Jadwal pelaksanaan wawancara Responden B suami a. Identitas diri

b. Jadwal pelaksanaan wawancara

Tabel 2. Jadwal wawancara responden B No Tanggal Wawancara Waktu Wawancara Tempat Wawancara 1 04 Maret 2012 13.15 WIB – 14.10 WIB Perbaungan 2 18 Maret 2012 14.00 WIB – 14.45 WIB Perbaungan 3 25 Maret 2012 13.45 WIB – 14.30 WIB Perbaungan

c. Data observasi

Bang I adalah responden selanjutnya setelah peneliti melakukan wawancara kepada kak F. Pada hari yang sama wawancara dilakukan kepada bang I yang juga berlokasi sama yaitu di ruang tamu rumah responden. Hari itu bang I mengenakan kaos berwarna orange dan celana pendek selutut. Ia tampak baru saja melakukan aktivitas yang cukup berat di luar karena terlihat dari kondisi fisiknya yang berkeringatan dan cukup kotor. Saat ditanya, bang I ternyata baru selesai makan siang setelah ia berladang di belakang. Sikap yang ditunjukkan bang I di awal pertemuan wawancara ini ternyata tidak seperti yang diduga oleh peneliti, dimana awalnya peneliti beranggapan responden akan kaku dan tertutup. Bang I cukup menunjukkan keterbukaannya dan bersahabat dalam menjalani wawancara pada siang itu. Bang I adalah seorang suami dari kak F. Paras wajahnya menunjukkan ia jauh lebih tua dari istrinya. Hal ini terbukti dari garis-garis keriputan di wajah sekitar mata dan pipinya yang menunjukkan ia seperti seseorang yang sudah berusia 45 tahun ke atas. Postur tubuh bang I juga lebih pendek dari kak F. dapat diperkirakan oleh peneliti, bang I memiliki tinggi sekitar 160 cm dan berat 53 kg. Universitas Sumatera Utara Awal dilakukannya wawancara sama seperti yang sebelumnya dilakukan peneliti kepada kak F. Peneliti menjelaskan ulang mengenai tujuan dari wawancara yang akan dilakukan dan meminta izin kepada responden untuk menggunakan handphone sebagai alat perekam. Bang I tampak santai dengan posisi duduk menyandar ke dinding dekat pintu. Saat itu posisi duduk bang I dekat dengan pintu luar, sehingga agak sedikit terdengan suara orang-orang yang sedang berkumpul di halaman rumahnya ditambah lagi dengan adanya suara TV yang dihidupkan oleh anak responden. Dalam hal ini, peneliti mencoba untuk memahami setiap perkataan yang diucapkan oleh bang I. Bang I terlihat tidak keberatan untuk menceritakan seputar kehidupan pernikahannya, walaupun sebenarnya di hari itu masih banyak hal-hal yang belum terungkap dari bang I karena pembangunan rapport yang masih kurang baik dilakukan oleh peneliti sehingga dirinya masih sedikit menutupi seputar kehidupan rumah tangganya bersama sang istri. Wawancara kedua kembali dilakukan dua minggu kemudian di rumah responden. Hari itu juga sama seperti sebelumnya, bang I mendapat giliran wawancara kedua setelah istrinya. Karena pada waktu itu bang I masih ada pekerjaan di rumah bibinya yaitu membangun dapur rumah sang bibi. Setelah menunggu sekitar 10 menit akhirnya bang I mendatangi peneliti. Bang I terlihat tidak bersih dan berkeringat, dengan kaos lengan panjangnya yang sedikit terkena olahan semen bangunan. Namun hal itu tidak menurunkan semangat bang I melakukan wawancara. Hari itu baru selesai hujan, sehingga kondisi di dalam rumah sedikit lebih teduh. Bang I menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang Universitas Sumatera Utara diajukan dengan cara menjawabnya yang masih terbata-bata. Saat peneliti bertanya mengenai hal-hal yang terjadi 2 minggu belakangan ini dengan antusias bang I menjawab dan menceritakan peristiwa yang terjadi kepada peneliti. Sesekali bang I diam saat ditanya dan mencoba untuk mengingat kembali masa- masa yang telah lalu yang ia jalankan dalam kehidupan rumah tangganya. Hari itu wawancara berjalan selama kurang lebih 45 menit. Wawancara ketiga dilakukan ditempat yang sama juga yaitu rumah responden, tepatnya di ruang tamu. Kali ini sedikit berbeda dari hari-hari yang sebelumnya, karena tanpa diduga sang istri kak F tiba-tiba ikut bergabung dalam wawancara itu. Sebelumnya, bang I masih terlihat baru saja selesai mengerjakan pekerjaannya membangun dapur rumah sang bibi. Namun kondisi fisik bang I tampak terlihat lebih bersih dari minggu sebelumnya. Saat wawancara berlangsung bang I menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti, tanpa canggung ataupun terganggu karena adanya sang istri di sebelahnya. Sesekali kak F menggoda bang I saat ia hendak menjawab pertanyaannya. Dengan posisi duduk bersender di atas lantai tanpa tikar, bang I dengan santai dan masih sedikit terbata-bata menceritakan kembali kisah kehidupan pernikahannya, bahkan ia juga mengulang beberapa jawaban yang dilontarkannya pada wawancara sebelumnya. Wawancara tersebut berlangsung selama 55 menit dan pada pertengahan sesi tersebut kak F pun menyerah dari tempat duduknya dan berjalan ke luar rumah meninggalkan peneliti dan responden. Hari itu wawancara berakhir dengan lancar. Universitas Sumatera Utara Secara umum, bang I memiliki kekhasan dalam menjawab pertanyaan dari penelitii. Ia terkesan gugup ketika sesi wawancara dimulai sehingga memperlihatkan gaya berbicara yang agak sedikit terbata-bata. Hal ini terlihat jelas ketika dalam keadaan santai ia terlihat lancar berbicara, namun berbeda saat sesi wawancara dilakukan. Akan tetapi, seiring perjalanan waktu rasa gugup bang I berkurang. Hal ini terlihat saat sesi wawancara kedua dan ketiga dimana ia sudah terlihat lebih santai dalam menjawab setiap pertanyaan dari peneliti, walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa kesan gugup yang ditunjukkan bang I masih sedikit terlihat. d. Data wawancara pasangan I Kak F dan Bang I 1 Latar belakang kehidupan pernikahan dan konflik-konflik yang terjadi pada pasangan I Sekitar 16 tahun yang lalu, bersatulah sepasang kekasih dalam sebuah ikatan pernikahan yang sakral di Perbaungan, Serdang Bedagai. Sang suami bernama Bang Indra bang I dan sang istri bernama Kak Fina kak F. Saat itu bang I sudah menginjak usia yang cukup matang untuk menikah, yaitu usia 33 tahun saat ia mempersunting kak F yang baru memasuki tahap perkembangan dewasa awal yaitu berusia 21 tahun. Bang I merupakan anak ke 3 dari 9 bersaudara yang berasal dari suku Jawa. Ia lahir dan dibesarkan di Perbaungan dengan keluarga yang berkecukupan, dimana untuk makan dan sekolah tidak perlu dikhawatirkan oleh bang I karena sang ayah mampu untuk membiayai semua kebutuhan anak- anaknya. Berbeda dengan kak F yang merupakan anak ke 3 dari 6 bersaudara Universitas Sumatera Utara yang berasal dari suku Batak Mandailing. Ia adalah anak perempuan yang paling besar di keluarganya. Ia hidup hanya dengan dibesarkan oleh sang ibu. Saat masih kecil, ayah kak F meninggal dunia karena suatu penyakit. Kehidupannya pun sangat memprihatinkan, ibunya hanya bisa mencukupi kehidupan untuk makan mereka sehari-hari. Namun untuk sekolah, kak F harus mencari uang sendiri untuk membiayai sekolahnya. Oleh karena itu, tidak heran jika ia hanya bisa bersekolah sampai sebatas tingkat SMP. Sebelum menikah, baik bang I maupun kak F sama-sama sudah bekerja. Bang I bekerja di showroom mobil Capella Medan dan kak F bekerja di pabrik Kompeksi Tekstil di Perbaungan. Saat itu keduanya memiliki penghasilan tetap sehingga tidak membuat ibu kak F ragu untuk menerima pinangan bang I menikahi putrinya, kak F. “…….saat pertama nikah bang I memang uda kerja. Kerjanya di showroom mobil Kapela, jual- jual mobil baru gitu kan” RA.W3b.1184-1188hal 23-24 “…….sebelum kawin itu kakak uda kerja…..” RA.W3b.1213-1214 hal 24 Sebenarnya bang I tidak mengizinkan kak F bekerja ketika mereka sudah menikah. Karena ia merasa bahwa setelah menikah suami lah yang bertanggung jawab untuk menghidupi keluarganya. Terlebih lagi saat itu bang I sudah memiliki pekerjaan tetap. Akan tetapi kak F tetap ingin melanjutkan pekerjaannya sebagai buruh pabrik tekstil, mengingat mereka belum memiliki anak pada saat itu. “…..cuma dia itu kan nyuruh kakak kalau nanti setelah kawin kakak disuruh berhenti kerja. Waktu itu kan dia masih kerja. Jadi kakak bilang nanti lah kalau uda punya anak. Kalau sekarang ini kan awak masih sendiri, jadi suntuk juga kan di rumah sendirian, makanya tetap kerja….” Universitas Sumatera Utara RA.W3b.1214-1222hal 24 Awal kehidupan pernikahan, keduanya tampak mesra dan mengaku tidak ada keributan yang terjadi. Saat itu pasangan ini masih tinggal bersama ibu kak F. Setiap pagi keduanya sibuk untuk bersiap-siap berangkat kerja. Sore hari keduanya bertemu kembali di rumah, namun terkadang bang I pulang kerja hingga malam hari sehingga intensitas bertemu keduanya tidaklah sesering pasangan lain pada umumnya. Akan tetapi hal ini tidak menjadikan masalah pada keduanya saat itu. “Kalau abang fikir ya biasa-biasa aja saat awal menikah. Ya gimana ya masih romantisnya…..lantaran gini, pagi kerja ya kan waktu itu. Sore kak F pulang kerja dan abang waktu kerja di medan itu pulang malam. Ya malam uda pulang dia ya uda tidur kadangnya kan. Nanti bangun ya nyediakan makanan kan, makan lah abang kan. Ya uda gitu ya ngobrol-ngobrol aja gitu. Makanya saat itu ya biasa- biasa aja abang bilang” RB.W3b.782-794hal 15-16 Setelah kurang lebih 7 bulan menikah, kabar gembira muncul dalam kehidupan pernikahan mereka. Kak F dikabarkan hamil dan saat itu mereka masih tinggal bersama ibu kak F. Setelah mencapai usia kandungan 7 bulan, akhirnya pasangan ini memutuskan untuk pindah ke rumah bibi bang I yang sebenarnya masih di daerah yang sama yaitu Gg.Manggis, Perbaungan. Alasan pasangan ini pindah adalah karena dekat dengan keluarga dari bang I, dimana di wilayah tersebut para tetangganya adalah keluarga besar dari bang I sendiri. Pertimbangan lainnya adalah lebih mempermudah untuk persalinan kak F kelak. “…..uda 7 bulan kakak hamil barulah kakak pindah ke rumah bibi bang I di sebelah rumah kakak ini…” RA.W3b.1160-1163hal 22 Universitas Sumatera Utara Tetapi kebahagian menanti kelahiran anak pertama ini diiringi dengan kesedihan dari kak F, karena beberapa bulan setelah dirinya dikabarkan hamil pasangan ini harus menerima kenyataan bahwa bang I tidak bekerja lagi di showroom mobil tempat ia bekerja sebelumnya. Ia di PHK karena saat itu terjadi krisis moneter sehingga mobil-mobil yang hendak diproduksi tidak masuk ke kantor mereka dan terjadi pengurangan karyawan. Saat itu juga bang I tidak memiliki pekerjaan tetap dan hanya bekerja serabutan. Tugas untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga pun telah diambil alih oleh kak F. Walaupun hamil, ia masih tetap bekerja mengumpulkan uang untuk biaya hidup dan melahirkan meskipun saat itu mereka tinggal bersama sang bibi. Saat-saat inilah mulai muncul berbagai masalah dalam kehidupan rumah tangga kak F dan bang I. “waktu itu dia gak kerja loh….” RA.W3b.1170-1171hal 23 “kakak saat itu ya biasa aja, mau gimana lagi coba. Maksudnya kalau dibilang marah atau kesal ada tapi gak sampai kakak marah kali ke dia atau gimana gitu. Karena rasanya saat itu kakak kan kerja lagian kebutuhan saat itu kan gak banyak kali” RA.W3b.1173-1180hal 23 “Iya, jadi sebenarnya gini, karena saat itu lagi krisis susah lah mobil masuk kan. Otomatis gak ada penjualan itu kan. Ya kalau gak ada penjualan gak begaji lah abang. Saat-saat kak F hamil lah krisis itu terjadi. Jadi istilahnya selama itu abang gak nentu di sana. Makanya abang uda sedikit penghasilan dari sana. Uda rasanya berhenti kerja gitu. Tapi abang masih datang-datang kesana lihat- lihat mana tau ada kerjaan kan” RB.W3b.995-1007hal 20 Kabar bahwa bang I sudah tidak memiliki pekerjaan juga sampai di telinga ibu kak F. Saat itu ibu kak F tidak bisa mengatakan apa-apa selain merasakan kekesalan kepada bang I. Ibu merasa kesal karena sebelum menikahi anaknya, Universitas Sumatera Utara bang I masih memiliki pekerjaan dan yakin bisa memenuhi kebutuhan hidup anaknya. Sebagai orang Batak, ibu kak F begitu mengharapkan anaknya dapat hidup layak dalam berumah tangga. Tidak ingin melihat anaknya susah, sang ibu pun membantu bang I mencari pekerjaan agar bisa membiayai kehidupan mereka. “Kalau mamak kakak ya cemana lah ya. Kecewa pasti lah. Mau gimana ya, dicarikan kerja pun dimana. Terus juga mamak kakak itu jadinya kalau misalnya kami bertengkar ya mamak kakak gak bisa bilang apa- apa….” RA.W3b.1290-1296hal 26 Setelah kelahiran anak pertama, kak F terus melanjutkan pekerjaannya sebagai buruh di pabrik tekstil sementara bang I masih belum mendapatkan pekerjaan tetap. Muncul rasa enggan pada sang bibi karena sering membantu menjaga anak mereka, sehingga kak F pun turut serta meringankan beban sang bibi dengan membantu menyediakan keperluan-keperluan dapur dan pribadi serta membantu sang bibi saat ia sedang berada di rumah. Berbeda dengan yang dilakukan bang I, ia tidak mau mencoba membantu meringankan pekerjaan sang bibi saat berada di rumah. Bang I memiliki prinsip bahwa hidup adalah takdir dan jika itu sudah takdirnya maka apapun yang kita lakukan tidak akan merubah takdir tersebut, disamping itu juga bang I menganggap dirinya adalah kepala rumah tangga dan tidak seharusnya melakukan pekerjaan rumah tangga. Prinsip yang berbeda ini terkadang membuat kak F merasa kesal kepadanya. Sayangnya kekesalan tersebut terpaksa dipendam karena enggan dengan sosok sang bibi. “Sementara di rumah kan dia gak bisa momong anak kakak kan. Jadi bibi lah yang momong. Setidaknya kalau uda bibi yang jaga ya setidaknya kita kasih uang kayak sabun mandi, perlengkapan-perlengkapan dasar itu lah. Nah sementara dia gak ngerti itu, karena tinggal di tempat bibinya sendiri dan bibi juga gak minta. Kalau kakak gak kayak gitu dah, kalau bisa kan Universitas Sumatera Utara pengertian kita sendiri. Jadi kakak dua anak kakak di momongin sama bibi gak ada lah muncul konflik antara kakak sama bibi. Karena kita juga ngertilah, kita dibantu dan setidaknya juga membantu. Kayak awak di rumah misalnya lagi gak kerja, ada nampak kerjaan di rumah yang belum beres ya awak kerjai, awak bantu-bantu juga kan. Kalau kakak kayak gitu. Kalau bang I gak, pagi pun dia bukannya mau ngerti bantu malah tidur aja. Sementara anaknya nanti bibi juga yang jaga. Padahal dia kan gak kerja. Ya setidaknya ya bantu jaga lah, jangan bibi juga yang jaga, kan gak enak ya kan…..” RA.W3b.1381-1410hal 27-28 Menurut kak F sikap bang I yang seperti itu tidak lain dan tidak bukan adalah karena latar belakang dirinya sebagai orang Jawa yang selalu pasrah terhadap takdir Tuhan. Setelah kelahiran anak pertama, ternyata kehidupan pasangan ini tidak mulus begitu saja. Kira-kira 1 tahun usia anak pertama, pasangan ini mendapat ujian besar. Bagaikan telur diujung tanduk, perceraian hampir saja terjadi pada pasangan ini. Masalah yang terjadi berawal dari hal yang sederhana yaitu kak F tidak diizinkan sang suami untuk nginap di rumah orang tuanya saat setelah acara pernikahan abangnya di Siantar. Namun begitu kak F merasa bahwa sang suami tidak sewajarnya bersikap demikian lantaran sang ibu masih membutuhkan bantuannya untuk membenah rumah yang masih berantakan. Lebih lanjut, perkataan yang diucapkan oleh sang suami bergitu menyakitkan dirasakan oleh kak F saat itu. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi dari rumah tanpa pamit kepada sang suami untuk beberapa waktu yang lama dan keributan pun terjadi. Beruntung keduanya masih bisa mengatasi konflik yang terjadi sehingga perceraian tersebut tidak terjadi. “…..iya, waktu itu kan kakak juga uda ribut sama dia. Kayaknya kakak merasa gini pertamanya, mungkin gak bisa lah ini diperpanjang. Pikiran jelek kakak lah ya……” RA.W1b.117-182hal 4 Universitas Sumatera Utara “……itulah pernah berantam hebatnya, jadi pernah mau…berfikir sejenak…..mau pisah lah gitu. RB.W1b.266-269hal 6 Setelah 5 tahun usia anak pertama, akhirnya kak F dikaruniai kembali dengan berita kehamilan kedua. Saat itu adalah masa krisis bagi keluarga pasangan ini, karena saat kak F hamil anak kedua, beberapa bulan lamanya bang I sama sekali tidak memiliki pekerjaan disamping itu juga kak F tidak memiliki tabungan. Keuangan mereka sangat rumit sehingga saat sudah hamil 8 bulan pun kak F masih terus bekerja untuk mencari tambahan uang untuk melahirkan. Memang dari awal kak F adalah tipikal orang pekerja keras. Ia berprinsip jika masih mudah apa yang bisa dikerjakan maka kerjakanlah. Sehingga saat hamil besar pun selagi ia masih sanggup untuk bekerja maka ia akan bekerja. Hal ini tidak luput dari tuntuan hidup yang dibawanya dan latar belakang dirinya sebagai orang Batak yang pekerja keras. Ternyata rezeki tidak akan pergi kemana-mana. Setelah kelahiran anak kedua, bang I pun mendapat tawaran kerja sebagai kuli bangunan dan ia dapat kerja lembur. Penghasilan yang diperoleh bang I dari hasil kerja bangunannya sebagian dibuat untuk acara syukuran anak kedua. “Setelah lahir anak kedua ini dia uda gak kayak dulu lagi, kalau dulu kan mau tuh dia berbulan-bulan gak kerja. Kalau setelah itu nanti gak lama nganggur ada kerjaan datang. Biarpun bangunan nanti setelah habis proyek ada lagi yang nawarin……” RA.W3b.1543-1550hal 31 Selama kurang lebih 7 tahun keluarga bang I dan kak F tinggal bersama sang bibi. Setelah anak kedua berusia 2 tahun barulah pasangan ini mampu memiliki rumah sendiri dan mereka pun memutuskan pindah rumah. Awal-awal tinggal di Universitas Sumatera Utara rumah mereka, bang I memutuskan merantau ke Aceh untuk ikut kerja di sana. Kurang lebih 1 tahun ia bekerja di Aceh dengan sesekali pulang ke Perbaungan. Barulah setelah pulang dari Aceh bang I mendapat tawaran pekerjaan tetap di Kilang Batu tempat sang ibu mertua bekerja dan sampai sekarang bang I bekerja disana. “Waktu abang pergi ke Aceh itu kami baru pindah ke rumah ini, belum setahun lah anak kedua kami itu. 1 tahun di Aceh pulang lagi ke sini, setelah itu gak balik lagi ke sana. Anak kedua lahir 2004, 2005 abang di Aceh itu. Nah 2006 lah baru kerja netap lagi. Abang nunggu-nunggu panggilan yang di Aceh itu kan, tapi gak ada kabar, ditawarin mamak mertua kerja di kilang. Sampai sekarang ya abang di sana kerjanya.” RB.W3b.1264-1276hal 23 “…..uda gitu setelah umur 1 tahun anak kedua ini dia ikut merantau kerja ikut ke Aceh. Lama juga setahun dia.” RA.W3b.1554-1557hal 31 2 Metode-metode konflik pernikahan pada pasangan I Saat ini usia pernikahan kak F dan bang I sudah menginjak 16 tahun. Usia dimana keduanya sudah memiliki banyak pengalaman dan waktu hidup bersama. Selama 16 tahun usia pernikahan, pasangan ini dikarunia 2 orang anak. Anak pertama berjenis kelamin perempuan yang sudah berusia 14 tahun, sementara anak kedua berjenis kelamin laki-laki yang masih berusia 7 tahun. Sepanjang rentang kehidupan rumah tangganya, pasangan ini mengatakan bahwa banyak terjadi bentrokan-bentrokan yang pada akhirnya mengakibatkan konflik. Perjalanan kehidupan pernikahan pada pasangan ini dimulai dari tahun pertama menikah. Umumnya pasangan akan merasa hidup lebih bahagia, aman, berwarna dan sempurna di awal-awal kehidupan pernikahan mereka. Hal itu Universitas Sumatera Utara jugalah yang dirasakan oleh pasangan ini. Baik kak F dan bang I menyatakan bahwa pada awal kehidupan pernikahan mereka tidak ada masalah yang terjadi. Kemesraan dan keromantisan sangat mereka rasakan saat itu. “Saat itu kami ya biasa aja. Masih romantis lah. Namanya juga pengantin baru kan…..” RA.W3b.1123-1125hal 22 “Ya awal-awalnya ya mesra-mesra aja lah itu ya kan….” RB.W1b.28-29hal 1 a Avoidance conflict Setelah pasangan ini memasuki usia 7 bulan pernikahan, barulah keduanya mengaku terjadi konflik. Konflik pertama ini hanya terjadi dan dialami oleh bang I.Saat itu adalah hari Sabtu dan biasanya ia selalu pulang lebih awal dari hari-hari biasanya. Suatu hari bang I pulang ke rumah dengan kondisi perut yang lapar. Bang I pergi ke dapur dan ia sama sekali tidak menemukan makanan di sana. Bang I berharap kak F mau memasaknya sesuatu, tetapi kenyataannya kak F hanya diam saja. Kekesalan pun muncul dalam benak bang I. Sebagai suami ia merasa bahwa begitu teganya kak F membiarkan suaminya kelaparan dan tidak begitu peduli dengan kondisi suaminya saat itu. Saat itu juga ia pergi ke luar untuk mencari makan hingga malam hari. Setibanya di rumah, bang I tidak ada berbicara sepatah kata pun kepada istrinya karena rasa kesal dan marahnya kepada sang istri. “…... jadi hari sabtu tuh. Kerja kan hari itu setengah hari kalau sabtu. Jadi uda pulang abang siang itu, mau makanlah. Rupanya nasi gak ada, tapi kok dianya diam aja. Jadi abang keluar lah cari makanan di luar. Waktu itu mamak gak ada abang rasa itu ntah kemana. Jadi malamnya abang pulang ke rumah itu diam aja tuh” RB.W3b.877-886hal 17-18 Universitas Sumatera Utara Setiap pasangan tentunya ada keinginan untuk memiliki keturunan. Begitu juga bagi kak F dan bang I. Memiliki keturunan adalah salah satu tujuan mereka menikah. Setelah 7 bulan pernikahan akhirnya kak F pun dikabarkan telah hamil. Menjelang usia 8 bulan kehamilan saat sudah memasuki usia 1 tahun pernikahan, pasangan ini memutuskan untuk tinggal dengan keluarga bang I. Disamping itu juga pasangan ini harus menerima kenyataan bahwa bang I sudah tidak bekerja lagi. Akhirnya tanggung jawab untuk memenuhi biaya hidup ditanggungoleh kak F yang saat itu masih bekerja. Walaupun hamil, ia tetap bekerja banting tulang untuk mencukupi hidup dirinya dan suaminya. Dengan kondisi demikian, tentu membuat kak F merasa kesal dan marah kepada sang suami terlebih saat itu kondisi dirinya sedang hamil. Akan tetapi karena pasangan ini menumpang di rumah sang bibi membuat kak F lebih menghindari konflik karena rasa enggan terhadap sang bibi. “…..uda gitu, waktu itu dia gak kerja loh” RA.W3b.1170-1171hal 23 “Kakak saat itu ya biasa aja, mau gimana lagi coba. Maksudnya kalau dibilang marah atau kesal ada tapi gak sampai kakak marah kali ke dia atau gimana gitu. Karena rasanya saat itu kakak kan kerja lagian kebutuhan saat itu kan gak banyak kali.” RA.W3b.1173-1180hal 23 Bang I juga mengatakan bahwa tidak adanya pekerjaan tetap yang ia miliki tentu akan menyulitkan mereka menjalani hidup. Akan tetapi karena menganggap bahwa sang istri masih bekerja dan biaya hidup saat itu belum terlalu mahal, maka Universitas Sumatera Utara ia pun tidak terlalu mempermasalahkannya.Selain itu juga walaupun bang I tidak memiliki pekerjaan tetap, ia masih terus berusaha untuk mencari kerja serabutan. “hmm…..pas hamil kak F, abang berhenti kerja.” RB.W3b.961-962hal 19 “tunggu dulu. Waktu itu memang ada juga kerja-kerja dulu tempat….apa namanya, kerja di kilang gitu. Mocok-mocok juga lah itu. Lahir N uda mocok- mocok lah abang kerja itu.” RB.W3b.1122-1127hal 20 Sembilan bulan mengandung akhirnya tibalah saat kak F untuk melahirkan. Sebelumnya karena kondisi hamil tua, ia mengambil cuti sehingga tidak memiliki pegangan uang. Sementara itu untuk persalinan dirinya, tentunya butuh biaya. Saat itu kak F mengaku bahwa hal ini menjadi sumber konflik mereka. Terlebih lagi setelah melahirkan kak F harus kembali bekerja dan meninggalkan sang anak di rumah. Tugas pengasuhan bayi pun dialihkan kepada sang bibi dan dibantu dengan sang suami. Kak F tetap harus melanjutkan pekerjaannya setelah melahirkan untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Kekesalan yang dirasakan kak F saat itu tidak mampu ia lampiaskan kepada pasangannya karena status mereka yang menumpang di rumah sang bibi sehingga membuat dirinya menghindari konflik tersebut. “uda gitu hamil 9 bulan itulah dia gak kerja. Paling cuma kerja mocok- mocok ajalah sampai kakak mel ahirkan.” RA.W3b.1230-1234hal 24 “masalah lah pasti kan. Karena dia gak kerja, jadi awak pun cemana gitu kan. Sementara anak masih kecil butuh susu. Ya susah juga kan, kakak kerja tapi juga harus nyusui. Selalu lah memang itu jadi konflik. Tapi karena memang kakak saat itu masih tinggal sama keluarga kan sama bibi tadi, kakak ya takut lah kalau ribut-ribut kali. Paling kami diam-diaman aja. Kalau gaduh besar itu kami belum. Karena segan lah kan awak tinggal di rumah orang, eh awak malah begaduh sama sua mi awak…..” Universitas Sumatera Utara RA.W3b.1261-1278hal 25 Ternyata dalam kehidupan rumah tangga pasangan ini tidak luput dari masalah yang harus dihadapi. Setelah 2 tahun lebih usia pernikahan, pasangan ini kembali harus mengalami ujian yang mungkin sangat membekas di hati masing- masing. Saat itu pasangan ini sedang sibuk-sibuknya untuk acara pernikahan abang kak F yang dilaksanakan di Siantar. Sehari sebelum pernikahan, semua anggota keluarga kumpul di rumah orang tua kak F. Saat itu kondisi hubungan mereka masih baik-baik saja. Setelah acara pernikahan tersebut, kak F meminta izin kepada sang suami untuk tidur di rumah orang tuanya satu malam lagi.Selain itu ibu kak F juga menyuruhnya untuk menginap satu hari lagi di rumahnya karena masih membutuhkan bantuan kak F untuk membenah-benah rumah. Namun saat itu bang I tidak mengizinkan istrinya pergi ke rumah ibunya dengan alasan acara pesta sudah selesai. Merasa bahwa tidak adanya toleransi yang diberikan sang suami kepadanya, kak F pun meradang dan marah. Ia pun pergi dari rumah tanpa pamit meninggalkan bang I dan juga tidak membawa serta anaknya. Beberapa hari kak F pergi meninggalkan rumah, anak dan suaminya karena masalah tersebut. “Pernah kakak berkonflik sama dia saat pesta nikahannya abang kakak. Waktu itu, kan karena yang nikah abang kakak otomatis kan kami nganter ke siantar itu. Maunya kakak setelah selesai acaranya kakak ke rumah orang tua kakak. Karena juga kan di sana masih berantakan karena habis ngumpul- ngumpul dan ada acara juga kan. Mamak kakak pun nyuruh kesana. Pada saat itu dia marah sama kakak, setelah beres-beres di rumah kakak pun pulang. Pas pulang dia marah-marah lah sama kakak, dia bilang uda selesai pun acara bukannya pulang ke rumah langsung. Malah kesana lagi ntah ngapain. Gitu, disitu dia pun marah karena kakak gak pulang dan kakak pun marah juga karena alasan dia marah itu loh. Masa ke rumah mamak awak aja mau bantu beres-beres harus marah. Terus dijawabnya, jadi mamaknya Universitas Sumatera Utara harus digituin. Ohhh langsung lah kakak pun kesal lah dibilang kayak gitu. itu kakak memang pergi dari rumah.” RA.W1b.142-173hal 4 “waktu yang ditinggal itu. Abangnya dia nikah itu lah. Ntah 2-3 hari lah dia itu pergi si N disini abang lah yang ngurus.” RB.W3b.1139-1142hal 21 Secara bertahap konflik pun terus menerus dihadapi oleh kak F. Sedihnya, konflik tersebut hanya kak F seorang yang mengalami karena tidak adanya sensitivitas dari pasangannya terhadap situasi yang dihadapi oleh dirinya. Masih di sepanjang usia 2-5 tahun pernikahan, dimana mereka masih tinggal bersama sang bibi. Walaupun menumpang seharusnya keduanya tetap memberikan bantuan kepada sang bibi.Hal ini disadari betul oleh kak F, sehingga apabila ia sedang tidak bekerja atau sudah pulang kerja maka dirinya akan membantu pekerjaan sang bibi di rumah. Sayangnya hal ini tidak disadari oleh suaminya, padahal ketika kak F pergi kerja sang bibi lah yang mengasuh anak mereka. Kak F berharap suaminya mau membantu pekerjaan sang bibi saat ia menjaga anak mereka. Merasa bahwa tidak adanya sensitivitas dari sang suami membuat kak F kesal kepadanya dan malu kepada sang bibi. “….sementara di rumah kan dia gak bisa momong anak kakak kan. Jadi bibi lah yang momong. Setidaknya kalau uda bibi yang jaga ya setidaknya kita kasih uang kayak sabun mandi, perlengkapan-perlengkapan dasar itu lah. Nah sementara dia gak ngerti itu, karena tinggal di tempat bibinya sendiri dan bibi juga gak minta. Kalau kakak gak kayak gitu dah, kalau bisa kan pengertian kita sendiri. Jadi kakak dua anak kakak di momongin sama bibi gak ada lah muncul konflik antara kakak sama bibi. Karena kita juga ngertilah, kita dibantu dan setidaknya juga membantu. Kayak awak di rumah misalnya lagi gak kerja, ada nampak kerjaan di rumah yang belum beres ya awak kerjai, awak bantu-bantu juga kan. Kalau kakak kayak gitu. Kalau bang I gak, pagi pun dia bukannya mau ngerti bantu malah tidur aja. Sementara anaknya nanti bibi juga yang jaga. Padahal dia kan gak kerja. Ya Universitas Sumatera Utara setidaknya ya bantu jaga lah, jangan bibi juga yang jaga, kan gak enak ya kan. Kayak gitulah kalau konflik- konflik yang ada saat di rumah bibi dulu” RA.W3b.1381-1413hal 27-28 “gak, karena gak enak sama bibi. Seperti biasa kami diam-diaman aja. Gak mau lah kakak ribut” RA.W3b.1415-1417hal 28 Setelah kurang lebih 5 tahun usia pernikahan, kak F hamil anak kedua. Saat itu bang I masih belum memiliki pekerjaan tetap. Parahnya, saat hamil anak kedua tersebut sang suami sama sekali tidak ada pekerjaan sehingga tidak memiliki penghasilan untuk biaya persalinan kelak. Sementara itu kak F tidak memiliki simpanan uang. Saat itu uang yang mereka miliki hanya pas untuk makan mereka saja. Tetapi seperti konflik sebelumnya, kak F tidak ingin masalah ini menjadi semakin panjang karena ia tidak ingin ribut di rumah orang lain. Kekesalan dan kesedihan yang ia alami tidak ia tunjukkan kepada siapa pun. Kak F hanya bisa diam dan sang suami sama sekali tidak menyadari kondisi yang dihadapi oleh istrinya saat itu. Selain itu juga, karena ingin mengumpulkan uang, kak F tidak mengambil cuti saat usia kandungannya sudah menginjak 7 bulan. Sementara itu bang I tidak tersadar untuk mencari pekerjaan apa saja agar dapat membantu sang istri. Prinsip sang suami yang selalu berserah kepada takdir hidup membuat kak F kesal kepadanya. “….memang gini, saat hamil anak kedua itu sedih kali memang kakak. Bang I gak kerja sama sekali menekankan suara. Kakak itu kerja untuk biaya melahirkan, makan, dll. Sementara kalau untuk makan aja dari gaji kakak itu cukup kan. Tapi untuk biaya melahirkan mau dari mana, disitu kakak bingung juga. Agak stress juga kakak saat hamil itu” RA.W3b.1446-1456hal 29 “gak. Karena cemana ya, kalau nanti awak ngeluh atau gimana-gimana seperti yang kakak bilang tadi kakak tinggal tempat orang masalahnya. Universitas Sumatera Utara Kalaupun kakak ada begaduh gitu kan nanti bibi yang nengahi nyuruh sabar dulu, gitu. Ya kadang awak gondok juga kan ya, ya kalau memang uda kayak gitu ya usaha lah, sementara awak hamil. Gitu perasaan kakak ya. Udah gitu sampai kakak gak ada megang duit sama sekali saat itu. Apa gak stress coba. Uda gitu gajian lah kami, kan gajiannya seminggu sekali. Jadi ntah kayak mana terkumpul kakak lah 250 ribu. Rencananya mau dipake untuk melahirkanlah. Tapi kalau seandainya dipake untuk melahirkan berarti gak ada lagi uang untuk belanja” RA.W3b.1459-1480hal 29 “uda 7 bulan gitu lah. Itulah cuma 250 ribu kakak simpankan untuk persiapan. Makanya saat kakak lagi hamil anak kedua ini kakak gak sempat c uti itu. Kakak kerja aja sampai uda mau dekat kali baru kakak ambil cuti” RA.W3b.1483-1489hal 30 “ya itu tadi. Dia gak nyadar untuk cari kerjaan. Kurang sama kakak gitu, ibaratnya ya paling ngantar kakak kerja, seharusnya kan dia nyari kerja kan. Ya prinsip dia itu juga yang buat kakak palak, ya kalau uda gak ada itu mau cemana. Gitulah, itulah yang gak cocok sama kakak. Ya maksud awak itu berusahalah, masa mau diam di rumah aja sementara awak perlu biaya” RA.W3b.1493-1504hal 30 Pada usia 7 tahun pernikahan, akhirnya keluarga pasangan ini memiliki rumah sendiri dan mereka pun memutuskan untuk pindah dari rumah sang bibi. Setelah tinggal di rumah sendiri keduanya mengaku selalu terjadi konflik. Hal ini dapat terjadi karena keduanya dapat mengekspresikan kemarahan dan kekesalan yang mereka rasakan secara bebas, seperti berteriak marah, membanting barang dan hal lainnya yang selalu dilakukan oleh keduanya saat itu. Suatu pagi sebelum pergi kerja, sang istri mendapati bang I belum bangun. Padahal seharusnya walaupun tidak bekerja, ia bangun pagi dan membantu bersiap-siap untuk anaknya berangkat sekolah atau membenah-benah rumah. Akan tetapi hal ini tidak pernah disadari bang I sehingga membuat istrinya marah- marah kepadanya. Kak F pun membangunkan bang I dan memarahinya karena Universitas Sumatera Utara selalu bangun siang, tetapi ia tidak melawannya dan hanya diam saat sang istri marah kepadanya. “….kayak ada misalnya pagi palak si kak F itu, katanya uda gak kerja pun bangun pagi malas. Abang diam aja gak melawan. Gitu lah. Tapi itulah beda dulu sama sekarang. Kalau dulu gak macam-macam lah dia. Istilahnya ngomong itu melawan lah istilahnya kalau dibilang. Kalau dulu itu gak” RA.W3b.1171-1180hal 22 Setelah memiliki rumah sendiri konflik-konflik lainnya pun muncul. Kak F berharap sang suami mau membantunya mengurus pekerjaan di rumah selagi ia belum memiliki pekerjaan. Sayangnya hal ini tidak dilakukan oleh bang I. Suatu saat ketika kak F pulang kerja ia melihat kondisi rumah masih berantakan. Rasa kesal pun muncul ditambah lagi dengan kondisi yang capek membuat kak F cenderung mengabaikan dan tidak membereskan rumah tersebut. Hal ini mengundang kegaduhan pada pasangan ini. Mendengar keluhan dari sang istri membuat bang I menegurnya karena walaupun capek pulang kerja tetap harus bertanggung jawab dengan pekerjaan di rumah. Kak F yang memiliki peran ganda juga menyadari bahwa ia tidak seharusnya seperti itu. Tetapi dirinya berharap suaminya mau membantunya mengerjakan pekerjaan rumah saat ia sedang bekerja di luar. Kak F memiliki pandangan yang berbeda bahwa ketika sudah menjadi suami istri, keduanya haruslah saling membantu satu sama lain. Perbedaan cara pandang membuat keduanya menampilkan sikap yang berbeda pula. Saat itu kak F hanya mendiami suaminya dan sayangnya bang I tidak sensitif dengan kondisi yang dihadapi sang istri. “ya kakak itu tadi bangsa kerja keras. Uda gitu kalau kakak uda capek, ini juga memang kesalahan kakak, jadi kalau kakak uda capek kadang-kadang Universitas Sumatera Utara di rumah ya uda lah semua pekerjaan rumah yang belum beres gak kakak kerjai. Gitu ya kan. Memang salah satu prinsip dia kalau memang mau kerja ya kerja, tapi jangan mengeluh dengan kerjaan di rumah harus kakak yang ngerjai namanya juga seorang istri. Memang betul ya kan…. Tapi pendapat kakak, namanya kita suami istri ya kakak kerja bantu dia ya sama-sama dikerjai lah di rumah. Kalau menurut kakak. Selalu konflik lah di situ, selalu lah kakak ribut disitu. Soal pekerjaan rumah dia gak mau bantu. Gitu….” RA.W1b.232-255hal 5-6 “Kalau kakak ya untuk sementara kakak diamin dia aja dulu. Karena memang kan kalau dia ditanyain pun pasti gak bagus. Uda kakak diami……” RA.W1b.264-268hal 6 Seiring perjalanan kehidupan pernikahan rumah tangga pasangan ini, perkembangan anak pun semakin terlihat. Anak pertama mereka sudah mulai memasuki usia remaja dan anak kedua sudah mulai masuk SD. Suatu hari, kak F mengetahui bahwa sang suami belajar ngaji bersama orang lain. Awalnya ia tidak mempermasalahkan suaminya belajar ngaji, karena menurutnya hal itu sangat positif untuk dilakukan. Namun lama kelamaan diperhatikan, bang I selalu pulang larut malam ketika mengaji dan ia selalu pergi setiap malam. Hingga pernah suatu malam saat mati lampu di rumahnya, ia terpaksa harus meliburkan anak-anak yang belajar ngaji dengannya dan memilih keluar untuk belajar ngaji. Hal ini menjadi tanda tanya yang besar bagi kak F. Merasa curiga dengan kegiatan yang dilakukan sang suami, keesokan harinya kak F pun meminta ikut pergi dengan suaminya untuk belajar ngaji. Saat itu bang I membawanya ikut serta ke rumah gurunya. Akan tetapi setelah sampai di sana kak F justru kaget dengan kondisi yang terjadi. Ia melihat sang suami sama sekali tidak melakukan apa-apa. Hal ini membuat kak F semakin curiga dengan kegiatan yang dilakukan sang suami. Pasalnya, kak F berpandangan Universitas Sumatera Utara bahwa ketika ia ikut dengan suaminya belajar ngaji hal yang mereka lakukan adalah mengaji atau belajar memperdalam ilmu agama. Namun ternyata tidak demikian. Melihat sang suami tidak melakukan apa-apa, kak F pun meminta pulang dan diantar oleh sang suami. Setelah sampai di rumah, kak F turun dari kereta dan sesaat itu juga bang I pergi meninggalkannya tanpa pamit. Hal ini membuat sang istri marah dan menjadi semakin curiga dengan dirinya. Tidak lama setelah itu, bang I mendapat kabar bahwa sang istri menangis sambil marah- marah di rumah. Ia pun dijemput pulang oleh salah satu sepupunya yang juga tinggal di daerah yang sama dengan dirinya. Setibanya di rumah ia melihat sang istri sudah menangis terisak-isak sambil marah-marah kepadanya. Bang I tidak bisa mengatakan apa-apa dan hanya diam saja tanpa melawan sedikit pun. “…kan gini, tadinya ada kawan mau belajar ngaji gitu lah. Tapi dia gak ada kawannya kalau sendiri gak sedap katanya.” RB.W3b.1287-1290hal 24 “Diajak abang. Ayoklah bang bilang. Nah dari situ sebenarnya konfliknya muncul. sebenarnya kana bang belajar ilmu agama, kayak belajar jadi imam gimana bacaannya supaya bagus. Jadi abang diajak. Ternyata rupanya tiap malam belajarnya. Ku rasa dia marahnya karena tiap malam abang pergi, pulang malam jam 12 nanti kan.” RB.W3b.1292-1302hal 24 “Gak di rumahnya tadi. Rupanya ntah kayak mana kan abang pergi dianya mau ikut, ikutlah dia biar tahu gimana, ntah dikirannya ngapa-ngapainnya kami disitu. Uda sampai sana abang suruh masuk gak mau dia. Rupanya dia uda marah itu, abang gak tau lah cemana kan. Minta pulang dia abang antar pulang dia sampe rumah terus abang balik lagi kesana tertawa, gitu kan. Rupanya gak lama kayak mana abang disusul sama bibi yang dulu tinggal di rumahnya, dapat kabar kalau kak F uda nangis-nangis begana begini katanya. Pulanglah, iya abang lihat nangis-nangis lah dia kan. Gak tau abang kan, fikir-fikir lagi ya udah lah gak belajar lagi. Balek lah abang ke rumah guru tadi itu bilang kalau uda gak belajar lagi. Setelah itu ya uda gak belajar lagi.” RB.W3b.1304-1327hal 24-25 Universitas Sumatera Utara “Gak ada, istilahnya diam aja lah. Berfikir lah…..berfikir kenapa kok bisa kayak gitu lah dia…….” RB.W3b.1330-1333hal 25 Setelah bertahun-tahun menjadi pengangguran, akhirnya bang I memperolah pekerjaan tetap yaitu bekerja sebagai buruh di Kilang Batu tempat ibu mertuanya bekerja dulu. Umumnya ketika sudah banyak masalah yang menumpuk, masalah sederhana pun bisa menjadi besar. Hal ini terlihat dari kejadian saat sore hari setelah kak F pulang kerja. Bang I memiliki pekerjaan rutin saat di rumah yaitu mencuci dandang untuk digunakan memasak bandrek. Tetapi pekerjaan itu tidak dikerjakannya hingga sang istri pulang kerja. Alasannya saat itu bang I juga sedang sibuk di luar sehingga ia pun lupa untuk mengerjakannya. Saat sang istri pulang dan melihat dandang tersebut belum dicuci, sang istri pun terlihat marah kepada bang I. Akan tetapi ia mencoba untuk tidak melawan dan memilih diam saat istrinya mencuci dandang tersebut sambil membanting-bantingnya. “Jadi gini, memang uda setiap pagi kerjaan abang gitu. Jadi seringnya kalau abang lupa ngerjainnya di pagi hari ya sorenya lah abang kerjai. Rupanya waktu kemaren ini setelah dia pulang kerja ini kok dilihatnya belum dikerjai gitu kan. Dan memang abang pun saat itu lagi sibuk, kesana kemari. Jadi gak terkerjakan. Memang dia uda ada ngingati abang kan, maksud abang itu mau abang kerjain kan tapi kok ntah kenapa jadi bingung gitu mau ngapai abang kan. Jadi duduk lah abang di ruang TV kan. Dia yang ngerjain jadinya, dibanting-bantingya kan. Dalam hati abang kok kayak gitu. Uda gak enak lah kan suasananya. Ya maksud awak kan kalau bisa uda gak ada yang kayak-kayak gini lagi, uda malas dan capek juga lagi. Ya udahlah setelah itu bertengkar.” RB.W2b.606-628hal 12 “Ya pertamanya dia marah lah ya ngomel dianya, karena memang dia baru pulang kerja nampaknya kerjaan abang belum dikerjakan. Terus dikerjakannya kan dibanting-banting barangnya. Kesal mungkin dia ya marah dia, nampak dari mukanya kan. Habis itu ya diam-diaman aja kami. Uda gak ada lagi.” RB.W2b.644-653hal 12-13 Universitas Sumatera Utara Secara umum, bang I mengaku bahwa ia selalu berkonflik dengan istrinya karena ia merasa bahwa sang istri merendahkan dirinya karena ia tidak bekerja.Hal ini cenderung bertentangan dengan prinsip bang I bahwa seorang suami harus dihormati dan dihargai. Namun sikap keras kepala dan tidak mau mengalah yang dimiliki oleh sang istri cenderung membuat dirinya tidak bisa berbuat apa-apa. Ketika sang istri memarahi dan menunjukkan tindakan yang kasar kepadanya, ia akan cenderung diam dan mengalah karena merasa tidak ingin berkonflik terlalu panjang dengan sang istri. “Prinsip abang, ya abang itu sebagai kepala keluarga jadi istilahnya apa yang abang bilang itu…ya gak mesti semuanya karena kan abang lihat-lihat juga kondisinya. Tapi paling enggak setiap apa yang abang buat atau lakukan ya dia harus ikut. Patuh lah gitu sama suami. Itulah prinsip abang, jadi kalau di rumah ini abang jadi merasa dihormati dan dihargai sebagai kepala kelua rga.” RB.W2b. 681-692hal 13 “…….sebetulnya dia sadarnya kalau kakak itu penghasilannya lebih besar dari dia, jadi diapun merendah gitu kan. Kalau istri penghasilan lebih besar dari suaminya pasti akan nginjak-nginjak suaminya, itu yang dirasakannya. Padahal kakak gak merasa kayak gitunya. Pikirnya awak ngatur-ngatur dia….” RA.W1b.579-595hal 13 Secara umum, metode avoidace sering mewarnai dalam setiap konflik yang terjadi pada pasangan ini, terutama bagi bang I. Akan tetapi bagi Bang I, tindakan avoidance yang ia lakukan dikarenakan dirinya tidak ingin berkonflik dengan sang istri dan sangat menghindari konflik dalam rumah tangganya. Selain itu karena pada dasarnya ia adalah orang Jawa yang begitu menginginkan kerukunan dan ketentraman dalam rumah tangganya. Hal ini juga dilakukannya karenaia tidak menyenangi keributan yang terjadi di dalam rumah tangganya. Universitas Sumatera Utara Berbeda dengan kak F yang sebenarnya lebih terlihat dominan dan agresif. Tindakan avoidance yang ia lakukan saat itu tidak lain adalah karena rasa segan yang dimilikinya saat tinggal satu atap dengan sang bibi, sehingga ia berfikir untuk sebisa mungkin meminimalisir keributan yang terjadi antara dirinya dan suaminya. Walaupun pada kenyataannya bahwa masalah justru sering muncul saat mereka tinggal bersama sang bibi. Sebagai orang Batak, ia akan cenderung lebih keras dan ekspresif saat sedang berkonflik. b Ventilation and catharsis conflict Secara teori, ventilation and catharsis conflict ini merupakan metode konflik dimana pasangan mencoba menyalurkan emosi negatif mereka dengan melakukan aktivitas lain seperti berteriak, bernyanyi, bekerja, dan yang lainnya. Metode ventilation and catharsis ini tidak sedikit dijumpai dalam setiap konflik yang terjadi pada setiap pasangan.Hal ini sama seperti yang diungkapkan oleh bang I. Sebagai seseorang yang berlatar belakang suku Jawa, ia cenderung mengaku bahwa dirinya tidak menyenangi adanya konflik dan sebisa mungkin untuk menghindari konflik yang terjadi. Namun terkadang untuk memendam dan menghindari kemarahannya tidak selalu bisa ia lakukan. Salah satu caranya agar dapat menyalurkan emosi negatifnya adalah dengan mengekspresikan kemarahannya. Kejadian ini terjadi saat 7 bulan awal pernikahan mereka, yaitu saat mendengar kabar nenek sang istri meninggal dunia. Saat itu bang I tidak sesegera mungkin bertindak cepat untuk mau berangkat ke kampung. Hal ini membuat Universitas Sumatera Utara sang istri marah kepadanya hingga mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan. Bagi bang I, tindakan istrinya barusan adalah bukan sesuatu yang pantas untuk dilakukan. Akibat dari tindakan yang dilakukan sang istri, ia pun langsung mendiami istrinya. Saat berangkat menuju kampung tempat sang nenek disemayamkan, bang I pun mengendarai motornya dengan kecepatan yang tidak wajar sebagai seorang pengendara sepeda motor. “…cemana ya, waktu, pernah waktu dulu uda ada anak pertama itu juga…..Nah pernah sebelum ada anak pertama, ini apa adanya aja lah ini ya. Rupanya kan mendiang nenek meninggal, ntah gimana rupanya dapat kabar sore itu kalau gak salah, jadi kak F ini mau cepat aja pergi gitu kan. Jadi kan awak mau ngomong sana sini dulu pinjam kendaraan, dia gak sabaran lah. Kok abang tengok dia kok marah gitu kan, merepet dia kan, dibilangnya kok lama kali gini gini gitu. Ya abang fikir kalau orang uda meninggal itu kalaupun kita cepat-cepat ya apa bisa hidup lagi, kan gitu. Istilahnya kalau misalnya masih hidup itu ntah lah kan masih bisa kita cepat-cepat takut apa gitu, nah ini uda gak ada, uda meninggal. Terus dia ngomongnya kotor lah sama abang, dalam hati kok sampai kayak gitu.” RB.W3b.808-834hal 16 “Ya karena uda jengkel kali dia kayaknya, dibilangnya “maaf ya” anjing lah gitu. Habis itu abang diam aja lah berangkat, kan naik kereta itu kan. Ngebut aja abang tuh, dia diam aja saat itu. Abang ngebut aja kencang-kencang sampai sana. Jadi selama disana beberapa hari itu abang diamin aja. Uda gitu dia nanya pun abang diam aja, abang bilang juga gini, ngapain tanya- tanya sama anjing, kan haram, abang bilang gitu. uda gitu ya uda sampai pulang dia gitu aja. Abang pun diam aja juga.” RB.W3b.837-851hal 17 Ternyata metode menghadapi konflik seperti ini tidak hanya terjadi kepada bang I saja, karena kak F juga pernah mengalami hal yang sama seperti yang dialami sang suami saat berkonflik dengan dirinya. Saat itu usia pernikahan mereka sudah lebih dari 7 tahun. Masalahnya berawal dari sang suami yang belajar memperdalam ilmu agama. Tetapi semakin lama diperhatikan aktivitas sang suami semakin tidak wajar ditunjukkan. Ia selalu pulang larut malam dan Universitas Sumatera Utara pernah suatu saat ia meliburkan anak-anak yang mengaji di rumahnya dan memilih untuk belajar di rumah gurunya. Perasaan curiga yang muncul dari kak F membuatnya ingin tahu kegiatan yang dilakukan sang suami selama belajar. Ia pun meminta ikut dengan suaminya belajar agama. Namun kenyataanya, saat di sana ia justru melihat suaminya tidak melakukan apa-apa. Hal ini semakin membuat kak F curiga. Ia pun meminta diantar pulang oleh suaminya. Selama di perjalanan, berbagai pendapat dan dugaan negatif pun mewarnai fikiran kak F. Dugaan ini semakin kuat saat mereka sampai di rumah. Setelah menurunkan kak F dari kereta sang suami langsung menarik gas keretanya dan melaju pergi lagi ke rumah gurunya tanpa pamit. Saat itu juga kak F kaget dan merasa sakit hati karena dikhianati. Ia pun menangis terisak sekeras-kerasnya menunjukkan kekesalan dan kemarahannya kepada sang suami. “Pulang lah kakak ke rumah kakak bawa tidur, tapi kok masih kepikiran juga sampai sesak dada kakak dan merasa kok sakit kali lah bertanya-tanya juga apalah yang dia tuntut. Uda gitu gak tertahankan lagi nangis kakak sekencang-kencangnya dan datanglah ipar kakak kan. Di susul abang suruh pulang. Pulang dia kan, uda karena memang dari awal uda gak enak hubungan bertengkar lah kami, berantam, sampai beberapa hari hubungan kami gak bagus. Tapi dia uda gak pergi lagi ke rumah gurunya itu.” RA.W1b.505-523hal 11 Peristiwa lainnya terjadi jauh setelah keduanya menempati rumah baru dan kedua anak mereka sudah bersekolah. Setiap pagi kak F memberi tugas rutin di rumah kepada suaminya yaitu mencuci dandang yang akan digunakan untuk menjual bandrek pada malam harinya. Pekerjaan ini selalu dilakukan oleh bang I, namun suatu hari karena kesibukan keduanya ia tidak memiliki kesempatan waktu untuk mencucinya hingga kak F pulang kerja. Setibanya di rumah, kak F pun Universitas Sumatera Utara melihat dandang tersebut masih belum dicuci oleh sang suami. Rasa kesal dan jengkel pun muncul dari pada kak F kepada suaminya. Kak F mengaku ia sudah capek bertengkar terus dengan suaminya karena hal sepele. Tanpa basa basi ia pun mencuci dandang tersebut dengan perasaan kesal dan membanting-banting dandang tersebut sebagai tanda kemarahannya kepada bang I. “Iya…..pulang kerja kan. Jadi maksudnya paginya itu dia kerjai lah, ada pekerjaan rumah yang memang uda seharusnya dia kerjakan di rumah kalau kakak pergi kerja kan. Terus katanya sore mau dikerjakan dia kan. Tapi juga gak dikerjakan juga sampai kakak pulang kerja. Memang saat itu dia ada kerjaan. Terus kakak marah. Kenapa gak pagi aja, kan sore gini uda sibuk, gitulah kakak bilang.” RA.W2b.635-646hal 14 “Rupanya gak dikerjai. Memang kadang dia selalu ngerjainya sore. Gitu kan. Uda gitu sorenya kakak pulang kan nampak lah itu dandangnya belum dicuci kan. Kakak tanyalah kok belum dicuci. Sementara kakak pulang kerja pun bukannya uda gak ada lagi kerjaan. Ya kakak juga mau beres-beres rumah kan. Terus dibilangnyalah lupa nyuci dandangnya. Udah lah, kakak tinggal dia bersihakan rumah. Terus uda semakin sore pun kakak lihat dia duduk-duduk aja. Kakak ya palak lah, kakak cuci dandang itu jadinya, terus kakak letakan dandang yang uda dicuci itu agak keras….” RA.W2b.660-678hal 14-15 c Constructive and destructive conflict Setiap pasangan tentu akan pernah mengalami konflik dalam pernikahan mereka. Begitu juga dengan pasangan ini, mereka mengaku bahwa konflik adalah hal yang wajar terjadi kepada setiap pasangan pernikahan. Kak F mengatakan bahwa terkadang konflik yang terjadi dikarenakan adanya ketidakcocokan pendapat satu sama lain dan keduanya tidak memiliki prinsip yang sama. “Ya kadang-kadang ya gak cocok tentang pendapat satu sama lain, itu satu. Juga kakak sering konflik sama dia mengenai sistem kakak kan hmm mumpung masih muda jadi harus kerja keras, itu kalau kakak ya. Nah kalau Universitas Sumatera Utara dia kan istilahnya berprinsip kalau kita ini apa adanya. Kalau abang mensyukuri segitu dapatnya uda.” RA.W1b.36-47hal 1-2 1. Constructive conflict Ketika terjadi konflik dalam pernikahan, hal yang paling baik untuk dilakukan adalah dengan mencoba menyelesaikan konflik tersebut dan mencari solusi terbaik untuk keduanya. Tentunya setiap pasangan pernah melakukannya, tidak terkecuali dengan pasangan ini walaupun pada kenyataannya tindakan ini hanya terjadi kepada bang I. Baginya konflik tidak harus dihadapi dengan emosi, tetapi bisa juga dengan baik-baik. Seperti yang diungkapkan bang I saat dirinya belum memiliki pekerjaan. Sang istri begitu terlihat kesal karena suaminya belum juga mendapat pekerjaan tetap. Sementara biaya untuk hidup semakin besar. Terkadang hal ini yang sering membuat kegaduhan dalam rumah tangga mereka. Bang I saat itu memang mengaku dirinya tidak memiliki pekerjaan. Tetapi bukan berarti ia tidak mau berusaha. Ia mengaku bahwa dirinya bukannya tidak mau berusaha mencari pekerjaan, akan tetapi memang karena sudah jalan hidup mereka seperti ini. Selain itu juga bang I mencoba meyakinkan kepada istrinya bahwa masih ada orang-orang yang hidupnya di bawah mereka dan tidak menjadi masalah mereka. Dari kondisi tersebut, ia mencoba membuat sang istri menyadari bahwa kehidupan mereka masih lebih baik daripada orang-orang lain di bawah mereka. “Iya, ya sebenarnya ya siapa yang mau kayak gini kan. Abang pun bukannya gak mau berusaha. Tapi ya memang kayak gini mau gimana. Itulah dia, nanti uda gitu marah. Memang kalau marah gitu dia terus diam. Jadi abang nanti yang nanyai dia terus. Gitu lah, jadi maunya kayak mana….abang Universitas Sumatera Utara bilang kan. Terus dia jawab, ya maunya kerjalah..gini gini…tapi ya hidupnya memang keadaannya kayak gini, lagian ada lagi yang hidupnya lebih di bawah dari kita pun mereka tenang-tenang aja. Kan begitu kan ya, ya seharusnya kan kita mensyukuri. Abang bilang gitu lah sama kakak. Ya apa yang didapat itu ya nikmati aja dulu.” RB.W1b.94-112hal 3 Lain lagi konflik yang terjadi di usia pernikahan ke tujuh tahun. Saat itu kak F berharap pasangannya mau membantunya mengurus pekerjaan rumah. Suatu saat ketika dirinya pulang kerja, ia melihat kondisi rumah masih berantakan. Karena saat itu dalam keadaan capek, kak F cenderung mengabaikannya sehingga kondisi rumah masih berantakan. Hal ini mengundang kegaduhan dan bang I mencoba menegurnya dengan menggunakan kata-kata yang sopan, karena walaupun capek pulang kerja tetapi tetap harus bertanggung jawab dengan pekerjaan di rumah. “…….tapi sebenarnya bukan itu aja, yang uda diperhatiin kalau uda dibeli tapi nanti akhirnya jadi masalah. Mau jualan ini nanti kan, dia tuh nanti begini-begini kayak gak sabaran. Abang bilang sabar kenapa, gitu kan. Nanti ya akhirnya konflik. Jadi sekalian apa, dia itu kan kerja jadi bangunnya pagi, terus nanti sibuk-sibuk sendiri gerasah gerusuh kayak manalah. Abang tegur juga kok kayak gitu. nanti akhirnya konflik, dibilangnya ya udalah gak usah kerja aja atau berhenti kerja aja. Kan kayak gitu jadinya gak enak kan. Pada akhirnya nanti berantam.” RB.W1b.241-258hal 5 2. Destructive conflict Bagi semua pasangan, metode inilah yang paling menakutkan dan sangat begitu dihindari. Pada pasangan ini, metode destructive begitu terlihat dari sosok kak F yang merupakan orang Batak. Konflik tersebut berawal dari berita yang datang dari keluarganya, dimana saat itu kak F mendapat kabar bahwa sang nenek meninggal dunia. Setelah mendapat kabar tersebut, ia pun sesegera mungkin ingin Universitas Sumatera Utara pergi. Namun hal ini bertolak belakang dengan sikap dan tindakan yang ditunjukkan oleh sang suami. Karena pada saat itu mereka belum memiliki kendaraan, maka bang I harus mencari kendaraan terlebih dahulu. Melihat tindakan sang suami yang lamban, kak F pun meradang marah. Ia merasa bahwa suaminya tidak beritikad baik untuk berempati dengan keadaan yang terjadi saat itu. Kemarahan dan ucapan tidak sopan pun keluar dari mulut kak F yang ditujukan kepada sang suami. Hal ini membuat sang suami kesal, akan tetapi kekesalan dan kemarahannya tidak ia lampiaskan seperti yang dilakukan kak F. Pada akhirnya pasangan ini pun bertengkar tidak saling berbicara selama 2 hari, dari mulai keduanya hendak berangkat ke kampung hingga kembali ke rumah. “…..konflik kakak pertama sama dia itu gini kakak kalau dapat kabar atau ada apa-apa itu harus cepat dikerjakan. Jadi saat meninggal nenek, kakak dapat kabar ya kan. Maksud kakak itu kami mau cepat pergi. Ya memang waktu itu kami belum punya kendaraan, jadi abang lah nyari kendaraan kan. Tapi dia itu ya menganggap ya uda lah tunggu aja dulu kabarnya. Maksudnya gak cepat tanggap loh. Sementara dia itu lama, minjam kendaraannya lama kan. Nah disitu lah kakak marah sama dia, kakak uda palak karena kakak mau cepat pergi. Jadi disitulah saat pertama kami berkonflik.” RA.W1b.81-101hal 2-3 “Ya kakak marah-marah, berantam lah kami gitu. kakak sih yang lebih marah ke dia.” RA.W1b.104-107hal 3 “ya karena uda jengkel kali dia kayaknya, dibilangnya “maaf ya” anjing lah gitu. Habis itu abang diam aja lah berangkat, kan naik kereta itu kan. Ngebut aja abang tuh, dia diam aja saat itu. Abang ngebut aja kencang-kencang sampai sana. Jadi selama disana beberapa hari itu abang diamin aja. Uda gitu dia nanya pun abang diam aja, abang bilang juga gini, ngapain tanya- tanya sama anjing, kan haram, abang bilang gitu. uda gitu ya uda sampai pulang dia gitu aja. Abang pun diam aja juga.” RB.W3b.837-851hal 17 Universitas Sumatera Utara Setiap harinya kak F harus menjalani rutinitasnya sebagai seorang istri, ibu, dan kepala rumah tangga. Semakin hari juga tampak perkembangan dari anak mereka. Saat itu pernikahan mereka sudah menginjak usia 2 tahun. Konflik kembali terjadi pada pasangan ini, dimana saat itu adalah acara pernikahan abang kak F di Siantar. Masalahnya adalah saat itu dirinya masih ingin menginap di rumah mamaknya setelah sebelumnya sudah menginap bersama dengan keluarganya yang lain. Namun sang suami tidak mengizinkannya untuk menginap di rumah ibunya lagi karena pestanya sudah selesai. Kak F saat itu tidak menyangka sang suami tidak mengizinkannya ke rumah orang tuanya. Padahal orang tuanya juga keluarga suaminya.Perkataan kasar pun keluar dari mulut kak F yang ditujukan kepada sang suami. Merasa kesal dan marah kepada sang suami, ia juga menendang kaki suaminya. Merasa marah juga, secara refleks bang I pun juga melakukan tindakan kasar kepada istrinya tersebut. Melihat situasi yang sangat tegang saat itu, kak F akhirnya pergi dari rumah meninggalkan sang suami dan berencana untuk mengakhiri pernikahannya. “Pernah kakak berkonflik sama dia saat pesta nikahannya abang kakak. Waktu itu, kan karena yang nikah abang kakak otomatis kan kami nganter ke siantar itu. Maunya kakak setelah selesai acaranya kakak ke rumah orang tua kakak. Karena juga kan di sana masih berantakan karena habis ngumpul- ngumpul dan ada acara juga kan. Mamak kakak pun nyuruh kesana. Pada saat itu dia marah sama kakak, setelah beres-beres di rumah kakak pun pulang. Pas pulang dia marah-marah lah sama kakak, dia bilang uda selesai pun acara bukannya pulang ke rumah langsung. Malah kesana lagi ntah ngapain. Gitu, disitu dia pun marah karena kakak gak pulang dan kakak pun marah juga karena alasan dia marah itu loh. Masa ke rumah mamak awak aja mau bantu beres-beres harus marah. Terus dijawabnya, jadi mamaknya harus digituin. Ohhh langsung lah kakak pun kesal lah dibilang kayak gitu.” RA.W1b.142-172hal 4 Universitas Sumatera Utara “…..Iya, waktu itu kan kakak juga uda ribut sama dia. Kayaknya kakak merasa gini pertamanya, mungkin gak bisa lah ini diperpanjang. Pikiran jelek kakak lah ya. Kayaknya dia gak suka kalau awak mau bantu orang tua aja dia kayak gitu kan……” RA.W1b.177-185hal 4 “….kemaren ntah cemana itu dia ya. Lupa itu, ada memang itu. Jadi dia mau pergi, abang bilang si N jangan di bawa. Jadi dia gak mau. Rupanya dia nyepak abang. Abang refleks lah juga ya kan. Itulah dia pun terus pergi itu.” RB.W3b.899-905hal 18 Pernah saat di dua tahun usia pernikahan kak F marah besar kepada pasangannya. Masalahnya adalah bang I tidak kerja untuk beberapa hari. Sebelumnya sang suami memang sudah tidak memiliki pekerjaan saat kak F hamil anak pertama mereka. Ia tidak ingin melihat suaminya pengangguran dan tidak memiliki kegiatan. Selain itu juga kondisi keuangan mereka yang semakin lama semakin sulit membuat masalah ini semakin besar. Hal ini membuat kak F emosi dan marah-marah kepada pasangannya tersebut. Ia juga membandingkan sang suami dengan orang lain yang memiliki pekerjaan. Sebelum mendapat pekerjaan, bang I selalu bangun siang. Hal ini membuat kak F marah-marah kepadanya. Kak F berharap walaupun sang suami tidak bekerja, setidaknya ia bangun di pagi hari dan membantu dirinya mempersiapkan anak-anak untuk berangkat ke sekolah atau pekerjaaan lainnya yang bisa dikerjakan. Tetapi sang suami sama sekali tidak menyadarinya dan inilah yang membuat kak F akhirnya marah dan bersuara keras suaminya. “…..ya kadang-kadang gitu lah. Pagi hari misalnya kan, dia gak kerja nanti kan dia gak bangun tuh ya kan. Namanya dia gak kerja kan jadi bangunnya pun agak siang. Sementara maunya kakak meskipun dia gak kerja ya paling tidak bangun kan, apa yang bisa dikerjai ya kerjai. Tau lah anaknya kan mau sekolah, mau apa gitu ya kan paling tidak bantu-bantu mempersiapkan. Kan hal sepele sebenarnya kan. Jadi nanti gara-gara kakak marah sama dia Universitas Sumatera Utara karena gak bangun pagi akhirnya palak agak keras lah kakak ngomong. Nah dia marah jadi ribut besar lah kami disitu.” RA.W1b.380-400hal 8-9 Bagi pasangan ini, konflik sebenarnya selalu muncul ketika mereka sudah menempati rumah sendiri. Karena keduanya bebas mengekspresikan kemarahan, kekesalan, kesedihan yang dialami saat berkonflik tanpa adanya rasa segan dan tidak enak kepada siapapun. Hal ini terungkap saat keduanya sedang ribut tentang masalah yang sederhana dimana bang I melihat sikap sang istri yang seperti merendahkannya, sehingga pada akhirnya keduanya tidak mampu mengontrol emosi mereka. Akhirnya kata-kata tidak pantas pun terucap dari mulut bang I dan meneriaki istrinya karena sang istri juga marah-marah kepadanya sambil menunjuk-nunjuk ke arah wajahnya. Menurut bang I perbuatan sang istri tersebut tidaklah pantas dilakukan seorang istri kepada suaminya. “Ya….gimana ya……misalnya ada nih hasrat abang mau mukul. Tapi mikir juga, takutnya nanti kalau dilakukan jadinya kebiasaan. Pernah sekali dan itu memang refleks, karena dia pun memang mau nunjuk-nunjuk ya kan. Abang ya gak suka tuh kan ditunjuk-tunjuk gitu dan misalnya dia bilang kau kau, haaahhh itu, sementara abang kan istilahnya walaupun begini kan tetap kepala rumah tangga. Dia mau kayak-kayak gitu kan abang yang gak suka. jadinya ya….maaf cakap ya, terbilang juga lah sebutan anjing. Gitu…..” RB.W1b.159-175hal 5 “Dia marah juga. Lihat kakak marah, dia pun marah. Karena ya itu tadi karena dia merasa kepala rumah tangga, merasa direndahkan. Padahal kan gak gitu.” RA.W2b.769-773hal 17 3 Sumber-sumber konflik pernikahan pada pasangan I Kak F dan bang I sepakat bahwa konflik yang selalu dihadapi dalam rumah tangga mereka tidak terlepas dari sumber yang melatarbelakanginya. Adapun Universitas Sumatera Utara sumber-sumber yang menyebabkan terjadinya konflik ini memiliki bermacam- macam jenis. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh kak F, dimana ia mengaku bahwa faktor ekonomi dan ketidakcocokan adalah sumber dari masalah yang selalu mereka hadapi. “Ya uda pasti ada lah masalah ya kan. Apalagi kalau saat ini kebanyakan masalahnya tentang ekonomi, ketidakcocokan…….” RA.W1b.23-27hal 1 “Ya kadang-kadang ya gak cocok tentang pendapat satu sama lain, itu satu. Juga kakak sering konflik sama dia mengenai sistem kakak kan hmm mumpung masih muda jadi harus kerja keras, itu kalau kakak ya. Nah kalau dia kan istilahnya berprinsip kalau kita ini apa adanya. Kalau abang mensyukuri segitu dapatnya uda” RA.W1b.36-47hal 1-2 “Abang kadang ya merasa di bawah dia gitu. Maunya kemauan dia aja, jadi merasa di bawah dia gitu. Tapi yaaaa abang terus diam kan, kadang abang tanyain kok maunya begini begini, nah itulah nanti awal pertengkaran.” RB.W1b.49-55hal 2

a Sumber pribadi

Setiap orang tentu memiliki dorongan dan hasrat untuk menyenangi maupun tidak menyenangi sesuatu dan pernah merasakan adanya hal-hal yang tidak ingin dilakukannya tetapi harus dilakukannya sehingga saling berlawanan satu sama lain dan pada akhirnya menimbulkan konflik. Hal ini juga terjadi pada kak F dan bang I, keduanya sama-sama pernah mengalami konflik yang bersumber dari masalah pribadi. Berawal dari masalah yang timbul saat nenek kak F meninggal dunia sekitar 16 tahun yang lalu. Pertengkaran terjadi karena saat itu kak F ingin sesegera mungkin berangkat, akan tetapi sang suami sama sekali tidak menunjukkan Universitas Sumatera Utara kekhawatirannya. Hal inilah yang membuat ia marah kepada suaminya dan akhirnya menjadi konflik. Pasalnya, kak F merasa bahwa saat ia masih kecil sang neneklah yang selalu mengurusnya sehingga ia merasa ada tanggung jawab yang harus ditunjukkan, salah satunya adalah dengan sesegera mungkin datang ke pemakaman sang nenek. Tetapi hal itu tidak ditunjukkan oleh sang suami. Menurut kak F merasa karena yang meninggal adalah nenek kandungnya dan bukan nenek suaminya yang meyebabkan ia tidak terlalu begitu khawatir saat mendengar kabar sang nenek meninggal dunia. “……terus dibilangnya gini, ya uda nanti aja sabar dulu, kalau ada apa-apa itu gak sabaran, katanya gitu. Sementara kakak ini mau cepat kesana. Karena awak merasa nenek itu yang ngurusin awak dulu. Ada lah rasa tanggung jawab kan. Disitu kakak merasa, iya lah namanya juga nenek ku, dia mana ngerasain kehilangan. Gitu……..disitulah kami konflik pertama.” RA.W1b.113-125hal 3 Selanjutnya dikatakan bahwa masalah lainnya yang bersumber dari pribadi adalah saat usia pernikahan keduanya menginjak 2 tahun. Bang I tidak mengizinkan istrinya menginap di rumah ibunya setelah acara pesta pernikahan abang kak F di Siantar. Karena tidak adanya izin darinya, sang istri pun meradang marah dan bertindak kasar kepada dirinya. Bagi bang I, sang istri seharusnya menuruti kata suami. Ketika suami mengatakan tidak maka jangan dilakukan. Tetapi kenyataannya lain, saat bang I tidak mengizinkan istrinya menginap di rumah ibunya, sang istri cenderung menampilkan sikap memberontak dan berkata kasar kepadanya dan pergi meninggalkan bang I. “Gini, karena dia itu mau nginap lagi tempat mamaknya. Abang gak kasih, kok ya baru pulang uda mau pergi lagi gitu kan. Kayaknya disitu dia marahnya. Pokoknya dia bilang, orang mau tempat mamak ku kok dilarang, Universitas Sumatera Utara mamak mamak ku sendiri kok. Gitu katanya. Dalam hati kok kayak gitu ngomongnya. Awak gak kasih izin malah kayak gitu ngomongnya. Itulah dia pergi.” RB.W3b.927-938hal 18-19 Pada rentang usia pernikahan ke 7 tahun hingga sekarang, kak F pernah berkonflik dengan sang suami dikarenakan ia belajar ilmu agama dengan gurunya. Kak F mengetahui suaminya belajar agama dengan teman-temannya. Awalnya ia tidak mempermasalahkan sang suami belajar ilmu agama. Ia justru mendukung sang suami karena hal tersebut positif untuk dilakukan. Akan tetapi semakin lama diperhatikan setiap hari sang suami selalu pergi mengaji dan semakin sering pulang larut malam. Hal ini mengundang kecurigaan pada kak F dengan kegiatan yang dilakukan pasangannya tersebut. Ia khawatir jika sang suami terpengaruh aliran sesat. Suatu hari kak F meminta ikut sang suami untuk belajar ngaji. Namun saat tiba di rumah gurunya, sang suami sama sekali tidak ada belajar atau melakukan apapun yang berkaitan dengan belajar ngaji. Hal ini semakin membuat kak F bertanya-tanya. Pasalnya, ia memiliki pandangan bahwa ketika belajar ngaji hal akan dilakukan adalah mengaji atau mendengarkan ceramah. Akan tetapi kegiatan tersebut tidak terlihat disana. Hingga akhirnya kak F meminta diantar pulang suaminya dan tidak lama mereka tiba di rumah, sang suami pun segera pergi kembali tanpa pamit kepada dirinya. Kecurigaan dan kekhawatiran pun semakin kuat pada kak F dan akhirnya inilah yang menimbulkan konflik dari sisi kak F. “……pernah sekali ya, dia berguru. Ya memang waktu itu kakak gak apa dia belajar gitu ya, dia belajar memperdalam pengajian. Uda gitu dia lama- lama kok makin tiap malam keluar belajar. Kakak gak suka…..kalau emang mau belajar ya belajar tapi ya jangan tiap malam keluarnya kak bilang gitu Universitas Sumatera Utara kan. Eh dia gak nerima itu, ya namanya belajar itu kan biar cepat dapat ya harus tiap malam, katanya.” RA.W1b. 452-465hal 10 Lain kak F lain pula bang I, masalah yang bersumber dari pribadi juga pernah sekali lagi dialami oleh bang I. Pasalnya saat itu masalah muncul karena hal yang sederhana. Saat keduanya sedang bertengkar adu mulut, tiba-tiba saja sang istri berteriak marah sambil menunjuk-nunjuk dirinya. Merasa tidak dihormati, bang I pun akhirnya juga meradang marah dan meneriaki istrinya. Hal itu terjadi saat keduanya sudah menempati rumah pribadi mereka di rentang usia pernikahan ke 7 tahun hingga sekarang. “……Pernah sekali dan itu memang refleks, karena dia pun memang mau nunjuk-nunjuk ya kan sambil memperagakan. Abang ya gak suka tuh kan ditunjuk-tunjuk gitu dan misalnya dia bilang kau kau, haaahhh itu, sementara abang kan istilahnya walaupun begini kan tetap kepala rumah tangga. Dia mau kayak-kayak gitu kan abang yang gak suka. jadinya ya….maaf cakap ya, terbilang juga lah sebutan anjing. Gitu…..” RB.W1b.163-175hal 4

b Sumber fisik

Ketika seseorang sedang lelah, lapar, ataupun merasa dirinya lemah maka ia akan cenderung mudah emosi dan pada akhirnya hal tersebut dapat menimbulkan konflik dengan orang-orang di sekitarnya. Sumber fisik inilah salah satu yang dapat menyebabkan munculnya konflik pada pasangan pernikahan. Menurut bang I, ia pernah mengalami konflik yang bersumber dari fisik. Saat itu usia pernikahan mereka belum genap 1 tahun. Bang I baru saja pulang kerja dan saat itu ia hanya bekerja setengah hari sehingga saat siang hari ia sudah pulang dari kantornya. Ia berharap setibanya di rumah saat dalam keadaan capek, sang istri akan Universitas Sumatera Utara menyambut dan melayaninya dengan menghindangi makanan. Namun kenyataaan berbeda, sang istri justru tidak menyambutnya. Parahnya, ketika bang I hendak makan ia sama sekali tidak melihat makanan tersaji di meja makan. Merasa diabaikan oleh sang istri, dengan keadaan kesal ia pun pergi keluar mencari makanan hingga malam hari barulah ia pulang ke rumah. “Hah….sebelum itu ada juga tuh. Jadi hari sabtu tuh. Kerja kan hari itu setengah hari kalau sabtu. Jadi uda pulang abang siang itu, mau makanlah. Rupanya nasi gak ada, tapi kok dianya diam aja. Jadi abang keluar lah cari makanan di luar. Waktu itu mamak gak ada abang rasa itu ntah kemana. Jadi malamnya abang pulang ke rumah itu diam aja tuh.” RB.W3b.876-886hal 17-18 Berbeda dengan sumber fisik yang terjadi dari sisi kak F. Ia lebih banyak mengalami konflik yang sumbernya karena fisik daripada sang suami. Karena memang pada dasarnya kak F yang lebih banyak beraktivitas selain menjadi ibu rumah tangga, ia juga bekerja mencari nafkah membantu keuangan suaminya yang tidak berkecukupan. Tentu banyak terjadi konflik yang menghampirinya saat ia pulang kerja. Sekitar beberapa tahun belakangan ini, kak F selalu melanjutkan kerjanya di rumah yaitu mempersiapkan bahan untuk jualannya di malam hari. Suatu hari ketika pulang kerja, kak F melihat kondisi rumahnya masih berantakan. Perasaan marah dan emosi pun muncul setibanya ia di rumah. Ia merasa kesal dikarenakan saat itu sang suami tidak ada jadwal bekerja dan hanya berada di rumah seharian. Kak F berharap sang suami mau membantunya mengurus pekerjaan rumah saat ia bekerja di luar. Kenyataannya justru sang suami sama sekali tidak membantunnya Universitas Sumatera Utara membereskan rumah. Karena merasa lelah, kak F pun cenderung mengabaikan pekerjaan rumah dan pertengkaran muncul saat itu. “Ya kakak itu tadi bangsa kerja keras. Uda gitu kalau kakak uda capek, ini juga memang kesalahan kakak, jadi kalau kakak uda capek kadang-kadang di rumah ya uda lah semua pekerjaan rumah yang belum beres gak kakak kerjai. Gitu ya kan. Memang salah satu prinsip dia kalau memang mau kerja ya kerja, tapi jangan mengeluh dengan kerjaan di rumah harus kakak yang ngerjai namanya juga seorang istri. Memang betul ya kan…. Tapi pendapat kakak, namanya kita suami istri ya kakak kerja bantu dia ya sama-sama dikerjai lah di rumah. Kalau menurut kakak. Selalu konflik lah di situ, selalu lah kakak ribut disitu. Soal pekerjaan rumah dia gak mau bantu. Gitu….” RA.W1b.232-255hal 5-6 Konflik lainnya yang disebabkan karena fisik yang dialami oleh kak F adalah saat ia baru pulang kerja dan melihat pekerjaan yang seharusnya dikerjakan sang suami setiap pagi sebelum berangkat kerja sama sekali belum dikerjakannya hingga kak F pulang kerja di sore hari. Bang I memang memiliki tugas rutin setiap paginya yaitu mencuci dandang yang akan digunakan untuk memasak minuman bandrek yang akan dijual di malam harinya. Namun hari itu tugas tersebut tidak dikerjakannya dan saat kak F pulangdalam keadaan capek dirinya lah yang akhirnya mencuci dandang tersebut dengan perasaan kesal dan meletakkan dandang tersebut dengan kasar. “Ya gara-gara gitu juga memang. Mungkin ya karena sama-sama capek kan. Dia pun sibuk dan kakak pun sibuk, kerjaan selalu banyak. Nah….saat itu kakak agak kasar lah letakkan barang ini. Dia marah….Kemaren kan kakak ada bilang kan, kalau misalnya kakak kerja kasar-kasar itu disangkanya kakak melawan dia, gitu. Dia merasa gitu. Jadi ya dia pun marah, kakak pun juga marah. Ribut lah kami. Uda gitu kakak diam. Tapi kalau uda kayak gitu, kakak diam dia pun diam ya kami diam-diaman aja. Maksud kakak kan kalau diam ya uda, gak berkepanjangan, gitu.” RA.W2b.612-629hal 13-14 Universitas Sumatera Utara

c Sumber hubungan interpersonal

Pada dasarnya, orang-orang yang tidak bahagia dalam pernikahannya lebih sering mengeluh tentang diabaikan dan kekurangan kasih sayang, merasa bahwa pasangannya terlalu membesar-besarkan masalah serta sulitnya menyelesaikan perbedaan yang terjadi pada keduanya daripada orang-orang yang bahagia dalam pernikahannya. Selain itu juga kesuliatan menyelesaikan perbedaan dan kurangnya komunikasi juga dapat menyebabkan munculnya konflik dalam pernikahan, dimana itu semua merupakan sumber yang terjadi karena hubungan interpersonal. Adanya perbedaan prinsipdiakui oleh kak F dengan suaminya merupakan salah satu bentuk konflik yang bersumber dari hubungan interpersonal. Pasalnya, kak F merupakan orang yang tegas, pekerja keras, dan berpandangan bahwa suami istri harus saling membantu satu sama lain. Perbedaan muncul dari sisi bang I, dimana ia merupakan orang yang cenderung pasrah dengan takdir hidup, pasif dalam mencari pekerjaan, dan menganggap bahwa suami adalah kepala rumah tangga yang harus dihormati dan dihargai. “prinsip abang, ya abang itu sebagai kepala keluarga jadi istilahnya apa yang abang bilang itu…ya gak mesti semuanya karena kan abang lihat-lihat juga kondisinya. Tapi paling enggak setiap apa yang abang buat atau lakukan ya dia harus ikut. Patuh lah gitu sama suami. Itulah prinsip abang, jadi kalau di rumah ini abang jadi merasa dihormati dan dihargai sebagai kepala keluarga.” RB.W2b. 681-692hal 13 “ya kakak itu tadi bangsa kerja keras. ……….. salah satu prinsip dia kalau memang mau kerja ya kerja, tapi jangan mengeluh dengan kerjaan di rumah harus kakak yang ngerjai namanya juga seorang istri. Memang betul ya kan…. Tapi pendapat kakak, namanya kita suami istri ya kakak kerja bantu dia ya sama-sama dikerjai lah di rumah. Kalau menurut kakak. Selalu Universitas Sumatera Utara konflik lah di situ, selalu lah kakak ribut disitu. Soal pekerjaan rumah dia gak mau bantu. Gitu….” RA.W1b.232-233, 240-255hal 5-6 “…….sebetulnya dia sadarnya kalau kakak itu penghasilannya lebih besar dari dia, jadi diapun merendah gitu kan. Kalau istri penghasilan lebih besar dari suaminya pasti akan nginjak-nginjak suaminya, itu yang dirasakannya. Padahal kakak gak merasa kayak gitunya. Pikirnya awak ngatur-ngatur dia….” RA.W1b.579-595hal 13 Bagi kak F dan bang I, tidak sedikit konflik yang terjadi bersumber dari hubungan interpersonal. Berawal dari masalah dari sisi bang I, dimana saat itu masalahnya adalah berita tentang meninggalnya nenek dari sang istri saat usia pernikahan mereka memasuki 7 bulan. Kak F yang saat itu ingin segera berangkat ke pemakaman sang nenek menjadi marah dikarenakan dirinya yang tidak cepat ambil keputusan untuk berangkat. Ia merasa bahwa sang istri terlalu membesar- besarkan masalah. Bagi bang I, orang yang sudah meninggal tidak akan bisa hidup kembali. Oleh karena itu, cepat atau tidaknya keberangkatan mereka tidak akan membuat sang nenek yang telah meninggal bisa hidup kembali. “…..nah pernah sebelum ada anak pertama, ini apa adanya aja lah ini ya. Rupanya kan mendiang nenek meninggal, ntah gimana rupanya dapat kabar sore itu kalau gak salah, jadi kak F ini mau cepat aja pergi gitu kan. Jadi kan awak mau ngomong sana sini dulu pinjam kendaraan, dia gak sabaran lah. Kok abang tengok dia kok marah gitu kan, merepet dia kan, dibilangnya kok lama kali gini gini gitu. Ya abang fikir kalau orang uda meninggal itu kalaupun kita cepat-cepat ya apa bisa hidup lagi, kan gitu. Istilahnya kalau misalnya masih hidup itu ntah lah kan masih bisa kita cepat-cepat takut apa gitu, nah ini uda gak ada, uda meninggal. Terus dia ngomongnya kotor lah sama abang, dalam hati kok sampai kayak gitu.” RB.W3b.811-834hal 16 Kesulitan menyelesaikan perbedaan dapat memunculkan konflik yang bersumber dari hubungan interpersonal. Pasangan ini sepakat bahwa mereka Universitas Sumatera Utara memiliki prinsip yang berbeda. Keadaan inilah yang membuat keduanya berkonflik satu sama lain. Pasalnya, kak F yang merupakan orang Batak memiliki prinsip harus kerja keras mencari uang selagi usia masih muda sementara bang I yang tidak lain adalah orang Jawa lebih pasrah terhadap hidup dan menganggap bahwa apa yang terjadi adalah kehendak Tuhan dan patut untuk disyukuri. “Ya kadang-kadang ya gak cocok tentang pendapat satu sama lain, itu satu. Juga kakak sering konflik sama dia mengenai sistem kakak kan hmm mumpung masih muda jadi harus kerja keras, itu kalau kakak ya. Nah kalau dia kan istilahnya berprinsip kalau kita ini apa adanya. Kalau abang mensyukuri segitu dapatnya uda” RA.W1b.36-47hal 1-2 “Istilahnya memang uda takdir. Mau apa lagi yang dilakukan. Berusaha pun gak ada hasil, jadinya ya udah lah memang uda kayak gini.” RB.W3b.1360-1364hal 25 Saat di tahun keduausia pernikahan, konflik kembali terjadi. Saat itu kak F meminta izin kepada suaminya untuk menginap di rumah ibunya tetapi sang suami sama sekali tidak memberi izin. Merasa bahwa sang suami tidak wajar karena tidak memberi izin dirinya untuk pergi ke rumah ibunya, kak F pun marah kepada suaminya dan pergi begitu saja tanpa pamit kepada sang suami. Beberapa hari kak F pergi meninggalkan rumah dan selama itu juga sang suami tidak ada menghubunginya. Merasa diabaikan dan kurangnya cinta dari pasangannya, mengakibatkan konflik menjadi berlarut-larut dan pasangan ini mengaku bahwa keduanya hampir bercerai. “Pernah kakak berkonflik sama dia saat pesta nikahannya abang kakak. Waktu itu, kan karena yang nikah abang kakak otomatis kan kami nganter ke siantar itu. Maunya kakak setelah selesai acaranya kakak ke rumah orang tua kakak. Karena juga kan di sana masih berantakan karena habis ngumpul- ngumpul dan ada acara juga kan. Mamak kakak pun nyuruh kesana. Pada Universitas Sumatera Utara saat itu dia marah sama kakak, setelah beres-beres di rumah kakak pun pulang. Pas pulang dia marah-marah lah sama kakak, dia bilang uda selesai pun acara bukannya pulang ke rumah langsung. Malah kesana lagi ntah ngapain. Gitu, disitu dia pun marah karena kakak gak pulang dan kakak pun marah juga karena alasan dia marah itu loh. Masa ke rumah mamak awak aja mau bantu beres-beres harus marah. Terus dijawabnya, jadi mamaknya harus digituin. Ohhh langsung lah kakak pun kesal lah dibilang kayak gitu. itu kakak memang pergi dari rumah.” RA.W1b.142-173hal 4 “Dia tau kakak pergi. Tapi dia diam aja. Uda gitu uda 2 hari kakak gak pulang lalu datang lah mereka…..” RA.W1b.197-200hal 5 Masih terjadi pada kak F, dimana saat itu dirinya hamil anak kedua dan kandungannya sudah mencapai bulan ke tujuh. Saat itu ia masih tetap bekerja walaupun dalam keadaan hamil tua. Ia merasa harus mencari uang untuk biaya persalinan. Sementara saat itu bang I sama sekali tidak ada pekerjaan. Kak F berharap sang suami mau mencari pekerjaan apa saja yang bisa menghasilkan uang, akan tetapi pasangannya tersebut sama sekali tidak mau berusahan karena merasa bahwa tidak adanya pekerjaan yang diperolehnya karena sudah takdir Tuhan. Hal inilah yang membuat kak F kesal kepadanya karena prinsip sang suami yang berbeda dengan dirinya yaitu selalu pasrah kepada takdir. “…..dia gak nyadar untuk cari kerjaan. Kurang sama kakak gitu, ibaratnya ya paling ngantar kakak kerja, seharusnya kan dia nyari kerja kan. Ya prinsip dia itu juga yang buat kakak palak, ya kalau uda gak ada itu mau cemana. Gitulah, itulah yang gak cocok sama kakak. Ya maksud awak itu berusahalah, masa mau diam di rumah aja sement ara awak perlu biaya.” RA.W3b.1493-1504hal 30 Saat ini bang I sudah memiliki pekerjaan tetap sebagai pekerja buruh di kilang batu di daerah dekat kediamannya tinggal. Sehingga pasangan ini merasa bahwa kehidupan mereka sudah sedikit lebih baik daripada saat dulu ia belum Universitas Sumatera Utara bekerja. Namun saat sebelum bang I mendapat pekerjaan, ia sama sekali tidak menunjukkan itikad baik untuk membantu sang istri. Ia selalu bangun sedikit lebih siang daripada umumnya. Hal ini membuat kak F marah-marah kepadanya. Bang I merasa sang istri terlalu membesar-besarkan masalah karena ia bangun siang sehingga menjadi marah-marah kepadanya. “……kayak ada misalnya pagi palak si kak F itu, katanya uda gak kerja pun bangun pagi malas. Abang diam aja gak melawan….” RB.W3b.1171-1175hal 21 Konflik lain yang bersumber dari hubungan interpersonal adalah saat bang I belajar ilmu agama. Kak F marah kepadanya karena ia belajar ilmu agama hampir setiap malam dan selalu pulang malam. Hingga suatu hari ia menemukan istrinya menangis terisak-isak karena anggapan bahwa dirinya lebih mementingkan belajarnya. Bagi bang I, ia hanya belajar ngaji untuk memperdalam ilmu agama. Menurutnya sangat tidak wajar jika sang istri marah dan mencurigainya belajar ilmu agama, karena apa yang dilakukannya adalah suatu perbuatan yang positif. Tetapi kondisi saat itu membuat bang I berfikir bahwa sang istri terlalu membesarkan masalah tersebut karena kekhawatirannya dengan kegiatan yang dilakukannya. “……sebenarnya kan abang belajar ilmu agama, kayak belajar jadi imam gimana bacaannya supaya bagus. Jadi abang diajak. Ternyata rupanya tiap malam belajarnya. Ku rasa dia marahnya karena tiap malam abang pergi, pulang malam jam 12 nanti kan.” RB.W3b.1294-1302hal 24 “…..rupanya ntah kayak mana kan abang pergi dianya mau ikut, ikutlah dia biar tahu gimana, ntah dikirannya ngapa-ngapainnya kami disitu. Uda sampai sana abang suruh masuk gak mau dia. Rupanya dia uda marah itu, abang gak tau lah cemana kan. Minta pulang dia abang antar pulang dia Universitas Sumatera Utara sampe rumah terus abang balik lagi kesana tertawa, gitu kan. Rupanya gak lama kayak mana abang disusul sama bibi yang dulu tinggal di rumahnya, dapat kabar kalau kak F uda nangis-nangis begana begini katanya. Pulanglah, iya abang lihat nangis-nangis lah dia kan. Gak tau abang kan, fikir-fikir lagi ya udah lah gak belajar lagi. Balek lah abang ke rumah guru tadi itu bilang kalau uda gak belajar lagi. Setelah itu ya uda gak belajar lagi.” RB.W3b.1304-1327hal 24-25 “….berfikir lah…..berfikir kenapa kok bisa kayak gitu lah dia. Dia bilang kayak gini, dia uda gak sayang lagi sama awak. Sambil nangis lah dia bilang kayak gitu……” RB.W3b.1331-1336hal 25

d Sumber lingkungan

Secara umum, tekanan sosial sangatlah mempengaruhi kehidupan seseorang. Ketika individu tidak memiliki penghasilan, tempat tinggal, atau pun mengalami diskriminasi maka ia akan cenderung mudah mengalami stres dan hidupnya jauh dari kebahagiaan. Begitupun yang terjadi pada pasangan ini. Dari seluruh sumber konflik yang ada, sumber lingkungan yang paling banyak mengakibatkan konflik- konflik dalam rumah tangga mereka. Kisah ini berawal dari bang I yang secara tidak diduga berhenti bekerja akibat krisis di kantornya yang mengakibatkan harus ada pengurangan karyawan. Berita tersebut sampai di telinga kak F. Saat itu kondisinya mereka tinggal dengan bibi sang suami dan kak F masih bekerja di salah satu pabrik tekstil di Perbaungan. Sehingga keduanya sama-sama diam dan tidak saling membahas masalah tersebut. “Iya. Uda gitu, waktu itu dia gak kerja loh.” RA.W3b.1170-1171hal 23 Universitas Sumatera Utara Setelah 7 bulan menikah akhirnya kak F pun dikabarkan hamil, dan saat usia kandungannya 7 bulan mereka memutuskan untuk pindah ke rumah sang bibi. Saat itulah sang suami berhenti bekerja dan tulang punggung keluarga beralih kepadanya. Saat itu keduanya tidak begitu mempermasalahkan kondisi sang suami yang tidak bekerja, karena berfikir dirinya masih bekerja dan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup masih bisa dipenuhi. Akan tetapi setelah kandungan kak F memasuki usia ke 9 bulan dan tibalah saatnya ia melahirkan, saat itulah dirinya mengaku bahwa mereka membutuhkan biaya yang banyak untuk persalinan. “Uda gitu hamil 9 bulan itulah dia gak kerja. Paling cuma kerja mocok- mocok ajalah sampai kakak melahirkan.” RA.W3b.1230-1234hal 24 “Masalah lah pasti kan. Karena dia gak kerja, jadi awak pun cemana gitu kan. Sementara anak masih kecil butuh susu. Ya susah juga kan, kakak kerja tapi juga harus nyusui. Selalu lah memang itu jadi konflik. Tapi karena memang kakak saat itu masih tinggal sama keluarga kan sama bibi tadi, kakak ya takut lah kalau ribut-ribut kali. Paling kami diam-diaman aja. Kalau gaduh besar itu kami belum. Karena segan lah kan awak tinggal di rumah orang, eh awak malah begaduh sama suami awak.” RA.W3b.1261-1275hal 25 Memang selama ini walaupun bang I tidak memiliki pekerjaan tetap, tetapi terkadang ia masih bekerja serabutan dan sedikit membantu keuangan keluarga mereka. Tetapi suatu hari saat usia pernikahan mereka menginjak ke 2 tahun, bang I sama sekali tidak ada pekerjaan untuk beberapa hari ke depan. Hal ini membuat istrinya marah dan cenderung membandingkannya dengan orang lain. Sementara bang I menganggap dirinya bukan tidak mau berusahan tetapi ia mangatakan bahwa sudah jalan hidupnya yang seperti itu. Ungkapan bang I tersebut semakin Universitas Sumatera Utara membuat sang istri kesal kepadanya. Pasalnya, sebagai orang Jawa bang I selalu mengandalkan takdir dalam menjalani hidupnya. “Salah satunya kalau abang…misalnya gak kerja lah, ntah beberapa hari gak kerja nah dia mulai nampak lainlah mukanya kan. Hah itulah nanti dia marah tuh bilang cari kerja lah sana, orang lain bisa masa awak gak bisa.” RB.W1b.85-92hal 2-3 Permasalahan selanjutnya, saat anak pertama pasangan ini masih kecil selalu diasuh oleh sang bibi. Kak F mengaku selama tinggal di rumah sang bibi, suaminya sama sekali tidak ada inisiatif membantu bibi. Padahal sang bibi dengan ikhlas membantu mengasuh anak mereka selagi dirinya bekerja di luar. Ia berharap setidaknya sang suami sadar untuk membantu kuangan sang bibi dengan memberi uang untuk kebutuhan pribadi mereka atau membantu bibi saat bekerja di rumah. “….sementara di rumah kan dia gak bisa momong anak kakak kan. Jadi bibi lah yang momong. Setidaknya kalau uda bibi yang jaga ya setidaknya kita kasih uang kayak sabun mandi, perlengkapan-perlengkapan dasar itu lah. Nah sementara dia gak ngerti itu, karena tinggal di tempat bibinya sendiri dan bibi juga gak minta. Kalau kakak gak kayak gitu dah, kalau bisa kan pengertian kita sendiri. Jadi kakak dua anak kakak di momongin sama bibi gak ada lah muncul konflik antara kakak sama bibi. Karena kita juga ngertilah, kita dibantu dan setidaknya juga membantu. Kayak awak di rumah misalnya lagi gak kerja, ada nampak kerjaan di rumah yang belum beres ya awak kerjai, awak bantu-bantu juga kan. Kalau kakak kayak gitu. Kalau bang I gak, pagi pun dia bukannya mau ngerti bantu malah tidur aja. Sementara anaknya nanti bibi juga yang jaga. Padahal dia kan gak kerja. Ya setidaknya ya bantu jaga lah, jangan bibi juga yang jaga, kan gak enak ya kan. Kayak gitulah kalau konflik- konflik yang ada saat di rumah bibi dulu.” RA.W3b.1381-1413hal 27-28 Kehidupan pasangan ini memang tidak pernah lepas dari konflik yang menyangkut keuangan. Saat kak F hamil anak kedua mereka yaitu sekitar usia 5 tahun pernikahan, ia kerja banting tulang untuk memperoleh uang karena Universitas Sumatera Utara pasangannya sama sekali tidak ada pekerjaan sehingga membuat dirinya menjadi stress karena memikirkan biaya untuk persalinan dirinya kelak. “Iya….memang gini, saat hamil anak kedua itu sedih kali memang kakak. Bang I gak kerja sama sekali. Kakak itu kerja untuk biaya melahirkan, makan, dll. Sementara kalau untuk makan aja dari gaji kakak itu cukup kan. Tapi untuk biaya melahirkan mau dari mana, disitu kakak bingung juga. Agak stress juga kak ak saat hamil itu.” RA.W3b.1446-1456hal 29 Setelah menginjak usia 7 tahun pernikahan, pasangan ini kembali menghadapi konflik yang bersumber dari lingkungan. Pasalnya, sebelum mendapat pekerjaan tetap bang I selalu bangun siang. Kak F merasa walaupun sang suami tidak bekerja tetapi setidaknya tetap bangun pagi untuk membantu anak-anaknya bersiap-siap ke sekolah. Disatu sisi kak F sendiri sibuk mempersiapkan dirinya untuk berangkat kerja.Hal ini membuat kak F marah- marah kepadanya. “…..ya kadang-kadang gitu lah. Pagi hari misalnya kan, dia gak kerja nanti kan dia gak bangun tuh ya kan. Namanya dia gak kerja kan jadi bangunnya pun agak siang. Sementara maunya kakak meskipun dia gak kerja ya paling tidak bangun kan, apa yang bisa dikerjai ya kerjai. Tau lah anaknya kan mau sekolah, mau apa gitu ya kan paling tidak bantu-bantu mempersiapkan. Kan hal sepele sebenarnya kan. Jadi nanti gara-gara kakak marah sama dia karena gak bangun pagi akhirnya palak agak keras lah kakak ngomong. Nah dia marah jadi ribut bes ar lah kami disitu.” RA.W1b.380-400hal 8-9 Ternyata konflik yang terjadi karena faktor lingkungan ini tidak hanya dialami oleh kak F. Bang I pun mengaku pernah mengalami konflik dengan istrinya karena ia merasa direndahkan oleh sang istri. Menurutnya walau bagaimanapun keadaan sang suami, seharusnya istri menghormati suami. Akan tetapi pada kenyataannya sang istri cenderung melawan, keras dan tidak mau Universitas Sumatera Utara mengalah saat bertengkar dengan dirinya. Bang I menyadari bahwa mungkin dikarenakan dirinya yang berpenghasilan rendah sehingga direndahkan oleh sang istri. “……..ya itulah awalnya masalah sepele, tapi dia yaaa, abang tuh berfikirnya kalau abang itu harus nuruti dia gitu. abang tuh di bawah dialah gitu, jadi abang kan gak terima kan. Dia pun ngomongnya kau kau…abang ya gak terima lah ya juga gini-gini kan abang kepala rumah tangga. Jadi dia seolah-olah gak ada menghormati abang kan gitu. Katanya kalau mau dihormati itu hormati orang dulu, jadikan uda jelas kalau abang harus hormati dia dulu baru dia bisa ho rmati abang.” RB.W1b.309-324hal 7 4 Kaitan konflik dengan budaya yang dimiliki pada pasangan I a Budaya Batak Kak F terlahir sebagai seorang wanita berlatar belakang suku Batak Mandailing. Hal ini terlihat jelas dari marga yang dimilikinya di belakang namanya yaitu Rangkuti. Kak F lahir dan dibesarkan dari keluarga Batak, karena ayah dan ibunya adalah orang Batak. Namun sejak SD, kak F sudah menjadi anak yatim sehingga ia hanya dibesarkan oleh sang ibu. Pengaruh pola asuh dari sang ibu yang berlatar belakang suku Batak kepadanya ternyata membuatnya menjadi orang yang mandiri, keras, tegas, dan pekerja keras. “Kakak Batak dek, Mandailing.” RA.W1b.6hal 1 “Kalau kakak dibesarkan memang harus mandiri. Karena mamak kakak kan sendiri ngasuh kami. Kami dari kecil memang uda mandiri. Kerjaan itu dikerjai sendiri. Nyari uang itu istilahnya ya nyari uang sendiri. Gak ada mikir capek lah, pokoknya kerja cari dapat uang. Kayak kakaklah, bayarin uang sekolah adek- adek kakak. Gitu lah.” RA.W3b.1685-1695hal 34 Universitas Sumatera Utara “Iya, jadi ya kami memang uda diajarkan untuk kerja keras, cari uang untuk hidup ya apa yang bisa dikerjakan ya kami kerjakan…..” RA.W3b.1700-1703hal 34 Darah Batak mengalir kental pada dirinya. Sebagai seorang wanita yang menjadi tulang punggung keluarga ia diharuskan untuk bekerja keras mencari uang demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Hal ini tidak menjadi sulit ia lakukan karena sejak kecil dirinya sudah diajarkan untuk bekerja keras. “….sistem kakak kan hmm mumpung masih muda jadi harus kerja keras, itu kalau kakak ya.” RA.W1b.40-43hal 1-2 Namun pada kenyataannya, itu semua menjadi membuatnya lebih keras dan bertindak lebih agresif kepada sang suami. Kak F mengaku bahwa ia juga terkadang cenderung menyuruh sang suami untuk mengurus pekerjaan rumah sementara ia bekerja di luar. Hal ini tentu saja berujung pada pertengkaran dan kegaduhan. Pasalnya, prinsip kak F sebagai seorang pekerja keras bertolak belakang dengan sang suami yang hanya berserah pada takdir Tuhan. Keadaan seperti inilah yang terkadang selalu muncul dan pada akhirnya menimbulkan konflik dalam rumah tangga kak F dan pasangannya “Ya kakak itu tadi bangsa kerja keras. Uda gitu kalau kakak uda capek, ini kadang-kadang di rumah ya uda lah semua pekerjaan rumah yang belum beres gak kakak kerjai. Gitu ya kan. Memang salah satu prinsip dia kalau memang mau kerja ya kerja, tapi jangan mengeluh dengan kerjaan di rumah harus kakak yang ngerjai namanya juga seorang istri. Memang betul ya kan…. Tapi pendapat kakak, namanya kita suami istri ya kakak kerja bantu dia ya sama- sama dikerjai lah di rumah. Kalau menurut kakak…..” RA.W1b.232-251hal 5-6 “Mungkin ya dek. Kan kita Batak kan, tau lah ya Batak itu keras, tegas, kerja keras. mamak kakak kan sendiri ngasuh kami, dia pun merasa punya Universitas Sumatera Utara tanggung jawab dan harus kerja keras menghidupi kami. dari situ juga lah kayaknya kami dididik dan kakak pun jadi seperti ini. Iya lah karena memang ada l atar belakang itu juga.” RA.W3b.1733-1742hal 35 “…..kalau zaman sekarang istilahnya walaupun suami tapi mau bekerja sama dengan istri.” RA.W1b.564-568hal 12 Selain itu juga kak F mengaku bahwa dirinya selalu bersuara keras dan kasar saat bertengkar dengan bang I. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan bahwa orang Batak memiliki suara yang keras dan kasar. Namun walau begitu, ia mengaku bahwa dirinya tidak akan bertindak kasar dan keras apabila tidak ada yang memancingnya. “……jadi itulah yang membuat pertengkaran tadi, karena kakak selalu ribut ngomong gini-gini ya kan, dia nanti gak suka kalau kakak ngomong- ngomong keras dan kasar atau begini begitu, dia merasa diremehkan…..” RA.W1b.334-341hal 7-8 “Kayak mana ya, kakak pun memang kakak akui kakak keras, kasar. Tapi ibaratnya gini. Kalau orang gak ngapain kakak, kakak yang gak keraslah. Jadi kayak abang inilah, dia kan jadi seperti kakak aja asal ada apa-apa. Sebentar-sebentar mengandalkan kakak. Ya disitu kakak palaknya. Nah disitu kakak sela lu keras.” RA.W2b.709-719hal 15 Sikap memberontak dan tidak mau mengalah juga terlihat dari diri kak F saat berkonflik dengan pasangannya. Kak F mengaku bahwa dirinya selalu memarahi dan terkadang berkata kasar kepada sang suami. Ia merasa bahwa hal tersebut wajar dilakukannya jika sang suami memang bersalah. Hal ini juga sesuai dengan sifat yang dimiliki orang Batak yang cenderung agresif dan tidak mau mengalah saat berkonflik. Universitas Sumatera Utara “Ya kakak marah-marah, berantam lah kami gitu. kakak sih yang lebih ma rah ke dia….” RA.W1b.104-107hal 3 Kak F mengaku bahwa wataknya yang keras dan kasar berasal dari bawaan dirinya yang sejak kecil diasuh oleh keluarga Batak. Hal ini juga dikarenakan adik-adik kak F yang memiliki watak sama dengan dirinya bahkan dapat dikatakan lebih keras daripada dirinya sendiri. Oleh karena itu tidak heran jika kak F mengaplikasikannya ke dalam kehidupuan sehari-harinya terutama kepada sang suami yaitu bang I. “Iya sama-sama keras. Tapi kakak sih yang lebih keras, ya dia mungkin kerasnya karena sebagai suami. Tapi kebanyakan kakak yang lebih kelihatan keras. Selalu gini lah, omongan itu kami selalu jawab-jawaban gitu. Kakak ngomong keras nanti dia jawab walaupun gak sekeras kakak…..” RA.W1b.403-412hal 9 “Keraslah…..kalau adik kakak yang laki-laki itu memang keras. Adik kakak yang perempuan lebih keras dari kakak tuh.” RA.W2b.724-727hal 16 b Budaya Jawa Bang I terlahir sebagai seorang berlatar belakang suku Jawa. Seperti kebanyakan yang diketahui bahwa orang Jawa memiliki sikap yang lembut, sopan, dan pekerja keras, namun tidak demikian dengan bang I. Ia memiliki watak yang sedikit lebih keras dari kebanyakan orang Jawa pada umumnya. Selain itu juga bang I merupakan tipe suami yang selalu menjunjung tinggi harkat dan martabat seorang suami sebagai kepala rumah tangga dan mengharapkan istrinya bisa patuh dan menurut kepadanya. Akan tetapi itu semua tidak diperolehnya karena ia selalu merasa direndahkan oleh sang istri karena status sosialnya yang Universitas Sumatera Utara lebih rendah daripada sang istri. Hal inilah yang selalu menjadi pemicu konflik dari sisi bang I. “Jawa. Abang sukunya Jawa.Memang bapak abang kan Jawa.” RB.W1b.8-9hal 1 “Ya….gimana ya……misalnya ada nih hasrat abang mau mukul. Tapi mikir juga, takutnya nanti kalau dilakukan jadinya kebiasaan. Pernah sekali dan itu memang refleks, karena dia pun memang mau nunjuk-nunjuk ya kan sambil memperagakan. Abang ya gak suka tuh kan ditunjuk-tunjuk gitu dan misalnya dia bilang kau kau, haaahhh itu, sementara abang kan istilahnya walaupun begini kan tetap kepala rumah tangga. Dia mau kayak-kayak gitu kan abang yang gak suka. jadinya ya….maaf cakap ya, terbilang juga lah s ebutan anjing. Gitu…..” RB.W1b.159-175hal 4 “Abang kadang ya merasa di bawah dia gitu. Maunya kemauan dia aja, jadi merasa di bawah dia gitu….” RB.W1b.49-51hal 2 prinsip abang, ya abang itu sebagai kepala keluarga jadi istilahnya apa yang abang bilang itu…ya gak mesti semuanya karena kan abang lihat-lihat juga kondisinya. Tapi paling enggak setiap apa yang abang buat atau lakukan ya dia harus ikut. Patuh lah gitu sama suami. Itulah prinsip abang, jadi kalau di rumah ini abang jadi merasa dihormati dan dihargai sebagai kepala keluarga.” RB.W2b.681-692hal 13  Hakikat hidup Pada dasarnya setiap orang tentu mengacu pada Tuhan dalam setiap bertindak dan berprilaku. Begitupun dengan bang I, dimana ia menerima segala pemberian yang datangnya dari Tuhan sehingga membuat dirinya begitu pasrah dan ikhlas terhadap takdir yang dijalaninya sebagai seorang kepala rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Menurutnya usaha apapun yang dilakukan tidak akan mengubah status sosial mereka. Sikap pasrah inilah yang Universitas Sumatera Utara menjadikannya terlihat khas sebagai orang Jawa dan prinsip ini pula lah yang tidak disukai oleh sang istri terhadap dirinya. “……..kakak kan hmm mumpung masih muda jadi harus kerja keras, itu kalau kakak ya. Nah kalau dia kan istilahnya berprinsip kalau kita ini apa adanya. Kalau abang mensyukuri segitu dapatnya uda.” RA.W1b.40-47hal 1-2 “Iya, ya sebenarnya ya siapa yang mau kayak gini kan. Abang pun bukannya gak mau berusaha. Tapi ya memang kayak gini mau gimana. Itulah dia, nanti uda gitu marah. Memang kalau marah gitu dia terus diam. Jadi abang nanti yang nanyai dia te rus. Gitu lah, jadi maunya kayak mana….abang bilang kan. Terus dia jawab, ya maunya kerjalah..gini gini…tapi ya hidupnya memang keadaannya kayak gini, lagian ada lagi yang hidupnya lebih di bawah dari kita pun mereka tenang-tenang aja. Kan begitu kan ya, ya seharusnya kan kita mensyukuri. Abang bilang gitu lah sama kakak. Ya apa yang didapat itu ya nikmati aja dulu.” RB.W1b.94-112hal 3  Hakikat kerja Selama belasan tahun bang I tidak memiliki pekerjaan yang tetap karena masa krisis ekonomi yang dialami sekitar tahun ’98 yang lalu menyebabkan ia kehilangan pekerjaannya. Selama itu juga ia mencoba mencari pekerjaan serabutan untuk bisa membantu kebutuhan hidup keluarganya, namun tetap saja hasil yang diperolehnya tidak dapat membantu memenuhi kehidupan mereka karena terkadang bang I bekerja dan terkadang tidak. Perasaan kesal dan sedih pun dialami oleh sang istri. Bang I mencoba mencari usaha yang bisa menghasilkan uang tetapi tidak selalu berhasil. Terkadang juga ia berada diam di rumah saat tidak ada pekerjaan. Pekerjaan rumah pun ia lakukan untuk mengisi waktu kosong, tetapi hal itu tidak dilakukannya dengan rutin. Universitas Sumatera Utara “Hmm…..pas hamil kak F, abang berhenti kerja.” RB.W3b.961-962hal 19 “Tunggu dulu. Waktu itu memang ada juga kerja-kerja dulu tempat….apa namanya, kerja di kilang gitu. Mocok-mocok juga lah itu. Lahir N uda mocok- mocok lah abang kerja itu.” RB.W3b.1122-1127hal 20 “Ya bantu-bantu lah. Selama ini kayak bangun pagi, dia mau pergi kerja ya abang bantu apa yang bisa dikerjakan. Kayak dulu pernah cuci piring, nyapu halaman. Tapi kan semenjak anak abang ini uda besar ya dialah yang ngerjai kebanyakan.” RB.W2b.700-707hal 13-14  Hakikat waktu Kesan lambat dan pelan-pelan sangat melekat pada orang Jawa. Begitupun kepada bang I, walaupun tidak terlalu sering dijumpai tetapi ia juga pernah terlihat begitu menunda-nunda untuk melakukan pekerjaan yang disuruh oleh sang istri. Saat sang istri menyuruhnya mengisi ulang botol aqua, ia tidak segera melakukakannya dan justru menunda hingga keesokan harinya. Hal ini membuat kak F kesal dan jengkel kepadanya. “…..gini, nanti misalnya nih ya isi ulang aqua. Jadi kakak bilang uda habis airnya nih, gitu kan. Ya abang bilang besok lah kan masi bisa. Udah lah jadi berantam, marah nanti dia kan bil ang jadi mau minum apa…….” RB.W1b.217-223hal 5 Hal lain yang menunjukkan sikap lamban dari bang I adalah saat sang istri ingin cepat pergi ke kampung karena sang nenek meninggal dunia. Kenyataannya bang I tidak menunjukkan kekhawatiran seperti yang ditunjukkan pasangannya. Saat diminta untuk bersiap-bersiap dan mencari kendaraan, ia tidak segera langsung melaksanakannya. Universitas Sumatera Utara “……..Nah pernah sebelum ada anak pertama, ini apa adanya aja lah ini ya sambil melihat iter. Rupanya kan mendiang nenek meninggal, ntah gimana rupanya dapat kabar sore itu kalau gak salah, jadi kak F ini mau cepat aja pergi gitu kan. Jadi kan awak mau ngomong sana sini dulu pinjam kendaraan, dia gak sabaran lah……” RB.W3b.811-821hal 16  Hakikat hubungan manusia dengan sesamanya Rumah tangga bang I dan kak F selalu ada percekcokan dan pertengkaran sehingga hidup dengan rukun dan damai sangat diidamkan oleh bang I. Walaupun terkadang ia juga ikut beradu mulut istrinya, tetapi ia juga berfikir jika hal tersebut dibiarkan maka akan menjadi pertengkaran yang tiada hentinya dan juga seringnya mereka bertengkar tentu akan membuat hubungan pasangan ini tidak harmonis. Oleh karena itu bang I juga berharap ia dan sang istri dapat menjaga kerukunan hidup mereka. “Kalau dibilang wajar ya wajar. Tapi, kalau abang fikir-fikir tampaknya hampir gimana gitu, ah rasanya gak bisa dibiarkan ini. Gitu lah perasaan. Tapi lama-lama ya kalau uda tenang terus berfikir gitu, ah untuk apa kayak gini toh gak ada artinya juga kan. Memang rumah tangga itu kadang orang berantam itu kan ya kasar lah istilahnya kan karena juga lagi emosi. Kalau kita lagi emosi itu apa aja pun jadi terbilang lah omongan itu. Ya begitulah, abang sih jadinya ya diam aja.” RB.W1b.128-142hal 3-4 Universitas Sumatera Utara Tabel 3. Rekapitulasi gambaran konflik pernikahan responden A istrikak F pada pasangan I Ket. Waktu Deskripsi Konflik Responden A Istri Metode Sumber Awal menikah Awal menikah kehidupan rumah tangga kak F baik-baik saja. Kak F dan suaminya masih tinggal bersama dengan orang tua kak F hingga dirinya hamil. - - - - 7 bulan Konflik pertama muncul saat nenek kak F meninggal dunia. Saat itu kak F ingin langsung pergi namun suaminya tidak menunjukkan hal yang sama seperti kak F, pada akhirnya ia marah kepada sang suami dan bertengkar. Destructive Pribadi 1 tahun Kak F hamil anak pertama dan saat usia kehamilan 7 bulan mereka memutuskan pindah ke rumah keluarga bang I bibi bang I. 7 bulan usia kehamilan kak F, sang suami berhenti bekerja karena di PHK akibat krisis moneter, sehingga kebutuhan sehari-hari ditanggung oleh kak F karena saat awal menikah ia juga bekerja. Kak F melahirkan dan saat itu sedang membutuhkan biaya besar untuk melahirkan dan kebutuhan anak mereka ditambah dengan bang I yang hanya kerja serabutan. Namun karena mereka tinggal di rumah bibi, pertengkaran pun dihindari oleh mereka. - Avoidance Avoidance - Lingkungan Lingkungan 2 tahun Setelah acara pernikahan abang kak F di Siantar, ia masih ingin nginap di rumah ibunya, karena saat itu keadaan rumah masih berantakan dan ibu kak F juga meminta dirinya untuk tinggal di rumah sehari lagi. Namun sang suami tidak mengizinkannya menginap. Kak F marah karena dirasa tidak wajar jika bang I tidak mengizinkannya ke rumah orang tuanya sendiri. Akhirnya kak F pergi dari rumah. Kak F pernah berfikiran untuk mengakhiri pernikahannya dengan bang I karena masalah sebelumnya. Bang I tidak mau berinisiatif untuk membantu kebutuhan pribadi mereka ketika tinggal di rumah sang bibi, walaupun sang bibi tidak memintanya. Saat itu, kak F lah yang berinisiatif untuk membantu-bantu pekerjaan bibi saat sedang berada di rumah, berbeda dengan bang I yang hanya diam saja di rumah tersebut. Avoidance Destructive Avoidance Hubungan Interpersonal Hubungan Interpersonal Lingkungan Universitas Sumatera Utara Saat kak F hamil anak kedua, bang I tidak ada pekerjaan sama sekali. Sementara simpanan uang hanya pas untuk makan, hal ini membuat kak F stres. Saat kandungan berusia 7 bulan, kak F tidak ambil cuti karena harus mengumpulkan uang untuk melahirkan. Sementara itu bang I tidak tersadar untuk mencari kerja membantu dirinya untuk mengumpulkan uang. Prinsip sang suami yang selalu berserah pada takdir membuat kak F kesal. Avoidance Avoidance Lingkungan Hubungan Interpersonal 6 tahun Kelahiran anak kedua membawa rezeki kepada keluarga kak F. Bang I mendapat pekerjaan sebagai kuli bangunan selama beberapa hari sehingga memperoleh uang lembur. - - 7 tahun - sekarang 1 tahun usia anak kedua, keluarga kak F pindah dari rumah bibi ke rumah mereka sendiri. Tidak lama itu bang I pergi merantau ke Aceh. Selama bang I di Aceh pertengkaran jarang sekali terjadi. Setelah pulang dari Aceh bang I mendapat pekerjaan tetap dan barulah terjadi pertengkaran. Sebelum mendapat pekerjaan tetap, kak F pernah marah- marah kepada bang I karena bang I tidak bangun pagi. Sementara saat pagi hari semuanya pada sibuk bersiap-siap pergi. Kak F berharap setidaknya sang suami membantu pekerjaan yang lain. Namun ia lebih memilih untuk tidur. Kak F menganggap bahwa mereka berdua sama-sama keras dan saling mementingkan ego masing-masing sehingga muncul ketidakcocokan. Kak F berharap bang I mau membantunya mengurus pekerjaan rumah. Suatu saat ketika kak F pulang kerja, ia melihat kondisi rumah masih berantakan. Karena saat itu dalam keadaan capek, kak F cenderung mengabaikannya sehinggga kondisi rumah berantakan. Hal ini mengundang kegaduhan dan bang I menegurnya karena walaupun capek pulang kerja tetapi tetap harus bertanggung jawab dengak pekerjaan di rumah. kak F menyadari kesalahannya dan mencoba hanya diam. Biasanya saat emosi, kak F selalu melampiaskan kemarahannya dengan mengerjakan pekerjaan rumah secara kasar. Hal lain yang sering membuat pertengkaran terjadi adalah - Destructive - Avoidance Ventilation and Catharsis Destructive - Lingkungan Hubungan Interpersonal Fisik - Lingkungan Universitas Sumatera Utara kak F selalu marah dan bersuara keras saat bertengkar dengan suaminya. sementara sang suami merasa diremehkan oleh kak F. Kak F marah karena sang suami tidak mau membantu anak-anak bersiap-siap untuk sekolah dan lebih memilih untuk tidur. Kak F mengaku jika sedang berkonflik keduanya sama- sama keras. Biasanya jika merasa sudah saling sakit hati keduanya akan diam dan kak F pergi ke rumah adik iparnya hingga malam hari. Kak F tidak suka suaminya belajar ilmu agama, karena sikap dan tindakan yang ditunjukkan semakin lama semakin mencurigakan kak F dan membuatnya khawatir. Kak F marah karena sang suami lebih mementingkan belajar ngajjinya daripada mengajar anak-anak mengaji di rumah. Ketika ditanya sedang belajar apa, sang suami hanya menjawab untuk memperdalam kajian. Merasa curiga, kak F memutuskan untuk ikut bang I belajar. Namun ketika sampai disana bang I sama sekali tidak melakukan apa-apa. kekecawaan pun muncul, akhirnya kak F meminta untuk pulang bersama dengan bang I. Setelah sampai di rumah, sesaat setelah kak F turun dari kereta sang suami pergi lagi tanpa pamit kepadanya. Kak F merasa sakit hati dan ia pun menangis sekeras-kerasnya di dalam kamar. Bang I pernah menuduh kak F selingkuh. Saat itu ia membantah tuduhan tersebut dan menganggap bahwa sang suami beranggapan seperti itu karena ia sadar bahwa penghasilan dirinya lebih besar dari sang suami, sehingga sang suami berfikiran bahwa ia pasti akan diatur dan direndahkan oleh istri disemena-menakan istri. Konflik pernah muncul karena kak F mengerjakan pekerjaan secara kasar, karena saat itu dalam keadaan capek baru pulang kerja. Padahal seharusnya pekerjaan itu dikerjakan oleh sang suami saat sedang berada di rumah. Bang I tidak mau menemani kak F belanja, karena menganggap hal itu adalah pekerjaan perempuan. Kak F berharap keduanya bisa saling membantu satu sama lain. Karena ia juga membantunya mencari nafkah. Kak F kesal dan menganggap suaminya tidak sadar bahwa istrinya telah Destructive Avoidance - Ventilation and Catharsis Destructive Ventilation and Catharsis Avoidance Pribadi - Pribadi Hubungan Interpersonal Lingkungan Fisik Lingkungan Universitas Sumatera Utara melakukan pekerjaan laki-laki yaitu mencari nafkah, namun kak F tidak ingin mengungkitnya karena tidak ingin menjadi semakin ribut. Perasaan kak F saat itu kesal kepada bang I dan ia melampiaskannya dengan bercerita kepada tetangganya. Kak F juga memarahi bang I karena tidak mau menemani belanja. Ventilation and Catharsis Destructive Universitas Sumatera Utara Tabel 4. Rekapitulasi gambaran konflik pernikahan responden B suamibang I pada pasangan I Ket. Waktu Deskripsi Konflik Responden B Suami Metode Sumber Awal menikah Awal kehidupan rumah tangga masih romantis dan biasa saja, karena intensitas pertemuan mereka terbatas dimana keduanya sama-sama kerja sehingga terhindar dari konflik. - - 7 bulan Konflik pertama muncul saat mendengar kabar bahwa nenek mertua meninggal dunia. Kak F ingin segera berangkat, akan tetapi bang I harus mencari kendaraan terlebih dahulu sehingga tidak bisa sesegera mungkin berangkat. Selain itu juga bang I menganggap karena sudah meninggal jadi tidak ada yang perlu diburukan. Saat itu sang istri marah-marah dan mengeluarkan kata-kata kasar. Reaksi bang I saat itu diam ketika istrinya marah. Ketika di perjalanan ke kampung, bang I mengendarai keretanya dengan kecepatan di atas rata-rata. Bang I merasa tidak dilayani saat pulang kerja. Saat itu ia kerja setengah hari, sehingga siang hari bang I sudah sampai di rumah. Bang I ingin makan siang karena kelaparan. Akan tetapi sang istri tidak menyediakan makan siang untuknya. Akhirnya bang I pergi keluar untuk mencari makan hingga malam hari. Setibanya di rumah bang I tidak mau berbicara kepada istrinya. Ventilation and Catharsis Avoidance Hubungan Interpersonal Fisik 1 tahun Bang I berhenti bekerja saat istrinya hamil anak pertama. Walaupun tidak ada pekerjaan tetap, tetapi bang I tetap bekerja serabutan tidak tetap. - - Lingkungan - 2 tahun Setelah kelahiran anak pertama, bang I mengaku bahwa istrinya pernah pergi dari rumah karena saat itu ia tidak mengizinkan sang istri nginap di rumah ibunya setelah acara pesta pernikahan abang iparnya. Kak F marah dan akhirnya menyepak bang I, refleks ia juga bertindak kasar kepada sang istri. Kak F pergi dari rumah karena bertengkar dengan suaminya karena bang I tidak mengizinkannya nginap di rumah ibunya sendiri. Bang I kesal karena istrinya pergi dari rumah, sehingga membiarkan sang istri pergi dan tidak menjemputnya pulang. Bang I tidak kerja untuk beberapa hari, hal ini membuat sang istri marah dan cenderung membandingkannya dengan orang lain. Bang I sendiri menganggap bahwa dirinya bukan tidak mau berusaha tetapi ia menganggap memang sudah Destructive Avoidance Constructive Pribadi Pribadi Lingkungan Universitas Sumatera Utara jalan hidupnya seperti ini. Bang I mencoba menyakinkan istrinya dengan kondisi yang dihadapi saat itu. 6 tahun Bang I mengaku tidak ada masalah saat setelah kelahiran anak kedua mereka. Saat itu bang I memperoleh pekerjaan walaupun belum tetap. Biaya untuk memenuhi kebutuhan pun juga masih bisa dipenuhi oleh keduanya. - - 7 tahun - sekarang 2 tahun usia anak kedua, keluarga mereka memiliki rumah sendiri. Setelah pindah ke rumah mereka, bang I merantau ke Aceh. Sepulangnya dari Aceh bang I mendapat pekerjaan tetap di Kilang batu. Karena saat itu tidak bekerja, bang I jarang bangun pagi. Hal ini membuat istrinya marah dan mereka pun bertengkar. Bang I hanya diam saat itu. Walaupun bang I sudah memiliki pekerjaan tetap, tetapi masih belum cukup membiayai kehidupan keluarganya. Bang I diajak temannya belajar ilmu agama setiap malam. Hal ini membuat sang istri marah. Suatu hari sang istri ikut bang I ngaji dan ingin melihat bang I belajar. Tidak lama itu kak F minta diantar pulang. Setelah sampai rumah, bang I pergi ke rumah gurunya kembali tanpa pamit kepada sang istri. Bang I kemudian dikabari sepupunya bahwa sang istri menangis di rumah. Saat itu juga bang I pulang, dan pertengkaran pun terjadi. Kak F marah-marah kepadanya dan bang I hanya diam tidak berbuat apa-apa. Ia merasa bahwa kemarahan sang istri tidak wajar karena alasan belajar ilmu agama setiap malam. Bang I merasa dirinya rendah dihadapan istrinya, disepelakan, harus menurut dan menghormati istrinya. Hal inilah yang memicu konflik. Seringnya sang istri cenderung melawan, keras dan tidak mau mengalah saat bertengkar dengannya, sementara dirinya saat melihat istrinya sedang marah maka ia akan diam. Bang I pernah meneriaki istrinya dengan sebutan yang kasar saat sedang marah, alasannya saat itu karena sang istri marah-marah kepadanya sambil menunjuk-nunjuk ke arah dirinya. Merasa tidak dihormati sebagai suami oleh sang istri akhirnya membaut ia bertindak kasar dengan meneriaki istrinya tersebut. Air galon aqua habis dan saat itu tidak ada yang berinisiatif untuk membeli isi ulangnya. Bang I mengatakan - Avoidance - Avoidance Avoidance Destrucitve - - Hubungan Interpersonal Lingkungan Hubungan Interpersonal Lingkungan Pribadi Hubungan Interpersonal Universitas Sumatera Utara untuk besok dibeli sementara kak F keras ingin hari itu juga dibeli. Saat di pagi hari, kak F kelihatan sibuk mengurus diri dan yang lainnya. Pada akhirnya semua dikerjakan secara kasar dan berantakan. Bang I mencoba menegur dan menyuruh istrinya untuk sabar melakukan pekerjaan tersebut. Mengingat kedua anak mereka sudah besar, bang I tidak pernah memperpanjang masalah saat berkonflik dengan istrinya. Oleh karena itu ia lebih banyak diam dan menghindar saat bertengkar. Bang I tidak mengerjakan tugas rutinnya di rumah hingga sang istri pulang kerja. Pekerjaan tersebut akhirnya dikerjakan oleh sang istri dengan perasaan kesal sambil membanting barang yang dikerjakan. Bang I merasa istrinya marah karena pekerjaan tersebut tidak ia kerjakan. Kak F marah dan mengomel kepada bang I, sementara ia hanya diam. Construcive Avoidance Avoidance Lingkungan - Hubungan Interpersonal Universitas Sumatera Utara Tabel5. Rekapitulasi gambaran konflik pernikahan pada pasangan I bang I dan kak F Ket. Waktu Deskripsi Masalah Suami Istri Metode Sumber Metode Sumber Awal menikah Awal menikah, kehidupan rumah tangga kak F dan bang I baik-baik saja. Keduanya masih tinggal bersama orang tua kak F. Intensitas pertemuan dan komunikasi keduanya terbatas karena keduanya sama-sama bekerja, sehingga terhindar dari konflik. - - - - - - - - - - - - 7 bulan Awal muncul konflik saat nenek kak F meniggal dunia. Saat itu sang suami tidak terlihat ingin segera pergi melayat, berbeda dengan dirinya yang ingin sesegera mungkin berangkat. Akhirnya kak F marah dan berkata kasar kepada suaminya tersebut sementara sang suami saat itu hanya diam. Saat di perjalanan bang I mengendari sepeda motornya dengan kecepatan di atas normal. Bang I merasa tidak dilayani saat pulang kerja. Saat itu ia hendak makan siang namun ia tidak melihat makanan tersaji di meja makan. Akhirnya bang I keluar rumah mencari makanan dan pulang ke rumah saat malam harinya. Ventilation and Catharsis Avoidance Hubungan Interpersonal Fisik Destructive - Pribadi - 1 tahun Kak F hamil anak pertama dan memutuskan untuk pindah ke rumah keluarga dari bang I. Bang I berhenti bekerja karena perusahaan tempat ia bekerja sedang dalam krisis sehingga harus dilakukan pengurangan - Tidak memperma salahkan - Lingkungan - Avoidance - Lingkunga n Universitas Sumatera Utara karyawan. Kebutuhan sehari-hari dipenuhi oleh kak F. Kak F melahirkan dan saat itu sedang membutuhkan biaya besar untuk melahirkan dan kebutuhan anak mereka. Selain itu juga sang suami hanya kerja serabutan. Namun karena mereka tinggal di rumah keluarga, pertengkaran pun dihindari oleh mereka. Konflik muncul karena pasangan ini memiliki prinsip yang berbeda yaitu kak F merasa harus kerja keras cari uang sementara bang I menganggap hidup harus disyukuri dengan apa yang telah didapat. - - - Hubungan Interpersonal Avoidance - Lingkunga n Hubungan Interperson al 2 tahun Sepulang dari acara pernikahan abangnya kak F, ia ingin menginap di rumah ibunya. Namun sang suami tidak mengizinkannya. Kak F marah dan menyepak suaminya, refleks bang I juga bertindak kasar kepada istrinya. Akhirnya kak F pergi dari rumah meninggalkan bang I dan anaknya. Bang I tidak kerja untuk beberapa hari, hal ini membuat sang istri marah dan cenderung membandingkannya dengan orang lain. Bang I sendiri menganggap bahwa dirinya bukan tidak mau berusaha tetapi ia menganggap memang sudah jalan hidupnya seperti ini. Bang I mencoba menyakinkan sang istri dengan kondisi yang dihadapi saat itu. Bang I tidak berinisiatif membantu kebutuhan pribadi mereka saat tinggal di rumah bibi mereka. Saat itu kak F yang berinisiatif untuk membantu pekerjaan bibi. Berbeda dengan Destructive Constructiv e - Pribadi Lingkungan - Destructive Kak F menyepak bang I Avoidance kak F pergi dari rumah Destructive Avoidance Hubungan Interperson al Lingkunga n Lingkunga n Universitas Sumatera Utara sang suami yang tidak sensitif dan hanya diam saja di rumah. Saat hamil anak kedua, bang I tidak ada pekerjaan sama sekali. Hal ini membuat kak F stress karena tidak memiliki simpanan uang untuk melahirkan. Saat kandungan kak F berusia 7 bulan, ia tidak mengambil cuti karena harus mengumpulkan uang untuk melahirkan. Sementara itu sang suami tidak tersadar untuk mencari kerja membantu istrinya. Prinsip bang I yang selalu berserah pada takdir membuat kak F kesal. - - - - Avoidance Avoidance Lingkunga n Hubungan Interperson al 6 tahun Bang I dan kak F mengaku tidak memiliki masalah setelah 6 tahun menikah, yaitu saat anak kedua sudah lahir. Saat itu 2 hari setelah kelahiran anak kedua bang I mendapat pekerjaan dan biaya untuk memenuhi kebutuhan juga masih bisa dipenuhi oleh keduanya - - - - 7 tahun- sekarang 2 tahun usia anak kedua, pasangan ini pindah ke rumah mereka sendiri. Tidak lama itu bang I memutuskan merantau ke Aceh selama kurang lebih 1 tahun. Setelah pulang dari Aceh bang I mendapat pekerjaan tetap. Sebelum mendapat pekerjaan, bang I selalu bangun siang. Hal ini membuat sang istri marah-marah kepadanya. Seharusnya walaupun tidak kerja bang I setidaknya membantu mempersiapkan segala sesuatunya saat semua orang di rumah sedang sibuk bersiap-siap. Kak F berharap suaminya mau membantunya mengurus pekerjaan rumah. Suatu saat ketika ia pulang - Avoidance Constructiv e - Hubungan Interpersonal Hubungan Interpersonal - Destructive Avoidance - Lingkunga n Fisik Universitas Sumatera Utara kerja, ia melihat kondisi rumah masih berantakan. Saat itu karena dalam keadaan capek, kak F cenderung mengabaikannya sehinggga kondisi rumah berantakan. Hal ini mengundang kegaduhan dan sang suami menegurnya karena walaupun capek pulang kerja tetapi tetap harus bertanggung jawab dengan pekerjaan di rumah. Kak F menyadari kesalahannya dan mencoba hanya diam. Kak F marah karena bang I begitu mementingkan belajar ngajinya daripada mengajar anak- anak ngaji di rumah. Ia menjadi khawatir dengan tindakan yang dilakukan sang suami karena setiap malam ia selalu pergi belajar hingga larut malam. Hingga suatu saat kak F ikut suaminya belajar ngaji. Tetapi saat itu disana justru tidak ada kegiatan apa-apa. Akhirnya kak F meminta pulang dan diantar oleh bang I. Namun setelah mengantar sang istri, bang I langsung pergi tanpa pamit ke rumah gurunya kembali. Kak F marah dan sakit hati karena perlakuan suaminya. Ia menangis sekeras-kerasnya hingga para tetangga berdatangan. Bang I dijemput oleh saudaranya dari rumah gurunya karena keadaan kak F yang memprihatinkan. Bang I pun saat itu diam saja tanpa melawan sedikit pun saat melihat sang istri menangis terisak-isak sambil memarahinya. Bang I tidak mengerjakan pekerjaan rutin yang harus dikerjakan di rumah. Saat kak F pulang kerja, ia melihat pekerjaan Avoidance Avoidance Hubungan Interpersonal Hubungan Intepersonal Ventilation and Catharsis Ventilation and Catharsis Pribadi Fisik Universitas Sumatera Utara tersebut belum dikerjakan sang suami. Saat itu kondisinya baru pulang kerja dan capek, membuat kak F emosi dan cenderung mengerjakan pekerjaan tersebut secara kasar. Bang I merasa sang istri marah karena pekerjaan tersebut tidak ia kerjakan. Saat itu bang I diam saja tidak melawan. Bang I merasa dirinya rendah, disepelakan, harus menurut dan menghormati istrinya. Hal inilah yang memicu konflik. Seringnya kak F cenderung melawan, keras dan tidak mau mengalah saat bertengkar dengannya, sementara dirinya saat melihat istrinya sedang emosi maka ia akan diam. Bang I pernah meneriaki istrinya dengan sebutan kasar saat sedang marah. Alasannya saat itu sang istri marah kepadanya sambil menunjuk-nunjuk ke arahnya. Ia merasa perbuatan istrinya itu tidak pantas untuk dilakukan sehingga ia meneriakinya. Avoidance Destructive Lingkungan Pribadi - Destructive - - Universitas Sumatera Utara Bagan 1. Gambaran Konflik Pernikahan Pasangan I Resp A dan Resp B SIFAT PSIKOLOGIS FISIK RB Ramah, lebih tertutup, pendiam, tidak banyak berbicara. RA Ramah, terbuka, spontan, dan ekspresif. RA Tinggi: 163 cm, berat: 50 kg, bentuk muka bulat, sedikit bungkuk dan kurus RB Tinggi: 160 cm, berat: 53 kg, bentuk muka: oval, pendek dan kurus. Sumber-sumber yang melatarbelakangi terjadinya konflik Sumber Pribadi RA: sang suami tdk merespon positif keinginannya untuk segera pergi melihat nenk yang meninggal dan sang suami begitu mementingkan belajar ngajinya hingga membuat responden khawatir dengan kegiatan yang dilakukan suaminya. RB: sang istri menyepak dirinya krn tdk mengizinkan pasangannya nginap di rumah orang tuanya dan sang istri memarahi dirinya sambil menunjuk-nunjuk ke arah wajahnya,hingga akhirnya responden meneriaki istrinya. Sumber Fisik RA: Konflik terjadi akibat kelelahan fisik setelah pulang kerja yaitu responden melihat rumahnya berantakan dan sang suami tidak mengerjakan pekerjaan rumah yang rutin dikerjakan sebelumnya. RB: ketika pulang kerja, responden tidak dilayani makan siang bahkan lauk sama sekali tidak tersedia di meja makan. Sumber Hubungan Interpersonal RA: Konflik terjadi karena adanya perbedaan prinsip antara dirinya dengan pasangannya. Responden merasa selama masih muda harus kerja keras cari uang sedangkan sang suami menganggap hidup harus disyukuri. RB: pasangannya terlalu membesarkan masalah, seperti marah saat dirinya bertindak lambat ketika sang istri hendak pergi melayat dan terlalu curiga dengan kegiatan belajar ngajinya di luar. Adanya perbedaan prinsip antara keduanya juga menjadi pemicu konflik, dimana sang istri seorang pekerja keras dan responden justru cenderung pasrah dengan takdir hidupnya. Sumber Lingkungan RA: Masalah yang dominan muncul adalah akibat ekonomi, responden sebagai tulang punggung keluarga selama 7 tahun usia pernikahannya. Selain itu kondisi tempat tinggal yang masih menumpang juga menjadi salah satu pemicu munculnya konflik yaitu adanya tekanan dan rasa segan dengan bibi. RB: Konflik diakibatkan karena masalah ekonomi dirinya yang tidak bekerja dan merasa direndahkan sang istri adanya diskriminasi. Pasangan Multikulltur Responden A Kak F Responden B Bang I Latar Belakang Pernikahan dan Konflik-Konflik yang Terjadi RA dan RB sama-sama bekerja, selama ± 7 tahun tinggal bersama orang lain bibi RB. Di usia pernikahan 1 tahun RB kehilangan pekerjaan tetap selama ± 7 tahun. Masalah ekonomi pun menjadi faktor utama timbulnya konflik dalam rumah tangga mereka. Tulang punggung keluarga dipikul oleh RA, sementara RB sama sekali tidak mendapatkan pekerjaan tetap hanya bekerja serabutan. Sejak itu keduanya mengaku selalu berkonflik, namun karena adanya rasa segan dengan sang bibi RA pun tidak terlalu melampiaskan konflik yang terjadi. 7 tahun tinggal di rumah bibi, pasangan ini pindah ke rumah pribadi mereka. RB pun memperoleh pekerjaan tetapnya. Namun setelah menempati rumah sendiri, RA cenderung terlihat lebih agresif dan konflik pun tidak dapat dihindari. Universitas Sumatera Utara Lanjutan……. Metode mengha dapi Konflik Pernika han Avoidance RA: Responden cenderung diam dan menghindari konflik dengan suami karena adanya rasa enggan dengan keluarga yang tinggal serumah dengan mereka. . RB: Umumnya responden menyikapi konflik yang terjadi dengan diam tanpa melawan istrinya. Satu kali dijumpai responden pergi meninggalkan sang istri di rumah karena tidak ingin berkonflik dengan istrinya. Ventilation and Catharsis RA: Responden mengekspresikan emosi negatifnya dengan menangis dan melakukan pekerjaan rumah mencuci dandang secara kasar ketika berkonflik dengan pasangannya. RB: Tindakan yang ditunjukkan oleh responden adalah dengan mengendarai kendaraan dengan kecepatan di atas rata-rata saat berkonflik dengan pasangannya. Destructive and Constructive 1. Destructive RA: Metode ini banyak terjadi semenjak pasangan ini tinggal di rumah sendiri. Hal-hal yang dilakukannya adalah memarahi, menendang, dan berkata kasar kepada suaminya. RB: Hal yang pernah dilakukan responden saat berkonflik dengan istrinya adalah dengan bertindak dan berkata kasar kepada pasangannya. 2.Constructive RA: tidak muncul RB: Mencoba untuk memberikan pemahaman kepada pasangannya atas masalah yang terjadi. Universitas Sumatera Utara

3. Responden C Istri