Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan Bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, kenyataan yang terjadi pada saat ini, pendidikan di Indonesia membutuhkan biaya yang cukup mahal. Oleh karena itulah, pendidikan di Indonesia mempunyai suatu dilema yaitu peningkatan mutu pendidikan dan biaya pendidikan yang mahal. Hal ini terjadi karena pendidikan di Indonesia sudah dimasuki kepentingan bisnis yang menekankan pada profit oriented. Menurut Ludin Lubis, Feli Kama dan Salman Habeahan 2003:142 terjadinya praktek bisnis dalam dunia pendidikan Indonesia disebabkan oleh kewajiban sekolah yang harus membayar pajak, sama seperti perusahaan atau lembaga bisnis. Sekarang ini, yayasan pendidikan sudah menjadi wajib pajak. Inilah juga yang merupakan faktor yang turut mempersulit kelangsungan hidup lembaga-lembaga pendidikan, sekolah-sekolah swasta untuk tetap mempertahankan idealisme dan otonomi pendidikan. Selain itu, pihak sekolah juga mengharapkan sumbangan yang besar-besar demi pengembangan fasilitas sekolah. Akibatnya yang masuk sekolah bermutu itu didominasi oleh anak-anak dari keluarga kaya atau kelas menengah. Anak-anak dari ekonomi lemah akan sulit sekali masuk sekolah-sekolah bermutu. 1 Hal ini didukung oleh komenter Eddy Al tentang biaya pendidikan yang ditulis di Bandung pada tanggal 24 Juli 2007, dalam website PintuNet.com. Menurut Eddy, saat ini sekolah sudah menjadi kapitalisme yang licik. Persoalan biaya sekolah yang semakin tinggi membuat harapannya untuk dapat menyekolahkan anak setinggi mungkin semakin mengawang tinggi. Untuk masuk sekolah, kerap si miskin berhadapan dengan birokrasi yang dibuat untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar miskin, hanya untuk mendapatkan dana BOS. Setelah diterima sebagai siswa pun, anak-anak orang miskin tetap merasakan kuatnya cekikan lembaga sekolah. Contoh kecil untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah murid harus mengerjakan di lembar atau buku LKS yang harus dibeli pula. Ada pula sekolah yang kreatif mencari pemasukan dengan kewajiban bagi muridnya membeli kertas ulangan atau buku yang telah diformat dan diberi kop sekolah tersebut. Inilah keanehan lembaga sekolah di Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Sekolah dan lembaga bisnis tak ada bedanya. Tidak ada uang, rapor ditahan, tak ada uang, ijazah macet, tanpa uang, jangan harap bisa pintar. Hal senada juga dikemukakan oleh Ari S dalam website PintuNet.com yang ditulis di Jogjakarta pada tanggal 16 Juli 2007. Menurut Ari, Pendidikan yang harusnya menjadi hak setiap warga negara Indonesia justru diganti menjadi hak bagi mereka yang berduit saja. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap kemajuan daripada pendidikan itu sendiri. Mahalnya pendidikan di Indonesia sungguh sangat berpengaruh besar terhadap kehidupan di masyarakat bahkan bangsa ini. Dengan mahalnya pendidikan maka akan menimbulkan banyak anak didik putus sekolah. Akan tetapi yang terjadi saat ini adalah setelah anak putus sekolah, kebanyakan menjadi pengangguran. Hal ini juga dikarenakan sulitnya mencari pekerjaan dengan modal pendidikan yang rendah. Banyaknya pengangguran jelas sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologis mereka, ketika menganggur sedangkan kebutuhan sehari-hari harus terpenuhi, seperti makan, minum dan biaya hidup yang lain yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Akibatnya banyak diantara mereka yang melakukan jalan pintas, seperti: mencuri, merampok, mengemis, dan lain sebagainya. Selain itu, Sudah bukan rahasia lagi bahwa saat ini banyak yang beranggapan bahwa kampus-kampus dan universitas-universitas di Indonesia lebih banyak menciptakan calon-calon pengangguran dibandingkan menciptakan pengusaha-pengusaha yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Dari puluhan ribu lulusan mahasiswa yang di wisuda setiap tahunnya, tidak kurang dari 5 lulusan yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Selain itu, lulusan yang bekerja menjadi pegawai, karyawan, Guru atau yang lain jumlahnya pun sangat sedikit, selebihnya menjadi pengangguran. Oleh karena itulah, pemerintah perlu melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan kerja pengangguran baik pengangguran yang disebabkan oleh putus sekolah maupun pengangguran yang tidak mempunyai keterampilan atau keahlian kerja. Salah satu usaha pemerintah dengan mengadakan program latihan kerja di Balai Latihan Kerja BLK. Siswa- siswa yang dididik BLK biasanya merupakan anak-anak putus sekolah, lulusan SMUSMK yang tidak mampu melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, remaja-remaja yang tidak mempunyai keterampilan serta warga masyarakat lain yang tertarik untuk menambah pengetahuan dan keterampilan selain dari bangku sekolah. BLK merupakan Unit Pelaksana Teknis Tenaga Kerja dan Transmigrasi dibawah naungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pada prinsipnya, BLK diharapkan mampu untuk mencetak lulusan yang siap kerja dan benar-benar diminati pasar kerja. BLK juga berupaya memfasilitasi masyarakat agar mampu mendayagunakan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. BLK selalu dituntut untuk memberikan berbagai pelatihan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja sehingga tujuan diselenggarakannya Latihan Kerja Institusional tersebut adalah untuk membekali ketrampilan kepada peserta dalam berbagai bidang kejuruan dengan kualifikasi tingkat dasar dan memberikan motivasi untuk berusaha mandiri dengan sasaran agar terciptanya tenaga kerja yang terampil, disiplin dan memiliki etos kerja produktif sehingga mampu mengisi kesempatan kerja yang ada serta mampu menciptakan lapangan kerja melalui usaha yang mandiri Untuk itulah, BLK terus berupaya meningkatkan kualitas pelatihan sehingga lulusannya juga memiliki kualitas yang memadai. Dalam meningkatkan kualitas pelatihan, sangat erat kaitannya dengan kualitas instruktur yang dimiliki oleh BLK tersebut. Oleh karena itulah, BLK sebaiknya tidak menggunakan instruktur yang tidak berkualitas. Instruktur adalah orang yang bertugas mengajarkan sesuatu dan sekaligus memberikan latihan dan bimbingan. Salah satu faktor yang bisa dilihat secara nyata dalam menentukan kualitas instruktur adalah gaya mengajar instruktur tersebut. Gaya mengajar instruktur adalah perilaku mengajar seorang instruktur dalam kelas praktek pada setiap kali mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar di BLK, instruktur bertindak sebagai pengajar dan pelatih. Instruktur dituntut tidak hanya mampu menyampaikan materi secara lisan melainkan juga mampu mengaplikasikan bahan ajarannya dalam bentuk praktek. Bagi BLK, instruktur merupakan sumber daya yang sangat berharga yang dimiliki. Hal ini dikarenakan instruktur merupakan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan untuk berpikir secara rasional dan menampakkan kemampuan dirinya baik dalam bentuk positif maupun negatif. Oleh karena itulah, instruktur ikut menentukan keberhasilan bagi setiap kegiatan di BLK. Dalam proses belajar mengajar, gaya mengajar instruktur mempunyai peranan yang sangat dominan dalam menciptakan antusias siswa untuk mengikuti setiap kegiatan di BLK. Ada banyak faktor yang berhubungan dengan gaya mengajar instruktur di BLK. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi pada 3 tiga faktor yaitu: fasilitas kerja yang disediakan BLK, pendidikan dan pelatihan diklat instruktur di BLK dan pengalaman kerja instruktur di BLK. Fasilitas kerja adalah segala hal yang dapat memudahkan perkara misalnya untuk kelancaran tugas, pemanfaatan waktu dan sebagainya. Fasilitas kerja juga berguna untuk menunjang dan menggalakkan kegiatan program agar semua kegiatan dapat berjalan dengan efisien. Fasilitas dapat berupa sarana dan prasarana yang mendukung kelancaran program yang telah ditetapkan termasuk program-program latihan yang ditawarkan oleh BLK. Sebagai tempat penelitian, program-program latihan yang ditawarkan oleh BLK Jogyakarta meliputi sembilan kejuruan yaitu: 1. tata niaga. 2. bahasa asing. 3. otomotif. 4. teknologi mekanik. 5. listrik. 6. elektronika. 7. bangunan. 8. perhotelan. 9. aneka kerajinan. Kinerja seorang instruktur termasuk gaya mengajar instruktur tersebut tidak terlepas dari fasilitas kerja yang disediakan BLK. Untuk mengoptimalkan gaya mengajar instruktur maka fasilitas kerja yang disediakan BLK harus mendukung. Berdasarkan hasil penelitian dari Nakertrans dalam abstraknya menyatakan bahwa kinerja BLK belum optimal. Belum optimalnya kinerja tersebut terutama disebabkan oleh faktor peralatan yang dimilliki. Peralatan yang dimiliki BLK banyak yang rusak selain sudah ketinggalan jaman Out of Date . Hal ini pun mengakibatkan kendornya semangat instruktur untuk memvariasikan gaya mengajarnya. Namun, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada beberapa instruktur dari kejuruan yang berbeda-beda menyatakan bahwa setiap instruktur tetap memfokuskan pengajarannya dengan menggunakan fasilitas praktek yang ada walaupun para instruktur tersebut mendapatkan fasilitas praktek yang berbeda-beda di setiap kejuruan. BLK memang menyediakan fasilitas praktek yang berbeda-beda untuk masing-masing kejuruan. Contohnya saja, fasilitas praktek untuk kejuruan teknologi mekanik akan sangat berbeda dengan fasilitas praktek untuk kejuruan otomotif. Fasilitas praktek kejuruan teknologi mekanik misalnya mesin logam, mesin frais dan sebagainya. Sedangakan fasilitas praktek kejuruan otomotif misalnya mesin sepeda motor, mobil, diesel dan sebagainya. Dengan demikian fasilitas kerja yang diterima oleh instruktur tidak mempengaruhi gaya mengajarnya dalam suatu kelas praktek. Pendidikan dan pelatihan diklat adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan. Tujuan diklat diantaranya adalah meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap agar dapat melaksanakan tugas pekerjaan, baik yang bersifat umum pemerintahan maupun pembangunan, yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan pengembangan partisipasi masyarakat. Setiap BLK yang menginginkan agar instruktur dapat bekerja secara lebih efektif dan efisien maka tidak boleh mengabaikan diklat bagi instrukturnya. Sebagai tempat penelitian, instruktur di BLK Jogjakarta pun telah mengikuti berbagai macam diklat baik yang diselenggarakan di dalam negeri maupun diklat di luar negeri contohnya di Irlandia, Jepang, Australia dan sebagainya. Setiap instruktur yang telah mengikuti diklat dapat mengembangkan kompetensi yang dimilikinya khususnya dalam mengkreasikan gaya mengajar instruktur tersebut. Dengan pengalaman dan ilmu yang didapat setelah mengikuti diklat maka instruktur menjadi percaya diri dalam mengajarkan bahan praktek kepada siswanya sehingga instruktur tersebut mampu menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan belajar-mengajar. Selain itu, instruktur akan menciptakan iklim yang segar dan kondusif bagi siswanya agar siswa tersebut memiliki kemerdekaan, keberanian dan percaya diri untuk menyampaikan ide, gagasan, pemikiran, dan pendapat mengenai pemahaman suatu materi pelajaran. Pengalaman kerja merupakan salah satu pertimbangan utama dalam memberikan tanggung jawab atas pekerjaannya. Agar dapat meningkatkan keterampilan dalam mengajar diperlukan juga pengalaman kerja instruktur. Pengalaman kerja atau masa kerja instruktur biasanya mempengaruhi dalam menyampaikan materi dan memberikan pelatihan kepada siswa-siswanya. Dengan pengalaman kerja yang dimiliki, seseorang akan dapat bekerja dengan lebih efisien. Menurut salah seorang instruktur BLK Yogyakarta, banyak siswa yang berpraktek di BLK Yogyakarta lebih senang diajar oleh instruktur yang senior. Hal ini dikarenakan instruktur senior dapat menciptakan suasana belajar yang harmonis, tidak kaku atau tidak membosankan dalam menyampaikan materi praktek. Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengalaman kerja seorang instruktur dapat mempengaruhi gaya mengajar instruktur tersebut dalam satu kelas praktek. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan antara Fasilitas Kerja, Pendidikan dan Pelatihan Diklat dan Pengalaman Kerja dengan Gaya Mengajar Instruktur di Balai Latihan Kerja BLK”.

B. Batasan Masalah