Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, 15 Desember 2014 Penulis
Luri Adriani
DEDIKASI
Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada: 1. Orang tua penulis, Masri Samsi dan Neni Warti atas semua doa dan
dukungan yang selalu diberikan kepada penulis. 2. Seluruh anggota keluarga penulis terutama untuk kakak dan adik penulis,
Lusi Adriani, S.Kom dan Luki Adriantoni atas doa dan dukungan yang telah diberikan.
3. Herypasc Adipasah, ST atas doa, semangat dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis.
4. Rekan penelitian, Reviana Revitasari, ST. 5. Seluruh sahabat serta teman sejawat penulis angkatan 2009 dan teman-
teman di LPPM USU. 6. Staff pengajar dan seluruh jajaran keluarga besar Departemen Teknik
Kimia FT USU.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama: Luri Adriani NIM: 090405018
TempatTgl. Lahir: Tenggarong Kal-Tim, 27 Agustus 1992
Nama orang tua: Masri Samsi Alamat orang tua:
Pemuda Darat Jl. Bengkalis Gg. Bhayangkara No. 5 Dumai-Riau
Asal Sekolah • TK Barunawati I Dumai 1996-1997
• SD Negeri 016 Dumai 1997-2003
• SMP Negeri 2 Dumai 2003-2006 • SMA Negei 2 Dumai 2006-2009
Pengalaman OrganisasiKerja: 1. Bendahara Umum HIMATEK Kepengurusan 20122013
2. Anggota Bidang PAL Covalen Study Group CSG Kepengurusan 20112012
3. Asisten Lab. Kimia Fisika modul Viskositas dan Kesetimbangan Cair- Cair.
4. Kerja Praktek di PT. Chevron Pasific Indonesia, Minas-Riau tahun 2012
ABSTRAK
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan bioetanol tergantung pada pemilihan bahan baku, proses dan ukuran peralatan. Dalam penelitian ini, sebuah unit
pembuatan bioetanol berbahan baku kulit durian dirancang dengan kapasitas proses 100 liter. Peralatan yang dirancang antara lain peralatan pre-treatment,
fermentor dan unit distilasi. Peralatan pre-treatment terdiri dari tangki pemasak awal, crusher, dan tangki bertekanan. Tangki pemasak awal terbuat dari bahan
carbon steel
SA-285 Grade C dengan diameter 45,10 cm dan tinggi 90,21 cm. Crusher yang dipergunakan untuk menghaluskan kulit durian membutuhkan daya
sebesar 3,061 hp. Tangki bertekanan terbuat dari bahan carbon steel SA-283 Grade C dengan diameter 45,10 cm dan tinggi 90,21 cm. Tangki fermentor
dirancang dengan diamater 43 cm dan tinggi 86 cm, dilengkapi dengan 2 buah pengaduk manual tipe paddle dan mempunyai diameter pengaduk 30 cm. Tangki
distilasi terbuat dari bahan stainless steel dengan diameter 48 cm dan tinggi 54 cm, dilengkapi dengan heater untuk memanaskan larutan hasil proses fermentasi
dan tangki air pendingin untuk mendinginkan bioetanol yang teruapkan. Waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus fermentasi dengan proses batch adalah 7 hari 7
jam. Waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus proses pembuatan bioetanol dengan proses batch adalah 8 hari 4 jam. Diuji kelayakan unit pembuatan
bioetanol yang terdiri dari tangki fermentor dan tangki distilasi dengan kondisi proses fermentasi 7 hari dan konsentrasi ragi 6 dan distilasi pada suhu 80
o
C diperoleh kadar bioetanol hasil fermentasi sebesar 8,98 dan kadar bioetanol
hasil distilasi sebesar 74,96. Kata kunci: kulit durian, bioetanol, fermentor, distilator, rancangan
ABSTRACT
Equipments used in bioethanol production unit depends on the selection of raw material, process and plant size. In this research, the bioethanol production unit
used durian peel as raw material was designed with capacity process of 100 liters. The designed equipments were pre-treatment equipments, fermenter and
distillation unit where the pre-treatment equipments were consisted of cooking tank, crusher and pressured tank. Cooking tank was made of carbon steel SA-285
Grade C with 45,10 cm of diameter and 90,21 cm of height. Crusher was used to smooth durian peel and required power of 3,061 hp. Pressured tank was made of
carbon steel SA-283 grade C with 45,10 cm of diameter and 90,21 cm of height. Fermenter tank was designed with 43 cm of diameter and 86 cm of height which
was equipped with two manual paddle impeller of 30 cm in diameter. Distillation tank was made of stainless steel with 48 cm of diameter and 54 cm of height,
which was equipped with heater to heat the liquid of fermentation process and cooling tank to cool vaporised bioethanol. The time required for one cycle of
fermentation with batch process was 7 days and 7 hours. While the time required for one cycle of bioethanol production with batch process was 8 days and 4 hours.
The feasibility of bioethanol production unit in which consisted of fermenter tank and distillation tank under condition process of 7 days and yeast concentration of
6 and distillation temperature of 80
o
C was tested. The results obtained were 8,98 of bioethanol concentration during fermentation and 74,96 of bioethanol
concentration during distillation. Keywords : durian peel , bioethanol , fermenter , distilator, design
DAFTAR ISI
Hal PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
i PENGESAHAN UNTUK UJIAN SKRIPSI
ii PRAKATA
iii DEDIKASI
v RIWAYAT HIDUP PENULIS
vi ABSTRAK
vii ABSTRACT
viii DAFTAR ISI
ix DAFTAR GAMBAR
xii DAFTAR TABEL
xiv DAFTAR LAMPIRAN
xv DAFTAR SINGKATAN
xvi BAB I PENDAHULUAN
1 1.1 LATAR BELAKANG
1 1.2 PERUMUSAN MASALAH
3 1.3 TUJUAN PENELITIAN
3 1.4 MANFAAT PENELITIAN
3 1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 2.1 BIOETANOL
5 2.1.1 Kulit Durian
9 2.2 PROSES PEMBUATAN BIOETANOL
10 2.2.1 Tahap Persiapan Bahan Baku Pre-Treatment
11 2.2.2 Tahap Fermentasi
16 2.2.3 Tahap Pemurnian
20 2.3 PERALATAN YANG DIGUNAKAN DALAM
PROSES PEMBUATAN BIOETANOL 21
2.3.1 Peralatan Proses Perlakuan Awal 21
2.3.2 Peralatan Fementasi 22
2.3.3 Peralatan Pemurnian 26
2.4 PENGADUKAN 27
2.5 BAHAN KONSTRUKSI 29
2.6 PENGEMBANGAN SKALA LABORATORIUM KE SKALA PILOT
29 2.7 ANALISIS EKONOMI
31 2.7.1 Biaya Pabrikasi Peralatan
31 2.7.2 Biaya Operasional Pembuatan Bioetanol dengan Bahan Baku
Kulit Durian 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35
3.1 LOKASI PENELITIAN 35
3.2 BAHAN PENELITIAN 35
3.3 PERALATAN UTAMA 35
3.3.1 Peralatan Pre-treatment 35
3.3.2 Tangki Fermentor 36
3.3.3 Tangki Distilator 37
3.4 ALAT UKUR, INDIKATOR DAN PANEL 38
3.4.1 Termokopel dan Termometer 38
3.4.2 Control Panel 38
3.4.3 Level Indikator 38
3.5 PROSEDUR PENELITIAN 39
3.5.1 Prosedur Penelitian Rancangan Penelitian 39
3.5.2 Prosedur Operasional Unit Pembuatan Bioetanol 39
3.6 PROSEDUR KALIBRASI DAN ANALISIS
40 3.6.1 Tes Kebocoran Peralatan
40 3.6.2 Kalibrasi Peralatan
40 3.6.3 Analisis Kadar Bioetanol dengan Gas Kromatografi GC
41 3.7 FLOWCHART PROSEDUR PENELITIAN
42 3.7.1 Flowchart Prosedur Penelitian Rancangan Peralatan
42 3.7.2 Flowchart Prosedur Operasional Unit Pembuatan Bioetanol
43 3.8 PROSEDUR KALIBRASI
44 3.8.1 Flowchart Prosedur Tes Kebocoran
44
3.8.2 Flowchart Prosedur Kalibrasi Suhu 45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 46
4.1 PERANCANGAN PERALATAN UTAMA 46
4.1.1 Peralatan Pre-Treatment 46
4.1.2 Fermentor 50
4.1.3 Tangki Distilasi 54
4.1.3.1 Tangki Air Pendingin 56
4.2 TIME SCHEDULE PEMBUATAN BIOETANOL BERBAHAN BAKU KULIT DURIAN
57 4.3 UJI KEBOCORAN DAN KALIBRASI SUHU
60 4.3.1 Uji Kebocoran
60 4.3.2 Kalibrasi Suhu
60 4.4 PENGUJIAN UNIT PEMBUATAN BIOETANOL
61 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
64 5.1 KESIMPULAN
64 5.2 SARAN
65 DAFTAR PUSTAKA
66 DAFTAR LAMPIRAN
70
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Bioetanol dari Bahan Baku Gula,
Pati dan Lignoselulosa 6
Gambar 2.2 Buah Durian 9
Gambar 2.3 Reaksi Pembentukan Bioetanol 17
Gambar 2.4 Stirred Tank Fermenter 24
Gambar 2.5 Air-Lift Fermenter 24
Gambar 2.6 Fluidised Bed Bioreactor 25
Gambar 2.7 Packed Bed Bioreactor 26
Gambar 2.8 Bejana dengan Pengaduk Propeller Berdaun Tiga dan Baffle 27
Gambar 2.9 Jenis-Jenis Pengaduk 28
Gambar 2.10 Tangki BerpengadukTurbin dengan 6 Daun Blade disertai Pola Alirannya
28 Gambar 3.1 Flowchart Prosedur Penelitian Rancangan Penelitian
42 Gambar 3.2 Flowchart Prosedur Operasional Unit Pembuatan Bioetanol
43 Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Tes Kebocoran pada Unit Pembuatan Bioetanol
Fermentor, Distilator dan Tangki Air Pendingin 44
Gambar 3.4 Flowchart Prosedur Kalibrasi Suhu pada Tangki Distilator 45
Gambar 4.1 Rancangan Teknikal Tangki Pemasak Awal 47
Gambar 4.2 Rancangan Teknikal Tangki Bertekanan Tangki Hidrolisis 50
Gambar 4.3 Desain Pengaduk Paddle 51
Gambar 4.4 Desain Teknikal Fermentor 52
Gambar 4.5 a Tangki Fermentor b Pengaduk di dalam Tangki 53
Gambar 4.6 Desain Teknikal Tangki Distilasi 55
Gambar 4.7 Tangki Distilasi 55
Gambar 4.8 Tangki Air Pendingin dan Koil Pendingin 57
Gambar 4.9 Flowsheet Pembuatan Bioetanol Berbahan Baku Kulit Durian 58
Gambar 4.10 Kalibrasi Suhu pada Tangki Distilator 61
Gambar L3.1 Kerangka Unit Pembuatan Bioetanol 81
Gambar L3.2 Dasar Tangki Fermentasi 81
Gambar L3.3 Dasar Tangki Distilasi 82
Gambar L3.4 Dasar Tangki Pendingin 82
Gambar L3.5 Rangkaian Unit Pembuatan Bioetanol 83
Gambar L4.1 Hasil Pembacaan Kadar Bioetanol Hasil Fermentasi menggunakan GC
84 Gambar L4.1 Hasil Pembacaan Kadar Bioetanol Hasil Distilasi menggunakan
GC 85
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 1.1 Pabrik Bioetanol di Indonesia
1 Tabel 1.2 Beberapa Penelitian yang Berhubungan dengan Pembuatan
Bioetanol 2
Tabel 2.1 Syarat Mutu Bioetanol Nabati 7
Tabel 2.2 Spesifikasi untuk Etanol Bahan Bakar Terdenaturasi 8
Tabel 2.3 Perlakuan Awal Biomassa Lignoselulosa untuk Produksi Bioetanol 12 Tabel 2.4 Rincian Biaya Peralatan Unit Pembuatan Bioetanol
32 Tabel 2.5 Rincian Biaya Bahan Baku
33 Tabel 2.6 Biaya Proses
33 Tabel 2.7 Biaya Pencucian Peralatan
33 Tabel 4.1 Spesifikasi Tangki Pemasak Awal
48 Tabel 4.2 Spesifikasi Tangki Bertekanan Tangki Hidrolisis
50 Tabel 4.3 Spesifikasi Fermentor
52 Tabel 4.4 Spesifikasi Tangki Distilasi
55 Tabel 4.5 Spesifikasi Tangki Air Pendingin
56 Tabel 4.6 Time Schedule Proses Pembuatan Bioetanol dengan Bahan Baku Kulit
Durian 59
Tabel L1.1 Data Kalibrasi Suhu Tangki Distilasi 70
Tabel L1.2 Data Percobaan Hasil Fermentasi dan Distilasi 70
Tabel L2.1 Spesifikasi Tangki Distilasi 79
Tabel L2.2 Spesifikasi Tangki Air Pendingin 80
Tabel L5.1 Nilai Tipikal Respon Relatif Berbasis Massa 89
DAFTAR LAMPIRAN
Hal LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN
70 L1.1 DATA KALIBRASI SUHU TANGKI DISTILASI
70 L1.2 DATA PERCOBAAN HASIL FERMENTASI DAN DISTILASI
70 LAMPIRAN 2 PERHITUNGAN
71 L2.1 DASAR PEMILIHAN UKURAN PLANT
71 L2.2 PERHITUNGAN SPESIFIKASI PERALATAN
72 L2.2.1 Peralatan Pre-Treatment
72 L2.2.2 Fermentor
77 L2.2.3 Tangki Distilasi
79 L2.2.4 Tangki Air Pendingin
80 LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI
81 L3.1 BAHAN DASAR PEMBUATAN UNIT PEMBUATAN
BIOETANOL 81
L3.2 RANGKAIAN UNIT PEMBUATAN BIOETANOL 83
LAMPIRAN 4 HASIL LABORATORIUM 84
L4.1 HASIL ANALISIS KADAR BIOETANOL HASIL FERMENTASI
84 L4.2 HASIL ANALISIS KADAR BIOETANOL HASIL
DISTILASI 85
LAMPIRAN 5 PROSEDUR ANALISIS KADAR BIOETANOL 86
L5.1 PROSEDUR ANALISIS KADAR ETANOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS
86 L5.1.1 Peralatan
86 L5.1.2 Penyiapan, Kalibrasi dan Standarisasi
87 L5.1.3 Prosedur Analisis
89 L5.1.4 Perhitungan dan Pelaporan
89
DAFTAR SINGKATAN
ALF Air-Lift Fermenter
ASTM American Standard Test Method
BBM Bahan Bakar Minyak
BPS Badan Pusat Statistik
FBB Fluidisbed Bed Bioreactor
GC Gas Chromatography
LHW Liquid Hot Water
MEL Medco Ethanol Lampung
MSG Monosodiumglutamate
NEDO New Energy Development and Industrial Technology
Development Organization PTPN
PT. Perkebunan Nusantara SNI
Standar Nasional Indonesia
ABSTRAK
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan bioetanol tergantung pada pemilihan bahan baku, proses dan ukuran peralatan. Dalam penelitian ini, sebuah unit
pembuatan bioetanol berbahan baku kulit durian dirancang dengan kapasitas proses 100 liter. Peralatan yang dirancang antara lain peralatan pre-treatment,
fermentor dan unit distilasi. Peralatan pre-treatment terdiri dari tangki pemasak awal, crusher, dan tangki bertekanan. Tangki pemasak awal terbuat dari bahan
carbon steel
SA-285 Grade C dengan diameter 45,10 cm dan tinggi 90,21 cm. Crusher yang dipergunakan untuk menghaluskan kulit durian membutuhkan daya
sebesar 3,061 hp. Tangki bertekanan terbuat dari bahan carbon steel SA-283 Grade C dengan diameter 45,10 cm dan tinggi 90,21 cm. Tangki fermentor
dirancang dengan diamater 43 cm dan tinggi 86 cm, dilengkapi dengan 2 buah pengaduk manual tipe paddle dan mempunyai diameter pengaduk 30 cm. Tangki
distilasi terbuat dari bahan stainless steel dengan diameter 48 cm dan tinggi 54 cm, dilengkapi dengan heater untuk memanaskan larutan hasil proses fermentasi
dan tangki air pendingin untuk mendinginkan bioetanol yang teruapkan. Waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus fermentasi dengan proses batch adalah 7 hari 7
jam. Waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus proses pembuatan bioetanol dengan proses batch adalah 8 hari 4 jam. Diuji kelayakan unit pembuatan
bioetanol yang terdiri dari tangki fermentor dan tangki distilasi dengan kondisi proses fermentasi 7 hari dan konsentrasi ragi 6 dan distilasi pada suhu 80
o
C diperoleh kadar bioetanol hasil fermentasi sebesar 8,98 dan kadar bioetanol
hasil distilasi sebesar 74,96. Kata kunci: kulit durian, bioetanol, fermentor, distilator, rancangan
ABSTRACT
Equipments used in bioethanol production unit depends on the selection of raw material, process and plant size. In this research, the bioethanol production unit
used durian peel as raw material was designed with capacity process of 100 liters. The designed equipments were pre-treatment equipments, fermenter and
distillation unit where the pre-treatment equipments were consisted of cooking tank, crusher and pressured tank. Cooking tank was made of carbon steel SA-285
Grade C with 45,10 cm of diameter and 90,21 cm of height. Crusher was used to smooth durian peel and required power of 3,061 hp. Pressured tank was made of
carbon steel SA-283 grade C with 45,10 cm of diameter and 90,21 cm of height. Fermenter tank was designed with 43 cm of diameter and 86 cm of height which
was equipped with two manual paddle impeller of 30 cm in diameter. Distillation tank was made of stainless steel with 48 cm of diameter and 54 cm of height,
which was equipped with heater to heat the liquid of fermentation process and cooling tank to cool vaporised bioethanol. The time required for one cycle of
fermentation with batch process was 7 days and 7 hours. While the time required for one cycle of bioethanol production with batch process was 8 days and 4 hours.
The feasibility of bioethanol production unit in which consisted of fermenter tank and distillation tank under condition process of 7 days and yeast concentration of
6 and distillation temperature of 80
o
C was tested. The results obtained were 8,98 of bioethanol concentration during fermentation and 74,96 of bioethanol
concentration during distillation. Keywords : durian peel , bioethanol , fermenter , distilator, design
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bioetanol merupakan senyawa alkohol yang diperoleh melalui proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme [1]. Biomassa yang dapat
dijadikan bahan baku bioetanol antara lain bahan bergula, berpati dan berlignoselulosa [2]. Sebagai senyawa alkohol, kegunaan bioetanol sangat luas
terutama bioetanol dapat dijadikan sebagai sumber energi terbarukan sesuai dengan Peraturan Presiden No.5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional
[3]. Perkembangan bioetanol di Indonesia saat ini cukup menjadi perhatian. Sudah
banyak dilakukan penelitian-penelitian tentang pembuatan bioetanol dari berbagai bahan baku biomassa pada skala laboratorium. Bahkan sudah banyak berdiri
pabrik-pabrik bioetanol dengan bahan baku biomassa. Tabel 1.1 menampilkan beberapa pabrik bioetanol yang sudah beroperasi di Indonesia.
Tabel 1.1 Pabrik Bioetanol di Indonesia [4, 5, 6] Tahun
Produsen Lokasi
Total Produksi KLTa
hun Bahan Baku
2006 PT. Molindo Raya
Malang 10.000
Molase 2008
PT. Molindo Raya-PTPN X PT. Indo Lampung
Distillery PT. Medco Etanol Tutup
2013 PT-RNI Biochoi
Kediri Lampung
Lampung Pasuruan
40.000 20.000
22.000 40.000
Molase Molase
Ubi Kayu Molase
2009 PT. Molindo Raya
PT. Etanol Indonesia Sampoerna Group
Lampung Banten
Ponogoro 40.000
35.000 73.486
Molase Ubi Kayu
Ubi Kayu 2010
PT. Indo Acidatama Lampung
50.000 -
2013 PTPN X
Mojokerto 30.000
Molase Bioetanol sangat menjanjikan untuk menjadi bahan bakar alternatif, selain
ramah lingkungan, ketersediaan bahan baku yang berkesinambungan menjadi pilihan tepat bioetanol untuk lebih dikembangkan. Oleh karena itu, ada baiknya
hasil penelitian skala laboratorium dikembangkan menjadi skala yang lebih besar
dengan membangun unit pembuatan bioetanol. Penelitian ini merancang unit pembuatan bioetanol dengan bahan baku kulit durian. Tabel 1.2 menampilkan
beberapa penelitian yang berhubungan dengan rancangan unit pembuatan bioetanol.
Tabel 1.2 Beberapa Penelitian yang Berhubungan dengan Rancangan Unit Pembuatan Bioetanol [7, 8, 9]
No. Nama Peneliti,
Tahun Keterangan
1. Guritno, dkk., 2011 Merancang unit pembuatan bioetanol berbahan
baku kulit singkong dengan kapasitas 100 liter proses yang terdiri dari pemarut, tangki pemasak,
fermentor dan distilator.
2. Rahmat, dkk., 2012
Merancang dan Membangun unit produksi bioetanol terdiri dari fermentor, distilator, dan
kondensor. 3.
Wooley, et all., 1999 Membangun plant bioetanol dengan pendekatan enzimatis dan menghitung biaya yang diperlukan.
Adapun yang menjadi pertimbangan dalam mendesain unit proses pembuatan bioetanol adalah pemilihan bahan baku, pemilihan teknologi proses dan
konfigurasi, dan ukuran dari plant yang akan dibuat [9]. Pemilihan kulit durian sebagai bahan baku bioetanol disebabkan kulit durian merupakan sampah yang
belum termanfaatkan dan dapat menurunkan nilai estetika suatu kota. Selain itu, buah durian selalu ada di Kota Medan sehingga bahan baku yang dibutuhkan akan
selalu berkesinambungan dan tentunya tidak mengganggu ketahanan pangan. Teknologi proses produksi bioetanol secara umum yaitu perubahan biomassa
menjadi glukosa, fermentasi dan pemurnian. Proses yang dipilih harus disesuaikan dengan bahan baku yang digunakan. Dalam penelitian ini digunakan bahan baku
kulit durian yang merupakan bahan berlignoselulosa, sehingga membutuhkan proses pre-treatment untuk merubah bahan tersebut menjadi glukosa. Proses yang
dipilih yaitu liquid hot water LHW, pemasakan bahan lignoselulosa dengan cairan air panas pada tekanan tinggi. Kemudian glukosa tersebut difermentasikan
secara anaerob dengan bantuan Saccharomyces cerevisisae dan hasil fermentasi dimurnikan dengan proses distilasi sehingga mendapatkan bioetanol dengan kadar
yang lebih tinggi. Sehingga dalam penelitian ini dirancang unit pembuatan
bioetanol dari kulit durian antara lain peralatan pengecilan ukuran bahan baku, bejana bertekanan untuk proses pre-treatment, fermentor, distilator yang
dilengkapi tangki pendingin.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana menerapkan penelitian yang telah dilakukan dalam skala laboratorium menjadi
skala produksi yang lebih besar, yang nantinya bisa diterapkan dalam skala komersil.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk: 1. Merancang unit pembuatan bioetanol dengan bahan baku kulit durian yang
terdiri dari peralatan pre-treatment, fermentor dan distilator. 2. Mengetahui waktu siklus proses batch dalam pembuatan bioetanol dengan
bahan baku kulit durian. 3. Melakukan kalibrasi dan mendapatkan unjuk kerja peralatan utama yaitu
fermentor dan distilator. 1.4
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian yang akan dilakukan antara lain yaitu : 1. Sebagai informasi tentang produksi bioetanol dengan bahan baku kulit durian
sehingga dapat diterapkan di masyarakat. 2. Dari rancangan atau desain yang telah dibuat dapat menjadi acuan sehingga
dapat dilakukan scale up untuk menghasilkan produksi yang lebih besar.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian di lakukan di Laboratorium Ekologi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dan Lembaga Pusat Penelitian
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam merancang unit pembuatan bioetanol
tersebut antara lain:
1. Penentuan ukuran dan merancang peralatan pre-treatment, fermentor, distilator dan tangki air pendingin yang dapat digunakan dalam pembuatan
bioetanol dengan bahan baku kulit durian. 2. Pabrikasi peralatan yang terdiri dari fermentor, distilator dan tangki air
pendingin. 3. Menguji kelayakan unit pembuatan bioetanol dengan bahan baku kulit durian
berdasarkan kadar bioetanol yang dihasilkan sesuai dengan standar yang ditentukan.
Penelitian uji kelayakan unit bioetanol yang terdiri dari fermentor dan distilator dilakukan dengan kondisi proses sebagai berikut:
1. Fermentasi - Waktu
: 7 hari - Ragi yang ditambahkan : 6 dari berat bahan baku
2. Distilasi - Waktu
: 3 jam - Suhu
: 80
o
C Parameter uji atau analisa dalam penelitian ini terdiri dari uji peralatan dan
analisis kadar etanol dari bioetanol yang dihasilkan pada proses fermentasi dan distilasi.
1. Uji Peralatan terdiri dari uji kebocoran dari tangki fermentor, distilator, dan tangki air pendingin. Serta kalibrasi suhu dari tangki distilator.
2. Analisis kadar etanol dari bioetanol yang dihasilkan pada proses fermentasi dan distilasi menggunakan peralatan gas kromatografi GC sesuai dengan
standar metode ASTM D5501 di dalam SNI 7390.2012.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BIOETANOL
Bioetanol merupakan etanol atau alkohol yang diproduksi melalui proses fermentasi bahan biomassa yang mengandung gula, pati atau selulosa dengan
bantuan mikroorganisme. Hal ini berbeda dengan etanol sintetik yang dihasilkan dari sumber petrokimia. Etanol atau etil alkohol merupakan cairan jernih tidak
berwarna, berbau khas, mudah menguap, mempunyai titik didih 78
o
C dan titik beku -117
o
C, dan mempunyai bilangan oktan yang relatif tinggi [10]. Adapun beberapa tanaman yang dapat dijadikan bahan baku pembuatan
bioetanol adalah [11] [12]: 1. Bahan bergula, substrat yang umum digunakan untuk pembuatan bioetanol
berasal dari biomassa yang mengandung gula. Kelebihan dari bahan baku sumber gula ini yaitu dapat langsung dilakukan proses fermentasi gula
menjadi etanol, sehingga proses menjadi lebih sederhana. Bahan bergula yang sering digunakan seperti molase tetes tebu, nira tebu, nira kelapa, nira aren
enau. 2. Bahan berpati, pembuatan bioetanol dengan bahan baku sumber pati
mempunyai proses yang lebih panjang dibanding dengan berbahan baku sumber gula. Pati diubah dulu menjadi glukosa melalui hidrolisis asam
ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula difermentasi untuk menghasilkan etanol. Tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan
bakubioetanol dari sumber pati antara lain, ubi kayu atau singkong, tepung sagu, biji jagung, biji shorgum, kentang, ganyong, garut dan umbi dahlia.
3. Bahan berlignoselulosa berserat, bahan baku sumber serat kebanyakan berasal dari limbah pertanian. Lignoselulosa terdiri atas tiga komponen fraksi
serat, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa inilah yang dijadikan sumber bahan baku bioetanol dengan merubahnya terlebih dahulu menjadi
gula. Adapun yang berpotensi menjadi bahan baku sumber serat seperti limbah logging, limbah pertanian jerami padi, ampas tebu, tongkol jagung,
onggok, batang pisang, dan serbuk gergaji.
Secara umum, tahapan dalam pembuatan bioetanol memerlukan langkah fermentasi mengubah gula menjadi etanol, serta proses distilasi untuk
memisahkan alkohol dari air. Perbedaan proses pembuatan bioetanol dari bahan baku gula, pati dan lignoselulosa dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Bioetanol dari Bahan Baku Gula, Pati dan Lignoselulosa [11]
Pada tabel 2.1 akan ditampilkan syarat mutu etanol nabati berdasarkan standar nasional Indonesia SNI.
Gula Pati
Bahan Lignoselulosa
Penanakan Pengolahan
Awal
Sakarifikasi Hidrolisis
ringan Sakarifikasi
Hidrolisis berat
Fermentasi alkoholik dan
Pemisahan Bioetanol
Stillage
Tabel 2.1 Syarat Mutu Etanol Nabati [13] No.
Uraian Persyaratan Mutu
Satuan Mutu 1
Mutu 2 Mutu 3
1. Kadar etanol pada 15
o
C vv
bb Min. 96,3
Min. 94,4 Min. 96,1
Min. 94,1 Min. 95,0
Min. 92,5 2.
Bahan yang dioksidasikan pada 15
o
C waktu uji permanganat
menit Min. 30
Min. 15 -
3. Minyak fusel
mgL Maks. 4
Maks. 15 -
4. Aldehid sebagai
asetaldehid mgL
Maks. 4 Maks. 10
- 5.
Keasaman sebagai asam asetat
mgL Maks. 20
Maks. 30 Maks. 60
6. Sisa penguapan maksimum
mgL Maks. 25
Maks. 25 Maks. 50
7. Metanol
mgL Maks. 10
Maks. 30 Maks. 100
Bioetanol biasanya dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat minuman keras, untuk keperluan medis, sebagai zat pelarut, dan yang sedang popular saat
ini adalah pemanfaatan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif [14]. Banyak sekali keuntungan penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif pengganti
minyak bumi. Faktor utama yang menjadi pertimbangan adalah biomassa yang menjadi bahan baku produksi bioetanol merupakan sumber energi terbarukan
renewable resources. Selain itu, penggunaan bahan bakar etanol dapat dikatakan tidak memberikan tambahan netto karbondioksida pada lingkungan karena CO
2
yang dihasilkan dari pembakaran etanol diserap kembali oleh tumbuhan dan dengan bantuan sinar matahari digunakan dalam proses fotosintesis. Pertimbangan
ketiga adalah sebagai bahan bakar, bioetanol memiliki nilai oktan yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan peningkat oktan octane enhancer,
menggantikan penggunaan senyawa eter dan logam berat seperti Pb sebagai “anti- knocking agent’
yang memiliki dampak buruk bagi lingkungan. Dengan nilai oktan yang tinggi, proses pembakaran menjadi lebih sempurna dan emisi gas
buang hasil pembakaran dalam mesin kendaraan bermotor menjadi lebih baik [12]. Pada Tabel 2.2 akan ditampilkan spesifikasi untuk etanol bahan bakar
terdenaturasi denatured fuel ethanol berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI.
Tabel 2.2 Spesifikasi untuk Etanol Bahan Bakar Terdenaturasi [15] No.
Parameter Satuan
Nilai Metode Tes
1. Etanol
vv, min 99,5
ASTM D5501 2.
Metanol vv, max
0,5 ASTM D5501
3. Kandungan air
vv, max 0,7
ASTM E203 4.
Keasaman sebagai asam asetat
mgL, max 30
ASTM D1613 5.
Kandungan klorida Cl
-
mgL, max 2,0
ASTM D1613 6.
Kandungan denaturant vv, max
2-5 ASTM D7304
7. Kandungan Sulfur
mgL, max 50
ASTM D2622 8.
Kandungan Sulfur mgkg, max
0,1 ASTM D1688
9. Tampilan visual
Terlihat bebas dari kontaminan yang
tersuspensi dan terendap Bersih dan
terang Pengamatan
visual
Perkembangan bioetanol di dunia juga disebabkan karena isu pemanasan global, yaitu dengan semakin tingginya emisi gas rumah kaca yang disebabkan
oleh revolusi hijau, aktivitas industri, pembakaran BBM dan pembakaran hutan [16]. Perkembangan bioetanol di Indonesia sangat menjanjikan, karena di
Indonesia banyak tersedia bahan baku yang dapat diubah menjadi bioetanol [17]. Dikutip dari Detik Finance pada 20 Agustus 2013, Dahlan Iskan meresmikan
Pabrik Bioetanol milik PT Perkebunan Nusantara PTPN X yang berlokasi di Kecamatan Gedeg, Mojokerto. Pabrik ini didirikan dari hasil kerja sama antara
New Energy and Industrial Technology Development Organization NEDO Jepang dengan Kementerian Perindustrian Indonesia berbahan baku tetes tebu
molases yang memiliki kapasitas produksi 30 juta liter per tahun [5]. Penggunaan bahan baku pembuatan bioetanol dari bahan berpati atau
berglukosa tentunya mempunyai kendala. Misalnya penggunaan molase dan bahan berpati sebagai bahan baku pembuatan etanol akan berkompetisi dengan
bahan baku pembuatan MSG monosodiumglutamate dan berkompetisi dengan kebutuhan sumber pangan di Indonesia [18]. Seperti halnya PT. Medco Energi
Internasional Tbk MEDC menutup anak usaha, PT. Medco Ethanol Lampung MEL yang menghasilkan etanol. Penghentian kegiatan operasi dan penutupan
pabrik etanol dikarenakan tidak mencukupinya pasokan bahan baku singkong dan tetes tebu untuk produksi etanol [6].
Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu ditemukan sumber bahan baku lain yang mengandung polisakarida dan tidak dimanfaatkan sebagai bahan pangan.
Salah satu bahan yang tidak atau belum dimanfaatkan dan berpotensi sebagai bahan baku bioetanol adalah kulit durian.
2.1.1 Kulit Durian
Buah Durian Durio zibethinus merupakan buah tropika yang banyak tumbuh di Asia Tenggara seperti Indonesia, Thailand, Malaysia dan lain-lain. Ciri
buahnya, bentuknya besar, bulatoval dengan aroma rasa, baunya khas dan menjadi buah primadona yang banyak disukai masyarakat Indonesia, tak
terkecuali masyarakat Medan dan sekitarnya [19]. Kandungan daging buah durian merupakan 20-35 dari berat buah, sedangkan bijinya 5-15, sisanya berupa
kulit 60-75 [20]. Gambar buah durian ditampilkan pada gambar 2.2 terlihat bahwa kandungan kulit dari buah durian merupakan bagian terbesar dari buah
durian.
Gambar 2.2 Buah Durian [21]
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produksi panen buah durian di daerah Sumatera Utara pada tahun 2011 adalah sebesar
579.471 tontahun [22]. Dari literatur, dapat dihitung jumlah kulit durian yang diproduksi setiap panennya
adalah sebesar 376.656,15 tontahun. Untuk itu diperlukan pemikiran lebih lanjut untuk mengatasi masalah volume sampah kulit durian yang tinggi dengan
meningkatkan nilai tambah bagi sampah kulit durian sehingga dapat termanfaatkan [23].
Apabila dilihat dari karakteristik bentuk dan sifat-sifat kulitnya, sebenarnya banyak manfaat yang dapat dihasilkan dari kulit buahnya misalnya untuk bahan
campuran papan partikel, papan semen, arang briket, arang aktif, filler, campuran untuk bahan baku obat nyamuk dan lain-lain [19].
Kehidupan orangtua kita dulu sebenarnya sudah mampu menjawab permasalahan lingkungan terkait dengan menumpuknya kulit durian yang
akhirnya menjadi limbah tersebut, mereka telah memanfaatkan limbah kulit durian ini dengan menyusunnya di atas tempat memasak, setelah kering dibakar
untuk pengusir nyamuk pada malam hari, atau sebagai bahan bakar memasak sehingga ini merupakan indikasi bahwa bahan ini dapat diolah menjadi produk-
produk tertentu yang bermanfaat dan berdaya guna [24]. Dalam penelitian ini, dilakukan inovasi baru dalam pemanfaatan kulit durian
yaitu sebagai bahan baku bioetanol sehingga mempunyai nilai ekonomis. Kulit durian secara proposional mengandung unsur selulosa yang tinggi 50-60 dan
kandungan lignin 5 serta kandungan pati yang rendah 5 [19]. Dengan unsur selulosa yang tinggi, kulit durian dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol.
2.2 PROSES PEMBUATAN BIOETANOL
Inti dari proses pembuatan bioetanol adalah fermentasi gula dengan bantuan mikroorganisme. Bahan baku yang terdiri dari bahan bergula, bahan berpati dan
bahan berselulosa terlebih dahulu dikonversi menjadi gula sehingga dapat di fermentasi menjadi etanol dengan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme
yang biasanya digunakan adalah ragi Saccharomyces cerevisiae atau Saccharomyces elipsoides
. Beberapa bakteri seperti Zymomonas mobilis juga diketahui memiliki kemampuan untuk melakukan fermentasi untuk memproduksi
etanol [12]. Proses pembuatan bioetanol dengan cara fermentasi sangat dipengaruhi oleh
bahan baku yang digunakan [12]. Secara umum proses pembuatan bioetanol meliputi tiga tahapan, yaitu persiapan bahan baku pre-treatment, fermentasi dan
pemurnian.
2.2.1 Tahap Persiapan Bahan Baku Pre-treatment
Tahap persiapan bahan baku proses produksi bioetanol masing-masing bahan berbeda perlakuannya. Tujuan dari proses persiapan bahan baku ini adalah
mengkonversi bahan baku menjadi gula sehingga lebih mudah difermentasi.
2.2.1.1 Tahap Persiapan Bahan Bergula Bahan bergula tidak melalui proses perlakuan awal karena sudah terdapat
kandungan gula sehingga sudah dapat dilakukan proses fermentasi gula menjadi etanol, sehingga proses menjadi lebih pendek dan sederhana [11].
2.2.1.2 Tahap Persiapan Bahan Berpati Bioetanol dari bahan baku sumber pati dapat dibuat melalui beberapa
tahapan, yaitu ekstraksi pati, likuifikasi, sakarifikasi, dan kultivasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae
. Ekstraksi pati dilakukan dengan pemarutan kemudian pengepresan. Proses likuifikasi dari pati yang dihasilkan dan sakarifikasi untuk
mendapatkan glukosa dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu secara asam dan secara enzimatis. Hidrolisis secara asam dapat menghasilkan derajat konversi pati
menjadi glukosa lebih tinggi dibandingkan dengan hidrolisis secara enzimatis. Namun demikian, hidrolisis enzimatis dapat dilakukan secara simultan dengan
fermentasi [12].
2.2.1.3 Tahap Persiapan Bahan Berlignoselulosa Pada bahan berlignoselulosa terdapat perlakuan awal atau pretreatment
yaitu menghilangkan kandungan lignin untuk diperoleh gula sederhana. Terdapat tiga proses perlakuan awal atau pretreatment, yaitu secara biologi, kimia, dan
fisikmekanis [11]. Untuk bahan berserat biasanya proses pre-treatment juga berfungsi untuk merusak lignin yang menghambat proses fermentasi, dapat
ditambahkan senyawa basa seperti NaOH [18]. Pada tabel 2.3 terlihat beberapa perlakuan awal terhadap bahan lignoselulosa sebagai bahan baku bioetanol.
Tabel 2.3 Perlakuan Awal Biomassa Lignoselulosa untuk Produksi Bioetanol [11] Perlakuan Awal
Proses Perubahan pada Biomassa
Mekanik atau Fisik Milling and Grinding
• Ball milling • Two-roll milling
• Hammer milling • Colloid milling
• Vibratory ball milling Irradiation
• Sinar gamma • Electron beam
• Microwave a
• Hydrothermal • Eksplosi uap panas
• Pirolisis dan air panas • Mengurangi ukuran
partikel • Meningkatkan luas
permukaan kontak dengan enzim
• Mengurangi kristalisasi selulosa
Kimia dan Fisik-Kimia Alkali
• Sodium hidroksida • Ammonia
• Ammonium sulfat • Ammonia Recycle
Percolation ARP
• Kapur lime Asam
• Asam sulfat, asam • Meningkatkan area
permukaan yang mudah diakses
• Delignifikasi sebagian atau keseluruhan
• Menurunkan kristalisasi selulosa
• Menurunkan derajat polimerisasi
• posfat, asam hidroklorat
• Clorin dioksida • Nitrogen dioksida
• Sulfur dioksida Agen oksidasi
• Hidrogen peroksida
• Ozone • Oksidasi basah
Pelarut untuk ekstraksi lignin
• Ekstraksi etanol-air • Ekstraksi benzene-air
• Ekstraksi etlin glikol Ekstraksi butanol air
• Hidrolisis hemiselulosa sebagian
atau keseluruhan
Biologi Fungi Pelapuk Putih
• Phanerochaete chrsosporium,
Pleurotus ostreatus, • Delignifikasi
• Penurunan derajat polimerisasi selulosa
Perlakuan Awal Proses
Perubahan pada Biomassa • Trametes versicolor,
Pycnoporus, Ischnoderma, Phlebia
Actinomycetes • Penurunan derajat
kristalisasi selulosa
Kombinasi • Alkali pulping dengan
steam explosion • Grinding diikuti
alkaline atau acid
treatment • Mendegredasi
hemiselulosa • Delignifikasi
• Meningkatkan area permukaan dan
ukuran pori
a. Perlakuan Pendahuluan Fisika Physical pretreatment Pretreatment
fisika dapat meningkatkan luas permukaan yang diakses dan ukuran pori-pori, serta mengurangi kristalinitas dan derajat polimerisasi selulosa.
Berbagai jenis proses fisik seperti penggilingan misalnya ball milling, two-roll milling
, hammer milling, colloid milling, dan vibro energy milling dan iradiasi misalnya dengan sinar gamma, berkas elektron atau microwave dapat digunakan
untuk meningkatkan hidrolisis enzimatik atau biodegradasi bahan limbah lignoselulosa. Penggilingan dapat digunakan untuk mengubah ultrastruktur
melekat lignoselulosa dan derajat kristalinitas, dan akibatnya membuatnya lebih menerima selulosa. Penggilingan dan pengecilan ukuran telah diterapkan sebelum
hidrolisis enzimatik, atau proses pretreatment lainnya seperti dengan asam encer, uap atau amonia, pada beberapa bahan limbah lignoselulosa [25]. Studi tentang
efisiensi dari penggilingan milling dan dilanjutkan dengan proses kimia telah dilakukan [26]. Pengecilan ukuran dilakukan dengan menggunakan hammer
milling dan disk milling. Hasil yang diperoleh menunjukkan disk milling lebih
efektif dari pada hammer milling karena pada hammer milling akan terbentuk ikatan serat. Selanjutnya proses pendahuluan kimia tidak hanya meningkatkan
konversi selulosa tetapi juga mengurangi konsumsi energi penggilingan mekanik secara signifikan.
Sedangkan, iradiasi dapat meningkatkan hidrolisis enzimatik dari lignoselulosa. Kombinasi radiasi dan metode lain seperti perlakuan asam dapat
lebih mempercepat hidrolisis enzimatik. Iradiasi telah meningkatkan degradasi enzimatik selulosa menjadi glukosa [25]. Pre-treatment microwave merupakan
alternatif bagus untuk dapat mengurangi waktu perlakuan pada suhu tinggi.
Dalam studi yang dilakukan Binod, et al membandingkan tiga tipe dari pre- treatment microwave
, yaitu microwave-asam, microwave-alkali, dan kombinasi keduanya. Diperoleh hasil dengan perlakuan microwave kombinasi alkali dan
asam dengan 1 NaOH dan 1 asam sulfat meningkatkan perolehan gula 0,83 gg biomassa kering dan mempunyai waktu yang singkat dari ketiga microwave
tersebut [27].
b. Perlakuan Pendahuluan Fisika-Kimia Physico-chemical pretreatment Perlakuan pendahuluan dengan kombinasi diantara proses kimia dan fisika
disebut sebagai physico-chemical pretreatment. Adapun beberapa proses yang penting termasuk dalam perlakuan ini antara lain Eksplosi uap panas
autohydrolisis, Eksplosi uap panas dengan penambahan SO
2
, Eksplosi ammonia AFEX, Eksplosi CO
2
, dan Liquid Hot Water pretreatment. Di antara proses fisika-kimia, steaming dengan atau tanpa eksplosi
autohydrolisis cukup mendapat perhatian untuk pretreatment bahan lignoselulosa. Pada proses ini menghilangkan sebagian besar hemiselulosa,
sehingga meningkatkan proses enzimatik. Proses ini sudah banyak diuji skala lab maupun pilot plant oleh kelompok peneliti dan perusahaan. Biaya energi yang
relatif dapat terpenuhi memenuhi persyaratan proses pretreatment. Selain pengunaan uap panas, perlakuan lainnya seperti cairan air panas
LHW juga dapat diperhitungkan. Memasak bahan lignoselulosa dalam cairan air panas adalah salah satu metode pretreatment hidrotermal yang diterapkan untuk
pretreatment bahan lignoselulosa sejak beberapa dekade yang lalu, misalnya
industri pulp. Air di bawah tekanan tinggi dapat menembus ke dalam biomassa, selulosa hidrat, dan menghilangkan hemiselulosa dan lignin. Keuntungan utama
adalah tidak ada penambahan bahan kimia dan tidak ada kebutuhan bahan tahan korosi untuk reaktor hidrolisis dalam proses ini. Pengurangan ukuran bahan baku
adalah operasi yang sangat menuntut energi untuk sebagian besar bahan pada skala komersil, tidak akan ada kebutuhan untuk pengurangan ukuran di LHW
pretreatment . Selain itu, proses ini memiliki kebutuhan yang jauh lebih rendah
dari bahan kimia untuk netralisasi hidrolisat yang dihasilkan, dan menghasilkan lebih rendah jumlah residu netralisasi dibandingkan dengan banyak proses seperti
perlakuan asam. Karbohidrat hemiselulosa yang terlarut sebagai oligosakarida dan dipisahkan dari selulosa yang tidak larut dan fraksi lignin. LHW dapat
memperbesar daerah permukaan akses selulosa dan membuatnya lebih mudah mengalami hidrolisis enzim [25]. Pre-treatment dengan proses LHW sudah
dilakukan scale-up untuk skala industri, biaya yang dikeluarkan untuk proses LHW sekitar 0,84 galon etanol yang dihasilkan [28].
c. Perlakuan Pendahuluan Kimia Chemical pretreatment Perlakuan pendahuluan kimia diantaranya hidrolisis alkali, alkali peroksida,
proses organosolv, oksidasi basah, proses ozon, dan hidrolisis asam. Dengan menggunakan proses ini beberapa perubahan biomassa yang terjadi antara lain:
meningkatkan area permukaan yang mudah diakses, delignifikasi sebagian atau keseluruhan, menurunkan kristalisasi selulosa, menurunkan derajat polimerisasi,
hidrolisis hemiselulosa sebagian atau keseluruhan [11]. Seperti namanya proses ini menggunakan bahan-bahan kimia dalam mendegradasi bahan lignoselulosa
tersebut, diantaranya natrium hidroksida NaOH, kalsium hidroksida CaOH
2
, ozon O
3
, hidrogen peroksida H
2
O
2
, asam sulfat H
2
SO
4
, asam klorida HCl, asam nitrat HNO
3
dan lain sebagainya [25]. Perlakuan pendahuluan kimia sudah banyak dilakukan salah satunya adalah
hidrolisis asam. Penelitian yang dilakukan oleh Unhasirikul et al tentang produksi gula dari bahan baku kulit durian dengan perlakuan hidrolisis asam. Asam yang
digunakan antara lain asam sulfat H
2
SO
4
, asam klorida HCl, dan asam posfat H
3
PO
4
dengan konsentrasi 0,5-2,0 dan dihidrolisis di dalam autoclave. Diperoleh hasil bahwa efisiensi hidrolisis asam ini mencapai lebih dari 70.
Hidrolisis asam dengan H
2
SO
4
dan HCl ditemukan glukosa, fruktosa dan xilose, sedangkan dengan H
3
PO
4
ditemukan glukosa dan fruktosa [29]. Penggunaan bahan kimia tersebut, tidak mempengaruhi hidrolisis enzimatik,
tetapi mereka biasanya menghambat pertumbuhan mikroba dan fermentasi, yang menghasilkan yield dan produktivitas etanol menurun. Selain bahan-bahan kimia
yang dibutuhkan untuk proses pretreatment, dibutuhkan juga bahan-bahan kimia untuk netraslisasi hidrolisat yang dihasilkan dan akan menghasilkan residu
netralisasi yang lebih besar. Oleh karena itu, pretreatment pada pH rendah harus
dipilih dengan benar untuk menghindari atau setidaknya mengurangi formasi inhibitor ini [25].
d. Perlakuan Pendahuan Biologi Biological pretreatment Mikroorganisme juga dapat digunakan untuk merubah bahan lignoselulosa
dan meningkatkan hidrolisis enzimatik. Serangan biologis dari mikroorganisme tersebut mendegradasi lignin dan hemiselulosa, dan hanya sedikit bagian selulosa
yang diserang. Beberapa jamur, misalnya brown-, white- dan soft-rot fungi, telah digunakan untuk tujuan ini. Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme
yang paling efektif untuk pretreatment biologis lignoselulosa. Kebutuhan energi yang rendah, tidak memerlukan bahan kimia, dan kondisi lingkungan yang ringan
adalah keuntungan utama dari pretreatment biologi. Namun, proses ini masih sangat sedikit digunakan [25]. Studi tentang perlakuan biologi dilakukan oleh Lee
et al mengevaluasi perlakuan biologi pada Pinus densiflora Pinus merah Jepang dengan menggunakan tiga tipe white rot fungi yaitu Cerioria lacerata, Stereum
hirsutum dan Polypirus brumalis. Dari ketiga jamur tersebut perlakuan
menggunakan S.hirsutum menunjukkan hasil yang lebih baik dari jamur lainnya, aktivitas penghilangan lignin yang tinggi dan aktivitas penghilangan selulosa yang
rendah [30].
2.2.2 Tahap Fermentasi
Tahap selanjutnya dalam produksi bioetanol adalah fermentasi. Fermentasi merupakan tahap paling kritis dalam produksi etanol. Semua sumber bahan baku,
yaitu sumber gula, pati dan serat, setelah menjadi gula, prosesnya sama yaitu fermentasi. Fermentasi merupakan proses biokimia dimana mikroba yang
berperan dalam fermentasi akan menghasilkan enzim yang mampu mengonversi substrat menjadi etanol [12].
Fermentasi bioetanol termasuk dalam fermentasi anaerob. Pada tahap ini, gula-gula sederhana akan dikonversi menjadi etanol dengan bantuan ragi dan
enzim [11]. Pada umumnya fermentasi etanol menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae
. Produksi etanol dari substrat gula oleh khamir Saccharomyces cerevisiae
merupakan proses fermentasi dengan kinetika sangat
sederhana. Disebut sederhana karena hanya melibatkan satu fase pertumbuhan dan produksi, pada fase tersebut glukosa diubah secara simultan menjadi biomassa,
etanol dan CO
2
[31]. Selanjutnya ragi akan menghasilkan etanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8-12 biasa disebut cairan beer, dan
kemudian ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi. Tahap ini menghasilkan gas CO
2
sebagai produk samping dan sludge sebagai limbahnya [11].
Berikut adalah reaksi pembentukan etanol menjadi glukosa: C
6
H
12
O
6
2C
2
H
5
OH + 2CO
2
Glukosa Etanol Karbondioksida Gambar 2.3 Reaksi Pembentukan Bioetanol [31]
Fermentasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk suhu, pH, sifat dan komposisi medium, O
2
terlarut, CO
2
terlarut, sistem operasional misalnya batch, fed batch, kontinu, pencampuran, dan kecepatan dalam fermentor. Variasi
faktor-faktor ini dapat mempengaruhi: tingkat fermentasi, spektrum produk dan hasil, sifat organoleptik produk penampilan, rasa, bau dan tekstur, kualitas gizi,
dan sifat fisika-kimia [32].
Tahapan dalam proses fermentasi dapat dibagi menjadi [33]: 1. Pengolahan hulu yang melibatkan persiapan medium cair, pemisahan partikulat
dan bahan kimia hambat dari media, sterilisasi, pemurnian udara. 2. Fermentasi yang melibatkan konversi substrat untuk produk yang diinginkan
dengan bantuan agen biologis seperti mikroorganisme. 3. Pengolahan hilir yang melibatkan pemisahan sel dari kaldu fermentasi,
pemurnian dan konsentrasi produk yang diinginkan dan pembuangan limbah atau daur ulang.
Pengendalian Kondisi Fermentasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi adalah :
1 Suhu
Khamir akan tumbuh pada suhu 30 sampai 35
o
C. Adapun proses fermentasi yang optimum terjadi pada suhu tinggi yaitu antara 30-38
o
C. Selama proses fermentasi, akan dihasilkan ATP yang menghasilkan panas, sehingga terjadi
kenaikan suhu. Kenaikan suhu selama fermentasi tersebut akan menurunkan ketahanan khamir terhadap alkohol yang dihasilkan, sehingga mempercepat
pembentukan asam asetat yang bersifat racun. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan rendahnya etanol yang diperoleh, yang berhubungan dengan kinerja
khamir. Sebaliknya, suhu yang terlalu rendah akan menyebabkan proses fermentasi berjalan lambat dan tidak ekonomis. Oleh karena itu, suhu harus
dipertahankan pada titik optimum sehingga aktivitas metabolik sel dan pertumbuhan berjalan secara optimum [12]. Seperti penelitian yang dilakukan
Torija et all, temperatur tidak hanya mempengaruhi kinetika fermentasi laju dan lama fermentasi, tetapi juga metabolisme dari khamir ragi itu sendiri.
Pertumbuhan khamir pada suhu 25-30
o
C merupakan pertumbuhan khamir yang terbaik tetapi setelah meningkatnya suhu terjadi penurunan pertumbuhan khamir
tersebut. Ini membuktikan bahwa suhu sangat mempengaruhi proses fermentasi sehingga suhu harus diperhatikan [34].
2 pH
pH media berguna untuk mengatur aktifitas fermentasi dan pertumbuhan mikroba di dalamnya. Selain itu pH juga berfungsi untuk menghentikan kegiatan
fermentasi bila dianggap telah cukup. Pada pH di bawah 3,0 proses fermentasi akan berkurang kecepatannya dan pH optimum untuk fermentasi dalah 4,5 – 5,0.
Pengaturan keasaman dapat dibantu dengan penambahan larutan bufer sehingga fluktuasi keasaman tidak terlalu besar [31].
3 Oksigen
Ketersediaan oksigen berpengaruh besar dalam fermentasi karena oksigen tersebut dapat menjadi penentu tipe aktivitas mikroba. Mikroba yang digunakan
dalam fermentasi adalah jenis mikroba fermentasi kuat dan mempunyai aktifitas
respirasi yang rendah. Ketersediaan oksigen dapat dikurangi dengan sistem isolasi udara. Selain dengan mengisolasi udara, dapat pula diberikan sejumlah kapang
yang dapat digunakan untuk menutup permukaan sehingga mengambil sebagian besar oksigen yang tersedia. Untuk menjaga kondisi aerasi selama fermentasi
maka medium fermentasi dapat ditutup dengan kapas, busa, atau bahan lain yang tidak menghambat aliran udara [31].
4 Unsur Hara
Umumnya khamir membutuhkan unsur C, H, O, N, P, K, Mg dan Ca dalam jumlah yang cukup besar sedangkan unsur Fe dan Cu dibutuhkan dalam jumlah
yang kecil. Kebutuhan akan unsur nitrogen dapat diperoleh dari garam-garam ammonium, asam amino, pepton dan peptida. Bentuk ammonium merupakan
bentuk yang paling mudah dipergunakan oleh khamir [31].
5 Media Fermentasi
Proses fermentasi adalah pembentukan etanol dan karbon dioksida dari glukosa dengan bantuan khamir. Jika konsentrasi gula dalam substrat terlalu tinggi
maka etanol yang terbentuk akan menghambat aktivitas khamir, sehingga waktu fermentasi menjadi lebih lama dan efisiensi menjadi lebih rendah, karena tidak
semua gula dikonversi menjadi etanol. Konsentrasi gula yang terlalu rendah menjadikan proses tidak ekonomis, karena penggunaan fermentor tidak efisien
[31].
6 Pengadukan
Pengadukan berfungsi untuk meratakan kontak sel dan substrat, menjaga agar mikroorganisme tidak mengendap di bawah dan meratakan temperatur di seluruh
bagian bioreaktor. Oleh karena itu pemilihan jenis pengaduk dan kecepatan pengaduk yang tepat diharapkan dapat menunjang fungsi pengadukan sehingga
dapat meningkatkan hasil fermentasi [35].
2.2.3 Tahap Pemurnian
Tahap produksi bioetanol selanjutnya adalah pemurnian. Tahap pemurnian dilakukan untuk memperoleh kadar bioetanol yang lebih tinggi dari hasil
fermentasi. Proses pemurnian bioetanol meliputi distilasi untuk memperoleh kadar bioetanol 95 dan dehidrasi untuk memperoleh kadar etanol yang lebih tinggi
mencapai 99 atau fuel grade. Namun sebelum proses pemurnian perlu dilakukan pemisahan padatan cairan, untuk menghindari clogging selama proses pemurnian
[11]. Pada tahap pemurnian bioetanol, proses yang sering digunakan adalah
proses distilasi. Distilasi adalah salah satu metode dari pemurnian dengan cara memisahkan dua atau lebih komponen-komponen dalam suatu cairan berdasarkan
perbedaan tekanan uap masing-masing komponen. Pada proses distilasi bioetanol, larutan fermentasi yang terdiri dari campuran
etanol, air dan bahan-bahan lainnya dipisahkan pada tekanan atmosfir dengan suhu tertentu. Pada suhu 100
o
C air mendidih dan akan menguap, sedangkan etanol mendidih pada suhu sekitar 77
o
C. Perbedaan titik didih inilah yang memungkinkan pemisahan campuran etanol dan air. Jika larutan campuran etanol-
air dipanaskan, maka lebih banyak molekul etanol menguap daripada air. Bioetanol yang dikeluarkan dari tangki fermentasi, dikirim ke kolom
distilasi untuk dipisahkan dari air dan bahan-bahan pengotor lainnya. Untuk memperoleh bioetanol dengan kemurnian lebih tinggi dari 99,5 atau yang umum
disebut fuel based ethanol. Masalah yang timbul adalah sulitnya memisahkan hidrogen yang terikat dalam struktur kimia alkohol dengan cara distilasi biasa.
Oleh karena itu untuk mendapatkan fuel based ethanol dilaksanakan pemurnian lebih lanjut [31].
Etanol merupakan cairan yang bersifat azeotropik dengan air. Untuk memperoleh etanol yang bebas air, azeotrop harus dipisahkan. Pemisahan alkohol
dan air disebut proses dehidrasi. Metode dehidrasi yang biasa digunakan dalam pemisahan ini adalah distilasi azeotrop, desiccant kimiawi dan filtrasi monokuler
[12].
• Distilasi azeotrop dapat dilakukan pada kolom distilasi berefluks dengan penambahan bahan pelarut, seperti benzen atau n-heksana. Dengan
penambahan bahan tersebut azeotrop dapat dipisahkan dalam campuran dengan pemanasan pada proses distilasi sampai diperoleh etanol yang lebih
murni. • Desiccant kimiawi, menggunakan bahan kimia yang bertujuan untuk
memudahkan pemisahan etanol dan air. Biasanya bahan yang digunakan adalah kalsium oksida CaO, yang bereaksi dengan air sehingga
menghasilkan panas yang dipertahankan pada sistem. • Pemisahan azeotrop air-etanol dapat juga dilakukan dengan metode filtrasi
molekuler dengan bahan filter kristal alumunium sillika, yang akan mengabsorpsi molekul air yang lebih kecil daripada molekul etanol sehingga
air dan etanol dapat dipisahkan.
2.3 PERALATAN YANG DIGUNAKAN DALAM PROSES PEMBUATAN BIOETANOL
2.3.1 Peralatan Proses Perlakuan Awal
Dalam proses pembuatan bioetanol dengan bahan baku lignoselulosa membutuhkan perlakuan awal baik secara biologi, kimia dan fisikmekanis.
Perlakuan awal ini diperlukan misalnya untuk pengecilan ukuran, menghilangkan lignin, menurunkan derajat polimerisasi selulosa [11].
Pada tabel 2.1 dalam sub bab 2.2.1 telah dijabarkan macam-macam perlakuan awal bahan baku lignoselulosa untuk produksi bioetanol. Peralatan
proses yang dibutuhkan untuk perlakuan awal bahan baku sesuai dengan perlakuan awal pre-treatment yang dipilih. Efisiensi pre-treatment dibutuhkan
untuk memaksimalkan efisiensi hidrolisis enzimatis dan membantu mengurangi total kebutuhan ekonomi proses.
Sebuah proses pre-treatment yang efektif dan ekonomis harus memenuhi persyaratan sebagai berikut [25]:
• produksi serat selulosa reaktif atas serangan enzimatik • menghindari penghancuran hemiselulosa dan selulosa
• menghindari pembentukan inhibitor mungkin bagi enzim hidrolisis dan
fermentasi mikroorganisme
• meminimalkan kebutuhan energi • mengurangi biaya pengurangan ukuran untuk bahan baku
• mengurangi biaya bahan untuk pembangunan reaktor pretreatment • produksi residu berkurang
• konsumsi sedikit atau tidak ada bahan kimia dan menggunakan bahan kimia
murah
Dalam pembuatan bioetanol dengan bahan baku kulit durian, perlu dicari metode yang tepat untuk pre-treatment kulit durian sehingga diperoleh metode
yang efektif sesuai dengan persyaratan diatas. Dalam penelitian ini menggunakan metode fisika-kimia yaitu pengecilan ukuran dan liquid hot water pre-treatment.
2.3.2 Peralatan Fermentasi
Fermentor adalah sebuah bioreaktor yang digunakan sebagai tempat fermentasi. Secara umum, ada dua kelas utama bioreaktor: anaerobik dan aerobik.
Dalam fermentasi anaerob, mikroorganisme tumbuh tidak membutuhkan oksigen. Contoh fermentor anaerob meliputi sebagian proses bahan bakar seperti etanol
atau isobutanol dan pembuatan beberapa asam organik [36]. Fungsi utama fermentor adalah untuk menyediakan lingkungan yang
terkendali untuk pertumbuhan mikroorganisme, sehingga mendapatkan produk yang diinginkan [33].
Dalam merancang dan membangun bioreaktor atau fermentor ada beberapa hal yang harus ditimbangkan selain hal-hal diatas, antara lain [37]:
1. Karakteristik mikrobiologi dan biokimia dari sistem sel. 2. Karakteristik hydrodynamic dari bioreaktor.
3. Karakteristik perpindahan massa dan panas bioreaktor. 4. Kinetika pertumbuhan sel dan pembentukan produk.
5. Karakteristik stabilitas genetik dari sistem sel. 6. Desain peralatan aseptik
7. Kontrol lingkungan bioreaktor makro dan lingkungan mikro. 8. Implikasi desain bioreaktor pada pemisahan produk hilir.
9. Kapital dan biaya operasi dari bioreaktor. 10. Potential untuk bioreaktor scale-up.
Komponen-komponen dari fermentor, antara lain [33]:
1. Komponen dasar meliputi motor penggerak, pemanas, pompa dan lain-lain. 2. Bejana dan aksesorisnya baffle, impeller.
3. Peralatan pendukung lainnya botol reagen. 4. Instrumentasi dan sensor.
Beberapa jenis bioreaktor adalah sebagai berikut:
1. Stirred Tank Fermenter Fermentor Tangki Berpengaduk
Stirred tank fermenter mempunyai fungsi menghomogenisasi, suspensi solid,
dipersi campuran gas dan cairan, aerasi cairan dan pertukaran panas. Reaktor tangki berpengaduk ini tersedia dengan sekat dan pengaduk yang terpasang baik
di atas dan di bawah bioreaktor. Pola reaktor ini dipengaruhi oleh waktu pencampuran, koefisien perpindahan massa dan panas, shear stress dan lain-lan.
Reaktor tangki berpengaduk ini biasanya digunakan pada proses batch dengan sedikit modifikasi, reaktor ini memiliki desain yang sederhana dan mudah
dioperasikan. Reaktor tangki berpengaduk memiliki penawaran yang baik pada pencampuran dan kecepatan transfer massa. Biaya operasi yang rendah dan
reaktor dapat digunakan dengan berbagai spesies mikroba [33]. Gambar 2.4 menampilkan stirred tank fermenter atau fermentor tangki berpengaduk.
Gambar 2.4 Stirred Tank Fermenter [38]
2. Air-Lift Fermenter
Air-Lift Fermenter ALF adalah klasifikasi umum dari reaktor pneumatik
tanpa banyak susunan pengaduk mekanin untuk pencampuran. Turbulensi disebabkan oleh aliran fluida memastikan cukupnya pencampuran dari cairan.
Keuntungan dari reaktor airlift adalah mengurangi pengaruh erosi secara umum pada agitasi mekanik [33]. Gambar 2.5 menampilkan air-lift fermenter..
Gambar 2.5 Air-Lift Fermenter [33]
3. Fluidised Bed Bioreactor
Fluidised Bed Bioreactor FBB telah menerima peningkatan perhatian dalam
beberapa tahun terakhir karena keuntungan mereka lebih dari jenis reaktor lain. Sebagian besar FBB dikembangkan untuk sistem biologis yang melibatkan sel-sel
sebagai biokatalis tiga sistem fase padat, cair, dan gas. The FBB umumnya beroperasi pada aliran atas co-current dengan cairan sebagai fase kontinu dan
konfigurasi tidak biasa seperti kebalikan tiga fase fluidised bed tidak begitu penting. Biasanya fluidisasi diperoleh baik oleh re-sirkulasi cairan eksternal atau
dengan gas diumpankan ke reaktor [33]. Gambar 2.6 menampilkan fluidised ber bioreactor
.
Katalis G
1
L
2
Gelembung Bubbles
G L
1
Gambar 2.6 Fluidised Bed Bioreactor [33]
Keterangan gambar: G
= Aliran udara masuk G
1
= Aliran udara keluar L
1
= Aliran fluida cair masuk L
2
= Aliran fluida cair keluar
4. Packed Bed Bioreactor
Unggun atau bioreaktor fixed bed biasanya digunakan dengan biofilm terpasang secara khusus dalam rekayasa air limbah. Penggunaan reaktor packed
bed memperoleh penting setelah potensi teknik imobilisasi sel seluruh telah
dibuktikan. Immobilisasi biokatalis dalam packed kolom dan diberi makan dengan nutrisi baik dari atas atau dari bawah. Salah satu kelemahan dari packed bed
adalah karakteristik aliran berubah karena perubahan dalam porositas bed selama operasi. Packed bed bioreaktor biasanya digunakan di mana substrat inhibiion
mengatur laju reaksi. Reaktor packed bed secara luas digunakan dengan sel amobilisasi [33]. Gambar 2.7 menampilkan packed bed bioreactor.
Packing Aliran Keluar
Aliran Masuk
Gambar 2.7 Packed Bed Bioreactor [33]
2.3.3 Peralatan Pemurnian
Proses pemurnian bioetanol meliputi distilasi untuk memperoleh kadar bioetanol 95 dan dehidrasi untuk memperoleh kadar bioetanol yang lebih tinggi
mencapai 99 atau fuel grade. Peralatan yang digunakan untuk proses distilasi disebut distilator. Alat distilator terdiri dari kolom distilasi, kondensor. Pada tipe
distilasi batch, campuran alkohol-air dipanaskan dalam keadaan tertutup, kemudian uapnya didinginkan dalam alat penukar panas dengan fluida dingin air.
Etanol akan menguap terlebih dahulu dibandingkan air karena etanol memiliki titik didih lebih rendah dibandingkan air. Dari proses distilasi akan menghasilkan
bioetanol dengan kadar 95. Untuk mencapai kemurnian yang lebih tinggi