Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

berfokus mengenai orang dengan gangguan identitias gender yang menunjukkan dirinya sebagai lesbian. Internalized homophobia juga memberikan banyak dampak negatif bagi fisik, psikologis, konsep diri dan pembentukan identitas diri. Oleh sebab itu, peneliti merasa perlu melakukan penelitian ini agar dapat menambah informasi kepada para pembaca. Penelitian ini berfokus untuk mengetahui dinamika pembentukan internalized homophobia dan dampaknya pada orang yang mengalami gangguan identitas gender.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dinamika pembentukan internalized homophobia dan dampaknya pada orang yang mengalami gangguan identitas gender?

1.3 Tujuan Penelitian

Peneliti ingin mengetahui dinamika pembentukan internalized homophobia dan dampaknya pada orang yang mengalami gangguan identitas gender.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kepada ilmu psikologi dengan memberikan gambaran mengenai dinamika pembentukan internalized homophobia pada orang yang mengalami PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI gangguan identitas gender. Penelitian ini juga memberikan gambaran bahwa internalized homophobia berdampak negatif bagi orang dengan gangguan identitas gender yang menunjukkan orientasi homoseksual khususnya lesbian. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai terbentuknya internalized homophobia dan dampaknya pada orang yang mengalami gangguan identitas gender. Penelitian ini juga diharapkan membantu lembaga atau yayasan yang membimbing dan mengayomi orang yang mengalami gangguan identitas gender untuk membuat strategi yang efektif dalam menangani kasus internalized homophobia. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gender Dysphoria Gangguan Identitas Gender 2.1.1 Definisi Gender Dysphoria Gangguan Identitas Gender Gangguan identitas gender adalah ketidaksesuaian antara identitas gender dan anatomi gender. Contohnya, lesbian, gay, biseksual dan transgender Davison, Neale Kring, 2006.

2.1.2 Karakteristik Gender Dysphoria Gangguan Identitas Gender

DSM IV-TR dalam Davison dkk., 2006 memaparkan dua karakteristik Gender Dysphoria Gangguan Identitas Gender, yaitu karakteristik umum dan khusus. 1. Karakteristik umum a. Identifikasi yang kuat dan menetap terhadap lawan jenis. b. Rasa tidak nyaman terus menerus dengan jenis kelamin biologisnya. c. Stress dalam menjalankan pekerjaan dan fungsi sosial 2. Karakteristik khusus A. Pada anak-anak gangguan identitas gender mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Keinginan untuk menjadi atau memaksakan diri sebagai lawan jenis. 9 b. Suka memakai pakaian lawan jenis. c. Suka berperan sebagai lawan jenis. d. Suka melakukan permainan lawan jenis. e. Suka bermain dengan teman-teman lawan jenis. f. Pada anak laki-laki, merasa jijik dengan penisnya. g. Pada anak perempuan, menolak untuk buang air kecil dengan cara duduk, tidak suka payudara yang membesar dan menstruasi. B. Pada remaja dan orang dewasa gangguan identitas gender mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Keinginan untuk menjadi lawan jenis. b. Berpindah ke kelompok lawan jenis. c. Keyakinan bahwa emosinya sama seperti lawan jenis. d. Ingin diperlakukan sebagai lawan jenis. e. Keinginan kuat menghilangkan karaktersitik jenis kelamin melalui pemberian hormon atau operasi. f. Keyakinan bahwa ia dilahirkan dengan jenis kelamin yang salah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10

2.1.3 Penyebab Gender Dysphoria Gangguan Identitas Gender

Dua faktor penyebab Gangguan Identitas Gender Davison, dkk., 2006 sebagai berikut: a. Faktor biologis Secara spesifik, bukti menunjukkan bahwa identitas gender dipengaruhi oleh hormon. Studi terhadap para anggota sebuah keluarga batih di Republika Dominika Imperator McGinley dkk., 1947, dalam Davison, dkk., 2006 menemukan bahwa anggota keluarga tersebut tidak mampu memproduksi suatu hormon untuk membentuk penis dan skrotum pada masa pertumbuhan janin laki- laki. Dua pertiganya dibesarkan sebagai perempuan, namun ketika mereka memasuki pubertas dan kadar testosteronnya meningkat, organ kelamin mereka mulai berubah. Sebanyak 17 dari 18 peserta memiliki identitas gender laki-laki. Penelitian lain menunjukkan bahwa ibu yang mengonsumsi hormon seks selama hamil menyebabkan anaknya berperilaku seperti lawan jenis dan mengalami abnormalitas anatomis. Contohnya, anak-anak perempuan yang ibunya mengonsumsi progestin sintesis, yang merupakan cikal bakal hormon seks laki- laki untuk mencegah pendarahan rahim selama hamil, memiliki perilaku tomboy kelaki-lakian Ehrhardt Money, 1967, dalam Davison, dkk., 2006. 11 b. Faktor-faktor Sosial dan Psikologis Peneliti melakukan wawancara dengan orangtua yang anak- anaknya menunjukkan tanda-tanda Gender Dysphoria Gangguan Identitas Gender, berulang kali mengungkapkan bahwa orangtua tidak mencegah perilaku anaknya. Banyak kasus menunjukkan orangtua mendorong perilaku anak untuk memakai pakaian lawan jenis, terutama bagi anak-anak yang feminin. Kebanyakan ibu, bibi dan nenek menganggap lucu bila anak laki-laki memakai pakaian dan sepatu hak tinggi milik ibunya, serta sangat sering mereka mengajari cara memakai rias wajah. Anggota keluarga yang memberikan reaksi tersebut terhadap anak berkontribusi besar dalam konflik antara jenis kelamin anatomisnya dan identitas gender yang dikembangkannya Green; Zuckerman Green, dalam Davison, dkk., 2006. Selain itu, para pasien laki-laki yang mengalami Gender Dysphoria Gangguan Identitas Gender menuturkan bahwa mereka tidak memiliki hubungan dekat dengan ayahnya. Sedangkan para perempuan menuturkan riwayat penyiksaan fisik atau seksual Bradley Zucker, dalam Davison, dkk., 2006.