Terbentuknya Internalized Homophobia HASIL DAN ANALISIS

46 “Trus saya juga memikirkan anak-anak saya nanti kalo mereka besar seperti apa. Kehidupannya saya seperti, saya harus bagaimana. Itu yang saya takutkan B, W1, 25-07-2015, 476- 480. Saya juga pikirkan anak-anak, makin hari mereka makin besar, dan mereka juga tentunya makin mengerti. B, W1, 25- 07-2015, 655- 657”. Bona merasa malu karena orang akan membicarakannya. Bona merasa takut, orang akan mengusirnya dari lingkungan tempat tinggalnya. “Malu kalo diomongin orang, nanti pasti kalo kemana-mana, kesana kesini, mulai diomongin orang B, W1, 25-07-2015, 612- 614. Kalo seandainya ketahuan pasti kena usir B, W2, 07-09- 2015, 822- 823” Bona memberitahukan bahwa ia malas untuk ke gereja karena ia merasa bahwa orang di gereja pasti akan membicarakannya. Bona juga tidak berani untuk jalan bersama perempuan didepan umum. Bona lebih memilih untuk menyembunyikan orientasi seksualnya. “Memang betul, memangkan betul saya seperti ini. Mau ke gereja juga, orang suka omongin saya, jadi saya rasa seperti bagaimana begitu. Untuk mau jalan dengan perempuan di tempat umum saja saya tidak berani B, W3, 21-10-2015, 1236- 1240”.

d. Dampak terbentuknya Internalized Homophobia

Bona menjadi tertutup dan tidak bebas mengekspresikan dirinya sebagai lesbian. Bona mengatakan bahwa ia juga merasa was-was, sangat menutup diri, selektif dalam bergaul dengan sesama jenis, harus menyembunyikan diri dan takut akan keramaian, serta takut ke gereja. Bona juga merasa tersiksa. “Saya juga bingung, saya was-was, saya juga bingung, saya juga was-was makanya saya sangat menutup diri. Untuk mau jalan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 dengan perempuan di tempat umum saja saya tidak berani B, W3, 21-10-2015, 1236-1240. Karena saya memasukkan atau membenarkan makanya saya tidak bisa sembarangan jalan dengan pasangan saya didepan umum. Saya sembunyi-sembunyi kalo mau berhubungan dengan lesbian B, W3, 21-10-2015, 1245-1249. Karena itu saya sembunyi-sembunyi, kalo mau gaya sebagai tomboy saya juga diam-diam. Kalo ditempat umum saya tidak bisa terbuka B, W3, 21-10-2015, 1266-1269. Orang omong seperti itu berarti yang jelas saya harus tertutup, saya tidak bisa menunjukkan kalo saya ini lesbian. Saya juga kalo mau bergaul dengan perempuan saja saya liat-liat tempat yang bagaimana dulu. Saya juga takut keramaian. Mau ke gereja saja saya takut, takut dengan omongan orang. Iya. Perasaan-perasaan saya ini yang membuat saya tidak berani untuk mau jalan dengan pasangan saya di keramaian. Saya tidak berani menunjukkan, kalo saya ingin berpegangan tangan atau mau buat apa begitu tidak bisa ditempat ramai. Mau buat begitu, tapi liat lokasi juga B, W3, 21-10-2015, 1309-1316 1335-1341. Karena saya membenarkan makanya buat saya jadi tertutup, tidak sembarangan dan sembunyi-sembunyi B, W3, 21-10-2015, 1328- 1331. Saya merasa tersiksa. Sebenarnya menantang jiwa saya juga B, W3, 21-10-2015, 1306- 1307”. Bona bertanya-tanya dan memikirkan mengenai orientasi seksualnya. Bona memikirkan mengenai orientasi seksualnya. Bona juga bingung apakah ia harus meninggalkan pasangan sesama jenisnya. Bona bertanya dalam dirinya, apakah karena dirinya yang lesbian sehingga Tuhan menghukumnya? Bona pun bertanya dalam dirinya bahwa akankah kelak anak-anaknya dapat menerima keadaannya? atau haruskah ia yang mengalah? “Pikiran..pikiran, bingung, apakah saya harus meninggalkan dia? B, W1, 25-07-2015, 619-620. . Ini mungkin Tuhan hukum saya kah? Saya begini makanya Tuhan hukum saya kah? B, W1, 25-07-2015, 621-624. Akankah nanti mereka menerima keadaan saya yang seperti ini, atau saya yang harus mengalah. Saat ini saya hanya ingin jalani saja B, W1, 25-07-2015, 658- 671”. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 Skema 1. Informan 1 Informan pertama mengalami gangguan identitas gender. Sejak kecil karakter informan telah terbentuk seperti laki-laki, berpenampilan seperti laki-laki, lebih banyak menghabiskan waktu dengan laki-laki, serta terbiasa berperan sebagai laki-laki Meskipun mengalami gangguan identitas gender, namun informan bertumbuh dengan normal, dan memilih homoseksual sebagai orientasi seksualnya Awal informan menyadari dirinya menyukai sesama jenis sejak duduk di bangku SD Homoseksual khususnya lesbian adalah kelompok yang sering mendapatkan asumsi negatif terkait orientasi seksualnya Informan menginternalisasikan beberapa asumsi negatif terkait homoseksual kedalam kognitif, afektif dan tingkah laku Kognitif Informan dilemma apakah orientasi merupakan penyakit atau tidak Afektif Informan merasa takut, malu, dll Tingkahlaku Malas ke gereja, tertutup, dan tidak bebas mengekspresika n diri sbg lesbian Internalized homophobia memberikan beberapa dampak negatif bagi informan, seperti seletif dalam bergaul, takut akan keramaian, takut ke gereja, tersiksa dan bertanya-tanya serta memikirkan mengenai orientasi seksualnya 49

4.3.2 Informan kedua, Dewi

a. Gangguan identitas gender

Sejak kecil Dewi sudah bergaya seperti laki-laki. Ia hanya bermain dan berinteraksi dengan laki-laki, serta tidak menyukai bermain permainan perempuan. Dewi juga tidak menyukai pakaian-pakaian perempuan sehingga ia tidak pernah menyentuh dan mengenakan pakaian perempuan. “Dari kecil saya tomboy, dari sononya sudah begini, dari kecil hanya bermain permainan laki-laki. Pokoknya barang-barang wanita tidak ada, pakaian-pakaian perempuan untuk ke gereja yang dibelikan mama, saya tidak pernah sentuh, labelnya saja saya tidak pernah buka D, W1, 25-07-2015, 279-286 ”. Dewi juga mengatakan bahwa secara biologis ia adalah perempuan. Sejak kecil ia sudah terbiasa menghabiskan waktu dengan laki-laki, sehingga ia merasa nyaman berpenampilan seperti laki-laki. Dewi merasa telah terbiasa berperan seperti laki-laki. “Dari kecul sudah terbiasa bermain dengan laki-laki, kumpul dengan laki-laki jadi saya lebih nyaman seperti ini. Saya nyaman berpenampilan tomboy begini. Sejak kecil sudah terbiasa seperti laki- laki, jadi terbawa sampai sekarang”. Dewi tetap bertumbuh dengan normal, meskipun mengalami gangguan identitas gender, dan memilih homoseksual sebagai orientasi seksualnya.

b. Awal menyadari diri sebagai lesbian

Dewi menuturkan bahwa awal menyadari dirinya menyukai sesama jenis sejak SMA kelas 1. Saat itu, Dewi merasa simpati kepada 50 kakak kelasnya. Dewi tertarik dengan perempuan tersebut, saat pertama melihatnya. Kemudian Dewi mulai melakukan pendekatan kepada perempuan itu. Dewi merasa bahwa perempuan itu memberikan perhatian yang berbeda kepadanya, sehingga tumbuhnya rasa cinta terhadap perempuan itu. Dewi banyak menghabiskan waktu dengan sesama jenis, karena sekolahnya merupakan sekolah khusus perempuan Ketika Dewi menyukai sesama jenis, ia merasa takut karena ia tidak mengetahui apakah perempuan itu juga menyukai sesama jenis atau tidak. Namun, Dewi tetap melakukan pendekatan dengan perempuan itu. Setelah Dewi melakukan beberapa pendekatan, akhirnya Dewi berpacaran dengan perempuan itu. Dewi menutupi hubungan mereka karena takut diketahui oleh pihak sekolah. Seiring berjalannya waktu, pihak sekolah mengetahui hubungan mereka, karena mereka tertangkap basah sedang mandi berdua. Berikut ungkapan Dewi; “Awalnya saya menjadi seorang lesbian saat SMA kelas 1. Waktu itu saya melihat seorang perempuan, dan saya merasa simpati dengannya. Dia itu kakak kelasnya saya, jadi waktu pertama melihatnya, saya fans dengan dia D, W1, 25-07-2015, 3-8. Trus saya merasa kayak perhatian teman cewe saya kayak beda, kayak bagaimana begitu, saking dia perhatian dengan saya tu yang bikin saya mulai ada rasa dengan dia. Dia itu kakak kelasnya saya. Di sekolah itu semuanya perempuan, jadi buat apapun pasti sama-sama dengan perempuan, makanya saya juga jadi suka dengan perempuan tu. Trus saya juga akhirnya fans dengan cewe itu, saya mulai dekat dengan dia. Awalnya saya juga takut karena saya kan tidak tau dia juga suka sesama jenis atau cuma perhatian dengan saya sebatas teman saja D, W1, 25-07-2015, 98-111. Karena perhatiannya untuk saya yang buat saya simpati dengan dia. Trus kami pacaran, saya mulai pegang-pegang bagian tubuhnya dia, mandi bareng, dan lain-lain. Tapi saya juga sembunyi-sembunyi, soalnya sekolah saya tu kan sekolah katolik jadi ketat sekali. Saya sembunyi-sembunyi karena takut ketahuan 51 Suster. Eh tapi akhirnya ketahuan Suster juga karena kami mandi bareng” D, W1, 25-07-2015, 114-116. Dewi menceritakan bahwa akibat orientasi seksualnya, ia tidak berani untuk terbuka atau menampilkan diri didepan umum. Dewi juga merasa tidak nyaman. Berikut pernyataan Dewi; “Kalo kawan lain mereka menampilkan hubungan mereka dengan sesama jenis didepan umum. Kalo untuk saya, saya tidak mau seperti itu, saya tidak mau kalo orang tau D, W1, 25-07- 2015, 348-352. Tidak nyaman saja, mau buat apa-apa harus sembunyi-sembunyi..pokoknya tidak bebas berekspresi. Saya mau jalan dengan perempuan saja tidak berani karena takut orang omong lagi D, W1, 25-07-2015, 453-457. Makanya saya rasa tidak nyaman, tidak bebas berekspresi, harus tertutup D, W1, 25- 07-2015, 467- 469”. Dewi merasa bersalah kepada Tuhan dan keluarganya. Dewi mengatakan bahwa ketika ke gereja dan mendengarkan khotbah pendeta mengenai pasangan, Dewi langsung merasa berdosa. Dewipun merasa bersalah kepada Tuhan karena Tuhan sangat baik kepadanya, tetapi ia masih berbuat seperti ini. Ia tidak tahu sampai kapan ia akan hidup dengan pilihannya. Dewi juga memikirkan apabila orangtuanya mengetahui bahwa dirinya yang lesbian, ia tidak tahu harus berbuat apa, karena orangtuanya tidak mengajarkannya untuk menjadi seorang lesbian. Mereka juga akan merasa kecewa, sakit hati dan mungkin akan menolak Dewi. Berikut ungkapan Dewi; “Tuhan sudah baik dengan saya, memberikan saya kehidupan hingga saat ini, namun saya masih berbuat seperti ini. Hanya itu, saya tidak tau sampai kapan begini. Saya cuma rasa bersalah dengan Tuhan, hanya mau bagaimana, saya sudah seperti ini D, W2, 07-09-2015, 693-700. Misalkan saya ke gereja trus pendeta khotbah mengenai pasangan begitu, rasanya kayak bagaimana begitu, rasanya seperti berdosa D, W2, 07-09-2015, 748-750,