Alasan Sosial Alasan Ekonomi

perusahaan corporate value yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya financial saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines selain finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin perusahaan tumbuh secara berkelanjutan sustainable. Keberhasilan perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sebab sumber-sumber produksi yang sangat penting bagi aktivitas perusahaan yaitu tenaga kerja, bahan baku, dan pasar telah dapat lebih terpelihara. Ketiga konsep ini menjadi dasar bagi perusahaan dalam melaksanakan CSR. Selanjutnya dalam melakukan CSR, perusahaan memiliki alasan diantaranya adalah:

1. Alasan Sosial

Perusahaan melakukan program CSR untuk memenuhi tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Sebagai pihak luar yang beroperasi pada wilayah orang lain, perusahaan harus memperhatikan masyarakat sekitarnya. Perusahaan harus ikut serta menjaga kesejahteraan ekonomi masyarakat dan juga menjaga lingkungan dari kerusakan yang ditimbulkan.

2. Alasan Ekonomi

Motif perusahaan dalam melakukan CSR tetap berujung pada keuntungan. Perusahaan melakukan program CSR untuk menarik simpati masyarakat Universita Sumatera Utara dengan membangun image positif bagi perusahaan yang tujuan akhirnya tetap pada peningkatan profit. Prinsip berkelanjutan mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan institusinya dalam mengelola pembangunan, serta strateginya adalah kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi. UUPT juga tidak mengatur tentang hal-hal terkait penentuan masalah sosial yang wajib dibantu oleh perusahaan. Dengan adanya phrase dalam Pasal 74 ayat 2 UUPT yang menyatakan pelaksanaan CSR dilakukan berdasarkan prinsip kepatutan dan kewajaran, maka metode penentuan masalah sosial diserahkan kepada perusahaan. Terkait dengan hal ini, pada dasarnya metode penentuan masalah sosial oleh perusahaan didasarkan pada dua pendekatan, yakni pendekatan yang bersifat top down dan pendekatan bottom up. Pendekatan top down, yang lebih dikenal dengan istilah cause branding dilakukan oleh perusahaan dengan menentukan sendiri masalah sosial dan lingkungan seperti apa yang perlu dibenahi. Perusahaan biasanya mendesain program sosial yang ada kaitannya dengan branding produk atau tujuannya membuat masyarakat lebih akrab dengan merek dagang tersebut, tetapi untuk jangka panjang model ini bermanfaat bagi sebab tujuan Cause Branding adalah mendekatkan perusahaan kepada masalah yang ada dalam masyarakat lalu membenahi lingkungan sosial itu agar mendukung eksistensi perusahaan untuk jangka panjang. Universita Sumatera Utara Berbeda dengan pendekatan top down, maka pada pendekatan yang bersifat bottom up atau yang lebih dikenal dengan model venture philantrophy, perusahaan membantu berbagai pihak non profit dalam masyarakat sesuai apa yang dikehendaki masyarakat. Perusahaan membantu masyarakat untuk menciptakan sendiri sumber-sumber penghidupan baru dan tidak sekedar menyalurkan bantuan sosial atau finansial kepada masyarakat. 213 Namun meskipun demikian, diakui bahwa tidak semua perusahaan melakukan CSR dengan dorongan yang sama, untuk sepenuhnya menyelesaikan masalah sosial dan lingkungan. Penggunaan dana CSR tidak bisa dilepaskan dari kepentingan perusahaan terhadap tujuan penggunaan dana CSR. Jika diteliti lebih jauh, motivasi perusahaan menerapkan CSR sangat bervariasi. Motivasi tersebut umumnya dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori. Pertama, sekadar basa basi dan keterpaksaan. CSR diterapkan lebih karena tekanan faktor eksternal external driven. Tanggung jawab PT. Lapindo Brantas kepada para korban lumpur panas Lapindo merupakan contoh kongkrit adanya indikasi ini. Pelaksanaan tanggung jawab PT. Brantas terhadap korban lumpur lebih bersifat social driven, disamping juga iron mental driven. Pemenuhan tanggung jawab lebih karena keterpaksaan akibat penuntutan ketimbang kesukarelaan. Contoh yang sama juga dialami oleh PT. Freeport beberapa peristiwa akhir-akhir ini. Berikutnya karena reputation driven, 213 Untung Budi Hendrik, Corporate Social Responsibility, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 39-40 Universita Sumatera Utara motivasi pelaksanaan CSR adalah untuk mendongkrak citra perusahaan. Penerapan CSR karena alasan reputation driven terlihat pada saat bencana tsunami di Aceh dan Sumatera Utara terjadi. Banyak perusahaan memberikan bantuan karena dorongan untuk menaikkan citra perusahaan dimata publik. Kedua, sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban compliance.CSR diimplimentasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan aturan yang memaksanya. Misalnya karena adanya market driven. Kesadaran tentang pentingnya mengimplimentasikan CSR ini menjadi trend seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial. Contoh kongkretnya, pengusaha-pengusaha Amerika Serikat sudah semakin keras dengan produk furniture yang datang dari Indonesia. Pasalnya, produk furniture diharuskan menerapkan ecolabeling, suatu tanda bukti bahwa kayunya diambil secara bijaksana dengan memperhatikan lingkungan, misalnya, tidak menebang kayu seenaknya tanpa upaya peremajaan. Selain market driven, driven lain yang sanggup memaksa perusahaan untuk mempraktekkan CSR adalah adanya penghargaan-penghargaan reward yang diberikan oleh segenap institusi atau lembaga. Misalnya, CSR Award baik yang regional maupun global, Padma Pandu Daya Masyarakat Award yang digelar oleh Departemen Sosial, dan Proper Program Peringkat Kinerja Perusahaan yang melaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Universita Sumatera Utara Ketiga , bukan lagi sekadar compliance tapi beyond compliance alias compliance plus. CSR diimplimentasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam internal driven. Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekadar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dasar pemikirannya, menggantungkan semata-mata pada kesehatan finansial tidak akan menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan. Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan sustainability usaha. Artinya, CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya cost centre melainkan sebagai sentra laba profit centre di masa mendatang. Logikanya sederhana, bila CSR diabaikan, kemudian terjadi insiden, maka biaya untuk meng-cover resikonya jauh lebih besar ketimbang nilai yang hendak dihemat dari alokasi anggaran CSR itu sendiri. 214

E. Praktek Corporate Social Responsibility Perusahaan Pertambangan