Jadwal pelaksanaan wawancara Responden D Suami a. Identitas diri

b. Jadwal pelaksanaan wawancara

Table 7. Jadwal wawancara responden D No Tanggal Wawancara Waktu Wawancara Tempat Wawancara 1 02 Mei 2012 14.00 WIB – 14.35 WIB Serdang Bedagai 2 07 Mei 2012 12.47 WIB – 13.55 WIB Serdang Bedagai 3 16 Mei 2012 19.50 WIB – 20.45 WIB Serdang Bedagai

c. Data observasi

Bapak K adalah suami dari ibu S yang juga diwawancarai oleh peneliti. Proses wawancara yang berlangsung juga tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada ibu S. Bahkan bapak K adalah orang pertama yang diwawancarai sebelum dilakukan kepada istrinya yaitu ibu S. Bapak K adalah seorang petani yang memiliki tinggi sekitar 172 cm dengan berat badan sekitar 65 kg. Bapak K memiliki ciri yang unik yaitu memiliki kumis yang tidak lebat juga tidak tipis. Kulitnya berwarna kecoklatan seperti warna kulit yang selalu terbakar oleh matahari, tidak heran karena beliau adalah seorang petani yang pekerjaannya selalu bersahabat dengan matahari. Wawancara pertama yang dilakukan pada bapak K berjalan cukup baik namun sedikit kaku. Dengan menggunakan kaos coklat dan celana caper abu-abu, ia tampak mencoba dengan sebaik mungkin menjawab setiap pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Secara hati-hati ia mencoba mengutarakan jawabannya kepada peneliti. Wawancara dilakukan di ruangan yang sama dengan sang istri. Terlihat bapak K begitu kurang percaya diri atau lebih terlihat malu saat peneliti memberikan pertanyaan demi pertanyaan kepadanya. Hal ini terlihat dari kontak matanya yang tidak fokus serta tingkah bapak K yang lucu yaitu memainkan karet Universitas Sumatera Utara gelang yang diikat-ikatnya ke sudut kayu kursi. Sambil menjawab pertanyaan ia pun sambil memegang-megang karet tersebut. Sesekali bapak K mencoba menatap peneliti saat menjawab pertanyaannya namun beberapa saat setelahnya kontak matanya hilang kembali. Bapak K juga fokus dengan posisi duduknya yaitu dengan menyandarkan tubuhnya ke kursi. Wawancara kedua kembali dilakukan di rumah bapak K. Hari itu hanya bapak K seorang saja yang sedang berada di rumah. Sementara sang istri sedang pergi mengantar anak bungsu mereka ke dokter gigi. Walaupun di wawancara sebelumnya bapak K terlihat kaku, akan tetapi hubungan antara peneliti dan bapak K cukup baik. Beliau orang yang baik dan terbuka saat sedang ngobrol santai. Tetapi jika sudah masuk ke sesi wawancara, ia mulai terlihat agak kurang fokus. Hal ini mungkin saja terjadi karena bapak K sedikit malu jika menceritakan seputar kehidupan rumah tangganya kepada orang lain. Sambil menunggu ibu S pulang, wawancara dilakukan terlebih dahulu kepada bapak K. Posisi duduk bapak K dan peneliti tidak berubah. Dengan menggunakann kaos putih dan celana sebetis, bapak K mencoba untuk lebih santai menjawab setiap pertanyaan yang diberikan. Pada wawancara tersebut, bapak K memang terlihat lebih santai dan fokus. Tetapi gerak geriknya yang memainkan karet di kursi tersebut masih terlihat jelas. Selama wawancara, bapak K menceritakan setiap pertanyaan dari peneliti dengan sesekali meminta peneliti mengulang pertanyaannya. Suara bapak K yang tidak sekuat ibu S membuat peneliti harus sedikit mencondongkan tubuhnya untuk bisa Universitas Sumatera Utara lebih mendengar suara beliau. Sejauh itu, wawancara yang dilakukan berjalan lebih baik dan lancar dari hari sebelumnya. Wawancara ketiga dilakukan pada malam hari. Masih di rumah bapak K, saat itu keluarga mereka sedang makan malam. Tetapi karena sepertinya bapak K belum lapar, maka ia minta untuk diwawancarai terlebih dahulu sebelum sang istri selesai makan. Saat itu bapak K berpenampilan agak sedikit berbeda. Ia mengenakan sarung dan kaos dalam saat wawancara berlangsung. Peneliti pun dengan senang hati melakukan wawancara pada malam itu. Pada hari ketiga wawancara ini, bapak K terlihat lebih baik dan ia juga lebih santai. Sikap tidak fokus dan main-mainnya kini sudah tidak begitu terlihat. Ia juga dengan semangat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peneliti. Bahkan ia juga mengulang hasil percakapan yang dilakukan beberapa hari yang lalu dengan peneliti. Bapak K juga sesekali tersenyum saat dibahas mengenai kisah rumah tangganya yang lucu. Akhirnya wawancara yang dilakukan pada malam itu berakhir dengan baik sekaligus sebagai penutup wawancara pada bapak K. d. Data wawancara pasangan II Ibu S dan Bapak K 1 Latar belakang kehidupan pernikahan dan konflik-konflik yang terjadi pada pasangan II Perjalanan rumah tangga ibu S dan bapak K sudah menginjak usia sekitar 18 tahun. Berawal dari pertemuan yang terjadi di salah satu undangan seorang teman, ibu S yang pada saat itu berusia 25 tahun bertemu dengan bapak K yang berusia empat tahun lebih tua darinya yaitu 29 tahun. Pertemuan tersebut akhirnya Universitas Sumatera Utara berujung manis, dimana keduanya memutuskan untuk mengikat hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Bapak K merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara yang berasal dari suku Jawa. Ia lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang pada dasarnya bersuku Jawa. Bapak K merupakan seorang kelahiran asli Serdang Bedagai yang sebagian masyarakat disana berpenghasilan sebagai petani. Tidak heran jika saat bapak K belum menikahi istrinya, ia bekerja sebagai seorang petani. Namun saat itu mereka belum memiliki ladang sendiri, sehingga harus menyewa ladang orang lain. Sama dengan sang suami, ibu S juga sudah memiliki pekerjaan sebelum menikah dengan pasangannya. Ibu S bekerja sebagai seorang PNS yang saat itu masih berada di golonga II A. Pasangan ini pun tinggal di rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah karena jatah yang diperoleh ibu S sebagai seorang PNS. “Dari pertama nikah bahkan sebelum menikah, terus jadi petani lah. Nyewa- nyewa ladang orang.” RD.W1b.180-183hal 4 “Uda. Uda PNS ibu, sebelum nikah uda PNS.” RC. W1b.118-119hal 3 Awal kehidupan pernikahan, pasangan ini mengaku merasa senang dan romantis. Terlebih lagi saat itu mereka belum memiliki seorang anak, sehingga rumah tangga mereka jauh dari pertengkaran. Namun saat itu kehidupan perekonomian pasangan ini cukup memprihatinkan. Pasalnya, walaupun ibu S merupakan seorang PNS dan bapak K seorang petani, namun total gaji mereka belum begitu mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hingga suatu hari ibu S terpaksa menjual cincin pernikahannya untuk menyewa ladang yang akan diolah Universitas Sumatera Utara oleh suaminya. Saat itu karena masih menyewa ladang orang lain, pasangan ini pun terpaksa dengan pasrah harus pindah-pindah ladang ketika ladang yang mereka sewa sudah waktunya akan ditarik pemiliknya. “….namanya ini kan hidup lah ya. Kalau namanya status kan ibu ini uda PNS jadi ya…..dari gaji itu pun kan uda ada. Tapi ya pada masa itu baru seberapa lah gajinya. Ibu pun saat itu masih di golongan II A. Hah…jadi bapak kan petani, petani pun itu masih ya gimana yaaa. Jadi kebetulan saat itulah kami, ya agak sedikit diceritakanlah ya, jadi cincin pernikahan itu kami jual untuk menggadai ladang.” RC.W1b.59-72hal 2 “…itulah awal mulanya di Pasarodi. Jadi kami gadaikan ladang itu kan ntah 3 rante atau 4 rante saat itu. Nah uda itu barulah kira-kira uda tiga musim ditarik lagi ladangnya, pindah lagi kami cari yang lain. Ya dari nol lah lagi kami mulainya……” RC.W1b.74-82hal 2 Satu tahun setelah pernikahan, akhirnya ibu S melahirkan seorang anak laki- laki yang saat ini sudah berusia 17 tahun. Saat itu pasangan ini semakin merasakan kesulitan ekonomi karena tentunya biaya yang harus dikeluarkan lebih banyak dari sebelumnya. Namun begitu tetap saja kelahiran seorang anak adalah anugerah dan harapan yang ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan, oleh sebab itu walaupun harus bekerja keras untuk memperoleh uang tetapi semua itu dikerjakan oleh keduanya dengan ikhlas dan senang. “Ya namanya punya anak. Ya senang, dibalik kesenangannya anak itu kan perlu biaya juga. Setahun dua tahun itu mungkin belum lah ada yang masalah-masalah gitu. Paling ya apa susu, kalau macam kami ya momong kan anak, gitu.” RC.W2b.377-384hal 9 “Itu ya, memang kalau untuk susu ya ada aja rezekinya. Kadang ya dari-dari jualan awak. Ya banyaknya dari uang- uang gaji mamaknya lah….” RD.W3b.1232-1236hal 25 Universitas Sumatera Utara Setelah kelahiran anak pertama, bapak K mencoba mencari pekerjaan tambahan yaitu sebagai penjual roti. Namun setelah 2 tahun usia anak pertama mereka, bapak K akhirnya memutuskan berhenti untuk menjual roti dikarenakan hasil yang diperoleh dari jualan tersebut kurang begitu mencukupi untuk tambahan biaya hidup mereka. Pasalnya, selain untuk makan dan kebutuhan rumah pasangan ini juga harus memenuhi kebutuhan si anak seperti susu, pakaian, dll. Akhirnya pasangan ini mencoba mencari alternatif jualan lainnya yaitu dengan menjual ikan asin selama 1 tahun dan terakhir berganti menjadi jual ikan basah selama kurang lebih 12 tahun. “Ya bapak waktu itu apa ya….kalau gak salah masih jual roti, uda itu habis jual rotinya saat anak pertama umur-umur 2 tahun rasa ku itu terus gak lanjut lagi. Jual roti pun kurang jalan kan.” RC.W2b.412-418hal 10 “Iya jual roti sampai setahun atau dua tahun si H itu lah, terus roti pun ya….sebenarnya gimana ya kalau rezeki itu dapatnya, tapi ya siapapun pasti gak bakal cukup hanya dengan mengandalkan jual roti itu kan dengan posisi yang susu mau dibeli, pakaian si anak juga, makin berat dirasa terus cari-cari jualan lain lah seperti jual ikan..” RC.W2b.423-434hal 10 Berselang waktu 4 tahun, pasangan ini dikaruniai kembali seorang anak laki- laki yang saat ini masih duduk di bangku SMP kelas 1. Pada akhirnya, saat pasangan ini menginjak usia pernikahan ke 7 tahun, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki lagi dan saat ini masih duduk di bangku kelas 4 SD. Selama kurun waktu tersebut, ibu S memutuskan untuk berkuliah demi kemajuan karirnya sebagai PNS. Oleh karena itu saat dirinya mengandung anak kedua, ia juga harus bekerja dan berkuliah. Lelah fisik dan mental selalu dihadapinya demi memenuhi tambahan kebutuhan hidup keluarganya. Bapak K sendiri saat itu hanya bekerja Universitas Sumatera Utara sebagai seorang petani dimana saat musimnya tiba barulah ia akan fokus ke ladang, selain itu ia berjualan ikan segar di pasar. Tentunya tenaga dan usaha yang dilakukan ibu S lebih besar daripada sang suami. Oleh karenaa itu, sangat wajar jika ibu S bertindak agresif, selalu marah dan merasa kesal dengan sang suami. “……ibu kan di tahun’98 itu uda daftarkan untuk kuliah……” RC.W2b.574-576hal 13 “Itulah sedih kali hidup kami. Mana uang kuliah, mana si I mau dimomong, mana ya si H anak pertama pada saat itu masuk TK, itu dia TK sore itu kan jadi ibu bawa- bawa dia.” RC.W2b.594-599hal 13 “Kalau itu rasa saya ya biasa-biasa aja. Dia pun walau hamil itu tetap kerja dan kuliah.” RD.W3b.1148-1150hal 23 “……kalau waktu itu ya khawatir juga kalau dia pernah naik dia kereta sendiri, itu yang dikhawatirkan. Kadang hujan, kadang becek, pernah dia gelundung ke sawah.” RD.W3b.1162-1167hal 23 “Ya…..cemana nih dikatakan ya. Dikatakan ya berantam ya ada-ada pun gitu aja. Ada yang dibahas ya dibahas, ibu pun rasa kesal pasti ada. Marah ya marah juga lah terlampiaskan. Orang awak capek kan, harus kerja, kuliah. Saat itu juga mau momongkan anak, pastinya butuh biaya juga kan. Tapi kondisi keuangan malah gak apa namanya itu gak gak mendukung, nah itu. Jadi nanti kalau cekcok gitu ada lah.” RC.W2b.614-627hal 14 Setelah ibu S menyelesaikan kuliahnya, jabatan sebagai PNS pun semakin bagus karena gelar sarjana yang ia peroleh. Semakin lama kehidupan ekonomi keluarga tersebut semakin membaik. Pasangan ini sudah mampu memiliki ladang sendiri untuk mata pencaharian sang suami sehingga tidak perlu menyewa ladang orang lain lagi. Kebutuhan biaya sekolah pun mampu diatasi oleh pasangan ini. Namun walaupun begitu tetap saja pertengkaran dan masalah tidak hilang dalam Universitas Sumatera Utara kehidupan rumah tangga pasangan ini. Setelah ketiga anak-anak mereka sudah mulai besar, ternyata semakin menimbulkan banyak masalah. Nakalnya anak menjadi salah satu penyebab pasangan ini berkonflik. Namun begitu keduanya sepakat bahwa konflik yang mereka hadapi bukanlah konflik yang serius dan besar. Karena konflik yang mereka hadapi adalah suatu hal yang wajar terjadi pada setiap pasangan berumah tangga. “Hah, karena masalah anak itu kadang bandel satu mukul atau marahin yang satu lagi kan menyayangi.” RD.W1b.75-78hal 2 “…….Pas masa yang ketiga ini lah si D itulah baru ada konflik. Ya dia itu merajuk….merajuk-merajuk biasa lah.” RD.W1b.92-96hal 3 “Itu kalau yang selalunya rata-rata rasa ibu konflik itu terjadi saat uda adanya anak.” RC.W1b.124-126hal 3 “Ya wajar aja. Cuma kalau berantam kami ini gak pernah tau orang, biarpun tetangga dekat sini pun gak pernah tau. Istilahnya gak pernah recok. Gak sampe mecah-mecahin piring atau mukul- mukul dinding, gitu gak ada.” RD.W1b.249-257hal 6 Selama berkonflik, diakui oleh bapak K bahwa istrinya selalu keras dan memarahi dirinya. Sementara bapak K sendiri lebih memilih untuk diam dan tidak berkomentar apapun ketika sang istri memarahinya. Hal ini dirasa wajar oleh keduanya yang sama-sama bekerja dan capek. Terlebih lagi ibu S yang setiap pagi harus pergi mengajar hingga siang hari. Sepulang dari mengajar ia pun kembali beraktifitas di luar untuk menjual baju dan mengangsurkan barang-barang rumah tangga yang ia geluti beberapa tahun belakangan ini setelah keadaan ekonomi keluarga ini mulai membaik. Berbeda dengan bapak K yang setiap pagi harus Universitas Sumatera Utara mengurus rumah seperti membersihkan rumah, memasak bila perlu, dan menjaga jualan di depan rumah yang kebetulan rumah mereka berada di depan SD sebagai tambahan pencarian mereka. Siangnya bapak K akan pergi ke ladang apabila saat itu ada pekerjaan yang dilakukan di sana. Ketika keduanya pulang dari beraktifitas di sore hari selalunya ibu S mengomel dan marah-marah karena melihat kondisi rumah yang tidak terurus. Bapak K hanya dengan pasrah menerima omelan dan marahan dari istrinya. “Ya pernah. Ya marah. Tapi ya seringnya om itu kalau dimarahi diam, ibu merepet aja. Capek lah dah, capek, malah anak lagi, kadang ya rumah gak keurus. Ya uda dibiarkan aja. Om pun gak bangsa orang yang rapi atau bersih itu gak palah yang penting makanan ada tersedia.” RC.W2b.747-756hal 16-17 “….saya jadi orang malas gitu bertengkar, kalau bisa gitu. Kadang dia juga yang ngajak-ngajak bertengkar dan awak pun malas gitu. diam aja awak. Dia merepet sendiri.” RD.W2b.810-815hal 18 Selama perjalanan kehidupan rumah tangga pasangan ini, masalah pengaturan keuangan seluruhnya diserahkan kepada ibu S. Segala hal yang berkaitan dengan uang, seperti hasil gaji, pengeluaran per bulan, biaya anak sekolah, hingga kebutuhan sang suami diatur oleh dirinya. Namun walaupun begitu, ia tidak serta merta menggunakan uang tersebut secara bebas. Bapak K juga menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada sang istri dalam penggunaan uang mereka. Namun karena tidak adanya transparansi dalam hal keuangan dalam keluarga ini, terkadang membuat pertengkaran terjadi. Ibu S mengaku bahwa suaminya selalu menganggap bahwa uang selalu ada pada dirinya. Padahal ketika keuangan mereka menipis ibu S yang mencoba mengatur keuangan mereka Universitas Sumatera Utara hingga bisa tercukupi sampai akhir bulan. Hal ini jugalah yang akan menimbulkan konflik pada pasangan ini. “………..Saya sendiri ya jadi orangnya ya nurut aja, lantaran kan istilahnya kan keuangannya dia yang ngatur. Awak hanya nyari uda dikasihkan udah.” RD.W2b.564-570hal 13 “Ibu lah, orang ibu yang mengatur ekonominya.” RC.W2b.453-455hal 10 “Ya iyalah, cemana gak ibu lagi yang agresif, ibu yang taunya ada uang atau gak, mana tau- tau dianya.” RC.W2b.856-859hal 19 “…..Cuma ya dia gak tau kondisi keuangan kami. kayak semalam minta anaknya untuk biaya sekolah sampe 1 juta. Ya mana tau-tau dia itu. Anaknya mau minta baju ini itu ya mana tau-tau dia, pikirnya uang itu ada aja.” RC.W2b.863-870hal 19 2 Metode-metode konflik pernikahan pada pasangan II Saat ini usia pernikahan pasangan ini sudah menginjak 18 tahun. Selama 18 tahun usia pernikahan, pasangan ini dikaruinia 3 orang anak yang ketiganya adalah laki-laki. Anak pertama berusia 17 tahun yang baru saja menyelesaikan sekolah tingkat atas SMA, anak kedua berusia 13 tahun yang sedang duduk di bangku SMP, dan anak ketiga berusia 11 tahun yang masih duduk di bangku SD. Sepanjang rentang kehidupan rumah tangganya, pasangan ini mengaku bahwa masalah ataupun konflik selalu terjadi. Namun hal tersebut dirasa wajar dan biasa karena dalam suatu pernikahan tentu tidak akan terlepas dari konflik dalam rumah tangga. Selain itu juga, pasangan ini mengatakan bahwa konflik yang mereka Universitas Sumatera Utara alami tidak serta merta mengakibatkan keributan besar yang akhirnya berujung pada kekerasan fisik dalam rumah tangga. “Kalau konflik pernikahan itu wajar-wajar aja om sih. Gak sampe minggat- minggat gitu lah kayak orang itu sih gak sampe.” RD.W1b.236-240hal 5-6 “Kalau konflik itu ya pasti ada. Kayak ibu lah, cuma konflik kami ini mudah-mudahan belum pernah diketahui tetangga. Memang pernah gaduh kan, bertengkar pasti ada lah, tapi kalau untuk membantingkan, memecahkan ataupun menghancurkan barang itu gak ada. Paling diam kami. Gak saling tegur menegur.” RC.W1b.218-229hal 5 a Avoidance conflict Pada awal-awal bulan pertama menikah, pasangan ini mengaku bahwa perselisihan dan pertengkaran sangat jarang terjadi. Awal menikah keduanya mengaku merasa senang dan masih romantis sehingga masalah pun terhindar dari mereka. Setelah memasuki usia 1 tahun pernikahan, masalah mulai muncul dalam rumah tangga mereka. Saat itu ibu S telah hamil anak pertama, tentunya biaya haruslah disediakan untuk mempersiapkan jelang kelahiran anak mereka tersebut. Namun saat itu penghasilan ibu S sebagai seorang PNS belum begitu banyak, selain itu hasil sawah yang digarap oleh sang suami hanya cukup untuk makan mereka saja. Oleh karena itu, saat hendak mengadakan syukuran anak pertama tentu menjadi pertimbangan yang besar untuk dilakukan. Kesedihan dan kekesalan dirasakan oleh ibu S, namun ia tidak melampiaskannya dan hanya ia pendam di dalam hati karena tidak ingin menjadikannya suatu masalah yang serius. Universitas Sumatera Utara “Kalau masalah saat itu pasti ada ya. Namanya setiap bulan itu kita harus bayar momongan, sedangkan kayak macam ibu hanya penghasilan dari PNS dan hasil sawah pun belum seberapa hanya cukup makan.” RC.W2b.388-395hal 9 “Mengeluh dalam hati pasti ya, kok gak ada lah duit kami ini gitu. Tapi ya namanya uda hidup kayak gitu. Tapi memang saat itu gak ibu tunjukkan sama om. Gak mau jadi masalah.” RC.W2b.402-408hal 9-10 Secara umum keuangan pasangan ini diatur oleh istri, sehingga bapak K tidak mengetahui kondisi keuangan mereka. Suatu hari sang istri pernah memarahinya. Menurut bapak K, kemarahan sang istri kemungkinan dikarenakan masalah ekonomi. Saat sang istri mengomel dan marah-marah kepadanya, bapak K hanya diam tidak melawan sang istri. Hal tersebut menimbulkan kegaduhan akan tetapi bapak K yang pada saat itu tidak tahu menahu atas permasalahannya memilih diam saja, tidak melawan atau pun menyerang balik sang istri. “…….Oh pernah sekali ntah apa itu kan, dia marah-marah. Mungkin masalah uang juga kali ya. Memang kebutuhan anak pertama ini uda disiapkan, tapi ya namanya juga hidup kami pas-pasan kan, kayaknya masalah itu juga. Karena saya juga gak tau menau masalah keuangan kan. Tapi ya ada itu dia marah. Biasa ya kalau apa dia sering marah lah……” RD.W3b.1238-1250hal 25 “Ya saya ya diam aja lah.” RD.W3b.1253hal 25 Pada dasarnya, rata-rata metode avidance ini banyak muncul pada bapak K setiap mengalami perselisihan dengan istrinya. Memasuki usia 7 tahun pernikahan hingga sekarang, diakui bahwa konflik banyak terjadi dalam rumah tangga mereka. Masa-masa itu ketiga anak mereka sudah besar dan tentunya sebagai anak laki-laki cenderung akan lebih menunjukkan sikap keras dan nakal. Ketika anak mereka nakal, sang istri cenderung memukul si anak sementara itu bapak K Universitas Sumatera Utara sendiri tidak ingin jika anak mereka dimarahi atau dipukul. Hal ini akhirnya memicu pertengkaran antara keduanya dimana sang istri memarahi bapak K. Saat dimarahi sang istri, ia hanya diam saja tidak melawan dan memilih pergi ke warung meninggalkan sang istri. “…..karena masalah anak itu kadang bandel satu mukul atau marahin yang satu lag i kan menyayangi.” RD.W1b.75-78hal 2 “Jangan dibela-bela kalau anak katanya, nanti manja. Memang iya, tapi kalau dimarahi gitu kan lama- lama jadi apa dia, bisa jadi takut….jadi bodoh.” RD.W1b.133-137hal 3 “Ya saya ya kadang sangkin jengkelnya saya tinggalkan ke warung. Kalau dilayani nanti kan bisa jadi panjang kan payah. Bagus ada yang mengalah dan kadang memang saya yang selalu mengalah.” RD.W1b.107-114hal 3 Bapak K mengaku selalu lalai dalam pekerjaannya dimana terkadang setiap ada pekerjaan yang seharusnya dilakukan hari itu pada akhirnya tidak dikerjakan. Hal ini tentunya membuat sang istri menegur dan memarahinya. Saat dimarahi oleh sang istri, bapak K hanya diam saja dan justru pergi meninggalkan istrinya ke warung. Ia berharap bahwa sang istri tidak terlalu berlebihan dalam bertindak atas dirinya yang terkadang membuat dirinya selalu dimarahi. “…..masalah-masalah seperti kerjaan kadang kan. Kadang saya kan banyak lengahnya, seperti itu tertawa. Orang saya kerjanya petani ya kan, di sawah, jadi kadang gak ditengokan padi itu nanti dia marah juga.” RD.W1b.155-162hal 4 “Kalau saya ya…umpanyanya ya jangan selalu apa kali. Biasa-biasa aja maunya kan. Memang ya beda lah, setidaknya dia kan usahanya ya lebih besar dari saya. Cuma dia pun ya gak beda-bedakan. Cuma kalau sering saya Universitas Sumatera Utara sering lalai pekerjaan kan marah juga dia, sering pun. Yang disuruh kerjakan kadang gak saya kerjakan. RD.W1b.201-212hal 5 “Diam aja, gak ada lah.” RD.W1b.165hal 4 “Paling pun ke warung.” RD.W1b.169hal 4 Menurut bapak K, pasangannya tersebut memang merupakan tipe orang yang keras dan tegas. Setiap pekerjaan yang bisa dikerjakan hari itu maka harus diselesaikan pada hari itu juga. Sifat dari sang istri tersebut tentu saja berpengaruh kepada bapak K. Saat itu sang istri menyuruhnya untuk mengupas kelapa, tetapi tidak segera dilakukan oleh bapak K. Jam demi jam ia lewatkan dan akhirnya hari itu juga ia lupa mengupas kelapa tersebut. Akhirnya ibu S memarahinya dan karena sudah selalu dimarahi oleh sang istri, bapak K pun hanya diam saja membiarkan sang istri mengomel. “Iya berbeda lah. Kalau sifat dia itu disitu disuruhnya misalnya nyuruh ngupas kelapa, harus dikupas katanya nantikan biar enak kalau mau apa-apa. tapi kadang saya ya lupa, udah merepet. Nanti ya saya pun dengarkan repetannya. Uda capek dirasanya mengomel uda diam dia.” RD.W1b.222-231hal 5 Perselisihan lain yang dialami oleh bapak K baru-baru ini adalah saat sedang menghidang makanan. Ibu S sedang sibuk menghidang makanan karena memang pada waktu itu sudah waktunya untuk makan malam. Namun saat sang istri sedang sibuk menghidang makanan, ia hanya diam saja tidak membantu. Melihat sikap bapak K yang sepertinya tidak peduli tersebut membuat sang istri marah dan mengomel kepadanya. Ia pun segera membantu menyiapkan makanan saat setelah ditegur oleh sang istri. Universitas Sumatera Utara “Kadang dibilang……hmmm tentang-tentang makanan gitu kadang awak marah juga. Kayak cemana dibilang, kayak…umpanyanya ntah mau makan gitu kan, ngidangi makanan itu awak pun gak ikut bantuin malah sibuk apa gitu kadang dia merepet. Padahal cuma gitu aja kan.” RD.W2b.653-663hal 15 “Diam aja lah ya, sambil….ya diam aja lah sambil bantu-bantu juga.” RD.W2b.674-676hal 15 Pada pasangan ini, segala hal yang berkaitan dengan keuangan diatur oleh ibu S. Pada dasarnya setiap pemasukan, pengeluaran bahkan kebutuhan- kebutuhan bapak K dan anak-anaknya juga diatur oleh sang istri. Sejak awal memang sudah disepakati bahwa keuangan dikendalikan oleh istri. Suatu hari bapak K bertanya kepada istrinya mengenai kondisi keuangan mereka yang sudah menipis. Kemudian sang istri menjawabnya dengan kasar bahkan menyuruh dirinya yang mengatur keuangan. Saat mendengar sang istri marah-marah kepadanya, bapak K pun langsung diam dan tidak mempertanyakan lagi mengenai kondisi keuangan tersebut. “…….semua uang itu dia yang mengelolah. Awak asal uda dapat gaji itu dikasih ke dia. Itu dia lah yang megang. Karena pernah juga saya tanya, uang ini habis ini habis. Pernah juga dia merepet. Kalau gak abah aja lah yang megang duit, yang belanja, katanya gitu.” RD.W2b.939-948hal 20-21 “Ya diam aja lah, gak ngomong.” RD.W2b.951hal 21 Seiring perjalanan kehidupan pernikahan rumah tangga mereka, perkembangan anak pun semakin terlihat. Dua orang anak mereka yaitu anak pertama dan kedua telah bersekolah di pesantren, sehingga saat ini bapak K dan ibu S hanya tinggal bersama anak bungsu mereka. Sekarang anak ketiga mereka sudah menginjak usia 11 tahun. Diakui oleh pasangan ini bahwa sang anak sedikit Universitas Sumatera Utara nakal dan sulit diatur. Suatu hari saat hari sudah menjelang maghrib, anak ketiga pasangan ini masih asyik main di luar sehingga sulit untuk disuruh pulang. Hal ini membuat ibu S marah dan berteriak-teriak memanggil si anak namun anak mereka tidak juga mau pulang. Akhirnya ibu S marah dan sang suami pun terkena imbas kemarahan ibu S dan hanya pasrah diam tanpa melawannya. “Kadang apa. Disuruh kadang gak mau, bukan suruh kerja, suruh mandi aja kadang payah.” RD.W3b.1266-1268hal 25 “Gak mau, malah betah juga main-main juga. Nanti merepet mamaknya. Uda marahlah. Semua dimarahi.” RD.W3b.1279-1282hal 26 “Diam aja lah.” RD.W3b.1292hal 26 Konflik terakhir yang terjadi pada bapak K yang akhirnya memunculkan sikap avoidance saat berselisih faham dengan sang istri adalah saat bapak K tidak melakukan pekerjaan apa pun ketika di rumah. Saat itu sang istri baru saja pulang kerja, dan tentunya dalam keadaan capek dan lapar. Ketika hendak makan, sang istri melihat tidak ada sayur di hidangan meja makan. Saat itu ibu S kesal dan memarahi dirinya. Seperti biasa ia pun hanya diam dan pergi membeli sayur keluar tanpa berfikir panjang lagi. “Kayak tadi juga nih, baru pulang rapat dia, sayur tak ada, merepet dia. Ya pulak tak bilang dia nya. Awak ya mana tau. Terus dijawabnya, apa musti dibilang kalau uda kayak-kayak gitu ya uda tau lah seharusnya. Gitu kan, ya awak mana tau. Pikirnya pulak hanya makan sama ikan aja, ya mana kepikiran beli sayur.” RD.W3b.1579-1589hal 32 “Terpaksa lah awak pergi beli sayurnya. Uda itu aja…..” RD.W3b.1591-1592hal 32 Universitas Sumatera Utara b Ventilation and catharsis conflict Ventilation and catharsis merupakan metode konflik dimana pasangan mencoba menyalurkan emosi negatif mereka dengan melakukan aktifitas lain seperti berteriak, bernyanyi, bekerja dan yang lainnya. Banyak pasangan yang mencoba melakukan hal ini saat mereka sedang merasa kesal atau berkonflik dengan pasangannya. Sama halnya dengan pasangan ibu S dan bapak K. Walaupun diakui bahwa hanya sekali didapati pasangan ini melakukan tindakan seperti yang dijelaskan sebelumnya dan hal ini hanya terjadi kepada ibu S. Kejadian ini terjadi sekitar 7 tahun usia pernikahan hingga sekarang. Suatu hari ibu S sedang sibuk-sibuknya mengerjakan pekerjaan rumah dan berharap sang suami membantunya bersih-bersih ataupun mengerjakan pekerjaan lainnya. Akan tetapi yang terjadi adalah sang suami hanya duduk diam tanpa berusaha membantu ibu S. Rasa kesal dan jengkel muncul pada ibu S sehingga membuatnya marah hingga membanting pintu dengan keras saat menutup pintu depan rumah mereka. “Paling jengkel kalau ibu lagi sibuk kalau uda capek, dia duduk. Nahhhh datanglah geram ibu.” RC.W2b.805-808hal 18 “Kadang kalau ibu mau nutup pintu ibu bantingkan.” RC.W2b.810-811hal 18 c Constructive and destructive conflict Konflik rumah tangga merupakan hal yang wajar dialami oleh setiap pasangan menikah. Begitupun dengan pasangan ibu S dan bapak K, keduanya mengaku bahwa masalah yang terjadi dalam rumah tangga mereka adalah suatu Universitas Sumatera Utara hal yang wajar terjadi. Terlebih keduanya mengaku bahwa dalam rumah tangga mereka tidak pernah ditemukan konflik besar yang pada akhirnya menimbulkan kegaduhan yang sangat besar. “Kalau konflik itu ya pasti ada. Kayak ibu lah, cuma konflik kami ini mudah-mudahan belum pernah diketahui tetangga. Memang pernah gaduh kan, bertengkar pasti ada lah, tapi kalau untuk membantingkan, memecahkan ataupun menghancurkan barang itu gak ada. Paling diam kami. Gak saling tegur menegur.” RC.W1b.218-229hal 5 1. Constructive conflict Secara teori constructive conflict merupakan metode dimana pasangan menghadapi masalah rumah tangga yang terjadi secara positif dan mencoba lebih memahami dan menerima solusi untuk dipertimbangkan agar dapat meminimalisir emosi negatif yang muncul. Tentunya setiap pasangan berharap bisa melakukan hal ini ketika sedang bermasalah dengan pasangannya. Begitu juga dengan pasangan ini, dimana keduanya dijumpai pernah melakukan hal tersebut ketika sedang mengalami masalah rumah tangga. Konflik ini muncul saat ketiga anak mereka sudah semakin besar dan kebutuhan mereka yang semakin banyak. Dari penghasilan sebagai PNS dan petani, keduanya harus mencukupi hidup keluarga mereka baik itu makanan, pakaian, hingga biaya sekolah yang tentunya tidak sedikit. Hal ini terjadi ketika anak meminta uang untuk keperluan sekolah mereka yang lumayan besar. Saat itulah ibu S dan suami mencoba mencari solusi dalam mengatasi masalah keuangan mereka. Ibu S yang memegang kendali keuangan keluarga mencoba Universitas Sumatera Utara mencari alternatif dengan mencari pinjaman uang kepada tetangga apabila ternyata simpanan uang mereka tidak mencukupi. “Ya kalau sekarang ini kan karena uda besar anak ya ekonomi untuk anak lah.” RC.W1b.264-266?hal 6 “Ya kalau pas anak butuh uang sekolah. Semuanya kan harus daftar ulang, ujung tahun biasanya tuh kami selalu bermasalah. Mencari uang untuk daftar ulang.” RC.W1b.269-274hal 6 “Mencoba dicari-cari lah. Kalau gak ada lagi dari yang kita punya ya terpaksalah pinjam-pinjam uang. Kalau masih kecil dulu mereka, ya namanya untuk anak ya saat butuh uang banyak jual-jual yang kita punyai lah kan.” RC.W1b.278-285hal 6 Masalah lainnya yang memunculkan perilaku positif saat menghadapi konflik adalah saat ibu S marah karena sayur yang dibeli tidak sesuai banyaknya dengan harganya. Hal ini dialami oleh bapak K, dimana sang istri saat itu tidak masak dan memutuskan untuk membeli sayur di luar dengan memesannya terlebih dahulu. Kenyataannya, sayur yang ia pesan tidak sebanyak seperti biasanya sehingga tidak akan cukup untuk makan mereka. Akhirnya sang istri marah dan mengomel karena kesal. Bapak K mencoba untuk menenangkan istrinya tersebut dengan memberinya pemahaman bahwa kemungkinan sayur yang dibeli mereka sudah habis terjual dan tersisa sedikit. “Ya kayak baru-baru ini aja, sekedar marah aja sih dianya. Jadi uda nitip beli sayur kan, terus pas diambil kok ya sayurnya sedikit sekali. Ya marah ibunya. Itu kebetulan yang ambil sayurnya si D. sedikit lah sayur yang dibelinya, kita untuk makan 4 orang disini, sayurnya ya seukuran untuk makan 2 orang ya mana cukup. Disitu merepet ibunya. Merepetnya ya bukan sama siapa- siapa. Kesal aja dianya. Tapi ya kena kami.” RD.W3b.1557-1571hal 31-32 Universitas Sumatera Utara “Saya ya diam. Paling bilang, yaudah lah namanya juga mungkin habis sayurnya jadi tinggal segitu.Kita cari aja kan ditempat lain siapa tau masih ada yang jual sayurnya.” RD.W3b.1574-1579hal 32 2. Destructive conflict Metode ini merupakan yang paling tidak baik dan cenderung kasar, karena individu cenderung menyerang ataupun menghina pasangannya saat sedang berkonflik. Pada pasangan II ini, metode destructive cenderung banyak dijumpai pada ibu S dibandingkan dengan bapak K. Hal ini berawal dari kelahiran anak pertama mereka. Saat itu pernikahan mereka berusia sekitar 1-3 tahun. Sejak kelahiran anak pertama hingga berusia 2 tahun, bapak K bekerja sebagai penjual roti dan penghasilan dari jualan tersebut dirasa kurang meyakinkan untuk mencukupi penambahan biaya hidup mereka yang saat itu semakin banyak seperti susu, pakaian, dll. Akhirnya bapak K memutuskan untuk berhenti berjualan roti. Adanya rasa kesal membuat ibu S cenderung memarahi sang suami dan menyuruhnya mencari pekerjaan yang lebih baik lagi agar bisa membantu mencukupi kehidupun mereka. “Iya jual roti sampai setahun atau dua tahun si H itu lah, terus roti pun ya….sebenarnya gimana ya kalau rezeki itu dapatnya, tapi ya siapapun pasti gak bakal cukup hanya dengan mengandalkan jual roti itu kan dengan posisi yang susu mau dibeli, pakaian si anak juga, makin berat dirasa terus cari-cari jualan lain lah seperti jual ikan..” RC.W2b.424-435hal 10 “Rasa jengkel ada kan pastinya, marah-marah kan. Namanya juga kesal, jengkel, siapa yang gak jengekel kan. Kalau berantam kami pun uda bilang dari awal kan, kalau kayak cakar-cakaran itu gak ada. Paling kami berantamnya itu ya adu mulut dikit, ya keluarkan unek-unek kan merepet ibu.” RC.W2b.442-452hal 10 Universitas Sumatera Utara Memasuki usia sekitar 4-6 tahun, ibu S kembali mengaku mengalami masalah yang menyebabkan dirinya harus marah-marah kepada sang suami. Saat itu adalah masa ibu S hamil anak kedua, selain itu juga ia harus bekerja dan berkuliah. Kelahiran anak kedua pada tahun 1999 semakin dirasakan berat olehnya dan keluarga. Bagi ibu S, karena saat itu ia memutuskan untuk kuliah maka secara otomatis kebutuhan hidup semakin bertambah besar. Namun untuk dapat menyeimbangkan pemasukan dengan pengeluaran, maka ibu S tetap bekerja disamping menjalankan kuliah. Saat masa inilah ibu S mengalami banyak stres. Saat itu dirinya mengaku selalu bertengkar dengan sang suami dikarenakan kondisinya yang capek dan pikirian yang terbagi dua antara kerja dan kuliah. Perasaan kesal dan marah pun dilampiaskan ibu S kepada sang suami dengan mengomel dan marah-marah. “Itulah sedih kali hidup kami. Mana uang kuliah, mana si I mau dimomong, mana ya si H anak pertama pada saat itu masuk TK, itu dia TK sore itu kan jadi ibu bawa- bawa dia.” RC.W2b.598-603hal 13 “….ibu kuliah 3 kali seminggu. Pulang kerja baru masuk kuliah. Pulang sore lah jadinya kan. Ya namanya untuk momongkan anak pastikan satu harian itu. Itu uangnya pun kita tambah, kan gitu. Beratlah tanggungan, tapi ya dijalanilah. Bersakit-sakitnya pun d ijalani.” RC.W2b.606-615hal 14 “Ya…..cemana nih dikatakan ya. Dikatakan ya berantam ya ada-ada pun gitu aja. Ada yang dibahas ya dibahas, ibu pun rasa kesal pasti ada. Marah ya marah juga lah terlampiaskan. Orang awak capek kan, harus kerja, kuliah. Saat itu juga mau momongkan anak, pastinya butuh biaya juga kan. Tapi kondisi keuangan malah gak apa namanya itu gak gak mendukung, nah itu. Jadi nanti kalau cekcok gitu ada lah.” RC.W2b.618-631hal 14 Universitas Sumatera Utara Ibu S merupakan tipikal orang yang pekerja keras. Apabila ada waktu luang, sebisa mungkin dimanfaatkannya untuk menghasilkan uang. Sifat ini juga ia terapkan kepada sang suami. Ibu S akan cenderung marah jika ada yang dilihatnya bersantai-santai sementara ada pekerjaan menumpuk yang hendak dikerjakan pada hari itu juga. Suatu hari ibu S pulang dari kerja dengan keadaan capek dan letih. Ia melihat sang suami bermalas-malasan tiduran di rumah. Sementara sebenarnya banyak pekerjaan yang bisa dikerjakan oleh sang suami saat ia tidak ada kegiatan. Ibu S pun kesal dan memarahi suaminya. “Kalau kita pulang capek, eh dia malah tiduran ya ibu marah. Awak uda kesal ya kan tau-tau yang didatangi malah tidur pulak. Ihh geram lah, marah lah ibu sama dia enak aja dia kayak gitu” RC.W1b.300-306hal 7 Masalah lainnya yang membuat ibu S marah adalah karena bapak K tidak giat dalam bekerja. Ia ingin ketika sang suami bekerja, pekerjaan tersebut harus tuntas dikerjakan pada hari itu juga. Akan tetapi justru sang suami sering lengah dengan pekerjaannya. Selalunya ibu S menjumpai suaminya tidur di kamar daripada mengerjakan hal-hal yang bisa dikerjakannya. Hal inilah pada akhirnya memicu pertengkaran dimana ibu S memarahi sang suami. “Masalah apa ya…..kalau ibu memang ya dikatakan kalau umpanya kan kalau uda dimulai kalau kerjaan itu harus tuntas, selama ada waktu kerjakan. Jadi kalau dianya berleha-leha umpanya gitu kan hari ini gak ada kerjaan gitu misalnya dia gak ke sawah, kalau ada nampaknya ada yang gak terurus di belakang itu misalnya ngurus kandang bebek ya paling gak dikerjakan gitu. Kalau dia malah enak-enakan tiduran ya ibu marahi. Makanya kalau ada kerjaan itu kayak semalam lah ya dikerjain. Coba kalau dikerjain semalam kan hari ini uda tenang. Gitu lah. Nanti ibu marah sama dia kayak- kayak gitu lah.” RC.W2b.780-801hal 17-18 Universitas Sumatera Utara Hal yang terjadi lainnya adalah saat ibu S pulang kerja dan melihat kondisi rumah yang berantakan tidak terurus. Ibu S memarahi dan mengomel kepada suaminya karena tidak berupaya untuk membersihkan rumah. Selain itu juga kekesalannya semakin bertambah saat melihat anak-anaknya yang nakal dan sulit diatur untuk mandi sore. Tentu kekesalan yang muncul semakin besar dan semakin membuat ibu S marah. “Ya pernah. Ya marah. Tapi ya seringnya om itu kalau dimarahi diam, ibu merepet aja. Capek lah dah, capek, malah anak lagi, kadang ya rumah gak keurus. Ya uda dibiarkan aja. Om pun gak bangsa orang yang rapi atau bersih itu gak palah yang penting makanan ada tersedia.” RC.W2b.751-760hal 16-17 Ternyata sikap marah-marah tidak hanya dirasakan dan dialami oleh ibu S saja tetapi juga dialami oleh bapak K. Hal ini sama kondisinya dengan kejadian yang sebelumnya namun diwaktu yang berbeda. Bapak K sedang capek karena baru beraktifitas di luar begitu pun dengan sang istri. Saat tiba di rumah, sang istri melihat kondisi rumahnya berantakan dan hal ini membuat dirinya marah-marah. Merasa dalam kondisi yang sama-sama capek dan jengkel, bapak K juga ikut marah-marah kepada sang istri. “Merepetnya itu kalau dia uda kesal, kerjaan di rumah ntah seperti piring k otor, pakaian berserak, mana kadang jemuran belum diangkat. Gitu.” RD.W3b.1339-1343hal 27 “Pernah pun paling sekali cuma bantah gini, alaaaahh masalah gitu aja pun recok. Gitu.” RD.W3b.1346-1348hal 27 “Marah iya. Awak pun jengkel juga, awak pun capek ya kan. Orang kerjaan gitu aja kok marah, kan masih bisa dikerjakan juga. Kan sering juga awak bantu- bantu juga.” RD.W3b.1362-1367hal 27 Universitas Sumatera Utara Rata-rata memang diakui bahwa masalah-masalah yang terjadi dalam rumah tangga pada pasangan ini adalah karena masalah yang sederhana. Masalah ini sebenarnya tidak besar namun memunculkan perselisihan. Suatu hari ibu S baru pulang dari dokter gigi mengantar anak bungsunya berobat. Sepulang dari dokter gigi ibu S menyuruh anaknya mengambil sayur yang sebelumnya sudah dipesannya. Merasa karena sudah memesan sayur dari awal membuat ibu S tidak terlalu khawatir untuk tidak kebagian sayur. Ketika melihat sang anak pulang dengan membawa sayur pesanannya, spontan ibu S berteriak dan memarahi anaknya. Pasalnya besar bungkusan sayur yang dibawa sang anak jauh di luar dugaannya. Sayur tersebut sangat sedikit, tidak sebanding dengan harga yang dipesan oleh ibu S sebelumnya. Mendengar penjelasan dari sang anak bahwa sayurnya sudah habis membuat ibu S semakin marah karena harusnya si penjual sayur menyisakan sayur tersebut untuk dirinya. Kemarahan ibu S saat itu tidak hanya kepada si penjual sayur tetapi juga kepada orang-orang yang ada di rumah termasuk sang suami. Selain itu juga, masih berkaitan dengan tema yang sama dimana ibu S mengaku kesal dengan suaminya sehingga memarahinya karena tidak berinisiatif membeli sayur saat dirinya sedang bekerja. Bapak K hanya tiduran di rumah dan tidak berfikir untuk membeli sayur karena sang suami mengira hanya makan dengan lauk saja. Saat pulang kerja, ibu S mendapati meja makan yang tidak dilengkapi dengan sayur. Ia pun memarahi sang suami. Tanpa berpikir panjang sang suami pun pergi ke luar untuk membeli sayur. Universitas Sumatera Utara “Waktu itu ibu kemana ya……ibu ke dokter gigi iya. Sebelum pergi kan uda pesan sayur, katanya sayurnya apa itu daun ubi sama soto. Jadi rupanya sayur ubinya tinggal dikit lagi waktu itu diambil sama orang lain. Jadi tinggal soto, eh malah sotonya itu tinggal tiga ribu. Itu saat itu si D yang beli itu. Ya mana cukup untuk kami makan. Ya ibu saat itu merepet lah orang uda pesan kok malah dapatnya dikit kayak gini. Hmmmm kena ke orang rumah, padahal sih ibu merepet aja nya. Ya uda lah ayahnya keluar beli urap kalau gak salah ya.” RC.W3b.932-950hal 21 “Tadi ibu pergi ke acara KADARKUM, memperingati hari kesadaran hukum. Jadi ibu pergi belum sempat nyayur. Ikan juga tinggal sedikit lagi, ibu pun lupa pesan. Orang ini pun tak ada akal mau beli. Ya ini pulang- pulang uda panas, uda lelah, enak bapaknya tidur. Ibu bilanglah, ooohhh mau makan, makan apa lah. Itu lah ibu bilang ke dia. Terus pergi dia nyari sayur.” RC.W3b.975-987hal 22 Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa ibu S adalah seorang pekerja keras. Selain bekerja sebagai PNS, ibu S juga memiliki pekerjaan lain yaitu menjual pakaian dan angsuran keliling. Saat ia pulang dari berjualan, ia menemukan pakaian yang tadi pagi dijemur belum terlipat, piring berserakan dan pada akhirnya hal ini membuat ibu S marah-marah kepada sang suami. Pasalnya saat itu sang suami sedang berada di rumah dan tidak melakukan apa-apa. “Udahlah capek…..ya namanya jualan kan ya pasti capek loh. Ngomong aja capek, letih. Itu nanti pulang nampaklah cucian belum berlipat, iya ada nenek disini masih ada yang lipat. Sebelumnya ya gak ada kayak gitu, malah cucian belum dilipat, mana piring berserak, ya jadinya merepet ke bapak. Ya bapak lah jadinya yang kena marah sama ibu. Bapak lah yang ngelipatin cucian itu jadinya. Ya kita pun kerja sama lah, awak pun capek kan. Ya cemana ya, sama-sama lah. Dia p un ngertinya.” RC.W3b.1125-1141hal 23 Ibu S memiliki 3 orang anak laki-laki, anak pertama SMA di salah satu pesantren di kota Medan begitupun anak kedua yang masih duduk di bangku SMP, sementara anak ketiga masih duduk di bangku SD. Satu tahun yang lalu ibu Universitas Sumatera Utara S harus menerima kenyataanbahwa anak pertamanya mendapat hukuman karena telah lancang bergabung dengan santri perempuan saat acara buka puasa bersama teman-temannya saat libur sekolah. Dalam Pesantren, hal ini sangat dilarang oleh para santri dan santriwati untuk bergabung dalam satu ruangan. Saat pihak sekolah mengetahui bahwa mereka bersama-sama berkumpul dalam acara buka puasa, sang anak pun selalu terlihat gelisah dan menyendiri. Akhirnya pada saat liburan usai sang anak kembali ke pesantren. Ibu S mendapat kabar bahwa anaknya digundul karena hukuman. Mendengar sang anak mendapat hukuman, spontan membuat ibu S kaget karena kejadian itu dirasa sangat wajar oleh ibu S. Saat itu ibu S pun merasa kesal dan marah. Kemarahan ibu S tertuju kepada pihak sekolah dan pastinya kepada sang suami karena tidak sensitif dengan kelakuan yang ditunjukkan sang anak saat berada di rumah. “Pulang dari libur, orang itu kan uda besar. Kalau libur kan pulang ke rumah masing-masing, gak perlu kami jemput lagi. Itu terjadi 1 tahun yang lalu pas hari raya semalam. Uda kelas 5 dia, SMA kan uda lajang kan. Jadi pulang, memang dia bilang sama awak, mak awak nginap tempat kawan. Dia bilang sama ibu kan mau nginap tempat kawannya. Betul memang, jadi rupanya mereka itu mau buka bersama sebenarnya tapi di rumah cewek dan memang orang itu satu group drumband. Jadi diajak buka bersama. Difikir orang si H ini, kawannya yang cewek ini uda bilang sama orang tuanya. Jadi pas sampe orang itu uda sore, ya mamak si cewek itu bingung lah, sibuk sana sini orang gak ada kabar-kabari. Rupanya mau buka puasa, si mamak ini nyuruh anaknya beli kue. Pergi lah anaknya beli kue naik kereta. Pulang dari beli kue disenggol jatuh dari kereta. Jatuhnya cuman licet aja ininya mata kakinya. Cuma karena manja ini kayaknya si anaknya ini, di kamar ajalah dia. Orang ini pun buka katanya gak genah lagi. Rupanya si bapak cewek ini agak malam pulangnya. Ada masalah pulak di kantor si bapak nih tadi. Pulang ke rumah eh ditengok anaknya tadi di dalam kamar, dibilang kecelakaan. Terkejut lah bapaknya ini tadi, terus naik darah bapaknya, ngamuk. Marahlah bapaknya disitu. Terus nelepon ustad. Jadi singkat cerita diadukan lah kok bisa santri putra sama santri putri bersatu.” RC.W3b.1251-1300hal 25-26 Universitas Sumatera Utara “Jadi, pulang lah H ke rumah setelah kejadian itu. Ibu memang perhatikan dia itu uring-uringan aja. Nampak gak tenang lah dia, tapi gak ada pula dia cerita. Masuk lagi ke pesantren, disitu lah mereka kena sidang akhirnya dihukum lah digunduli. Ibu memang uda wanti-wanti sama H jangan sampe mamak jumpai kau gundul ya. Eh dia digunduli. Itu juga mungkin kan yang ditakutinya. Ada pula sesama orang tua santri ngadu ke awak, dibilangnya kalau anak kita digundul. Awak ya kaget, kok tiba-tiba, ada apa ini. Ditanya- ditanya, pada akhirnya dapatlah cerita itu. Ya marah awak, lantaran dapat kabar dari orang dan mendadak kan. Marahnya sebenarnya sama si orang tua cewek itu, sama si H pun kesal juga. Ibu lah di rumah jadinya marah- marah karena pikiran anak tadi kan, om lah jadinya yang kena marahan ibu.” RC.W3b.1303-1331hal 27 “Apanya orang ini, anak awak pun gak tau apa-apa dihukum. Bisa pula kayak gitu. Ayah pun bukannya tau kenapa anak kemaren terlihat ada masalah atau gak. Gitu- gitu lah ibu bilang.” RC.W3b.1334-1340hal 27 Selain masalah yang terjadi karena anak pertama, anak ketiga juga pernah membuat ibu S marah dan berimbas kepada sang suami. Ibu S pernah marah kepada sang suami, dimana saat ia pulang ke rumah ia melihat anak bungsunya masih main di luar sehingga belum makan siang. Saat itu yang sedang berada di rumah adalah bapak K, ibu S pun memarahi suaminya karena telah membiarkan anaknya main di luar hingga lupa makan siang. “Kalau memang yang nakal dari ketiga ini D.” RC.W3b.1400-1401hal 29 “Ya banyaklah anak. Gak makan aja pun marah. Kayak tadi ibu pulang, marah ibu sama bapaknya uda jam setengah dua kok gak ditengok anaknya belum makan. Dicarii anakanya, pulang si D.” RC.W3b.1406-1412hal 29 “Iya, ibu marah sama om. Ya namanya dia yang di rumah. Kalau ibu yang di rumah gak mungkin ibu marah sama dia.” RC.W3b.1414-1417hal 29 Universitas Sumatera Utara 3 Sumber-sumber konflik pernikahan pada pasangan II Pada dasarnya setiap konflik rumah tangga yang terjadi pada setiap pasangan selalu terdapat sumber yang melatarbelakanginya. Hal ini juga diakui oleh ibu S dan bapak K bahwa konflik yang mereka alami ada sumber yang melatarbelakanginya. Berbagai sumber muncul yang pada akhirnya menyebabkan konflik yang tidak dapat dihindari. Bapak K berpendapat bahwa konflik yang terjadi pada mereka kebanyakan muncul semenjak mereka memiliki anak. Begitupun ibu S juga memiliki pendapat yang sama, walaupun disepanjang rentang kehidupan pernikahan mereka juga terdapat sumber lain yang menyebabkan konflik dalam rumah tangga pasangan ini. “Konflik itu om rasa muncul sesudah punya anak.” RD.W1b.72-73hal 2 “Itu kalau yang selalunya rata-rata rasa ibu konflik itu terjadi saat uda adanya anak.” RC.W1b.124-126hal 3

a. Sumber pribadi