Tahap Persiapan Bahan Baku Pre-treatment

Tabel 2.3 Perlakuan Awal Biomassa Lignoselulosa untuk Produksi Bioetanol [11] Perlakuan Awal Proses Perubahan pada Biomassa Mekanik atau Fisik Milling and Grinding • Ball milling • Two-roll milling • Hammer milling • Colloid milling • Vibratory ball milling Irradiation • Sinar gamma • Electron beam • Microwave a • Hydrothermal • Eksplosi uap panas • Pirolisis dan air panas • Mengurangi ukuran partikel • Meningkatkan luas permukaan kontak dengan enzim • Mengurangi kristalisasi selulosa Kimia dan Fisik-Kimia Alkali • Sodium hidroksida • Ammonia • Ammonium sulfat • Ammonia Recycle Percolation ARP • Kapur lime Asam • Asam sulfat, asam • Meningkatkan area permukaan yang mudah diakses • Delignifikasi sebagian atau keseluruhan • Menurunkan kristalisasi selulosa • Menurunkan derajat polimerisasi • posfat, asam hidroklorat • Clorin dioksida • Nitrogen dioksida • Sulfur dioksida Agen oksidasi • Hidrogen peroksida • Ozone • Oksidasi basah Pelarut untuk ekstraksi lignin • Ekstraksi etanol-air • Ekstraksi benzene-air • Ekstraksi etlin glikol Ekstraksi butanol air • Hidrolisis hemiselulosa sebagian atau keseluruhan Biologi Fungi Pelapuk Putih • Phanerochaete chrsosporium, Pleurotus ostreatus, • Delignifikasi • Penurunan derajat polimerisasi selulosa Perlakuan Awal Proses Perubahan pada Biomassa • Trametes versicolor, Pycnoporus, Ischnoderma, Phlebia Actinomycetes • Penurunan derajat kristalisasi selulosa Kombinasi • Alkali pulping dengan steam explosion • Grinding diikuti alkaline atau acid treatment • Mendegredasi hemiselulosa • Delignifikasi • Meningkatkan area permukaan dan ukuran pori a. Perlakuan Pendahuluan Fisika Physical pretreatment Pretreatment fisika dapat meningkatkan luas permukaan yang diakses dan ukuran pori-pori, serta mengurangi kristalinitas dan derajat polimerisasi selulosa. Berbagai jenis proses fisik seperti penggilingan misalnya ball milling, two-roll milling , hammer milling, colloid milling, dan vibro energy milling dan iradiasi misalnya dengan sinar gamma, berkas elektron atau microwave dapat digunakan untuk meningkatkan hidrolisis enzimatik atau biodegradasi bahan limbah lignoselulosa. Penggilingan dapat digunakan untuk mengubah ultrastruktur melekat lignoselulosa dan derajat kristalinitas, dan akibatnya membuatnya lebih menerima selulosa. Penggilingan dan pengecilan ukuran telah diterapkan sebelum hidrolisis enzimatik, atau proses pretreatment lainnya seperti dengan asam encer, uap atau amonia, pada beberapa bahan limbah lignoselulosa [25]. Studi tentang efisiensi dari penggilingan milling dan dilanjutkan dengan proses kimia telah dilakukan [26]. Pengecilan ukuran dilakukan dengan menggunakan hammer milling dan disk milling. Hasil yang diperoleh menunjukkan disk milling lebih efektif dari pada hammer milling karena pada hammer milling akan terbentuk ikatan serat. Selanjutnya proses pendahuluan kimia tidak hanya meningkatkan konversi selulosa tetapi juga mengurangi konsumsi energi penggilingan mekanik secara signifikan. Sedangkan, iradiasi dapat meningkatkan hidrolisis enzimatik dari lignoselulosa. Kombinasi radiasi dan metode lain seperti perlakuan asam dapat lebih mempercepat hidrolisis enzimatik. Iradiasi telah meningkatkan degradasi enzimatik selulosa menjadi glukosa [25]. Pre-treatment microwave merupakan alternatif bagus untuk dapat mengurangi waktu perlakuan pada suhu tinggi. Dalam studi yang dilakukan Binod, et al membandingkan tiga tipe dari pre- treatment microwave , yaitu microwave-asam, microwave-alkali, dan kombinasi keduanya. Diperoleh hasil dengan perlakuan microwave kombinasi alkali dan asam dengan 1 NaOH dan 1 asam sulfat meningkatkan perolehan gula 0,83 gg biomassa kering dan mempunyai waktu yang singkat dari ketiga microwave tersebut [27]. b. Perlakuan Pendahuluan Fisika-Kimia Physico-chemical pretreatment Perlakuan pendahuluan dengan kombinasi diantara proses kimia dan fisika disebut sebagai physico-chemical pretreatment. Adapun beberapa proses yang penting termasuk dalam perlakuan ini antara lain Eksplosi uap panas autohydrolisis, Eksplosi uap panas dengan penambahan SO 2 , Eksplosi ammonia AFEX, Eksplosi CO 2 , dan Liquid Hot Water pretreatment. Di antara proses fisika-kimia, steaming dengan atau tanpa eksplosi autohydrolisis cukup mendapat perhatian untuk pretreatment bahan lignoselulosa. Pada proses ini menghilangkan sebagian besar hemiselulosa, sehingga meningkatkan proses enzimatik. Proses ini sudah banyak diuji skala lab maupun pilot plant oleh kelompok peneliti dan perusahaan. Biaya energi yang relatif dapat terpenuhi memenuhi persyaratan proses pretreatment. Selain pengunaan uap panas, perlakuan lainnya seperti cairan air panas LHW juga dapat diperhitungkan. Memasak bahan lignoselulosa dalam cairan air panas adalah salah satu metode pretreatment hidrotermal yang diterapkan untuk pretreatment bahan lignoselulosa sejak beberapa dekade yang lalu, misalnya industri pulp. Air di bawah tekanan tinggi dapat menembus ke dalam biomassa, selulosa hidrat, dan menghilangkan hemiselulosa dan lignin. Keuntungan utama adalah tidak ada penambahan bahan kimia dan tidak ada kebutuhan bahan tahan korosi untuk reaktor hidrolisis dalam proses ini. Pengurangan ukuran bahan baku adalah operasi yang sangat menuntut energi untuk sebagian besar bahan pada skala komersil, tidak akan ada kebutuhan untuk pengurangan ukuran di LHW pretreatment . Selain itu, proses ini memiliki kebutuhan yang jauh lebih rendah dari bahan kimia untuk netralisasi hidrolisat yang dihasilkan, dan menghasilkan lebih rendah jumlah residu netralisasi dibandingkan dengan banyak proses seperti perlakuan asam. Karbohidrat hemiselulosa yang terlarut sebagai oligosakarida dan dipisahkan dari selulosa yang tidak larut dan fraksi lignin. LHW dapat memperbesar daerah permukaan akses selulosa dan membuatnya lebih mudah mengalami hidrolisis enzim [25]. Pre-treatment dengan proses LHW sudah dilakukan scale-up untuk skala industri, biaya yang dikeluarkan untuk proses LHW sekitar 0,84 galon etanol yang dihasilkan [28]. c. Perlakuan Pendahuluan Kimia Chemical pretreatment Perlakuan pendahuluan kimia diantaranya hidrolisis alkali, alkali peroksida, proses organosolv, oksidasi basah, proses ozon, dan hidrolisis asam. Dengan menggunakan proses ini beberapa perubahan biomassa yang terjadi antara lain: meningkatkan area permukaan yang mudah diakses, delignifikasi sebagian atau keseluruhan, menurunkan kristalisasi selulosa, menurunkan derajat polimerisasi, hidrolisis hemiselulosa sebagian atau keseluruhan [11]. Seperti namanya proses ini menggunakan bahan-bahan kimia dalam mendegradasi bahan lignoselulosa tersebut, diantaranya natrium hidroksida NaOH, kalsium hidroksida CaOH 2 , ozon O 3 , hidrogen peroksida H 2 O 2 , asam sulfat H 2 SO 4 , asam klorida HCl, asam nitrat HNO 3 dan lain sebagainya [25]. Perlakuan pendahuluan kimia sudah banyak dilakukan salah satunya adalah hidrolisis asam. Penelitian yang dilakukan oleh Unhasirikul et al tentang produksi gula dari bahan baku kulit durian dengan perlakuan hidrolisis asam. Asam yang digunakan antara lain asam sulfat H 2 SO 4 , asam klorida HCl, dan asam posfat H 3 PO 4 dengan konsentrasi 0,5-2,0 dan dihidrolisis di dalam autoclave. Diperoleh hasil bahwa efisiensi hidrolisis asam ini mencapai lebih dari 70. Hidrolisis asam dengan H 2 SO 4 dan HCl ditemukan glukosa, fruktosa dan xilose, sedangkan dengan H 3 PO 4 ditemukan glukosa dan fruktosa [29]. Penggunaan bahan kimia tersebut, tidak mempengaruhi hidrolisis enzimatik, tetapi mereka biasanya menghambat pertumbuhan mikroba dan fermentasi, yang menghasilkan yield dan produktivitas etanol menurun. Selain bahan-bahan kimia yang dibutuhkan untuk proses pretreatment, dibutuhkan juga bahan-bahan kimia untuk netraslisasi hidrolisat yang dihasilkan dan akan menghasilkan residu netralisasi yang lebih besar. Oleh karena itu, pretreatment pada pH rendah harus dipilih dengan benar untuk menghindari atau setidaknya mengurangi formasi inhibitor ini [25]. d. Perlakuan Pendahuan Biologi Biological pretreatment Mikroorganisme juga dapat digunakan untuk merubah bahan lignoselulosa dan meningkatkan hidrolisis enzimatik. Serangan biologis dari mikroorganisme tersebut mendegradasi lignin dan hemiselulosa, dan hanya sedikit bagian selulosa yang diserang. Beberapa jamur, misalnya brown-, white- dan soft-rot fungi, telah digunakan untuk tujuan ini. Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang paling efektif untuk pretreatment biologis lignoselulosa. Kebutuhan energi yang rendah, tidak memerlukan bahan kimia, dan kondisi lingkungan yang ringan adalah keuntungan utama dari pretreatment biologi. Namun, proses ini masih sangat sedikit digunakan [25]. Studi tentang perlakuan biologi dilakukan oleh Lee et al mengevaluasi perlakuan biologi pada Pinus densiflora Pinus merah Jepang dengan menggunakan tiga tipe white rot fungi yaitu Cerioria lacerata, Stereum hirsutum dan Polypirus brumalis. Dari ketiga jamur tersebut perlakuan menggunakan S.hirsutum menunjukkan hasil yang lebih baik dari jamur lainnya, aktivitas penghilangan lignin yang tinggi dan aktivitas penghilangan selulosa yang rendah [30].

2.2.2 Tahap Fermentasi

Tahap selanjutnya dalam produksi bioetanol adalah fermentasi. Fermentasi merupakan tahap paling kritis dalam produksi etanol. Semua sumber bahan baku, yaitu sumber gula, pati dan serat, setelah menjadi gula, prosesnya sama yaitu fermentasi. Fermentasi merupakan proses biokimia dimana mikroba yang berperan dalam fermentasi akan menghasilkan enzim yang mampu mengonversi substrat menjadi etanol [12]. Fermentasi bioetanol termasuk dalam fermentasi anaerob. Pada tahap ini, gula-gula sederhana akan dikonversi menjadi etanol dengan bantuan ragi dan enzim [11]. Pada umumnya fermentasi etanol menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae . Produksi etanol dari substrat gula oleh khamir Saccharomyces cerevisiae merupakan proses fermentasi dengan kinetika sangat sederhana. Disebut sederhana karena hanya melibatkan satu fase pertumbuhan dan produksi, pada fase tersebut glukosa diubah secara simultan menjadi biomassa, etanol dan CO 2 [31]. Selanjutnya ragi akan menghasilkan etanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8-12 biasa disebut cairan beer, dan kemudian ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi. Tahap ini menghasilkan gas CO 2 sebagai produk samping dan sludge sebagai limbahnya [11]. Berikut adalah reaksi pembentukan etanol menjadi glukosa: C 6 H 12 O 6 2C 2 H 5 OH + 2CO 2 Glukosa Etanol Karbondioksida Gambar 2.3 Reaksi Pembentukan Bioetanol [31] Fermentasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk suhu, pH, sifat dan komposisi medium, O 2 terlarut, CO 2 terlarut, sistem operasional misalnya batch, fed batch, kontinu, pencampuran, dan kecepatan dalam fermentor. Variasi faktor-faktor ini dapat mempengaruhi: tingkat fermentasi, spektrum produk dan hasil, sifat organoleptik produk penampilan, rasa, bau dan tekstur, kualitas gizi, dan sifat fisika-kimia [32]. Tahapan dalam proses fermentasi dapat dibagi menjadi [33]: 1. Pengolahan hulu yang melibatkan persiapan medium cair, pemisahan partikulat dan bahan kimia hambat dari media, sterilisasi, pemurnian udara. 2. Fermentasi yang melibatkan konversi substrat untuk produk yang diinginkan dengan bantuan agen biologis seperti mikroorganisme. 3. Pengolahan hilir yang melibatkan pemisahan sel dari kaldu fermentasi, pemurnian dan konsentrasi produk yang diinginkan dan pembuangan limbah atau daur ulang.