membagi penghasilan mereka untuk berbagai macam keperluan lainnya. Salah satunya adalah keperluan sandang yang menjadi kebutuhan penting bagi mereka. Seperti yang terjadi kepada ibu m.sianipar yang bekerja sebagai pemulung, Untuk makan saja dia dan keempat orang anaknya bisa menghabiskan 2 kg beras dan hanya mampu membeli beras yang harganya Rp.7.000,-kg nya. sedangkan untuk lauk pauknya, bu sianipar hanya bisa membeli lauk berupa ikan ataupun tahu seharga Rp.20.000,-, jadi untuk makan pengeluaran mereka bisa mencapai Universitas Sumatera Utara 115 Rp.35.000,- setiap harinya dengan beras yang murah dan lauk pauk yang seadanya agar kebutuhan makan mereka bisa tercukupi. Seperti penuturan salah satu informan, Ibu M.Sianipar Pr, 42 tahun yang mengatakan: “Kalo untuk makan ya seadanya ajalah kami tok, yang penting bisa makan. Beras pun beli yang harganya paling murah aja yang 7000 sekilo. Kalo untuk lauk cuman pake ikan sama tahu lah kami, gk pernah kami makan daging. Kalo gak kek gitu mana mungkin tercukupi.” wawancara 17 September 2014 Hal yang sama juga terjadi kepada keluarga ibu R.Silalahi yang mana pengeluaran mereka untuk keperluan makan bisa mencapai Rp.40.000,- setiap harinya. Bu silalahi juga mengatakan agar bisa membeli bahan makanan yang lebih murah dia sengaja membeli lauk-pauk seperti ikan dan sayuran pada siang hari dimana barang-barang yang di jual adalah barang-barang sisa. Hal tersebut sesuai dengan penuturan Bu Silalahi Pr, 45 tahun yang mengatakan: “Untuk biaya makan kami sekeluarga 40.000 lah sehari biasanya, itupun lauknya saya beli waktu siang biar harganya murah supaya bisa cukup untuk beli keperluan yang lain.”wawancara 14 September 2014 Selain itu mereka juga menggunakan penghasilannya untuk biaya listrik dan air minum yang harus mereka keluarkan setiap bulannya. Seperti penuturan salah satu informan, Pak Binsar Matondang Lk, 50 tahun yang mengatakan: “Listrik kami gak tentu, biasanya 80.000 tapi pernah juga sampek 100.000 sebulan, kalo untuk air minum belinya kami dari air galon yang 4000 itu. Biasanya 2 hari sekali lah kami belinya itu, maklumlah air belum masuk kesini.”wawancara 2 Oktober 2014 Universitas Sumatera Utara 116 Salah satu informan, Bapak P.Saragih Lk, 52 tahun juga menambahkan dengan mengatakan: “Air pam disini memang belum masuk, jadi untuk minum kami beli air mentah per jerigen dari depan, harganya 1000 perjerigen, kami beli tiap satu hari sekalilah itu, listrik kami pun gak tentu tapi bisalah tiap bulan itu nyampek 100.000.”wawancara 8 September 2014 Warga miskin dijalan tirtosari ujung ini juga tidak terlepas dari pengeluaran untuk pendidikan anak mereka. Dari hasil wawancara yang saya lakukan kebanyakan dari warga disini memang sanggup menyekolahkan anaknya sampai tingkat SMA karena menurut mereka memang pendidikan anak itu sangat penting untuk mengubah kehidupan mereka kelak ataupun kehidupan anak-anak mereka kelak. Jadi apapun akan mereka lakukan yang penting anak mereka bisa bersekolah. Hal tersebut didukung juga oleh penuturan salah satu informan, Ibu R.Silalahi Pr, 45 tahun yang mengatakan: “Anak saya memang masih sekolah dua-duanya, yang satu SMA, yang satu lagi SMP. Untuk uang sekolah orang itu dua aja bisa nyampek 280.000 tiap bulannya belum lagi jajan orang itu 12.000 setiap hari. Tapi Cemana lah kalo gak sekolah kan gak mungkin, mau jadi apa orang itu nanti, makanya dipala-palailah yang penting ada untuk sekolah anak.” wawancara 14 September 2014 Dari hasil wawancara diatas kita dapat melihat berbagai macam bentuk pengeluaran yang terjadi pada warga miskin dijalan tirtosari ujung ini sangat membebani mereka. Dan pada umumnya pengeluaran-pengeluaran yang terjadi ini adalah pengeluaran yang tidak bisa dihindari oleh mereka seperti biaya sandang, pangan dan papan, biaya pendidikan anak, dan biaya perumahan mereka Universitas Sumatera Utara 117 bagi yang masih menyewa. Pengeluaran mereka pun melebihi pendapatan yang mereka dapatkan disebabkan pekerjaan mereka yang hanya sebagai pemulung ataupun buruh bangunan sehingga mereka harus berpikir keras untuk memikirkan cara agar pendapatan mereka tersebut bisa mencukupi kebutuhan pengeluaran mereka sehari-hari. Untuk itulah mereka memerlukan strategi-strategi agar mereka bisa terus bertahan hidup dari kondisi keterbatasan dan kekurangan penghasilan yang mereka alami.

4.5. Strategi Bertahan Masyarakat Miskin di Jalan Tirtosari Ujung