3. Prasangka Faktor ketiga adalah prasangka. Prasangka adalah sebuah sikap
biasanya negatif terhadap anggota kelompok tertentu, semata berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Prasangka
dapat melibatkan perasaan negatif atau emosi pada orang yang dikenai prasangka ketika mereka hadir atau hanya dengan memikirkan anggota
kelompok yang tidak mereka sukai Baron Byrne, 2003. Salah satu ciri dari prasangka adalah mempercayai suatu
pandangan yang belum tentu benar kebenarannya terhadap anggota suatu kelompok atau terhadap kelompok itu sendiri. Pandangan tersebut dapat
tercermin dengan sikap negatif terhadap seseorang yang diprasangkai. Ada beberapa pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
prasangka dari masyarakat setempat pada para pendatang. Pertanyaan- pertanyaan tersebut meliputi: bagaimana pendatang diperlakukan oleh
masyarakat sekitar, apakah dipandang negatif, dianggap sebagai pengaruh buruk, selalu dicurigai dalam banyak hal ataukah tidak disukai
masyarakat sebagai pendatang. Berdasarkan hasil survei, 88 mahasiswa pendatang tidak
mendapatkan perlakuan negatif dari masyarakat setempat, selain itu, masyarakat juga tidak menghinamengejek para pendatang. Masyarakat
berusaha menerima pendatang meski berasal dari kelompok yang berbeda, bahkan 19 masyarakat merasa diuntungkan dengan adanya pendatang
karena usaha yang mereka buka dipergunakan oleh para pendatang. Para PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mahasiswa pendatang juga nampaknya berusaha agar dapat diterima oleh masyarakat.
Penerimaan masyarakat terhadap para pendatang dapat dilihat dari beberapa hal. Yang pertama berkaitan dengan sikap masyarakat yang
terbuka pada pendatang, sehingga meskipun belum mengenal dengan baik, masyarakat tidak menganggap pendatang dengan sebutan yang
negatif. Masyarakat juga tidak bersikap penuh curiga pada pendatang, meskipun para pendatang tetap dianggap sebagai orang asing. 99
masyarakat memang menganggap bahwa para mahasiswa pendatang adalah orang asing, namun bukanlah orang asing yang mengganggu.
Ditambah lagi dengan kepercayaan masyarakat yang cukup besar akan perilaku baik para pendatang. Bila terjadi kasus pencurian atau
kehilangan, masyarakat tidak pernah mencurigai para pendatang sebagai tersangka pelakunya atau mencurigai pendatang memiliki sifat buruk
karena berasal dari daerah yang menurut pandangan mereka memang memiliki sifat tidak baik.
Dari keterangan di atas, maka dapat dikatakan bahwa para mahasiswa pendatang tidak mendapatkan prasangka buruk dari
masyarakat setempat. Oleh karena itu, prasangka tidak menjadi problem dalam proses penyesuaian sosial yang dilakukan para pendatang.
4. Diskriminasi
Faktor keempat adalah tindakan diskriminasi. Diskriminasi merupakan tingkah laku negatif yang ditujukan kepada anggota kelompok
sosial yang menjadi obyek prasangka Baron Byrne, 2003. Ada tidaknya perlakuan diskriminasi yang dialami pendatang dari masyarakat
setempat dapat dilihat dari beberapa item yang mencakup bagaimana masyarakat menerima pendatang, perlakuan seperti apa yang diterima
pendatang, dan sejauh apa keterlibatan pendatang di masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 89 mahasiswa pendatang
tidak mendapat perlakuan berbeda diskriminasi dari masyarakat setempat. Tindakan diskriminatif diartikan sebagai perilaku menerima
atau menolak seseorang berdasarkan atau setidaknya dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya Sears, 1985. Gerungan 1986
mendefinisikan tindakan diskriminatif sebagai tindakan yang bercorak menghambat, merugikan, bahkan dapat mengancam kehidupan pribadi
orang hanya karena mereka termasuk dalam golongan orang yang diprasangkai itu.
Pendatang tidak
merasa dijauhi oleh masyarakat, selain itu
pendatang juga mau berusaha menyesuaikan agar dapat diterima. Usaha yang dilakukan para pendatang nampaknya mampu membuat masyarakat
menghargai mereka dan memperlakukan para pendatang dengan baik dan ramah. Para pendatang merasa sangat diterima oleh masyarakat, apalagi
97 masyarakat setempat memperlakukan mereka dengan adil. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Masyarakat memang tidak pernah berusaha untuk menghambat pendatang dalam proses penyesuaian. Saat para mahasiswa pendatang harus
berurusan dengan aparat desa pun tidak dipersulit. Tetapi
di lain
pihak bila
berhubungan dengan kegiatan yang diadakan oleh masyarakat setempat, para pendatang hanya sedikit
berperan serta. Sebagian besar mahasiswa pendatang 82 tidak terlibat dalam kegiatan yang diadakan dengan berbagai macam alasan. Mereka
yang tidak ikut serta menyatakan tidak mengerti mengenai kegiatan tersebut akibat kurangnya sosialisasi dan lainnya mengatakan
keengganannya untuk berpartisipasi. Penjabaran
diatas menjelaskan bahwa para mahasiswa pendatang
mendapat perlakuan adil. Masyarakat setempat tidak membeda-bedakan para pendatang dan semua mendapat perlakuan sama tanpa adanya
tindakan diskriminasi. Hal tersebut membuktikan bahwa mahasiswa pendatang tidak mengalami perlakuan diskriminasi yang dapat
menghambat penyesuaian sosial.
Dari penjelasan diatas terlihat bahwa keempat aspek perbedaan bahasa, perbedaan kebiasaan, prasangka dan diskriminasi memang mempengaruhi
proses penyesuaian sosial. Perbedaan bahasa para mahasiswa pendatang tidak menjadi kendala yang cukup berarti dalam proses penyesuaian sosial. Bahasa
Indonesia lebih sering digunakan dalam berkomunikasi bila dibandingkan dengan bahasa Jawa. Selain itu, prosentase mahasiswa yang mampu memahami bahasa
Jawa lebih tinggi bila dddibandingkan dengan yang tidak mampu. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan bahasa mampu diatasi oleh mahasiswa pendatang
dalam proses penyesuaian sosial. Beberapa perbedaan perilakukebiasaan yang muncul dapat diatasi dengan
baik. Baik masyarakat maupun pendatang dapat saling menyesuaikan. Meski banyak pendatang yang kurang menyukai cita rasa masakan Yogyakarta, hal itu
tidak menjadi masalah berarti karena para pendatang mau berusaha untuk menyesuaikanmenerimanya. Sama halnya dengan gaya berpakaian yang berlaku
di Yogyakarta, para pendatang menyukainya karena tergolong sopan, sehingga para pendatang juga tanpa beban dapat mengikutinya. Tetapi di lain pihak, ada
hal yang cukup menghambat, yaitu jam malam yang berlaku di masyarakat pk.21.00 WIB. Para pendatang merasa bahwa hal itu cukup menghambat
mereka dalam melakukan kegiatan. Prasangka yang dapat menghambat proses penyesuaian sosial nampaknya
tidak dialami oleh para mahasiswa pendatang. Para mahasiswa pendatang berusaha untuk menyesuaikan dan berusaha untuk berperilaku baik sehingga
masyarakat dapat menerima mereka dengan terbuka dan tanpa tuntutan apapun. Masyarakat juga tidak menganggapmencurigai pendatang dengan hal-hal yang
negatif, sehingga prasangka negatif tidak menghambat proses penyesuaian. Sikap diskriminatif juga tidak ditunjukkan oleh masyarakat setempat
kepada mahasiswa pendatang. Meskipun masyarakat menganggap pendatang sebagai orang asing, namun hal itu tidak dianggap sebagai sesuatu yang
mengganggu. Para mahasiswa pendatang berusaha menjaga sikap dan berusaha PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diterima oleh masyarakat mereka pasti akan merasa nyaman untuk tinggal. Masyarakat memang sangat terbuka menerima pendatang, bahkan beberapa
diantaranya merasa diuntungkan karena usaha yang mereka rintis seperti membuka tempat kost atau rumah makan dipergunakan oleh para pendatang.
Kedua belah pihak tentu akan saling menguntungkan bila mampu membangun hubungan yang baik.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa terdapat tiga problem yang muncul dalam proses penyesuaian sosial yang dihadapi oleh para mahasiswa
pendatang. Problem pertama adalah adanya perbedaan bahasa yang menghambat komunikasi. Problem kedua adalah cita rasa masakan Yogyakarta yang kurang
disukai para pendatang. Berlakunya jam malam yang terlalu awal muncul sebagai problem ketiga. Para pendatang merasa jam malam tersebut membatasi aktifitas
mereka dan hal itu tentu dapat menjadi problem dalam proses penyesuaian sosial yang mereka hadapi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa proses penyesuaian sosial yang dialami oleh mahasiswa pendatang memang dipengaruhi oleh
beberapa aspek, yaitu: adanya perbedaan bahasa, perbedaan perilakukebiasaan, prasangka dan diskriminasi. Tidak semua aspek berperan sebagai problem dalam
proses penyesuaian sosial, namun tidak dapat dipungkiri bahwa memang ada beberapa problem yang muncul dalam proses penyesuaian sosial yang dihadapi
para mahasiswa pendatang. Kesimpulan yang dapat diambil mengenai problem-problem yang
muncul dalam proses penyesuaian sosial mahasiswa pendatang adalah sebagai berikut:
1. Perbedaan bahasa nampaknya tidak menjadi salah satu problem yang cukup menonjol dalam proses penyesuaian sosial yang dihadapi para
pendatang. Mereka cukup mampu untuk memahami bahasa yang digunakan masyarakat setempat ketika berkomunikasi.
2. Tidak semua perbedaan perilakukebiasaan yang ada menjadi problem dalam proses penyesuaian sosial. Ada satu perbedaan kebiasaan yang
menjadi problem dalam proses tersebut. Para pendatang merasa tolerasi jam malam yang berlaku cukup menghambat aktifitas. Mereka
mengungkapkan bahwa jam malam yang berlaku membatasi aktifitas PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang sebetulnya masih bisa dilakukan apabila tidak ada pemberlakuan jam malam.
3. Prasangka tidak muncul sebagai problem yang dihadapi pendatang dalam proses penyesuaian sosial. Masyarakat setempat dapat menerima
pendatang dengan terbuka, di sisi lain pendatang juga berusaha untuk hidup berdampingan dengan masyarakat. Hal tersebut menyebabkan para
mahasiswa pendatang dan masyarakat setempat saling menghormati sehingga tidak menimbulkan prasangka ataupun anggapan-anggapan
negatif lainnya pada masing-masing pihak. 4. Diskriminasi juga tidak muncul sebagai problem yang harus dihadapi.
Nampaknya masyarakat setempat cukup terbiasa dengan kedatangan mahasiswa sebagai pelajar disekeliling mereka. Para mahasiswa
pendatang mau untuk berusaha menyesuaikan dengan keadaan di sekitar. Selain itu, toleransi masyarakat mengenai keberadaan pendatang juga
cukup tinggi. Oleh karena itu, sikap diskriminasi tidak muncul dalam diri masyarakat terhadap pendatang.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa Mahasiswa baru, khususnya para pendatang diharapkan mampu untuk
mengembangkan kemampuannya secara maksimal ketika harus menghadapi proses penyesuaian sosial. Apabila para pendatang mampu
menghadapi penyesuaian tanpa adanya problem yang muncul, maka proses tersebut tentu akan berjalan tanpa hambatan.
2. Bagi masyarakat Sebagai penduduk setempat atau dapat dikatakan sebagai “tuan rumah,”
tentu masyarakat diharapkan memiliki tolerasi yang tinggi dan bersikap terbuka. Sikap-sikap demikian sangat dibutuhkan dalam menghadapi para
pelajar yang berasal dari luar daerah dan akan menetap di daerah tersebut untuk sementara waktu untuk menyelesaikan studi.
3. Bagi peneliti lain Menurut peneliti, penelitian ini memiliki kelemahan. Kelemahan
penelitian terletak pada alat pengumpulan data yang berupa kuesioner dengan tipe pertanyaan terbuka. Tipe pertanyaan tersebut akan
mengasilkan jawabandata yang sangat beragam, sehingga proses koding dan kategorisasi cukup sulit dan memakan waktu. Jawabandata yang
diperoleh akan lebih terbatas dan lebih mudah untuk diolah apabila alat pengumpulan data berupa kuesioner dengan tipe pertanyaan tertutup atau
semi tertutup. 4. Bagi Sarjana PsikologiPsikolog
Para ahli diharapkan dapat membantu mahasiswa pendatang dalam menghadapi proses penyesuaian sosial, misalnya dengan memberikan
bimingan mengenai cara berperilakumenyesuaikan diri yang baik di lingkungan baru agar dapat diterima oleh masyarakat di lingkungan
tersebut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Afifudin. 1985. Psikologi Perkembangan Anak Usia Sekolah. Klaten: Intan Pariwara.
Ahmadi, Abu H. 1991. Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Rineka Jakarta. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT. Rineka Cipta. Azwar, Saifuddin. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. _______. 1996. Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi
Belajar . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_______. 1999. Dasar-dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baron, Robert A. Byrne, Donn. 2003. Social Psychology 10th edition. Jakarta:
Erlangga. Berry, J.W, Poortinga, Y.H, Segall, M.H, dan Dasen, P.R. 1999. Edisi
terjemahan. Psikologi Lintas Budaya: Riset dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Dayakisni, Tri. Yuniardi, Salis. 2004. Psikologi Lintas Budaya. Malang: UMM Press.
Gerungan, W.A. 1986. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Eresco. Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi Research jilid 1. Yogyakarta: Andi.
Hurlock, Elizabeth B. 1991. Psikologi Perkembangan Anak: Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1998. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kartono, Kartini. 1980. Pengantar Metodologi Research Sosial. Bandung:
Alumni Offset. Kartono, Kartini. Gulo, Dali. 1987. Kamus Psikologi. Bandung: CV. Pionir
Jaya. Mantra, I. B. 2001. Langkah-langkah Penelitian Survai Usulan Penelitian dan
Laporan Penelitian . Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi
BPFG-UGM. Mardalis. 1990. Metodologi Penelitian. Bandung: Airlangga.
Matsumoto, David. 2004. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Mu’tadin, Zainun. 2002. Penyesuaian Diri Remaja. www.e-psikologi.com Nasution, S. 1982. Metode Research. Bandung: Jemmars.
Nawawi, H. Martini, M. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nazir, Mohammad. 1985. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Newcomb, Theodore M. 1978. Psikologi Sosial. Jakarta: CV. Diponegoro.
Salim, Peter. 1998. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press.
Samovar, Larry A. Porter, Richard E. 1982. Intercultural Communication: A Reader
. Belmont, Calif: Wadsworth. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI