Gambar 4:  Sertifikat Lahan
Selain  itu,  terdapat  warga  yang  merasa  keberatan  untuk  menebus  sertifikatnya karena dia  masih tetap beranggapan  bahwa program sertifikasi  ini  merupakan program
gratis dari pemerintah sehingga warga tidak seharusnya dipungut biaya apapun. Secara teknis program sertifikasi  ini  berjalan dengan  lancar, tanpa ada hambatan  yang berarti.
Sertifikat lahan eks-HGU berhasil dibagikan kepada 864 warga pamagersari yang telah ditentukan Suryo, 2008.
5.2.1 Musyawarah Pembagian Lahan
Sebelum  program  sertifikasi  lahan  dilakukan,  pemerintah  desa  mengadakan musyawarah dengan para penggarap  lahan  eks-HGU,  musyawarah  ini dilakukan untuk
membicarakan  mengenai  usulan  pemerintah  desa  untuk  membagi  lahan  yang  sedang digarap  untuk  dibagikan  kepada  warga  lain  yang  tidak  mampu  dan  tidak  memiliki
pekerjaan, hal ini dilakukan agar program sertifikasi ini lebih merata dan adil. Sejumlah lahan  yang digarap akan diambil  beberapa  bagian  yang kemudian akan diatasnamakan
warga yang dianggap pantas mendapatkannya. Sebagian  besar  warga  penggarap  asal  menyepakati  usulan  ini  dan  bersedia
membagi  lahannya  dengan  warga  lain  yang  kurang  mampu  atau  belum  memiliki pekerjaan. Rata-rata luas  lahan  hasil pembagian  ini adalah 100  m
2
sampai dengan 200 m
2
. Namun, ada juga warga yang menolak usulan itu dan tidak mau membagi lahannya
bahkan  dia  tidak  ingin  lahan  eks-HGU  yang  sudah  digarapnya  bertahun-tahun  masuk dalam  program  sertifikasi.  Salah  satunya  adalah  AMM  75,  beliau  merasa  rugi  jika
lahan yang sudah digarapnya selama puluhan tahun harus dibagi dengan orang lain.
“Aki  juga  mengetahui  program  sertifikasi  dari  BPN  akan  dilaksanakan  di              Desa Pamagersari,  namun  Aki  dengar  lahan  Aki  nantinya  akan  diukur  tapi  untuk  dibagi-
bagikan  lagi.  Menurut  Aki  ini  tidak  pantas,  masa  lahan  yang  sudah  susah  payah  kita
garap harus diberikan kepada orang lain begitu saja.”
Usulan  pemerintah  desa  mengenai  pembagian  lahan  ini  memang    mambantu warga  yang  belum  memiliki  lahan  dan  pekerjaan,  dengan  harapan  setelah  memiliki
lahan mereka dapat menggarap dan memiliki penghasilan dari lahan tersebut. Namun, di sisi  lain  hal  ini ditentang warga  yang  sudah  lama  menggarap  lahannya, karena  mereka
merasa rugi jika lahan tersebut harus dibagi dengan orang lain mengingat tanaman yang ada di dalam lahannya sudah tumbuh besar.
5.2.2 Access Reform
Kepastian  keberlanjutan  manfaat  yang  diterima  oleh  subjek                          reforma agraria  memerlukan  pengelolaan  access  reform  secara  tepat.  Access  reform
dilaksanakan untuk mengoptimalkan pengusahaan obyek reforma agraria oleh penerima manfaat.    Access  reform  ini  merupakan  rangkaian  aktivitas  yang  saling  terkait  dan
berkesinambungan  yang  meliputi  antara  lain:  a  penyediaan  infrastruktur  dan  sarana produksi, b pembinaan dan bimbingan teknis kepada penerima manfaat, c dukungan
permodalan,  dan  d  dukungan  distribusi  pemasaran  dan  dukungan  lainnya  BPN  RI, 2007.
Berdasarakan  informasi  yang  didapatkan,  dapat  diidentifikasi  bahwa  program access  reform  di  Desa  Pamagersari  belum  terlaksana  secara  penuh.  Hal  ini  dapat
ditunjukkan melalui tabel di bawah ini:
Tabel 14: Access Reform
No Access Reform
Pelaksanaan sudahbelum
Keterangan
1 Infrastruktur dan sarana produksi
Belum 2
Pembinaan dan bimbingan teknis Belum
3 Dukungan permodalan
Sudah Belum optimal,
hanya berupa bantuan bibit buah-
buahan sebanyak 200 batang.
4 Dukungan distribusi pemasaran dan
dukungan lainnya belum
Tabel  14  memperlihatkan  kenyataan  bahawa  program  reforma  agraria  di  Desa Pamagersari belum didukung oleh program penunjang atau yang disebut  access reform
yang  sebenarnya  perlu  dilaksanakan,  karena  dengan  program  penunjang  ini memungkinkan subjek program dapat memafaatkan lahannya dengan lebih baik.
Setelah  program  sertifikasi  dilaksanakan  pemerintah  memberikan  bantuan  bibit tanaman, akan tetapi jumlahnya masih jauh dari mencukupi, yaitu sebanyak 200 batang
bibit buah-buahan. Bibit ini pun dibagikan dengan cuma-cuma kepada warga, ada yang diberi  dua  batang,  lima  batang,  tiga batang, dan  lain sebagainya, namun banyak warga
yang  tidak  mendapatkannya.  Oleh  karena  itu,  lebih  tepat  jika  peneliti  menyimpulkan bahwa program access reform di Desa Pamagersari belum dilaksanakan.
Bantuan  dalam  bentuk  permodalan  misalnya  kredi  dan  teknologi  atau  dalam bentuk  pelatihan  belum  pernah  diberikan  kepada  warga  yang  menerima  program
sertifikasi.  Berdasarkan  hasil  wawancara,  warga  yang  menjadi  subjek  sertifikasi mengutarakan  bahwa  mereka  sangat  mengharapkan  adanya  bantuan  tambahan  yang
mendukung kelangsungan usaha mereka. Hal ini seperti diutarakan oleh OM 50 tahun salah satu penggarap lahan eks-HGU.
“Ibu oge hoyong atuh upami dipasihan modal ku pamerintah mah.., atawa dipasihan siga palatihan kitu... Kapungkur ibu nguping aya bantosan bibit    buah-buahan di desa,
tapi eta ngan saeutik cuenamah, ja Ibu og e teu kabagian”.
“Ibu  juga  mau  jika  ada  bantuan  modal  dari  pemerintah,  atau  diberikan  semacam pelatihan.  Dulu  Ibu  pernah  mendengar  ada  bantuan  bibit  di  desa,  tapi  katanya  hanya
sedikit, dan ibu juga tidak mendapatkan”.
BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN
6.1 Struktur Kepemilikan Lahan sebelum Program Reforma Agraria