Penerapan Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan Terhadap Kepentingan Stakeholders

(1)

PENERAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN

LINGKUNGAN PERUSAHAAN TERHADAP KEPENTINGAN

STAKEHOLDERS

DISERTASI

Untuk memperoleh Gelar Doktor dalam bidang Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara DiBawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc(CTM).,Sp.A(K)

Untuk Dipertahankan Dihadapan

Sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara

OLEH:

MARIANNE MAGDA KETAREN

088101008/S3 HK

PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

PENERAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN

LINGKUNGAN PERUSAHAAN TERHADAP KEPENTINGAN

STAKEHOLDERS

DISERTASI

Untuk memperoleh Gelar Doktor dalam bidang Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara DiBawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc(CTM).,Sp.A(K)

Untuk Dipertahankan Dihadapan

Sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara

OLEH:

MARIANNE MAGDA KETAREN

088101008/S3 HK

PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

(5)

PENERAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN

LINGKUNGAN PERUSAHAAN TERHADAP KEPENTINGAN

STAKEHOLDERS

ABSTRAK

Marianne Magda Ketaren1

Bismar Nasution2 Hikmahanto Juwana3 Zulkarnain Sitompul4

Undang-undang No.40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas memberi kewajiban atas pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) bagi perusahaan yang memiliki kegiatan produksi mengelola sumber daya alam. Sebelum berlakunya undang-undang nomor 40 tahun 2007, perusahaan hanya memikirkan keuntungan saja tanpa memperdulikan keadaan lingkungan. Keadaan alam tercemar, masyarakat tidak berkembang dan perusahaan mendapat penolakan dari masyarakat yang berakibat terganggunya kegiatan produksi. Untuk meminimalisir dampak tersebut, perusahaan harus melaksanakan CSR. Namun pelaksanaan CSR saat ini hanya bersifat sumbangan dan keperdulian saja. Tidak semua perusahaan mampu menghadirkan perubahan bagi masyarakat dan lingkungannya.

Permasalahan dalam penelitian adalah: (1) Bagaimanakah penerapan tanggung jawab sosial perusahaan untuk kepentingan stakeholders dalam etika bisnis; (2) Bagaimanakah penerapan prinsip pertanggung jawaban GCG untuk tanggung jawab sosial perusahaan; (3) Bagaimanakah penemuan kearifan lokal dalam memperkuat penerapan tanggung jawab sosial perusahaan untuk kepentingan stakeholders. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan metode pendekatan sejarah agar diperoleh data yang komprehensif, sebagai usaha untuk mendapat sesuatu yang baru dalam pelaksanaan CSR.

Hasil penelitian ini menunjukkan kesimpulan bahwa penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan untuk kepentingan stakeholders harus memperhatikan etika bisnis agar mengacu pada pembangunan berkelanjutan. Penerapan prinsip pertanggung jawaban GCG yaitu: Transparancy, Accountability, Responsibility, Independency, dan Fairness mengarahkan perusahaan untuk menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) yang diperlukan agar perilaku bisnis mempunyai arahan yang baik. Pelaksanaan CSR

1

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia

4


(6)

perusahaan merupakan implementasi prinsip GCG sebagai entitas bisnis yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan lingkungannya. Pelaksanaan CSR yang berbasis kearifan lokal membuat perusahaan ikut serta dalam menjaga pengembangan etika, budaya dan nilai yang ada pada lingkungan melalui pengembangan wilayah dan masyarakat disekitar lingkungan perusahaan,hal ini membuat pelaksanaan CSR akan lebih cepat dapat diterima oleh masyarakat dan bermanfaat bagi perkembangan masyarakat.

Kata kunci:

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR) Good Corporate Governance (GCG)


(7)

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

IMPLEMENTATION FOR BENEFIT OF STAKEHOLDERS

ABSTRACT

Marianne Magda Ketaren5

Bismar Nasution6 Hikmahanto Juwana7 Zulkarnain Sitompul8

Law No.40/2007 about limited company gives an obligation on the implementation of social responsibility and environment (CSR) on companies that runs on the production and management of natural resources. Before the legalization of Law No. 40 / 2007, companies can only think about profit without caring for the environment. This causes environment pollution, the society doesn’t grow and the company gets rejection from the society which causes the companies production to halt. To minimalizing those problems, the companies has to do the corporate social responsibility. However the nature of implementing CSR is donation and concern. Not all companies are able to make change to society and environment.

The proposition in this research is: (1) How to implicate corporate social responsibility for benefit of stake holders in business ethics; (2) How to implicate the mandatory principal Good Corporate Governance on corporate social responsibility; (3) How to discover local wisdom in strengthening corporate social responsibility for the benefit of stakeholders. This research uses qualitative research method and historical method to get a comprehensive data, as a effort to discover a new way to run corporate social responsibility.

This research concludes that doing corporate social responsibility and environment for the benefit of stakeholders has to notice the business ethics so it helps growth. The implication principal of Good Corporate Governance is: Transparancy, Accountability, Responsibility, Independency, and Fairness focus the company to GCG so that the businesses run better. Doing CSR is the implication of the good corporate governance principal as the entity of business

5

Lecturer, Faculty of Law, North Sumatera University

6

Profesor, Faculty of Law, North Sumatera University

7

Profesor, Faculty of Law, University of Indonesia

8


(8)

that is responsible to society and environment. The implementation of CSR that is based on local wisdom makes companies involved in protecting the growth of ethics, culture, and value inside the environment through region development and society around the companies environment. This makes the implementation of CSR easier to be accepted by the society and benefits to the development of society.

Keyword:

Corporate Social Responsibility Good Corporate Governance Local Wisdom


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala karunia-NYA, sehingga penulisan disertasi ini akhirnya dapat diselesaikan. Penyelesaian Program Studi Doktor Ilmu Hukum yang penulis tempuh, banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu saya sangat berterima kasih banyak kepada orang yang berperan serta mendukung penyusunan dan penyelesaian disertasi ini.

Dari lubuk hati saya yang paling dalam, saya sampaikan penghargaan dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada promotor saya, Prof. Dr .Bismar

Nasution, SH., MH, yang sangat banyak membantu saya sejak penyelesaian

program magister dan juga program doktor. Beliau memberikan bahan untuk penelitian kepustakaan baik buku yang berasal dari dalam negeri maupun buku dan jurnal yang berasal dari luar negeri. Berkat dorongan semangat yang luar biasa dan tiada henti dari beliau, saya menjadi terpicu untuk secepatnya menyelesaikan disertasi ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sama juga saya sampaikan kepada Prof. Hikmahanto Juwana, SH., LL.M., Ph.D yang selalu berusaha menyediakan waktu untuk mendukung dan memberikan masukan pada penulisan disertasi saya walaupun beliau memiliki kegiatan yang sangat padat.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sama juga saya sampaikan kepada Dr. Zulkarnain Sitompul, SH., LL.M yang senantiasa membimbing


(10)

penulisan disertasi saya, membantu membentuk dan mengarahkan kerangka penulisan yang lebih baik serta meluangkan waktu diantara kegiatannya yang sangat padat. Beliau memberikan koreksian halaman demi halaman serta memberi saran perbaikan yang sangat baik bagi kemajuan penulisan disertasi saya.

Rasa hormat dan ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada komisi penguji saya Prof. Dr. Ade Saptomo,SH.,M.A yang telah memberikan banyak bahan penulisan yang sulit didapatkan, beliau juga berperan sebagai copromotor saya dengan membantu membentuk kerangka pemikiran yang terarah untuk dapat lebih mudah menyelesaikan disertasi. Kepada Prof. Dr. Suhaidi,SH.,M.H

selaku penguji dan Ketua Progam Studi Doktor Ilmu Hukum, saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga. Beliau banyak membantu saya dalam kerangka penulisan dan selalu mendorong saya untuk menyelesaikan disertasi. Kepada

Dr.Mahmul Siregar,SH.,MHum saya juga mengucapkan terima kasih yang tak

terhingga atas bantuan, arahan, koreksi yang tiada henti yang selalu beliau berikan kepada saya, beliau memperhatikan halaman demi halaman penulisan disertasi saya dan memberikan saran serta bahan apa saja yang harus saya lengkapi.

Rasa terima kasih dan hormat juga saya sampaikan kepada

Prof.dr.Chairuddin P Lubis DTM&H., Sp.A(K) selaku mantan rektor dan

Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM)., Sp.A(K) selaku rektor


(11)

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Prof.Dr.Runtung

Sitepu SH.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang sangat mendukung saya.

Bantuan dan dukungan juga saya dapatkan dari rekan-rekan program studi doktor ilmu hukum angkatan 2008/2009 saya sangat berterima kasih atas nasihat dan semangat yang diberikan.

Ucapan terima kasih yang khusus dan tak terhingga saya sampaikan kepada Bapak saya Alexander Ketaren SH dan Mamak saya Nurhafni Matondang

yang telah merawat, mendidik dan selalu mendoakan saya. Berkat dorongan dan arahan kedua orang tua, sehingga saya mampu menyelesaikan pendidikan saya. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Suami tercinta Bimbo

Syahputra yang selalu pengertian dan senantiasa memberi semangat dan

dukungan kepada saya dalam menyelesaikan disertasi. Kepada putra saya

Alexandro Ahmad Bimantara dan putri saya Aleza Alhusna Sapphira, terima

kasih atas pengertiannya dan permohonan maaf yang setulusnya karena selama menempuh studi, kurang mendapat perhatian dan kasih sayang.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada: Prof. Dr. Syafruddin

Kalo. SH., M.HUM ; Prof.LM Hayyan Ul Haq ; Prof. T. Silvana Sinar ;

Eko Yudhistira SH.,M.Kn; Dr.Mirza Nasution SH.,M.Hum; Dr. Ahmad

Fauzi SH.,M.Kn ; Nova Parkita dan kepada seluruh staf pengajar dan seluruh


(12)

Akhirnya, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu, mendukung dan mendoakan saya sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Semoga ALLAH SWT yang membalas amal baik saudara-saudari.

Medan, 19 September 2014


(13)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 18

C. Tujuan Penelitian ... 18

D. Manfaat Penelitian ... 19

E. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 20

1. Kerangka Teori ... 20

2. Konsepsi ... 26

F. Keaslian Penelitian ... 28

G. Metode Penelitian ... 29

1. Jenis Penelitian ... 29

2. Sumber Data ... 33

3. Alat Pengumpulan Data ... 35

4. Analisis Data ... 36

H. Asumsi ... 37


(14)

BAB II : TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN

MEMPERKUAT GOOD CORPORATE GOVERNANCE

PERUSAHAAN ... 40 A. Hubungan Good Corporate Governance (GCG) dengan

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan ... 40 B. Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) Melalui

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan ... 47 C. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahan dalam

Rangka Pembangunan Di Indonesia ... 51 D. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

Perusahaan Dalam Pendekatan Praktis Operasional ... 63

BAB III : GOOD CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI WUJUD

ETIKA BISNIS ... 78 A. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan sebagai

Wujud Etika Bisnis ... 78 B. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan

Terhadap Karyawan ... 107 C. Manfaat Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Terhadap

Perusahaan ... 113 D. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan

Terhadap Masyarakat ... 124 E. Praktek Corporate Social Responsibility Perusahaan


(15)

BAB IV : PENGUATAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENERAPAN

TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN

PERUSAHAAN UNTUK KEPENTINGAN STAKEHOLDERS 138

A. Kemitraan antara Pemerintah, Perusahaan dan Masyarakat sebagai wujud Kearifan Lokal dalam Konsep Penerapan CSR 138 B. Kearifan Lokal dalam Penerapan Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan Perusahaan Untuk Kepentingan Stakeholders .... 162

C. Penerapan Kearifan Lokal dalam Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ... ... 174

D. Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan Berdasarkan Kearifan Lokal Daerah Lingkungan Perusahaan ... 239

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 275

A. Kesimpulan ... 275

B. Saran ... 277

DAFTAR PUSTAKA ... 279

LAMPIRAN ... 292


(16)

PENERAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN

LINGKUNGAN PERUSAHAAN TERHADAP KEPENTINGAN

STAKEHOLDERS

ABSTRAK

Marianne Magda Ketaren1

Bismar Nasution2 Hikmahanto Juwana3 Zulkarnain Sitompul4

Undang-undang No.40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas memberi kewajiban atas pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) bagi perusahaan yang memiliki kegiatan produksi mengelola sumber daya alam. Sebelum berlakunya undang-undang nomor 40 tahun 2007, perusahaan hanya memikirkan keuntungan saja tanpa memperdulikan keadaan lingkungan. Keadaan alam tercemar, masyarakat tidak berkembang dan perusahaan mendapat penolakan dari masyarakat yang berakibat terganggunya kegiatan produksi. Untuk meminimalisir dampak tersebut, perusahaan harus melaksanakan CSR. Namun pelaksanaan CSR saat ini hanya bersifat sumbangan dan keperdulian saja. Tidak semua perusahaan mampu menghadirkan perubahan bagi masyarakat dan lingkungannya.

Permasalahan dalam penelitian adalah: (1) Bagaimanakah penerapan tanggung jawab sosial perusahaan untuk kepentingan stakeholders dalam etika bisnis; (2) Bagaimanakah penerapan prinsip pertanggung jawaban GCG untuk tanggung jawab sosial perusahaan; (3) Bagaimanakah penemuan kearifan lokal dalam memperkuat penerapan tanggung jawab sosial perusahaan untuk kepentingan stakeholders. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan metode pendekatan sejarah agar diperoleh data yang komprehensif, sebagai usaha untuk mendapat sesuatu yang baru dalam pelaksanaan CSR.

Hasil penelitian ini menunjukkan kesimpulan bahwa penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan untuk kepentingan stakeholders harus memperhatikan etika bisnis agar mengacu pada pembangunan berkelanjutan. Penerapan prinsip pertanggung jawaban GCG yaitu: Transparancy, Accountability, Responsibility, Independency, dan Fairness mengarahkan perusahaan untuk menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) yang diperlukan agar perilaku bisnis mempunyai arahan yang baik. Pelaksanaan CSR

1

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia

4


(17)

perusahaan merupakan implementasi prinsip GCG sebagai entitas bisnis yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan lingkungannya. Pelaksanaan CSR yang berbasis kearifan lokal membuat perusahaan ikut serta dalam menjaga pengembangan etika, budaya dan nilai yang ada pada lingkungan melalui pengembangan wilayah dan masyarakat disekitar lingkungan perusahaan,hal ini membuat pelaksanaan CSR akan lebih cepat dapat diterima oleh masyarakat dan bermanfaat bagi perkembangan masyarakat.

Kata kunci:

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR) Good Corporate Governance (GCG)


(18)

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

IMPLEMENTATION FOR BENEFIT OF STAKEHOLDERS

ABSTRACT

Marianne Magda Ketaren5

Bismar Nasution6 Hikmahanto Juwana7 Zulkarnain Sitompul8

Law No.40/2007 about limited company gives an obligation on the implementation of social responsibility and environment (CSR) on companies that runs on the production and management of natural resources. Before the legalization of Law No. 40 / 2007, companies can only think about profit without caring for the environment. This causes environment pollution, the society doesn’t grow and the company gets rejection from the society which causes the companies production to halt. To minimalizing those problems, the companies has to do the corporate social responsibility. However the nature of implementing CSR is donation and concern. Not all companies are able to make change to society and environment.

The proposition in this research is: (1) How to implicate corporate social responsibility for benefit of stake holders in business ethics; (2) How to implicate the mandatory principal Good Corporate Governance on corporate social responsibility; (3) How to discover local wisdom in strengthening corporate social responsibility for the benefit of stakeholders. This research uses qualitative research method and historical method to get a comprehensive data, as a effort to discover a new way to run corporate social responsibility.

This research concludes that doing corporate social responsibility and environment for the benefit of stakeholders has to notice the business ethics so it helps growth. The implication principal of Good Corporate Governance is: Transparancy, Accountability, Responsibility, Independency, and Fairness focus the company to GCG so that the businesses run better. Doing CSR is the implication of the good corporate governance principal as the entity of business

5

Lecturer, Faculty of Law, North Sumatera University

6

Profesor, Faculty of Law, North Sumatera University

7

Profesor, Faculty of Law, University of Indonesia

8


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pentingnya komitmen pengelola perusahaan pada “tanggung jawab perusahaan”, merupakan topik yang sering dan sudah lama dibicarakan. Adam Smith, telah menegaskan dalam bukunya, The Theory of Moral Sentiments, bahwa meskipun manusia egois, namun manusia tetap percaya pada beberapa prinsip hukum alam seperti keberuntungan orang lain dan memberikan kebahagiaan pada mereka yang memerlukan. Manusia mendapat kepuasan melihat orang lain beruntung dan berbahagia, Meskipun ia sendiri tidak mendapatkan apapun dari keberuntungan dan kebahagiaan orang tersebut.9

Pandangan Adam Smith tersebut, dapat digunakan sebagai motivator bagi kelompok pendukung tanggung jawab sosial dan lingkungan dan sekaligus sebagai jawaban terhadap kelompok penantang tanggung jawab sosial dan lingkungan.10

9

Jeffrey Hollender dan Bill Breen, The Responsibilty Revolution, (San Fransisco: Jossey-Bass, 2010), hal, 4

Tanggung jawab sosial berkaitan dengan Socially Responsible Investment

(SRI), yang tentunya dapat dikaitkan juga dengan “Corporate Social Responsibility” (selanjutnya disebut “CSR”), dimana lingkungan merupakan bagian CSR yang paling mendasar. Lingkungan merupakan suatu isu yang

10


(20)

diadaptasi dari praktek SRI. Isu SRI pada awalnya terbatas pada isu alkohol, pertahanan dan tembakau.11Oleh karena isu lingkungan atau faktor-faktor lingkungan terkait dengan SRI maka isu tersebut adalah harus dimasukkan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi. Namun, kurangnya kejelasan definisi tentang lingkungan dan faktor-faktor lingkungan menyebabkan terjadinya kesulitan dalam penerapannya.12

Dari perspektif SRI, khususnya investor institusional, CSR mempunyai tiga elemen inti. Pertama, tanggung jawab kepada pemegang saham, atau disebut sebagai tata kelola perusahaan. Kedua, tanggung jawab kepada kemanusiaan dalam bentuk hak asasi manusia. Ketiga, tanggung jawab kepada biosfer dalam bentuk praktek lingkungan yang baik.13

Good Corporate Governance (selanjutnya disebut “GCG”), berkaitan erat dengan CSR. Salah satu prinsip GCG, yaitu prinsip responsibilitas mewajibkan perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya mematuhi peraturan terkait lingkungan hidup. Hal tersebut yang menjadi dasar bagi para ahli yang berpendapat bahwa CSR dan GCG merupakan dua sisi dari satu mata uang. Tanpa adanya GCG, tidak mungkin CSR dapat dilaksanakan.14

11

Russell Sparkes, Socially Responsible Investment A Global Revolution, (San Fransisco: John Wiley & Son, Ltd, 2002), hal. 119.

12 Ibid, 13

Ibid, 14

Bambang Rudito, Arif Budimanta, dan Adi Prasetijo, Corporate Social Responsibility Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini, (Jakarta:Centre for Sustainable Development, 2004), hal.107.


(21)

Dalam penerapannya GCG sangat dipengaruhi oleh budaya dan sistem hukum yang berlaku di suatu negara. Dengan adanya perbedaan sistem dan budaya hukum, lahirlah dua konsep penerapan GCG yaitu berdasarkan shareholders theory dan berdasarkan stakeholders theory.15

Shareholder theory berasal dari dan dikembangkan oleh negara yang mengadopsi sistem hukum Common law seperti Inggris dan Amerika Serikat. GCG yang berlandaskan shareholder theory muncul pertama kali dalam perkara Salomon di Inggris pada tahun 1897 yang kemudian disebut dengan doktrin Salomon.16Doktrin ini mengajarkan bahwa pada pembentukan Perseroan Terbatas, perusahaan menjadi bagian terpisah dari orang yang membentuknya atau menjalankannya, dimana perusahaan tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang berkaitan erat dengan aktivitasnya bukan kepada orang yang memiliki atau menjalankannya.17

Berdasarkan teori shareholder tersebut penting untuk mengontrol perilaku dari para direktur yang mempunyai posisi dan kekuasaan besar dalam mengelola perusahaan, termasuk menentukan standar perilaku (standart of conduct) untuk melindungi pihak-pihak yang akan dirugikan apabila seorang direktur berperilaku tidak sesuai dengan kewenangannya atau berperilaku tidak jujur.18

15

Bismar Nasution, Pengelolaan Stakeholders Perusahaan, makalah disampaikan pada Pelatihan Pengelolaan Stakeholders, PT. Perkebunan Nusantara III (Persero), Sumatera Utara, 17 Oktober 2008, hal. 1.

16

Teori ini muncul dari Putusan Pengadilan kasus Solomon vs Salomon & Co. Ltd (1897)

17

Christopher L. Ryan, Company Directors, Liabilities, Rights and Duties, CCH Editions Limited, Third Edition, 1990, hal 215.

18


(22)

Kebutuhan untuk melindungi pemegang saham inilah yang pada akhirnya mempengaruhi konsep pengelolaan perusahaan dimana konsep tersebut dititik beratkan pada tanggung jawab direktur (fiduciary duty) dan perlindungan terhadap pemegang saham.19

Di negara-negara yang mengadopsi sistem hukum Civil Law, konsep GCG umumnya mengadopsi konsep yang menitik beratkan pada perlindungan terhadap Stakeholder. Konsep ini berasal dari Jerman dan Jepang. Berbeda dengan konsep shareholder yang menitik beratkan pada kepentingan pemegang saham, stakeholder theory melihat perusahaan sebagai institusi sosial dimana kepentingan pemegang saham bukanlah menjadi hal yang dominan dalam sistem pengelolaannya.

Sehingga tidaklah mengherankan jika konsep GCG di negara-negara common law umumnya menitik beratkan pada perlindungan terhadap shareholder atau pemegang saham.

20

Di Jerman misalnya, tujuan dari perusahaan tidak berhenti pada mencari keuntungan tetapi juga harus melihat kepentingan perusahaan dalam konteks yang lebih luas. Hal ini terlihat dari diadopsinya sistem two tier oleh hukum

19

Prinsip ini ditemukan dan dielaborasi oleh Court of Chancery pada sekitar abad 18-19 untuk menjamin bahwa orang yang memegang aset atau menjalankan fungsi dalam kapitasnya sebagai perwakilan untuk kepentingan orang lain berlaku dengan itikad baik dan secara konsisten melindungi kepentingan dari orang yang diwakilinya, lihat Robert R. Pennington,

Directors’ Personal Liability, Collin Professional Books, 1997, hal 33.

20

M. Bradley, “the Purpose and Accountability of the Corporation in Contemporary Society: Corporate Governance at a Crossroad’ (1992) 62 Law and Contemporary Problem hal 9.


(23)

perusahaan Jerman.21Sistem two tier dimaksudkan untuk menggantikan peran pemerintah dalam mengawasi perusahaan sebagai institusi sosial dalam perekonomian Jerman.22

Timbulnya globalisasi dan semakin tingginya kesadaran atas hak-hak masyarakat, karyawan dan lingkungan telah menyatukan kedua konsep GCG diatas. Selain itu terungkapnya skandal-skandal perusahaan di Amerika juga telah menimbulkan pentingnya perlindungan terhadap stakeholder untuk menjaga kontinuitas dari perusahaan. Istilah “pengelolaan perusahaan” memiliki banyak defenisi, istilah tersebut dapat mencakup segala hubungan perusahaan, hubungan antara modal, produk, jasa dan penyedia sumber daya manusia, pelanggan dan bahkan masyarakat luas. Istilah ini juga dapat mencakup segala aturan hukum yang ditujukan untuk memungkinkan suatu perusahaan untuk

Sehingga dalam perkembangannya prinsip pengelolaan perusahaan mengedepankan perlindungan terhadap tujuan perusahaan sebagai institusi sosial.

21

Sistem two tier adalah suatu sistem yang memisahkan struktur perusahan menjadi 2 bagian yaitu : pertama dewan pengawas (supervisory board) yang terdiri dari director non executive independent dan director non executive non independent (connected). Kedua dewan pelaksana (executive board) yang terdiri dari semua direktur pelaksana seperti CEO, CFO, COO, CIO (C level management). Sistem two-tier sangat menjanjikan performa organisasi yang bagus. Hal ini terkait dengan adanya dewan komisaris yang merupakan pemegang kekuasaan sebagai pengawas sehingga diharapkan akan dapat mencegah atau mengurangi kecurangan. Tetapi ada-tidaknya penyelewengan dan bagus-tidaknya performa sebuah perusahaan juga sangat bergantung kepada sumber daya manusia yang ada dalam organisasi itu. Sistem manajemen yang baik yang meliputi sistem perekrutan yang ketat dan teruji akan menghasilkan orang-orang terbaik dalam bidangnya. Aspek lain yang dapat menjadikan struktur two-tier

berjalan dengan baik adalah kredibilitas komite audit yang adalah salah satu pilar penghubung antara dewan komisaris dan dewan direksi karena masih banyak komisaris yang tidak mengetahui secara baik fungsi dan perannya di sebuah perusahaan.

22

Lihat J Charkham, Keeping Good Company, Oxford University press, Oxford 1994 hal 10.


(24)

dapat dipertanggung jawabkan didepan para pemegang saham perusahaan publik, seperti juga mekanisme pasar untuk mengkontrol perusahaan. Istilah ini dapat juga mengacu pada praktik audit dan prinsip-prinsip pembukuan, dan juga dapat mengacu kepada keaktifan pemegang saham.

Secara lebih sempit, istilah ini dapat digunakan untuk menggambarkan peran dan praktik dari dewan direksi.23

Secara singkat istilah pengelolaan perusahaan tersebut oleh Holly J. Gregory dan Marsha E. Simms diuraikan dengan pandangan defenisi yang luas maupun terbatas. Secara terbatas, istilah tersebut berkaitan dengan hubungan antara manajer, direktur dan pemegang saham perusahaan. Istilah tadi juga dapat mencakup hubungan antara perusahaan itu sendiri dengan pembeli saham dan masyarakat. Secara luas, istilah ”Pengelolaan Perusahaan” dapat meliputi kombinasi hukum, peraturan, aturan pendaftaran dan praktik pribadi yang Adapun sebutan yang tepat untuk defenisi ini adalah pengelolaan perusahaan berkaitan dengan hubungan antara manajer perusahaan dan pemegang saham, didasarkan pada pandangan bahwa dewan direksi merupakan agen para pemegang saham untuk memastikan suatu perusahaan untuk dikelola dengan baik guna kepentingan perusahaan. Paradigma ini sangatlah sederhana para manajer (pengelola) bertanggung jawab kepada dewan komisaris dan dewan komisaris bertanggung jawab kepada pemegang saham.

23

Bismar Nasution, Pengelolaan Perusahaan Berdasarkan Teori Stakeholders, Makalah disampaikan pada pelatihan pengelolaan perusahaan, yang dilaksanakan oleh PELINDO di Medan, 18 Agustus 2009.


(25)

memungkinkan perusahaan menarik modal masuk, berkinerja secara efisien, menghasilkan keuntungan dan memenuhi harapan masyarakat secara umum dan sekaligus kewajiban hukum.24

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) membuat satu laporan mengenai prinsip-prinsip umum pengelolaan perusahaan (corporate governance) dari pandangan sektor swasta dengan menitik beratkan pada “apa yang diperlukan oleh suatu pengelola untuk menarik modal”.25

Pertama, pemastian adanya perlindungan atas hak-hak pemilik saham minoritas dan pemegang saham asing, dan pemastian diberlakukannya secara adil penyedia sumber daya.

Dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa, intervensi pemerintah dalam masalah pengelolaan perusahaan adalah cara yang paling efektif dalam rangka menarik modal, jika intervensi tersebut difokuskan pada empat bidang “transparansi”. Tiga bidang lainnya adalah:

Kedua, pengklarifikasian peran dan tanggung jawab pengelolaan serta usaha-usaha yang dapat membantu memastikan kepentingan pengelolaan dan kepentingan pemilik saham untuk diawasi oleh dewan direksi.

24

Holly J. Gregory dan Marshal E. Simms, ”Pengelolaan Perusahaan (Corporate Governance): Apa dan Mengapa Hal Tersebut Penting”, makalah disampaikan pada Lokakarya Pengelolaan Perusahaan (Corporate governance) kerja sama Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan University of South Carolina, Jakarta, tanggal 4 Mei 2000, hal. 3-4.

25

Laporan tersebut diketuai oleh Ira M. Millstein, Laporan Millstein tersebut dimuat dalam Business Sector Advisory Group, “Report to the OECD on Corporate Governance: Improving competiveness and Access to Capital in Global Markets (April 1998). Ibid, hal. 12.


(26)

Ketiga, pemastian bahwa perusahaan memenuhi kewajiban hukum dan peraturan lainnya yang menggambarkan penilaian masyarakat.26Prinsip transparansi tersebut menyatakan, bahwa “kerangka pengelolaan perusahaan harus dapat memastikan bahwa pengungkapan informasi yang akurat atau tepat dilaksanakan berkaitan dengan materi yang menyangkut perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan dan kepemimpinan dari suatu perusahaan”.27

Konsumen dan masyarakat mempunyai peranan yang besar bagi kelangsungan hidup sebuah perusahaan dimana hubungan antara perusahaan dan masyarakat merupakan hubungan timbal balik dan saling menguntungkan. Masyarakat dan konsumen adalah pasar dari perusahaan yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya sebuah perusahaan. Selain itu masyarakat juga dapat menjadi first line of defence yang dapat membantu perusahaan dalam menghadapi masalah. Sebaliknya masyarakat dan konsumen juga membutuhkan perusahaan baik untuk memasok kebutuhan juga untuk meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Singkat kata, prinsip Good Coorporate Governance terdiri dari fairness (kewajaran), disclosure dan transparancy (keterbukaan), accountability (akuntabilitas), dan responsibility (pertanggung jawaban).

28

Sementara itu hubungan antara pemerintah dan perusahaan dapat dilihat dalam skala yang lebih makro. Perusahaan adalah kontributor pajak terbesar

26

Ibid. hal. 12-13.

27

Ibid, hal. 15.

28


(27)

yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk menjalankan fungsinya. Selain itu, perusahaan juga mempunyai posisi yang strategis untuk menjaga dan meningkatkan perekonomian negara.29Disisi lain, pemerintah mempunyai tugas penting dalam keberlangsungan sebuah perusahaan. Pemerintah memberikan perlindungan hukum, menciptakan dan memelihara stabilitas sosial politik dan ekonomi bagi perusahaan untuk menjalankan aktivitasnya.30

Sementara itu, CSR juga berkaitan dengan jenis industri. CSR tidak terkait dengan besar kecilnya perusahaan. Kegiatan CSR sesungguhnya lebih menekankan bagaimana seharusnya perusahaan berperilaku dalam menjalankan bisnis. Di negara-negara Barat, yang industrinya sudah maju, aktivitas CSR banyak menekankan pada unsur perilaku yang bertanggung jawab dalam bisnis sehingga CSR lebih banyak menekankan aspek etika. Sementara itu di Indonesia, CSR kebanyakan masih terfokus pada peningkatan kemampuan masyarakat.31

Perusahaan multinasional masih mendominasi pelaksanaan kegiatan CSR di Indonesia. Perusahaan multinasional, terutama dibidang tambang, mendapatkan kesan bahwa pelaksanaan CSR semata-mata untuk melindungi usahanya. Unsur untuk melindungi usaha tersebut memang terlihat jelas. Tetapi, tidak ada salahnya jika salah satu tujuan pelaksanaan CSR oleh perusahaan

29

Ibid, hal. 14.

30

Ibid, hal. 14.

31


(28)

adalah melindungi usahanya agar tidak diganggu masyarakat sekitar.32Meskipun karakter inti CSR antara lain adalah kesukarelaan yang berarti tidak boleh ada unsur paksaan, berorientasi pada multi stakeholder, dan lebih dari sekadar filantropi atau charity.33

Pemerintah Indonesia mendukung sepenuhnya pelaksanaan CSR seiring dengan berkembangnya konsep bahwa perusahaan tidak boleh hanya mengejar keuntungan namun juga harus mengembangkan etika, budaya, dan nilai-nilai. Caranya dengan mengembangkan wilayah dan masyarakat yang ada di sekitar perusahaan. Pemerintah tidak dapat menyelesaikan berbagai permasalahan seperti angka pengangguran yang tinggi, terbatasnya lapangan kerja, kemiskinan, berbagai problem lainnya. Pemerintah terus mendorong agar dunia usaha melaksanakan CSR nya dengan baik, benar, dan tepat sasaran.34

Perusahaan memiliki tanggung jawab hukum selain itu, perusahaan juga perlu mempunyai tanggung jawab moral. Dengan mempunyai tanggung jawab moral perusahaan adalah pelaku moral. Pelaku moral (moral agent) melakukan perbuatan berlandaskan kualifikasi etis atau tidak etis. Untuk itu salah satu syarat yang penting adalah perusahaan memiliki kebebasan atau kesanggupan mengambil keputusan. Dengan demikian, sama halnya dengan manusia

32 Ibid 33

Ibid 34

Anjar Fahmiarto, “ Merumuskan Panduan CSR diIndonesia”, Harian Republik,14 Desember 2009


(29)

perorangan, perusahaan adalah pelaku moral.35 Dalam kaitannya dengan pelaku moral, Peter French menyatakan: “corporations can be full-fledged moral persons and have whatever privileges, rights and duties as are, in the normal course of affairs, accorded to moral persons. ”36

Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat. Tanggung jawab moral perusahaan tentu dapat diarahkan kepada dirinya sendiri, kepada para karyawan, kepada perusahaan lain, dan kepada masyarakat. Tanggung jawab moral terhadap masyarakat dapat dijalankan dalam arti sempit seperti lingkungan di sekitar sebuah pabrik atau masyarakat luas.

Tanggung jawab sosial perusahaan dapat menjadi lebih jelas, jika dibedakan dari tanggung jawab ekonomis. Bisnis selalu memiliki dua tanggung jawab yaitu tanggung jawab ekonomis dan tanggung jawab sosial.37

35

K. Goodpaster dan J. Matthews.,”can a corporation have a conscience?”,Harvard Business Review, January-February,1982

Dalam perusahaan negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dua tanggung jawab ini tidak dapat dipisahkan. Sebuah perusahaan negara dapat merugi bertahun-tahun lamanya, tetapi kegiatannya dibiarkan berlangsung terus, karena suatu alasan non-ekonomis, misalnya karena perusahaan itu dinilai penting untuk memberikan kesempatan kerja di suatu daerah.

36

Ibid, hal.111

37

Bandingkan : H.Schreuder, “The Social Responsibility Of Business”, dalam C.Van Dam/L. Stallaert (eds), Trends In Business Ethic, (Leiden/Boston, Martin Nijhoff,1978), hal.73-82


(30)

Pada dasarnya penerapan prinsip pertanggung jawaban sosial perusahaan terhadap stakeholder bukan hal yang asing di Indonesia. Hal ini dapat ditemukan misalnya pada masyarakat Sibolga di Sumatera Utara. Pada Masyarakat Sibolga, terdapat suatu kebiasaan bahwa bagi pemilik tambak udang yang panen, sekitar 20 persen harus disisihkan untuk masyarakat. Kemudian dalam Hukum Islam, juga dikenal kewajiban zakat dan sedekah.38

CSR juga telah diformulasikan dalam hukum positif sebagaimana diatur dalam “Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas” (“UUPT”), “Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman modal” (“UUPM”) dan juga diatur dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, bahkan untuk peraturan pelaksanaannya telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan usaha kecil dan program bina lingkungan.39

38

Bismar Nasution, Op. Cit. hal. 75

Pengaturan CSR dalam hukum positif tersebut mewajibkan perusahaan melaksanakan CSR.

39

Pasal 74 ayat (1) (UU atau apa?) dinyatakan bahwa setiap perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. hal ini memberikan batasan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang sumber daya alam adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. sedangkan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam adalah perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.

Pasal 74 ayat (2) lebih lanjut menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

Pasal 2 jo pasal 66 ayat (1) lebih lanjut menyebutkan bahwa BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam


(31)

Meskipun CSR merupakan kewajiban hukum, The Jakarta Consulting Group (JCG) mengidentifikasi setidaknya terdapat 6 manfaat penerapan CSR.40

Pertama, reduces risk and accusations of responsible behaviour, yaitu mengurangi resiko dan tuduhan-tuduhan menyangkut perbuatan-perbuatan yang tidak bertanggung jawab yang diterima oleh perusahaan. Penerapan CSR mendongkrak citra dan reputasi perusahaan. Jika ada pihak-pihak tertentu yang menuduh perusahaan melakukan perbuatan yang tidak pantas atau bertanggung jawab, maka perusahaan mendapatkan pembelaan dari kelompok masyarakat yang telah merasakan manfaat dan penerapan CSR perusahaan itu.41

Kedua, CSR helps cushion and vaccinate during the time of crisis, yaitu CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Sebagai contoh apabila perusahaan dilanda kabar miring yang tidak benar atau dalam keadaan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan keuangan negara. Adapun bentuk penerapan tanggung jawab sosial perusahaan BUMN adalah dalam bentuk program kemitraan dan program bina lingkungan hidup (PKBL) bersumber dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2%. Besaran dana tersebut telah ditetapkan oleh menteri untuk PERUM dan RUPS untuk perseroan dalam kondisi tertentu dapat ditetapkan lain dengan persetujuan Menteri/RUPS. Dana program kemitraan diberikan dalam bentuk pinjaman untuk membiayai modal kerja, pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha mitra binaan, beban pembinaan untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemasaran, promosi dan lainnya yang menyangkut peningkatan produktivitas mitra binaan. Sedangkan ruang lingkup bantuan program bina lingkungan BUMN berupa bantuan korban bencana alam, bantuan pendidikan dan atau pelatihan, bantuan peningkatan kesehatan, bantuan prasarana dan atau sarana umum, bantuan sarana ibadah, bantuan pelestarian alam serta tata cara atau mekanisme penyaluran, kriteria untuk menjadi mitra BUMN dan pelaporan telah diatur dalam peraturan ini.

Pasal 15 butir b jo pasal 34 ditegaskan dan diamanatkan bahwa setiap penanam modal berkewajiban menerapkan prinsip tata kelola yang baik dan melaksanakan CSR perusahaan untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai norma, dan budaya setempat.

40

Di intisarikan dari Susanto, Op. Cit, hal. 26-31.

41


(32)

perusahaan memang melakukan kesalahan, masyarakat akan lebih mudah memahami dan memaafkannya.

Ketiga, enchances employee engagement and pride, yaitu penerapan CSR akan meningkatkan keterlibatan dan kebanggaan masyarakat karena bekerja di perusahaan dengan reputasi baik dan konsisten membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat.

Keempat, improve relations with stakeholder, yaitu dapat memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholders nya.

Kelima, sales increase yaitu mampu meningkatkan penjualan. Hal ini sesuai dengan riset-riset yang telah menunjukkan bahwa konsumen lebih menyukai produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang menerapkan CSR secara konsisten.

Keenam, other incentive, yaitu insentif-insentif lainnya seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya.

Pendapat JCG tersebut didukung oleh hasil survey yang dilakukan oleh Business For Social Responsibility bahwa CSR memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan-perusahaan yang mengimplementasikannya. Dengan kata lain, sembari memenuhi kewajiban sosial, suatu perusahaan dapat turut serta meraih keuntungan bisnis. Dengan diaturnya hak atas CSR dalam perundang-undangan nasional maka perusahaan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab sosial atau CSR dalam mencapai kesejahteraan masyarakat dimana perusahaan bertindak


(33)

sebagai bagian dari masyarakat itu.42Cara pandang ini diyakini akan menjamin kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka waktu yang panjang.43

Karakter dari Social Responsibility adalah kemampuan sebuah organisasi untuk mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan dan bertanggung jawab atas dampak dari keputusan serta aktivitas yang mempengaruhi masyarakat dan lingkungan.44

Penguatan CSR yang mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan melalui kearifan lokal, khususnya kearifan lokal masyarakat diIndonesia dinilai akan memberi nilai positif bagi perkembangan perusahaan. Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan hidup; pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup. 45

Di Indonesia yang kita kenal sebagai nusantara, kearifan lokal itu tidak hanya berlaku secara lokal pada budaya atau etnik tertentu, tetapi dapat dikatakan bersifat lintas budaya atau lintas etnik sehingga membentuk nilai

42

Ibid.Pandangan ini disebut juga dengan corporate citizenship, yaitu menempatkan perusahaan sebagai warga negara seperti halnya orang-perorangan, sehingga sebagai warga negara suatu perusahaan juga wajib turut serta dalam usaha-usaha pencapaian kemakmuran dan kesejahteraan negara. Istilah corporate citizenship ini pertama kali diperkenalkan oleh Joseph McGuire pada tahun 1963, yaitu: “The idea of social responsibilities supposes that the corporation has not only economic and legal obligations but also certain responsibilities to society which extend beyond these obligations” (Mc Guire, 1963), hal. 144. Hangga Surya Prayoga, “CSR: Sekilas Sejarah dan Konsep. http://donhangga.com/csr-sekilas-sejarah-dan-konsep/2007/11/28.

43 Ibid 44

Ibid 45

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1366 diakses tertanggal 9 juni 2014


(34)

budaya yang bersifat nasional. Sebagai contoh, hampir di setiap budaya lokal di Nusantara dikenal kearifan lokal yang mengajarkan gotong royong, toleransi, etos kerja, dan seterusnya. Pada umumnya etika dan nilai moral yang terkandung dalam kearifan lokal diajarkan turun temurun, diwariskan dari generasi ke generasi melalui sastra lisan (antara lain dalam bentuk pepatah dan peribahasa, (folklore), dan manuskrip.46

Walaupun ada upaya pewarisan kearifan lokal dari generasi ke generasi, tidak ada jaminan bahwa kearifan lokal akan tetap kukuh menghadapi globalisasi yang menawarkan gaya hidup yang makin pragmatis dan konsumtif. Secara faktual dapat kita saksikan bagaimana kearifan lokal yang sarat kebijakan dan filosofi hidup nyaris tidak terimplementasikan dalam praktik hidup yang makin pragmatis. Korupsi yang merajalela hampir di semua level adalah bukti nyata pengingkaran terhadap kearifan lokal yang mengajarkan “bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian” dan “ hemat pangkal kaya”.47

Ketidakarifan nasional dan global, secara membabi buta menyingkirkan berbagai kearifan lokal. Seperti pisau bermata dua, masyarakat selalu menghadapi tantangan perkembangan zaman. Di satu sisi berpotensi meningkatkan taraf hidup mereka, namun sebaliknya tak sedikit justru

46 Ibid 47


(35)

mengancam pola-pola kehidupan yang sudah lama tertata dan bahkan mencabut akar kearifan lokal yang sudah begitu dalam tertanam.48

Ciri kearifan lokal yang berporos pada proses sebuah kebaikan ketimbang aplikasi semata menjadikannya sangat jauh dari hal yang instan sehingga menjadi cermin budaya bagi masyarakatnya, menjadi akar dalam pedoman kehidupan yang turun temurun, menjadi warisan bangsa. Zaman kian berubah, era globalisasi dan modernisasi memasuki semua negara termasuk Indonesia, budaya lokal mulai kian tergerus arus. Masyarakat yang diharapkan menjadi penerus warisan bangsa terlihat acuh tak acuh, seperti tidak adanya kepedulian dalam pelestarian budaya. Banyak kearifan lokal yang tersingkir, bukan hanya secara fisik, berbagai suku terpinggirkan dari wilayahnya, namun juga mulai lenyapnya nilai-nilai luhur yang sebelumnya banyak diakui sebagai kekayaan negeri ini.49

CSR bertujuan untuk mengembangkan perekonomian masyarakat disekitar perusahaan, perusahaan menggunakan konteks kearifan lokal untuk lebih mudah diterima oleh masyarakat. Dimana kearifan lokal merupakan hasil interaksi masyarakat dengan lingkungannya sehingga kearifan lokal sangat diperlukan untuk membantu masyarakat menjadi mandiri. Kearifan lokal juga merupakan sarana pengentasan kemiskinan karena titik sasaran pengentasan kemiskinan dalam pembangunan berkelanjutan diIndonesia adalah masyarakat daerah.

48

http://acch.kpk.go.id/kearifan-lokal-yang-tersingkir

49 Ibid


(36)

Dengan demikian, kearifan lokal merupakan tradisi kolektif dalam menata CSR dalam bidang lingkungan agar dapat menjadi kuat.

B.Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dan untuk memfokuskan penelitian maka disusun beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penerapan tanggung jawab sosial perusahaan untuk kepentingan stakeholders dalam etika bisnis?

2. Bagaimana penerapan prinsip pertanggung jawaban GCG untuk tanggung jawab sosial perusahaan?

3. Bagaimanakah penemuan kearifan lokal dalam memperkuat penerapan tanggung jawab sosial perusahaan untuk kepentingan stakeholders?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mencoba menggali lebih dalam sejauh mana pengaruh pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan memperhatikan kearifan lokal dalam membantu mempertahankan keberlangsungan perusahaan. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam etika bisnis.


(37)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan prinsip pertanggung jawaban dalam konteks GCG untuk terlaksananya tanggung jawab sosial dan lingkungan.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis penemuan kearifan lokal dalam memperkuat penerapan tanggung jawab sosial perusahaan untuk terjaminnya perlindungan kepentingan stakeholders.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam pengkajian dan pengembangan kasanah ilmu pengetahuan hukum, khususnya bagi penemuan konsepsi yang tepat mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan untuk kepentingan stakeholders.

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran bagi perumus atau pengambil kebijakan (law making process) dan pengambil keputusan pada tataran direksi perusahaan serta pemerintah, khususnya yang berkenaan dengan penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan untuk kepentingan stakeholders sehingga akan memperlancar pelaksanaan Good Corporate Governance atau GCG yang memiliki etika dan sesuai dengan nilai etika bisnis.


(38)

E. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori50

Teori51yang dipergunakan sebagai alat untuk melakukan analisis didalam penelitian ini adalah teori hukum alam. Hukum alam didasarkan pada alam (nature).52Dengan perkataan lain, hukum alam adalah that law which is in accordance with nature.53J.S.Mill menyatakan bahwa beberapa pemikir menberikan dua makna tentang “Nature”.54

Pertama, apa yang ada adalah alam. Semua tinjauan manusia di alam semesta ini dapat dikatakan sebagai alam. “Nature, then in this its simplest acceptation, is a collective name for all facts, actual and possible: or (to speak more accurately) a name for the mode, partly known to us and partly unknown, in which all things take place.55Mill mengatakan bahwa pada pengertian tersebut, tidak bermakna bahwa manusia harus mengikuti alam karena manusia tidak mempunyai kekuatan untuk melakukan sesuatu selain mengikuti alam atau, sebagai kepatuhan, nature physical atau mental law.56

50

Kerangka teori disusun sebagai landasan berfikir yang menunjukkan dari sudut mana masalah yang telah dipilih akan disoroti. Lihat Mukti Fajar N.D dan Yulianto Achmad,

Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar , 2010), hal.93.

51

Teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa ( kejadian, dsb ). Lihat Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1990), hal. 932.

52

Hari Chand, Modern jurisprudence, (Kuala Lumpur: International Law Book Services, 2001), hal. 33

53 Ibid 54

Ibid 55

Ibid 56


(39)

Kedua, alam adalah pengertian bagaimana manusia diharuskan untuk bertingkah laku. Manusia mencoba menyesuaikan tingkah laku sebagai apa yang seharusnya dia lakukan dengan apa yang dia tinjau pada alam. Mill mengambil pandangan bahwa manusia harus bertindak untuk merubah fenomena alam daripada melakukan imitasi atau mengikuti apapun yang terjadi. Keseluruhan perkembangan moral manusia adalah hasil yang dicapai manusia itu sendiri, atau tindakan yang berlawanan pada naluri alam atau kecenderungan-kecenderungan yang ada. Mill berkata: “this brief survey is simply sufficient to prove that the duty of man is the same in respect to his own nature as in respect to the nature of all other things, namely not to follow but to amend it”.57

Cicero58

“True law is right reason in agreement with nature; it is of universal application, unchanging and everlasting; it summons to duty by its commands, and averts from wrongdoing by its prohibitions. And it does not lay its commands or prohibitions upon good men in vain, though neither have any effect on the wicked. It is a sin to try to alter this law, nor is it allowable to attempt to repeal any part of it, and it is impossible to abolish it entirely. We cannot be freed from its obligations by senate or people, and we need not look outside ourselves for an expounder or interpreter of it. And there will not be different laws at Rome and at Athens, or different laws now and in the future, but one eternal and unchangeable law will be valid for all nations and all times, and there will be one master and ruler, that is, God, over us all, for he is the author of this law, its promulgator,

, menawarkan karakteristik di bawah ini dari “Hukum Alam”:

57

Ibid, hal. 33-34.

58


(40)

and its enforcing judge. Whoever is disobedient is fleeing from himself and denying his human nature, and by reason of this very fact he will suffer the worst penalties, even if he escapes what is commonly considered punishment.59

Thomas Aquinas sebagai salah satu pelopor hukum alam menyatakan, bahwa hukum alam merupakan hukum akal budi, karena itu, hanya diperuntukkan bagi makhluk yang rasional. Di sini, hukum alam lebih merupakan hukum yang rasional. Artinya, hukum alam merupakan partisipasi makhluk rasional itu sendiri dalam hukum abadi.60

Dalam konteks itu, Hugo Grotius mengemukakan, bahwa hukum alam terdiri dari prinsip pasti dari alasan yang benar dimana menyebabkan kita mengetahui bahwa suatu tindakan itu secara moral benar atau tidak benar sesuai dengan kesepakatan yang dibutuhkan ataupun ketidak sepakatan dengan suatu alam yang rasional dan bersosialisasi. Hukum alam ditemukan oleh alasan-alasan manusia.

61

Hukum alam mempunyai beberapa hubungan yang esensial dengan moral.62

59

Brian Bix, “Natural Law Theory”, dalam Dennis Patterson, A Companion To Philosophy of Law and Legal Theory, (Oxford: Blackwell Publishing Ltd, 1999), hal. 224.

Artinya dalam teori ini dipadukan antara hukum dan moral, karena hukum tak berarti banyak, kalau tidak dijiwai olah moralitas. Tanpa moralitas, hukum akan kosong. Kualitas hukum itu sebagian besar ditentukan oleh moralnya. Karena itu hukum selalu harus diukur dengan norma moral.

Undang-60

John Arthur dam William H. Show, ed, Reading in the Philosophy of Law, (New Jersey: Prentice Hall, 1993), hal. 73.

61

Ibid, hal, 41.

62


(41)

undang immoral tidak boleh tidak harus diganti, bila dalam suatu masyarakat kesadaran moral mencapai tahap cukup matang.63

Kebutuhan moral terhadap jalannya hukum tidak dapat dipisahkan, mereka saling isi mengisi satu sama lain untuk pengaturan jalannya kehidupan masyarakat. Moral akan mengawang-awang saja kalau tidak diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat, seperti (untuk sebagian) terjadi dengan hukum. Dengan demikian hukum bisa meningkatkan dampak sosial dari moralitas.64

Moralitas yang merupakan etika bisnis adalah moralitas hubungan sosial dan juga hubungan manusia dengan lingkungan alam, artinya hubungan antar individu atau kelompok perusahaan dalam komunitas serta hubungan antar perusahaan dengan lingkungan alamnya.65

Dalam konteks CSR yang lahir dari dorongan moralitas, akan dapat memberikan dampak sosial kepada stakeholders dalam arti eksternal yaitu pemerintah, masyarakat, lingkungan hidup dan juga stakeholders dalam arti internal yaitu pemilik dan karyawan.

Penerapan CSR oleh perusahaan terhadap stakeholders eksternal dan stakeholders internal merupakan prinsip moral yang penting untuk jalannya moral yang dipedomani oleh etika (etis) dan berlaku terus menerus, akan dapat berjalan dengan baik bila mempunyai dasar hukum. Agar prinsip etis berakar lebih kuat dalam masyarakat kita mengadakan persetujuan hukum. Gagasan etis

63

K. Bertens, “Etika”, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2007) hal. 41.

64 Ibid 65


(42)

tersebut bila dikaitkan dengan CSR telah dimasukkan dalam positivisme hukum, seperti dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman modal.

Jeremy Bentham menyatakan bahwa suatu perbuatan atau aturan adalah baik, kalau membawa kesenangan paling besar untuk jumlah orang paling besar (the greatest good for the greatest number), dengan perkataan lain kalau memaksimalkan manfaat.66

Bentham juga berpandangan bahwa tidak ada hukum yang sama sekali tidak bersifat mengikat dan perintah (imperative) maupun bersifat memberi ijin dan membolehkan (permissive). Semua hukum perintah, larangan atau ijin dibentuk dari tingkah laku.

67

Bentham yang mengatakan bahwa hakekat kebahagiaan adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan.68 Seirama dengan ini Dworkin juga mengatakan the brand of utilitarianism which gives importance to some conception of good life, excellence or welfare.69

66

K. Bertens, Op. Cit. hal. 238.

Dalam bidang hukum teori ini menjelaskan bahwa baik buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum. Suatu ketentuan hukum, baru dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah

67

Lord Lloyd of Hampstead, Introduction to Jurisprudence, (London: Stevens & Sons, 1972), hal. 189.

68

Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, “Hukum Sebagai Suatu Sistem”, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 79. Lihat juga, Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, “Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 64.

69


(43)

kebaikan, kebahagiaan sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan. Selain itu, tujuan hukum dari teori ini memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan stakeholders terhadap tanggung jawab perusahaan dan evaluasi hukum dilakukan berdasarkan akibat-akibat yang dihasilkan dari proses penerapan hukum.70Theory utilitarianisme dari Bentham digunakan sebagai pisau analisis dalam pembahasan disertasi ini, dimana pelaksanaan CSR perusahaan merupakan suatu hal yang harus dilaksanakan dengan hati nurani. Apakah perusahaan tidak memiliki kesadaran bahwa stakeholders merupakan bagian yang sangat penting dalam kelanjutan dan perkembangan perusahaan itu sendiri. Perusahaan harus menyadari bahwa tujuan pelaksanaan CSR menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan baik bagi perusahaan maupun bagi stakeholders. Hasil memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan yang didapat dari pelaksanaan CSR adalah mendatangkan kebahagiaan daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian. Dengan demikian, diharapkan perbuatan yang baik secara etika membawa dampak sebaik-baiknya bagi perusahaan dan stakeholders.

2. Konsepsi

Kerangka konsepsionil biasanya sekaligus merumuskan definisi tertentu, yang dapat dijadikan pedoman operasionil didalam proses pengumpulan, pengelolaan,

70


(44)

analisis dan konstruksi data.71Dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep, yang terkait dengan variabel penelitian. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian antara penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian.72

Penerapan adalah suatu aplikasi, implementasi, pelaksanaan, pengamalan, dan praktik73.

Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan adalah komitmen dari perusahaan untuk ikut berperan dalam mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang berguna, baik bagi perusahaan sendiri, komunitas, setempat, maupun masyarakat pada umumnya74

Perseroan Terbatas dalam penelitian ini disebut Perusahaan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam

.

71

Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:Universitas Indonesia (UI-press),1986), hal.137.

72

Tan Kamello, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia, Suatu Kajian Terhadap Pelaksanaan Jaminan Fidusia Dalam Putusan Pengadilan di Sumatera Utara”, Disertasi, (Medan: Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, 2002), hal. 38-39.

73

Eko Endarmoko, “Tesaurus Bahasa Indonesia”,(Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,2006) ,hal.662.

74


(45)

saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.75

Stakeholders adalah individu-individu dan kelompok-kelompok yang dipengaruhi oleh tercapainya tujuan-tujuan organisasi dan pada gilirannya dapat mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan tersebut. Stakeholders dibagi atas pihak-pihak yang berkepentingan internal dan eksternal. Pihak yang berkepentingan internal adalah “orang dalam” dari suatu perusahaan, orang atau instansi yang secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, seperti pemegang saham, manajer, dan karyawan. Pihak berkepentingan eksternal adalah “orang luar” dari suatu perusahaan, orang atau instansi yang tidak secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan seperti para konsumen, masyarakat, pemerintah, lingkungan hidup.76

Kearifan lokal ( local wisdom ) is the knowledge that discovered or acquired by local people through the accumulation of experiences in trial and integrated with the understanding of surrounding nature and culture. Local wisdom is dynamic by function of created local wisdom and connected to the global situation. (Pengetahuan yang ditemukan atau diperoleh dari masyarakat lokal melalui akumulasi dari berbagai pengalaman dalam serangkaian praktik dan terintegrasi dengan pemahaman terhadap sekitar alam dan budaya. Kearifan

75

Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007

76

K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis (seri Filsafat Atmaja 21) (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hal.162.


(46)

lokal selalu dinamis sesuai dengan fungsinya yang dibentuk oleh kearifan lokal dan terkait dengan situasi global.77

F. Keaslian Penelitian

Guna menghindari terjadinya duplikasi terhadap penelitian disertasi ini didalam permasalahan yang sama, maka peneliti melakukan penelitian dengan ini dengan judul ”Penerapan Tanggung Jawab sosial dan lingkungan Perusahaan terhadap kepentingan Stakeholders”, dimana penelitian ini berdasarkan pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan hal diatas, maka ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain dalam judul dan permasalahan yang sama.

Beberapa judul yang memiliki persamaan dengan Penerapan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Terhadap Kepentingan Stakeholder, antara lain :

1.Perspektif stakeholder dalam upaya adaptasi tanggung jawab sosial perusahaan Studi kasus pada perusahaan pengembang PT. SA Jakarta. Oleh: Wakhid Nurrokhim Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Pasca Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia tahun 2005

2.Analisis ketentuan kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) pada perusahaan sumber daya alam pertambangan: suatu kajian untuk mencegah penghindaran pajak

77

Ade Saptomo , Budaya Hukum dan Kearifan Lokal Sebuah Prespektif dan Perbandingan (Jakarta: FHUP Press, 2014), hal.175-176.


(47)

Ilmu Politik Program Pasca Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia tahun 2008

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain adalah bahwa penelitian ini meneliti bentuk CSR apa yang dilakukan oleh perusahaan, apakah CSR yang dilaksanakan telah memperhatikan nilai nilai kearifan lokal yang ada pada masyarakat dan sejauh mana pelaksanaan CSR yang sesuai dengan kearifan lokal dapat membantu perusahaan diterima dengan baik oleh masyarakat sehingga penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan dengan demikian maka penelitian ini adalah asli serta dapat dipertanggung jawabkan secara akademis.

Seluruh pemikiran dalam disertasi ini adalah hasil analisis penulis sendiri kecuali terhadap rujukan-rujukan yang secara tegas dicantumkan dalam tubuh tulisan maupun catatan kaki. Peneliti bertanggung jawab sepenuhnya apabila ternyata dikemudian hari penelitian ini merupakan karya hasil plagiat dari karya karya tulis lain yang telah ada sebelumnya.

G.Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Bahan atau materi yang dipakai dalam disertasi ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Dari hasil penelitian kepustakaan diperoleh data sekunder sedangkan dari hasil penelitian lapangan diperoleh data primer.


(48)

Dari substansi penelitian ini menekankan penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif. Berkenaan dengan penelitian kualitatif tersebut, Anselmus Strauss dan Juliat Corbin menyebut sebagai berikut “qualitative research we mean any kind of research that procedure findings not arrived at by means of statistical procedures or other means of quantifications. It can refer of research about persons, lives, stories, behaviours, but also about organization functionating, social covenants or intellectual relationship.78

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat menyeluruh dan merupakan kesatuan bulat (holistic), yaitu meneliti data yang diperoleh secara mendalam dari berbagai segi.79Salah satu kekhususan dari penelitian kualitatif adalah lebih menekankan proses dari pada hasil atau produk.80

Pertama, karena penelitian ini bermaksud membentuk suatu pemahaman atau interpretasi terhadap suatu gejala sosial yaitu kemiskinan, kejahatan, kependudukan dan masalah lingkungan hidup seperti pencemaran yang terjadi apabila di dalam lingkungan fisik, biologis, dan sosial terdapat suatu bahan yang dapat merugikan ekosistem manusia. Gejala ini dilihat menurut pemahaman yang diberikan oleh masyarakat. Dengan perkataan lain melalui penelitian kualitatif Penggunaan penelitian kualitatif dalam penulisan disertasi ini didasarkan pada dua alasan:

78

Bismar Nasution, Op. Cit, hal.1

79

Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln (ed), ”Handbook of Qualitative Research”, (London: Sage Publication, Inc., 1994), hal. 236. Lihat juga, Bencha Yoddumern Attig, George Attig, Wathinee Boochalaksi (ed), “A Field Manual on Selected Qualitative Research Methodes”, (Thailand: Institude for Population and Social Research Mahidol University, 1991), hal. 11.

80

John W. Creswell, “Research Design Qualitative & Quantitative Approaches”, (London: Sage Publication, Inc., 1994), hal. 145.


(49)

dapat diperoleh berbagai informasi yang dapat digunakan untuk menganalisa dan memahami aspek-aspek tertentu dari perilaku manusia terhadap lingkungan.81

Kedua, karena penelitian ini juga akan melibatkan penggunaan fakta-fakta sejarah yang menjelaskan bagaimana perusahaan sebelum dan sesudah melaksanakan CSR yang mengandung nilai kearifan lokal dan teks visual yang menguraikan kejadian-kejadian, masalah-masalah serta pemahaman-pemahaman apa saja yang telah dilakukan perusahaan dari awal berdiri sampai saat ini dalam kehidupan individu (masyarakat setempat).

82

Sedikitnya ada tiga alasan penggunaan penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif. Pertama, analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan dinamis antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan. Kedua, data yang akan dianalisis beraneka ragam, memiliki sifat dasar yang berbeda antara yang satu dengan lainnya, serta tidak mudah untuk dikuantifisir. Ketiga, sifat dasar data yang akan dianalisis dalam penelitian adalah bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang integral holistic, dimana hal itu menunjukkan adanya keanekaragaman data serta memerlukan informasi yang mendalam atau indepth information.83

Di samping itu, penelitian ini pula melakukan penelitian perbandingan hukum atau Comparative Law antara Civil Law Sistem dengan Common Law

81

Bencha Yoddumern Attig, George Attig, Wathinee Boochalaksi (ed), Loc.cit, hal. 9.

82

Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln (ed), Loc.Cit., hal. 2.

83 Ibid


(50)

Sistem yang pada umumnya didasarkan pada berbagai alasan, salah satunya untuk mengetahui fungsi hukum dan latar belakang yang terkait dengan penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan terhadap kepentingan stakeholders di negara maju dan dianalisis agar dapat bermanfaat dalam penerapan tanggung jawab bagi perusahaan kepentingan stakeholders di Indonesia.

Dalam penelitian ini, akan menjadi perhatian bahwa dalam penggunaan perbandingan hukum itu Bernhard Groofeld mengingatkan, bahwa studi perbandingan hukum tersebut harus dilakukan dengan memperhatikan latar belakang budaya, politik dan ekonomi dan negara bersangkutan. Adapun faktor-faktor yang diperbandingkan dalam sistem hukum mencakup hal-hal berkenaan dengan: Pertama, latar belakang sejarah dan perkembangan sistem hukum. Kedua, karakteristik pola pikir di bidang hukum. Ketiga, perbedaan khusus lembaga hukum yang ada. Keempat, cara penanggulangan masalah pemilihan hukum dan metode interpretasi hukum. Kelima, berkaitan dengan warna idiologi dan masing-masing sistem hukum.84Perbandingan hukum yang dilakukan dalam disertasi ini tidak melakukan hal-hal yang diingatkan oleh Bernhad Groofeld.

2. Sumber Data

Pada penelitian hukum, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder tersebut

84 Ibid


(51)

mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku, sampai pada dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.85

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dengan didukung oleh data empiris melalui wawancara yang dilakukan terhadap informan dari staf perusahaan pelaksana CSR dengan mempersiapkan daftar pedoman wawancara terlebih dahulu agar proses wawancara lebih terarah dan efektif. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang diinginkan dengan lebih akurat dan terpercaya. Hal-hal yang belum lengkap atau sempurna akan dilengkapi dengan cara wawancara ulang melalui media komunikasi seperti handphone 86 dan email 87

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini juga meliputi penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahuluan yang berhubungan dengan objek yang diteliti dapat berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah.

dengan maksud untuk mempertegas semua data dan informasi yang telah diperoleh.

Adapun data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier.

85

Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Perpustakaan Di dalam Penelitian Hukum, (Jakarta: Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1979), hal. 3

86

Handphone tersebut digunakan dengan sangat selektif, artinya terbatas khusus untuk melakukan klarifikasi ulang kepada informan guna mendapatkan keterangan yang lebih rinci lagi dari beberapa data yang diperlukan.

87

Email adalah cara pengiriman data, file text, foto digital, atau file lainnya dalam suatu jaringan komputer.


(52)

1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Kitab Undang undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman modal dan hukum perusahaan asing lainnya yang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan yang obyek penelitian adalah merupakan bahan primer hukum.

2. Bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah atau pidato yang berhubungan dengan penelitian ini adalah merupakan bahan hukum sekunder.

3. Bahan hukum tertier, kamus hukum, kamus ekonomi, kamus bahasa Inggris, Indonesia, Belanda dan artikel-artikel lainnya baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, baik yang berdasarkan Civil Law maupun Common Law yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder.


(53)

3. Alat Pengumpulan Data

Dalam menjelaskan prosedur pengambilan dan pengumpulan data ini, sangat berkaitan erat dengan cara untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti dalam disertasi ini, maka harus dilaksanakan penelitian kepustakaan.

Kegiatan penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder. Data yang diperoleh dapat berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tertier. Berdasarkan penelitian hukum normatif dan hukum sosiologis bahwa data sekunder merupakan bahan kajian dalam penelitian ini.

Dari semua bahan-bahan yang telah diperoleh itu, untuk selanjutnya, dimulai dari langkah awal yaitu untuk melakukan inventarisasi Peraturan Perundang-Undangan di bidang perusahaan dan lingkungan khususnya yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan serta peraturan-peraturan lainnya yang dinilai mempunyai keterkaitan atau hubungan.

Bahan dokumenter, dalam hal ini berita surat kabar sebagai data verbal, mempunyai arti metodologis yang sangat penting. Data ini mengatasi ruang dan waktu sehingga membuka kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan tentang gejala sosial yang telah musnah.88

88

Sartono Kartodirdjo, “Metode Penggunaan Bahan Dokumen”, dalam Koentjaraningrat”,

Metode-Metode Penelitian Masyarakat”, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991), hal. 46.


(54)

sebagai suatu kompleks dari kekuatan-kekuatan sosial, digambarkan sebagai suatu proses sosial yang unik sedemikian rupa sehingga tampak hubungan ekonomi, sosial, politik, keagamaan dan hukum.

Surat kabar merupakan bahan dokumen yang sangat berharga untuk mempelajari masyarakat dalam zaman modern sejak abad ke-19. Ruang lingkupnya sangat luas dan meliputi soal-soal dari yang lokal, nasional sampai internasional, segi substantifnya mencakup berbagai sektor kehidupan sosial, fokus perhatiannya juga meliputi bidang perhatian dari berbagai golongan usia dan melayani perhatian publik yang sangat heterogen.

Sebagai sumber informasi surat kabar tidak hanya memuat data yang menunjukkan fakta, tetapi juga opini, interpretasi dan pikiran spekulatif. Oleh karenanya surat kabar tidak hanya berfungsi sebagai penyebar informasi, tetapi juga menjadi medium yang baik untuk meletakkan pengaruh kepada publik.89

4. Analisis Data

Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan cara pemilihan pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan, kemudian membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

89


(55)

Data yang dianalisis secara kualitatif dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan diharapkan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian disertasi ini.

Uraian hasil analisis ini dideskripsikan dalam verbalisasi kualitatif, diikuti dengan interpretasi dan logika hukum sesuai dengan kebutuhan dalam memecahkan masalah penelitian. Hasil dari analisis ini diharapkan dapat memberikan solusi hukum yang tepat sehingga dapat menjawab permasalahan.

H. Asumsi

Asumsi90

1. Penerapan tanggung jawab sosial perusahaan untuk kepentingan stakeholders adalah pelaksanaan etika bisnis.

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2. Penerapan prinsip responsibilitas dalam konteks terlaksananya GCG mewujudkan tanggung jawab sosial perusahaan .

3. Penemuan kearifan lokal dapat memperkuat penerapan tanggung jawab sosial perusahaan, dan menjamin perlindungan terhadap stakeholders.

90

Asumsi adalah hipotesis, konsep, paham, patokan duga ,postulat, premis, presumsi, proposisi, teori, dugaan, pengandaian dan perkiraan. Eko Endarmoko, Ibid .hal.38.


(56)

I. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang

permasalahan yang mengemukakan beberapa hal yang menjadikan penelitian ini perlu dilakukan dan didalam bab ini juga dikemukakan beberapa permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Dalam bab ini juga dikemukakan kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dan kerangka konsep yang membantu menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam penelitian. Selanjutnya dikemukakan pula metode penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

Bab kedua, merupakan sub bab pembahasan yang menguraikan tentang

hubungan good corporate governance dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan, pelaksanaan good corporate governance melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dan konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dalam rangka pembangunan di Indonesia.

Bab ketiga, merupakan sub bab pembahasan yang menguraikan tentang

tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan sebagai wujud etika bisnis, tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat, manfaat tanggung jawab sosial dan lingkungan terhadap perusahaan serta praktek corporate social responsibility perusahaan pertambangan.

Bab keempat, merupakan sub bab pembahasan yang menguraikan tentang


(57)

lokal dalam konsep penerapan corporate social responsibility, menjelaskan kearifan lokal dalam penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan untuk kepentingan stakeholders, kearifan lokal sebagai pilar tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dan penerapan kearifan lokal dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Bab kelima, merupakan bab penutup dari penelitian ini yang didalamnya


(58)

BAB II

TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN MEMPERKUAT GOOD CORPORATE GOVERNANCE PERUSAHAAN

A. Hubungan Good Corporate Governance (GCG) dengan Tanggung Jawab

Sosial Dan Lingkungan Perusahaan

CSR merupakan bagian dari GCG, dimana GCGmerupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan dan menggambarkan 5 (lima) prinsip yang disingkat dengan TARIF, yaitu91

1. Transparancy (keterbukaan informasi)

Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan. Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu tentang perusahaan kepada segenap stakeholders.

91

Yusuf Wibisono, Yusuf, “Membedah Konsep & Aplikasi CSR Corporate Social Responsibility”, Gresik: Fasco Publishing, 2007 hal. 11-12 dan lihat juga Andi Firman, Ibid.

Lihat juga I Nyoman Tjager, Corporate Governance: Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia, (Jakarta: PT. Prenhallindo, 2003), hal. 26 yang menyebutkan bahwa Forum for Corporate Governance in Indonesia (FGCI) memberikan defenisi corporate governance sebagai berikut: “....seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang saham kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan

Corporate Governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang

berkepentingan (stakeholders). Istilah “corporate governance” untuk pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee pada tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktik corporate governance


(59)

2. Accountability (akuntabilitas)

Kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggung jawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban, dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.

3. Responsibility (pertanggung jawaban)

Kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, di antaranya termasuk masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggung jawab selain kepada shareholder juga kepada stakeholders.

4. Indepandency (kemandirian)

Intinya prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada.

5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran)

Adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak shareholder dan stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan


(1)

(7) Bagi pukat langgan atau pukat benting yang mengambil ikan dituasan kapal nelayan jaring, hasil yang didapat dibagi tiga, dua bagian untuk kapal yang melabuh pukat dan sebagian lagi kembali untuk pemilik tuasan.

Penangkapan Benur dan Nener Pasal 19

(1) Kayu pancang yang dipasang oleh penangkapan benur ditepi laut, setelah selesai menangkap benur harus dicabut kembali, hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan.

(2) Bila ternyata kerusakan alat penangkapan ikan sebagai akibat tidak dicabutnya pancang benur, maka kerusakan pukat penangkapan ikan tersebut harus diganti oleh nelayan penangkapan benur yang bersangkutan.

Tata Cara Persidangan Pasal 20

Syarat-syarat mengajukan perkara

(1) Setiap orang/pawang yang mengajukan perkara pada Lembaga Hukum Adat Laot (LHAL) sekarang disebut Lembaga Persidangan Hukum Adat Laut (LPHAL) harus membayar uang meja sebesar Rp. 15.000,- (Lima belas ribu rupiah).


(2)

(4) Penggugat sudah harus menghadirkan saksi-saksi pada saat dibuka

(5) Saksi-saksi dari pihak yang berperkara disyaratkan harus mengangkat sumpah

(6) Apabila penggugat atau tergugat tidak menghadiri sidang sampai dengan 2 kali persidangan, maka majelis akan mengambil keputusan

(7) Apabila pada sidang ke-3 penggugat atau tergugat tidak hadir, perkara dapat ditolak dan Lembaga Hukum akan mengambil biaya sidang 10% dari uang yang diperkarakan.

Syarat-syarat persidangan dan pengambilan keputusan

(1) Sidang baru boleh dilaksanakan apabila dihadiri minimal 3 (tiga) orang anggota sidang/staff LPHAL

(2) Untuk kelancaran LPHAL anggota sidang ditambah 1 (satu) orang dari unsur Dinas Perikanan

(3) Keputusan sidang diambil menurut suara terbanyak dan diumumkan setelah sidang selesai

(4) Sidang diadakan pada jam 09.00 WIB sampai dengan selesai setiap hari Jumat


(3)

Sanksi Hukum Pasal 21

(1) Pelanggaran terhadap Adat istiadat/tata cara penangkapan ikan akan dikenakan tindakan hukum berupa :

a. Pantang kelaut selama 3 (tiga) hari

b. Seluruh hasil tangkapan disita untuk kas Panglima Laot

(2) Jika terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap tindakan hukum yang telah ditetapkan maka LPHAL akan mengambil tindakan administratif melalui pejabat yang berwenang.

Pengaturan Keuangan LPHAL Pasal 22

(1) Sumber dana dapat diharapkan dari : a. Uang sidang 10%

b. Uang hasil sitaan c. Iuran anggota d. Uang meja (2) Penggunaan

a. Uang sidang 10% digunakan untuk keperluan Majelis persidangan (staff lembaga) sebanyak 75% dan untuk kas lembaga sebanyak 25%. b. Uang sitaan :


(4)

2) Staf Lembaga 20%

3) Panglima Laot Lhok/ Kabupaten/ Kota 30% 4) Rumah ibadah 20%

c. Iuran anggota dipergunakan untuk kas lembaga dan lainnya d. Uang meja digunakan biaya persidangan

TAMBAHAN

Pasal 1

Setiap transaksi jual beli perahu/boat dan alat penangkapan ikan lainnya (alat-alat yang sudah pernah digunakan untuk penangkapan ikan) harus diketahui oleh Panglima Laot setempat dan transaksi tersebut, dan biaya itu menjadi beban bersama (penjual dan pembeli) yang digunakan untuk kas Panglima laot.

Pasal 2

Tidak dibenarkan menempatkan alat penangkapan ikan menetap (bagan/bagan apung/palung/jang.rumpan atau sejenisnya) pada jalur lalu lintas pelayaran kapal/alur keluar masuk kapal kepelabuhan.

Pasal 3

Khusus bagi tempat pengoperasian alat tangkap ikan bagan/apung/panglong, ditentukan/diselesaikan dengan hukum adat laot Lhok setempat.


(5)

Pada malam hari alat tangkap yang menggunakan alat bantu penangkapan modern (termasuk lampu) diupayakan tidak mengganggu alat tangkap tradisional milik nelayan setempat, sehingga kegiatan penangkapan dilakukan minimal dalam jarak diluar 2 mil dari garis pantai terluar.

Pasal 5

Makin berkembang eskalasi penyimpangan, pelanggaran dan pengrusakan perairan laut terdiri dari pencurian ikan, pemboman ikan, peracunan baik dilakukan oleh nelayan lokal, luar daerah maupun luar negeri, diperlukan adanya suatu tindak lanjut pengalaman dan pengawasan. Luas areal yang perlu mendapat pengawasan maupun pengamanan maka perlu peningkatan penanggung jawab di lapangan yang perlu ditangani secara Hukum. Adat yang berlaku pada masing-masing wilayah Panglima Laot selaku penanggung jawab, yang bertanggung jawab kepada Pemerintah Daerah Istimewa Aceh.

Pasal 6

Mengingat pentingnya pengelolaan keuangan dan permodalan secara profesional dalam rangka pemberdayaan kelompok beserta keluarganya, maka perlu dibentuk lembaga keuangan masing-masing kelompok nelayan (Sentra Produksi Perikanan).

Keputusan Pertemuan/Musyawarah Panglima Laot Daerah Istimewa Aceh ini dapat dipedomani/ ditaati dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.


(6)