Pembahasan 1. Gambaran konflik pernikahan pada responden A

B. Pembahasan 1. Gambaran konflik pernikahan pada responden A

1 Metode-metode konflik pernikahan pada responden A a. Avoidance conflict Terkadang individu memilih untuk menghindar dan tidak ingin terlibat dari suatu masalah karena hal ini dianggap suatu cara yang paling aman. Akan tetapi setiap orang tentu memiliki alasan masing-masing ketika memutuskan untuk menghindari masalah yang ada. Hal ini juga terjadi kepada kak F. Secara keseluruhan kak F berada pada kategori metode avoidance, yaitu kak F cenderung diam dan tidak mengekspresikan kemarahan dan kekesalannya saat memiliki masalah dengan bang I. Hal ini dilakukannya untuk menghindari konflik yang terjadi karena rasa segan yang dimilikinya kepada sang bibi yang pada saat itu satu rumah dengan mereka. Kak F dan bang I memutuskan untuk tinggal bersama sang bibi sejak kehamilannya menginjak usia 7 bulan hingga pasangan ini memiliki dua orang anak selama kurang lebih 7 tahun. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan di dalam Degenova 2008, yang menyatakan bahwa metode avoidance merupakan metode dimana seseorang atau pasangan menghadapi konflik yang terjadi dengan cara menghindari orang yang bersangkutan, situasi dan hal-hal yang berhubungan dengan hal tersebut. Kak F sendiri mencoba untuk menghindari orang maupun situasi yang mengakibatkan konflik pada dirinya. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya dalam wawancara yang dilakukan kepada kak F, bentuk penghindaran yang dilakukan oleh kak F adalah dengan mendiami sang suami saat berada di rumah sang bibi Universitas Sumatera Utara karena tidak ingin orang lain mengetahui pertengkaran mereka. Hal lainnya adalah kak F pernah pergi meninggalkan bang I selama beberapa hari karena suatu masalah yang cukup serius dimana pasangan ini hampir memutuskan ikatan pernikahan mereka. Sadarjoen 2005 mengatakan bahwa konflik bisa muncul karena adanya persepsi-persepsi dan harapan-harapan yang berbeda serta ditunjang dari keberadaan latar belakang kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang mereka anut sebelum memutuskan untuk menikah. Hal ini menjadi bahan pertimbangan buat kak F karena adanya perbedaan yang muncul membuat ia berkonflik dengan sang suami. Oleh karena itu penyatuan pola fikir sangatlah penting bagi pasangan suami istri untuk menghindari kemungkinan konflik yang terjadi. b. Ventilation and catharsis conflict Banyak cara yang dapat dilakukan untuk melampiaskan kemarahan dan kekesalan saat seseorang sedang berkonflik dengan orang lain. Salah satu caranya adalah dengan melampiaskan kemarahannya dengan melakukan kegiatan lain yang sedikit kasar. Pada responden kak F, metode ventilation and catharsis muncul beberapa kali. Hal ini dapat terlihat dari penjelasan kak F saat dirinya sedang berkonflik dengan suaminya. Salah satunya seperti yang dilakukannya, dimana ia beberapa kali melampiaskan kemarahannya dengan melakukan pekerjaan dengan kasar seperti membanting dandang yang sedang dicuci, serta mengerjakan pekerjaan rumah dengan kasar. Selain itu juga kak F pernah menangis sekeras-kerasnya saat ia sakit hati dan merasa dikhianati oleh bang I Universitas Sumatera Utara karena mempelajari ilmu agama yang tidak jelas. Hal lain yang dilakukan oleh kak F saat berkonflik dengan sang suami adalah dengan menceritakan kekesalannya kepada tetangga di rumahnya yang kebetulan adalah keluarga mereka sendiri. Sejalan dengan itu, Degenova 2008 mengatakan bahwa metode ventilation and catharsis merupakan bentuk yang baik untuk mengekspresikan emosi negatif seseorang ketika sedang mengahadapi konflik. Diharapkan setelah seluruh emosi dan perasaan negatif yang dikeluarkan akan membuat seseorang tersebut menjadi lebih relaks dan emosinya menjadi lebih positif. c. Constructive and destructive conflict Constructive dan destructive memiliki arti yang berbeda. Keduanya memiliki defenisi yang saling berlawanan satu sama lain. 1. Constructive Ketika terjadi konflik dalam pernikahan, hal yang paling baik untuk dilakukan adalah dengan mencoba menyelesaikan konflik tersebut dan mencari solusi terbaik untuk keduanya. Kak F merupakan seorang istri yang keras dan tidak pernah mau mengalah saat sedang berkonflik dengan sang suami. Penuturan dari bang I mengenai kak F juga menjadi bukti jelas dimana bang I mengatakan bahwa sang istri merupakan orang yang berani mengeluarkan pendapat dan mengambil resiko di tempat ia bekerja. Sejalan dengan itu, setiap berkonflik dengan sang suami tidak pernah kak F mencoba untuk menyelesaikan masalah Universitas Sumatera Utara yang terjadi dengan mengajak bicara sang suami secara baik-baik dan mencari solusi untuk mengatasinya. Hal ini bertolak belakang dengan penuturan dari Degenova 2008 yang mengatakan bahwa metode constructive adalah setiap pasangan ataupun seseorang yang mencoba menghadapi masalah dalam pernikahannya dengan lebih memahami dan berkompromi atau menerima solusi yang ditawarkan untuk dipertimbangkan dengan baik. Besar kemungkinan pengaruh kak F yang keras dan tegas yang membuatnya tidak mau mengalah saat berkonflik dengan sang suami sehingga untuk mencoba memahami masalah yang ada tidak terfikirkan olehnya. 2. Destructive Metode destructive ini secara umum cukup dominan muncul. Hal ini didukung dengan pengakuan kak F bahwa dirinya merupakan orang yang keras dan memiliki ego yang tinggi. Setiap masalah yang muncul kebanyakan datang dari sang suami sehingga membuatnya merasa benar dan selalu menyerang bang I dengan memarahinya. Banyak tindakan agresif yang dilakukan oleh kak F saat sedang berkonflik dengan bang I. Beberapa diantaranya adalah dengan memarahi, membentak bahkan mengancam bang I dengan mengatakan bahwa ia mau mengakhiri pernikahan mereka. Suatu hari kak F pernah marah sekali dengan bang I karena saat itu sang suami bersikap santai saat mendengar kabar duka. Hingga pada akhirnya kak F kesal dan menendang bang I serta mengeluarkan kata kasar kepadanya. Sejalan dengan itu, Degenova 2008 menuturkan bahwa metode destructive ini merupakan metode Universitas Sumatera Utara yang paling krusial karena seseorang yang memiliki metode ini akan cenderung menyerang orang yang bermasalah dengan dirinya. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan oleh kak F kepada bang I saat berkonflik dengan dirinya yaitu dengan memarahi, menendang bahkan mengatakan hal yang negatif kepada bang I. 2 Sumber-sumber konflik pernikahan pada responden A a. Sumber pribadi Setiap orang tentunya memiliki hasrat maupun dorongan untuk melakukan sesuatu bahkan ketika hal tersebut tidak sesuai dengan yang seharusnya terjadi. Begitu juga dengan yang dialami oleh kak F. Ia mengaku bahwa dirinya beberapa kali merasa bahwa konflik yang terjadi antara dirinya dengan sang suami tidak lain karena sumber pribadi. Hal ini tentu berkaitan dengan naluri maupun nilai- nilai yang saling berlawanan satu sama lain. Kenyataannya, kak F pernah berkonflik dengan sang suami saat mendengar kabar bahwa nenek kak F meninggal dunia. Merasa dirinya bertanggung jawab karena pernah tinggal dan diasuh oleh sang nenek, rasa sedih, cemas dan keharusan untuk datang pun sangat dirasakan oleh kak F. Hal ini bertolak belakang dengan sikap sang suami dan pada akhirnya menjadi konflik. Hal ini sejalan dengan teori yang dipaparkan oleh Degenova 2008 dimana konflik pribadi berasal dari dorongan dalam diri individu yang saling berlawanan satu sama lain. Adanya kecemasan dan ketakutan terhadap suatu hal yang terjadi pada individu menjadi salah satu sumber dari perselisihan suami istri. Hal inilah Universitas Sumatera Utara yang menjadi alasan kak F marah dan berkonflik dengan sang suami saat mendengar kabar sang nenek meninggal dunia.

b. Sumber fisik

Kelelahan fisik dapat menjadi salah satu sumber terjadinya sebuah konflik dalam rumah tangga. Kak F menjadi tulang punggung kelaurga saat dikabarkan bahwa sang suami telah keluar dari pekerjaannya. Tentunya tugas kak F menjadi lebih berat, disamping mengurus pekerjaan rumah ia juga harus mencari nafkah di luar. Rasa capek dan lelah tentu dirasakan oleh kak F. Hal ini pada akhrinya menimbulkan konflik dimana sering dijumpai saat kak F pulang kerja dalam keadaan capek ia harus menerima kenyataan bahwa kondisi rumahnya berantakan dan sang suami sama sekali tidak berinisiatif untuk menggantikan posisi dirinya di rumah. Degenova 2008 mengatakan bahwa faktor kelelahan dapat menyebabkan individu cepat marah, tidak sabar, sedikit toleransi dan frustasi. Hal ini menyebabkan seseorang dapat berkata atau melakukan sesuatu yang tidak ingin dilakukannya. Begitu juga dengan kak F, saat ia sedang capek tentu segelintir aktifitas sebisa mungkin ia hindari tetapi pada kenyataannya ini tidak berlaku bagi kak F. Inilah yang membuat ia marah-marah dan menjadi sebuah konflik pada rumah tangganya.

c. Sumber hubungan interpersonal

Menurut Degenova 2008, konflik yang bersumber dari hubungan interpersonal merupakan konflik yang terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Universitas Sumatera Utara Orang-orang yang tidak bahagia dalam pernikahannya akan lebih sering mengeluh merasa diabaikan, kekurangan cinta dan kasih sayang daripada orang-orang yang bahagia dalam pernikahannya. Adanya perilaku yang berlebihan dan membesar- besarkan masalah merupakan salah satu faktornya. Hal ini juga terjadi kepada kak F yang saat itu tidak diizinkan menginap di rumah orang tuanya ketika selesai acara resepsi pernikahan abang kak F di Siantar. Menurut kak F, bang I terlalu berlebihan dengan tidak menginzinkannya pergi ke rumah orang tuanya dan hal ini pada akhirnya menimbulkan sebuah konflik. Adanya ketidakcocokan dan sulit menyelesaikan perbedaan oleh Degenova 2008 juga merupakan salah satu penyebab pasangan sering bertengkar dan berkonflik. Pasalnya, baik kak F dan bang I memiliki prinsip yang berbeda satu sama lain yang ditemukan sejak awal mereka menikah. Hal ini tidak henti- hentinya menjadi pemicu konflik mereka, terutama bagi kak F.

d. Sumber lingkungan

Salah satu sumber yang paling menjadi pemicu terjadinya konflik adalah masalah ekonomi. Hal ini juga diakui oleh kak F bahwa ekonomi adalah penyebab utama ia bertengkar dengan sang suami. Tidak sedikit ditemui yang menjadi sumber dari pertengkaran dalam rumah tangga kak F dan bang I adalah karena lingkungan, yaitu ekonomi. Kebutuhan yang semakin banyak dan bang I yang tidak memiliki pekerjaan tetap menjadi semakin kompleks sebagai pemicu konflik mereka. Universitas Sumatera Utara Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Degenova 2008 bahwa kondisi tempat tinggal, tekanan sosial pada anggota keluarga, diskriminasi dan kejadian yang tidak diharapkan yang dapat menganggu fungsi keluarga merupakan bagian dari sumber konflik yang berasal dari lingkungan. Telebih lagi bagi kak F, sumber stress utama yang dialaminya adalah saat dirinya memikul tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga Degenova, 2008. 3 Kaitan konflik dengan budaya yang dimiliki responden A Kak F merupakan seseorang yang memiliki latar belakang suku Batak. Hal ini diperoleh dari penuturan dirinya sendiri yang mengaku sebagai orang Batak. Sebagai orang bersuku Batak tentu banyak nilai-nilai ataupun keyakinan yang dianut oleh dirinya yang diaplikasikan kepada kehidupan sehari-hari. Tinambunan 2010 mengatakan bahwa orang Batak dikenal dengan wataknya yang keras dan tegas. Hal ini ternyata dijumpai pada diri kak F dimana ia merupakan tipikal orang yang keras kepala dan tegas. Lebih lanjut Tinambunan 2010 menambahkan bahwa cirri khas orang Batak adalah dirinya yang memiliki suara keras dan tidak takut berkonflik dengan orang lain. Artinya, orang Batak cenderung mengarah pada sikap yang menyerang dan tidak akan diam saja saat terjadi masalah antara dirinya dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan kondisi nyata yang ada pada kak F, ia memiliki suara yang keras dan nyaring. Ketika dirinya bertengkar dengan sang suami, ia cenderung memarahi dan terkadang berkata kasar. Kak F juga sering didapati menyerang sang suami saat terjadi konflik dalam rumah tangga mereka. Hal ini Universitas Sumatera Utara membuat dirinya begitu menampakkan jati dirinya sebagai seorang berlatar belakang suku Batak. 2. Gambaran konflik pernikahan pada responden B 1 Metode-metode konflik pernikahan pada responden B a. Avoidance conflict Pada dasarnya bang I selalu menghadapi konflik yang terjadi dengan cara mengindari konflik avoidance ketika berkonflik dengan kak F, sang istri. Hal ini karenaselama wawancara berlangsung banyak dijumpai dimana bang I selalu menghadapi masalah yang terjadi pada dirinya dengan sang istri dengan cara menghindar yaitu diam tidak melawan. Berbanding lurus dengan penuturan dari Degenova 2008 bahwa metode avoidance lebih mengarah kepada bentuk penghindaran terhadap orang yang bersangkutan, situasi dan hal-hal yang berhubungan dengan masalah tersebut. Bang I sendiri mengaku bahwa dirinya lebih sering memilih diam saat sang istri marah-marah kepadanya bukan karena ia takut kepada sang istri, tetapi lebih kepada dirinya yang tidak mau ribut berkepanjangan dengan sang istri. Suatu hari pernah bang I tidak disajikan makan siang saat ia baru pulang kerja. Melihat perlakuaan sang istri yang tidak melayaninya saat pulang, bang I pun pergi keluar mencari makan siang hingga malam harinya ia pun pulang ke rumah dan mendiami sang istri. Menurut Degenova 2008, dengan menghindari masalah untuk sementara akan membuat keadaan cukup tenang dan kondisi inilah yang dilakukan oleh bang I saat itu. Universitas Sumatera Utara b. Ventilation and catharsis conflict Metode konflik ini merupakan kebalikan dari avoidance, yaitu individu mencoba menyalurkan konflik tersebut dengan cara berteriak, bernyanyi, dll, untuk mengekspresikan emosi dan perasaaan negatif dengan begitu diharapkan individu yang sedang dalam konflik dapat sedikit lebih tenang setelah melampiaskannya dalam bentuk aktifitas yang lain. Setelah proses ini dilakukan seluruh emosi dan perasaan negatif yang ada akan keluar dan diganti dengan emosi dan perasaan yang lebih positif Degenova, 2008. Hal ini ternyata juga dilakukan oleh bang I saat ia sedang berkonflik dengan sang istri. Walaupun hanya sekali ditemukan proses ini, namun bang I mencoba melampiaskan kemarahan dan kekesalannya saat kak F memarahi dan meneriakinya sebelum mereka berangkat ke kampung untuk melayat ke rumah sang nenek. Bentuk ekspresi yang ditunjukkan oleh bang I saat itu adalah dengan mengendarai keretanya sekencang mungkin. Beruntung saat itu tidak terjadi apa- apa kepada bang I dan sang istri. c. Constructive and destructive conflict 1. Constructive Salah satu bentuk yang paling aman dan baik saat menghadapi konflik adalah dengan mencoba memahami konflik tersebut Degenova, 2008. Lewin dalam Lindzey Hall, 1985 menjelaskan bahwa konflik adalah keadaan dimana dorongan-dorongan di dalam diri seseorang berlawanan arah dan hampir sama kekuatannya. Oleh sebab itu individu yang mampu memahami konflik yang Universitas Sumatera Utara terjadi dan mencari solusi penyelesaiannya tentu akan mampu keluar dari masalah tersebut. Hal ini coba dilakukan oleh bang I saat ia berkonflik dengan kak F. Bang mencoba meyakinkan kak F dengan kondisi yang mereka hadapi saat itu sehingga amarah kak F bisa sedikit lebih menurun. Kondisi lainnya adalah saat kak F terlihat sibuk mempersiapkan diri untuk kerja dan mengurus anak-anaknya untuk bersiap-siap ke sekolah. Bang I saat itu mencoba untuk menegur dan menyuruh sang istri bersabar dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini lebih kepada meminimalisir emosi negatif, menaruh hormat dan percaya kepada pasangan serta dapat menyebabkan hubungan menjadi lebih baik dan dekat Degenova, 2008. 2. Destructive Setiap orang tentu pernah marah dan melakukan tindakan yang sedikit kasar. Begitu juga halnya dengan bang I. Walaupun secara umum bang I kebanyakan lebih avoidance terhadap konflik yang terjadi, tetapi tidak menutup kemungkinan juga untuk dirinya melakukan tindakan yang sedikit agresif ketika berkonflik dengan sang istri. Hal ini terlihat dari tindakan bang I saat tidak mengizinkan sang istri untuk menginap di rumah orang tuanya sehingga membuat kak F marah dan menendangnya. Refleks bang I yang pada saat itu juga sedang dalam keadaan emosi yang negatif tidak tinggal diam. Ia bertindak kasar terhadap sang istri. Sesuai dengan penuturan Degenova 2008, orang dengan metode destructive cenderung menyerang orang yang bermasalah dengan dirinya. Mereka mencoba untuk mempermalukan pasangannya, mengucilkan atau menghukum Universitas Sumatera Utara orang yang menjadi lawan konfliknya dengan menghinda atau menjelek- jelekkanya. 2 Sumber-sumber konflik pernikahan pada responden B a. Sumber pribadi Konflik pribadi berasal dari doronga dalam diri individu, naluri dan nilai- nilai yang berpengaruh dan saling berlawanan satu sama lain Degenvoa, 2008. Bang I sendiri beberapa kali merasa bahwa pertengkaran yang terjadi antara dirinya dan sang istri dikarenakan adanya nilai-nilai yang di pegang namun berlawanan satu sama lain. Seperti saat bang I bertengkar dengan kak F, dimana saat itu kak F marah kepadanya sambil menunjuk-nunjuk ke wajah bang I. Merasa dirinya telah direndahkan dengan perlakukan istrinya yang tidak terhormat bang I pun meneriaki sang istri dengan sebutan yang tidak wajar untuk diucapkan. Sebagai seorang laki-laki dan kepala rumah tangga bang I tentunya harus dihormati dan dihargai, akan tetapi tidak demikian yang ia peroleh saat sang istri menunjuk-nunjuk ke arahnya sambil marah. Degenova 2008 mengatakan bahwa adanya ketakutan irasional dan kecemasan neurotic yang terjadi pada individu seperti terlalu posesif menjadi sumber dasar dari perselisihan suami istri. Selain itu juga adanya penyakit emosional dapat menyebabkan perselisihan. Berkaitan dengan masalah yang terjadi pada bang I, kebanyakan yang terjadi adalah karena bang I merasa tidak dihargai sebagai seorang suami sehingga hal ini menjadi suatu hal yang Universitas Sumatera Utara bertentangan dengan prinsipnya bahwa seorang suami harusnya dilayani dan dihormati oleh istri.

b. Sumber fisik

Seseorang dapat dengan mudah terpancing emosi dan marah saat sedan lapar. Hal inilah yang dialami oleh bang I saat ia pulang ke rumah dengan kondisi perut yang lapar namun tidak disediakan oleh sang istri. Akhirnya bang I pergi keluar mencari makan tanpa berpamitan maupun berbicara kepada kak F. Hal ini sejalan dengan teori Degenova 2008 yang mengatakan bahwa kelelahan fisik, kelaparan, beban kerja berlebih dan sakit kepala merupakan beberapa sumber yang dapat menyebabkan konflik dalam pernikahan.

c. Sumber hubungan interpersonal

Konflik ini terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Menurut bang I pertengkaran yang selalu terjadi salah satunya bersumber dari hal-hal yang sebenarnya sederhana tetapi dianggap besar oleh pasangan kita. Hal ini sejalan dengan penuturan dari Degenova 2008 yang mengatakan bahwa konflik dapat terjadi apabila individu merasa bahwa pasangan mereka terlalu membesar- besarkan masalah dan menganggap kecil usaha yang dilakukan. Hal inilah yang dialami oleh bang I. Saat dirinya menyuruh sang istri bersabar menunggu kabar lebih lanjut tentang berita bahwa neneknya meninggal, sang istri terlihat marah dan bahkan memaki bang I. Padahal menurut bang I masalah tersebut bukanlah sesuatu yang fatal, karena pada dasarnya orang yang Universitas Sumatera Utara sudah meninggal tidak akan bisa hidup kembali oleh sebab itu cepat atau lamanya mereka datang tidak akan mempengaruhi kondisi sang nenek. Kesulitan menyelesaikan perbedaan dan kekurangan komunikasi juga menyebabkan pernikahan tersebut menjadi penuh konflik dan tidak bahagia Degenova, 2008. Sejalan dengan ungkapan dari Degenova 2008, bang I juga pernah mengalami hal sama yang diakibatkan kurangnya komunikasi antara dirinya dengan kak F. Bang I memutuskan untuk memperdalam ilmu agama namun tingkah laku serta kebiasaan yang ditunjukkan bang I berubah setelah ia belajar. Hal ini membuat kak F curiga dan akhirnya menimbulkan konflik.

d. Sumber lingkungan

Degenova 2008 mengatakan bahwa kondisi tempat tinggal, tekanan sosial pada anggota kelurga, ketegangan budaya diantara keluarga dengan kelompok merupakan sumber yang menyebabkan terjadinya konflik pernikahan. Bang I mengakui bahwa dikarenakan dirinya tidak bekerja dan sang istri yang menjadi tulang punggung keluarga, ia merasa direndahkan dan disepelekan oleh sang istri. Hal ini sejalan dengan teori dari Degenova 2008 yang mengatakan bahwa adanya diskriminasi dalam keluarga menjadi pemicu terjadinya konflik. Selain itu juga masalah ekonomi menjadi penyebab utama terjadinya konflik pada pernikahan bang I. Kenyataannya adalah bang I kehilangan pekerjaannya untuk waktu yang cukup lama dan hanya puas dengan penghasilan sebagai pekerja tidak tetap. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan stress dan Universitas Sumatera Utara kesejahteraan dirinya menjadi berkurang dan pada akhirnya menimbulkan konflik dalam hidupnya Degenova, 2008. 3 Kaitan konflik dengan budaya yang dimiliki responden B Umumnya orang Jawa banyak dikenal dengan sifatnya yang ramah, sopan, penurut dan penyabar. Namun perlu diketahui bahwa adanya perubahan zaman membuat seseorang juga bisa berubah. Hal ini dijumpai pada diri bang I yang merupakan seorang suami yang terlahir sebagai orang Jawa. Ia memiliki watak yang sedikit lebih keras kepala dan tidak penurut. Hal ini bertolak belakang dengan penuturan dari Bratawijaya 1997 yang mengatakan bahwa orang Jawa cenderung lemah lembut, penyabar dan penurut. Walaupun bang I tidak seperti kebanyakan orang Jawa pada umumnya, akan tetapi dirinya masih tergolong memiliki kekhasan seperti orang Jawa yang lainnya. Hal ini terlihat dari nilai-nilai yang dipegang oleh orang Jawa tentang falsafah hidup mereka.  Hakikat hidup Koentjaraningrat 1981 dalam Sedyawati, 2003 mengatakan bahwa orang Jawa merupakan orang yang religious .Mereka sangat menghormati budaya, agama Hindu dan Islam, dan kondisi geografis. Pada dasarnya masyarakat Jawa menerima yang telah diberikan Tuhan secara apa adanya, harus tabah dan pasrah dengan takdir serta ikhlas menerima segala hal yang diperolehnya. Hal ini sesuai pada diri bang I, dimana dirinya menerima segala pemberian yang datangnya dari Universitas Sumatera Utara Tuhan sehingga membuat ia begitu pasrah dan ikhlas terhadap takdir yang dijalaninya sebagai kepala rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan tetap.  Hakikat kerja Setiap orang memiliki keinginan untuk menghasilkan uang dan mampu memenuhi setiap kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya. Begitupun halnya dengan bang I. Awal kehidupan rumah tangga dirinya dengan pasangannya, ia masih memiliki pekerjaan. Akan tetapi berkisar 1 tahun usia pernikahan, ia harus menerima kenyataan bahwa dirinya kehilangan pekerjaan. Hal ini tentu membuat ia dan sang istri sedih, sehingga ia mencoba untuk mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Namun ia tidak juga mendapat pekerjaan tetap lainnya. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk bekerja serabutan sambil mendapatkan pekerjaan yang tepat untuk dikelutinya. Terkadang ia juga berada diam di rumah saat tidak ada pekerjaan. Pekerjaan rumah pun ia lakukan untuk mengisi waktu kosong, tetapi hal itu tidak dilakukannya dengan rutin. Menurut Koentjaraningrat 1981 dalam Sedyawati, 2003 orang Jawa beranggapan bahwa mereka harus terus berikhtiar dan bekerja. Bagi mereka hal ini merupakan suatu keharusan untuk mempertahankan hidup. Pada dasarnya hal ini dijumpai pada diri bang I. akan tetapi hal tersebut tidak terlihat konsisten ia lakukan karena sulitnya memperoleh pekerjaan tetap sehingga ia memutuskan untuk bekerja serabutan dan terkadang justru tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Perilaku untuk berusaha mencari pekerjaan tidak ia tunjukkan secara maksimal. Terkadang hal inilah yang pada akhirnya menjadi pemicu keributan dalam rumah tangga dirinya dengan sang istri. Universitas Sumatera Utara  Hakikat waktu Banyak orang berpendapat bahwa orang Jawa kurang menghargai waktu. Hal ini disebabkan karena ada pemahaman mereka bahwa melakukan segala sesuatu tidak usah terburu-buru, yang penting selesai Koentjaraningrat, 1981 dalam Sedyawati, 2003. Tentu saja hal ini kesan lambat dan cenderung menunda- nunda waktu ini juga dijumpai pada bang I. Hal ini pernah terjadi beberapa kali yang membuat sang istri kesal dan akhirnya memarahinya. Sang istri menyuruhnya mengisi ulang botol aqua, ia tidak segera melakukakannya dan justru menunda hingga keesokan harinya.Hal lain yang menunjukkan sikap lamban dari bang I adalah saat sang istri ingin cepat pergi ke suatu tempat namun bang I justru bertindak lama dan akhirnya membuat sang istri marah kepadanya.  Hakikat hubungan manusia dengan sesamanya MenurutKoentjaraningrat 1981 dalam Sedyawati, 2003 masyarakat Jawa menghendaki hidup yang selaras dan serasi dengan pola pergaulan saling menghormati. Hidup yang saling menghormati akan menumbuhkan kerukunan, baik di lingkungan rumah tangga maupun di masyarakat. Dengan memegang teguh prinsip rukun dalam berhubungan dengan sesama, maka tidak akan terjadi konfik. Hal ini diakui oleh bang I dimana dirinya tidak suka berkonflik dan bertengkar dengan orang lain terutama sang istri. Oleh sebab itu ia lebih memilih diam dan menghindari konflik saat sang istri mengajaknya bertengkar. Universitas Sumatera Utara 3. Gambaran konflik pernikahan pada responden C 1 Metode-metode konflik pernikahan pada resoponden C a. Avoidance conflict Setiap orang tidak akan ada yang tidak pernah mengalami konflik dan setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam menghadapi konflik yang terjadi. Hal ini juga terjadi kepada ibu S yang mengaku pernah menghindar dari konflik yang terjadi. Salah satu contohnya adalah saat ladang yang disewa oleh ibu S dan suami harus ditarik oleh pemiliknya karena sudah habis waktu hak miliknya. Ibu S hanya bisa pasrah dan sedih saat ladang yang mereka rawat telah diambil pemiliknya dan mencoba untuk tidak memikirkan masalah tersebut. Hal lainnya adalah saat ibu S mengalami masalah ekonomi karena gajinya sebagai PNS belum mencukupi untuk kebutuhan hidup mereka, disamping itu juga sang suami juga tidak memiliki penghasilan yang cukup sementara kebutuhan mereka semakin banyak karena sudah memiliki seorang anak. Kesedihan yang dialami oleh ibu S tidak diekspresikannya dan ibu S memilih untuk diam. Secara teori, metode avoidance merupakan metode dimana pasangan ataupun seseorang menghadapi konflik yang terjadi dengan cara menghindari orang yang bersangkutan, situasi dan hal-hal yang berhubungan dengan masalah tersebut Degenova, 2008. Universitas Sumatera Utara b. Ventilation and catharsis conflict Selama hidup berumah tangga dengan sang suami, ibu S mengaku tidak pernah mengalami konflik yang besar. Pertengkaran yang terjadi hanya sebatas kekesalan dan amarah yang muncul akibat faktor-faktor tertentu. Walaupun begitu ibu S mengaku bahwa dirinya pernah begitu kesal dengan sang suami hingga ia menutup pintu depan rumahnya dengan keras. Hal ini dilakukan oleh ibu S karena dirinya sedang marah dan mencoba melampiaskan kemarahannya dengan membanting pintu tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, Degenova 2008 menjelaskan bahwa ventilation and catharsis merupakan salah satu cara menghadapi konflik dengan mengekspresikan atau mengalihkan emosi negatif yang dirasakan dengan bentuk yang lain seperti berteriak, bernyanyi maupun yang lainnya. Diharapkan setelah proses ini dilakukan seluruh emosi dan perasaan negatif yang ada akan keluar dan diganti dengan emosi dan perasaan yang lebih positif. Oleh karena itu ibu S melakukan hal demikian untuk mengalihkan rasa amarahnya kepada bapak K. c. Constructive and destructive conflict 1. Constructive Banyak metode-metode yang dijumpai dalam menghadapi konflik pernikahan yang dilakukan oleh pasangan menikah, dan dari beberap metode tersebut constructive merupakan metode yang paling baik untuk dilakukan oleh seseorang ketika sedang berkonflik dengan pasangannya. Menurut Degenova 2008, constructive yaitu pasangan mengahadapi masalah pernikahannya dengan Universitas Sumatera Utara lebih memahami dan berkompromi atau menerima solusi yang ditawarkan untuk dipertimbangkan. Demikian yang pernah dilakukan oleh ibu S saat keluarga mereka sedang membutuhkan uang untuk biaya anak-anak sekolah dengan jumlah yang tidak sedikit. Ibu S bersama sang suami mencoba untuk mencari cara mengatasi konflik tersebut dan mengantisipasi kekurangan uang mereka dengan meminjam kepada tetangga. Ibu S melakukan metode constructive saat mengalami masalah tersebut. 2. Destructive Setiap pasangan tentu memiliki konflik, dan bagaimana seseorang mengatasi konflik mempengaruhi perkembangan pribadi mereka.Metode destruktif destructive yaitu menyerang orang yang bermasalah dengan dirinya. Mereka mencoba untuk mempermalukan pasangannya, mengucilkan atau menghukum orang yang menjadi lawan konfliknya dengan menghina dan menjelek- jelekkannya Degenova, 2008. Secara keseluruhan ibu S banyak melakukan metode destructive saat berkonflik dengan sang suami. Ibu S lebih banyak memarahi dan menegur bapak K karena alasan-alasan tertentu yang tentunya membuat ibu S marah dan kesal kepada sang suami. Salah satu contohnya adalah saat ibu S pulang dari bekerja dan melihat suaminya tidur di rumah, padahal sang suami saat itu tidak ada pekerjaan sehingga ibu S berharap sang suami melakukan pekerjaan yang bermanfaat untuk mengisi waktu kosongnya. Akan tetapi yang ditemukan adalah sang suami tidur di rumah dan hal ini membuat ibu S membangunkan sambil memarahi sang suami. Universitas Sumatera Utara 2 Sumber-sumber konflik pernikahan pada responden C a. Sumber pribadi Konflik dapat berasal dari dorongan dalam diri individu yang disebut dengan konflik pribadi Degenova, 2008. Sama halnya seperti yang dialami oleh ibu S saat dirinya mengalami masalah tentang ladang yang mereka sewa ditarik oleh pemiliknya karena masa kepemililkannya telah habis. Tentu perasaan sedih berkecambuk pada diri ibu S dan akhirnya menjadi konflik yang tidak ia lampiaskan.

b. Sumber fisik

Sering kali kita merasa bahwa saat diri kita lelah mudah sekali untuk terpancing emosi. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Degenova 2008 bahwa kelelahan dapat menyebabkan individu cepat marah, tidak sabar, sedikit toleransi dan frustasi. Ibu S merupakan seseorang yang aktif, pagi hingga siang hari ia bekerja sebagai guru PNS kemudian siangnya hingga terkadang sore hari ia berjualan baju. Tentunya capek fisik selalu dirasakan oleh ibu S sehingga tidak sedikit konflik yang terjadi akibat faktor tersebut. Salah satu contohnya adalah, saat ibu S pulang dari bekerja dan melihat rumah berantakan. Hal ini tentu membuat ibu S marah-marah dengan suara keras dikarenakan sang suami saat itu sedang berada di rumah seharian penuh, namun kesadarannya untuk membersihkan atau melakukan pekerjaan rumah tidak dilakukannya. Sejalan dengan itu, Degenova 2008 melanjutkan pernyataannya yaitu akibat dari kelelahan fisik yang terjadi dapat menyebabkan seseorang dapat Universitas Sumatera Utara berkata atau melakukan sesuatu yang tidak ingin dilakukannya. Banyak sekali dijumpai konflik yang terjadi akibat kelelahan fisik yang dialami oleh ibu S.

c. Sumber hubungan interpersonal

Konflik dapat terjadi karena ada sumber yang melatarbelakanginya. Hal ini juga diakui oleh ibu S yang sering mengalami masalah dengan bapak K walaupun diakui konflik yang mereka alami merupakan konflik yang biasa terjadi dalam suatu pernikahan. Ibu S tentu berharap sang suami melakukan pekerjaan yang bermanfaat ketika sedang tidak bekerja dan akan lebih baik lagi jika pekerjaan yang dilakukannya pada hari itu dapat tuntas diselesaikan. Berbeda dengan kenyataannya, ibu S justru melihat sang suami menunda-nunda melakukan pekerjaan di rumah dan lebih memilih tiduran di kamar saat ibu S menyelesaikan pekerjaannya di luar. Rasa amarah dan kekesalan muncul dan dilampiaskan oleh ibu S kepada bapak K. Kita tidak pernah tau kapan konflik itu datang dan kapan akan berakhir, yang pasti setiap konflik yang terjadi memiliki sumber penyebabnya. Sejalan dengan itu, Degenova 2008 mendukung dengan mengutarakan bahwa kesulitan menyelesaikan perbedaan dan kekurangan komunikasi dapat menyebabkan pernikahan seseorang menjadi penuh konflik. Perbedaan yang ditemukan antara ibu S dan bapak K bisa jadi merupakan salah satu faktornya sehingga konflik ini bisa terjadi. Universitas Sumatera Utara

d. Sumber lingkungan

Masalah ekonomi selalu saja menjadi penyebab pasangan berkonflik dan tidak bisa dihindari bahwa uang merupakan segalanya untuk menjalani hidup dalam berumah tangga. Hal ini juga yang dialami oleh ibu S, terutama saat di awal-awal tahun pernikahannya dengan bapak K. Penghasilan yang tidak banyak dari keduanya membuat ibu S merasa sedih dan stress dengan keadaan ekonomi mereka. Tidak jarang juga dijumpai pertengkarang yang terjadi pada keluarga ibu S yang diakibatkan oleh masalah ekonomi. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Degenova 2008, Konflik ini meliputi kondisi tempat tinggal, tekanan sosial pada anggota keluarga, dan sumber stress utama bagi keluarga adalah saat wanita yang memikul tanggung jawab sebagai kepala keluarga, merawat anggota keluarga yang mengalami penyakit kronik. Pada dasarnya ibu S bukanlah seorang diri yang memikul tanggung jawab sebagai pencari nafkah dalam keluarganya, akan tetapi hal ini akan menjadi nyata apabila sang suami tidak mau aktif dan sungguh-sungguh untuk bekerja. Akhirnya stress karena memikul tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga akan dirasakan oleh ibu S. 3 Kaitan konflik dengan budaya yang dimiliki responden C Ibu S merupaka seorang wanita berlatar belakang suku Batak. Melalui proses wawancara yang dilakukan, ditemukan bahwa ibu S merupakan seorang pekerja keras dan tidak suka menunda-nunda waktu. Hal ini sesuai dengan penuturan dari Tinambunan 2010 bahwa salah satu falsafah hidup orang Batak Universitas Sumatera Utara adalah Marpangkirimon yang artinya bahwa orang Batak memiliki pengharapan cita-cita salah satunya adalah hamoraon pencapain hartamateri untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya. Ibu S masuk ke dalam kategori tersebut, namun sayangnya hal ini tidak sejalan dengan sang suami yang cenderung bermalasa-malasan. Adanya perbedaan prinsip inilah yang pada akhirnya menimbulkan konflik antara dirinya dengan pasangannya. Tinambunan 2010 juga mengatakan bahwa orang Batak memiliki ciri khas yakni bersuara keras, agresif dan tidak mau kalah. Berdasarkan penuturan tersebut, ibu S termasuk ke dalam kategori ketiganya. Suara ibu S yang keras terkadang membuat situasi yang awalnya biasa saja menjadi memanas serta tindakannya yang agresif dan tidak mau kalah saat berkonflik dengan pasangannya membuat masalah yang terjadi dalam rumah tangga pasangan ini tidak dapat dihindari. 4. Gambaran konflik pernikahan pada responden D 1 Metode-metode konflik pernikahan pada responden D a. Avidance conflict Secara umum bapak K termasuk dalam kategori metode avoidance dalam menghadapi konflik yang terjadi. Banyak sekali ditemukan bentuk penghindaran yang dilakukan oleh bapak K ketika berkonflik dengan sang istri, seperti diam tidak melawan saat sang istri menyerang dirinya dan pergi ke warung meninggalkan ibu S saat sang istri sedang memarahinya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Degenova 2008 yang mengatakan bahwa metode Universitas Sumatera Utara avoidance merupakan metode dimana pasangan menghadapi konflik yang terjadi dengan menghindar. Menghindari orang yang bersangkutan, situasinya dan hal- hal yang berhubungan dengan hal tersebut adalah cara yang dilakukan oleh orang- orang dengan metode ini. b. Ventilation and catharsis conflict Mengekspresikan dan menyalurkan emosi negatif yang dirasakan ke dalam bentuk perilaku yang lain tentu dirasakan oleh sebagai orang adalah hal yang baik untuk dilakukan. Secara tidak langsung, mereka telah melampiaskan amarahnya tetapi dalam bentuk yang lain dan tentu saja dapat mengurangi kadar konflik yang terjadi. Penjelasan ini ditambahkan oleh Weiten 2004 yang mendefenisikan konflik sebagai keadaanketika dua atau lebih motivasi atau dorongan berperilaku yang tidak sejalan harus diekspresikan secara bersamaan. Bertolak belakang sekali dengan bapak K, dijumpai dalam sebuah wawancara dimana bapak K sama sekali tidak pernah melakukan hal tersebut. Degenova 2008 menyebutnya sebagai ventilation and catharsis yaitu mengekspresikan emosi dan perasaan negatif. Individu yang sedang dalam masalah akan menyalurkan emosi dan perasaan negatif yang dirasakannya, seperti berteriak, bernyanyi sekeras-kerasnya, dan yang lainnya. Diharapkan setelah proses ini dilakukan seluruh emosi dan perasaan negatif yang ada akan keluar dan diganti dengan emosi dan perasaan yang lebih positif. Universitas Sumatera Utara c. Constructive and destructive conflict 1. Constructive Metode ini merupakan yang paling baik dilakukan oleh pasangan yang sedang berkonflik. Namun tidak semua orang mampu melakukan metode ini saat berkonflik dengan pasangannya. Bapak K merupakan salah satu orang yang pernah melakukan metode constructive saat mengalami konflik dengan sang istri. Kejadiannya adalah saat ibu S marah karena telah membeli sayur namun yang diperoleh sangat sedikit karena kehabisan sayur, bapak K mencoba untuk memahamkan ibu S dan tidak marah-marah karena masalah sederhana tersebut. Degenova 2008 mengatakan bahwa metode constructive yaitu pasangan mengahadapi masalah pernikahannya dengan lebih memahami dan berkompromi atau menerima solusi yang ditawarkan untuk dipertimbangkan. Tujuannya lebih kepada meminimalisir emosi negatif yang dirasakan. 2. Destructive Setiap pasangan tentunya memiliki konflik pernikahan dalam rumah tangga mereka. Hal ini senada dengan pernyataan Degenova 2008 bahwa konflik adalah sesuatu yang normal terjadi pada setiap hubungan. Cara yang dilakukan untuk menghadapai konflik pun bermacam-macam. Bapak K merupakan orang yang senang hidup rukun tanpa konflik. Namun dirinya juga merupakan orang yang memiliki batas kesabaran. Walaupun tidak sering, tetapi bapak K pernah melakukan metode destructive saat berkonflik dengan sang istri. Metode destructive , yaitu menyerang orang yang bermasalah dengan dirinya. Mereka mencoba untuk mempermalukan pasangannya, mengucilkan atau Universitas Sumatera Utara menghukum orang yang menjadi lawan konfliknya dengan menghina dan menjelek-jelekkannya Degenova, 2008. Hal ini dilakukan bapak K karena kondisi saat itu keduanya sama-sama dalam keadaan lelah dan dirinya juga tidak senang dimarah-marahi oleh sang istri sehingga membuatnya melawan dan menentang sang istri. 2 Sumber-sumber konflik pernikahan pada responden D a. Sumber pribadi Sumber pribadi oleh Degenova 2008 diartikan sebagai konflik yang berasal dari dorongan dalam diri individu, naluri instinct dan nilai-nilai yang berpengaruh dan saling berlawanan satu sama lain. Adanya ketakutan irasional dan kecemasan neurotic yang terjadi pada individu seperti terlalu posesif menjadi sumber dasar dari perselisihan suami istri. Bapak K sendiri mengaku tidak pernah berkonflik dengan ibu S yang dikarenakan sumber pribadi dan hal tersebut juga ditemukan dalam wawancara yang dilakukan.

b. Sumber fisik

Kelelahan dapat menjadi sumber pertengkaran suami istri. Hal ini sebenarnya banyak dialami oleh istri dari bapak K, akan tetapi dirinya juga pernah mengalami hal yang sama saat ia baru pulang dari aktifitasnya di luar tiba-tiba sang istri marah-marah kepadanya karena rumah berantakan. Padahal saat itu keduanya sama-sama berada di luar. Hal ini pun pada akhirnya menjadi sebuah konflik yang dapat dikatakan tidak parah. Universitas Sumatera Utara Seiiring dengan penuturan di atas, Degenova 2008 mengatakan dalam teori yaitu Kelelahan dapat menyebabkan individu cepat marah, tidak sabar, sedikitnya toleransi dan frustasi. Hal ini menyebabkan seseorang dapat berkata atau melakukan sesuatu yang tidak ingin dilakukannya. Kelaparan, beban kerja berlebih, gula darah yang menurun dan sakit kepala juga merupakan beberapa sumber lainnya yang dapat menyebabkan konflik dalam pernikahan.

c. Sumber hubungan interpersonal

Selama pertengkaran yang terjadi dalam rumah tangga ibu S dan bapak K, sumber hubungan interpersonal adalah yang paling banyak melatarbelakangi terjadinya konflik. Pasalnya menurut bapak K, sang istri sering membesar- besarkan masalah yang terjadi sehingga hal tersebut menjadi konflik yang berkepanjangan. Hal ini sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Degenova 2008 bahwa konflik dapat terjadi karenaindividu merasa bahwa pasangan mereka terlalu membesar-besarkan masalah dan menganggap kecil usaha yang dilakukan serta menuduh mereka akan sesuatu. Adanya kekuranga komunikasi juga merupakan salah satu pemicu konflik yang terjadi. Hal ini juga dialami oleh bapak K, dimana saat itu sang istri memarahinya saat pulang ke rumah karena tidak ada sayur untuk makan siang mereka. Sementara bapak K sendiri tidak membelinya lantaran tidak ada disuruh oleh ibu S. Akhirnya pertengkaran pun terjadi. Kesulitan menyelesaikan perbedaan dan kekurangan komunikasi juga menyebabkan pernikahan tersebut menjadi penuh konflik Degenova, 2008. Universitas Sumatera Utara

d. Sumber lingkungan

Degenova 2008 mengatakan bahwa konflik ini meliputi kondisi tempat tinggal, tekanan sosial pada anggota keluarga, ketegangan budaya diantara keluarga dengan kelompok minoritas seperti diskriminasi dan kejadian yang tidak diharapkan yang dapat mengganggu fungsi keluarga. Hal ini juga diakui oleh bapak K, dimana ia beberapa kali menemukan sang istri sedang dalam kondisi mood yang negatif dan itu semua menurut bapak K karena masalah keuangan. Selama berumah tangga, bapak K mengaku bahwa yang memegang kendali keuangan adalah sang istri sehingga masalah keuangan tidak pernah diketahui oleh bapak K. 3 Kaitan konflik dengan budaya yang dimiliki responden D Bapak K terlahir sebagai seorang bersuku Jawa yang sejak kecil sudah ditanamkan nilai-nilai suku Jawa kepadanya dari kedua orang tuanya. Bapak K memiliki kekhasan yakni nrima pada setia apa yang terjadi dalam hidupnya. Terutama ketika dirinya sedang dimarahi oleh sang istri. Hal ini sejalan dengan penuturan dari Endraswara 2003 yang mengakatakn bahwa watak dasar orang Jawa adalah sikap nrima . Nrima adalah menerima segala sesuatu dengan kesadaran spiritual-psikologis, tanpa merasa nggrundel menggerutu karena kecewa di belakang. Bapak K juga merupakan tipikal orang yang penurut kepada istri dan cenderung mengerjakan setiap apa yang disuruh oleh sang istri kepadanya. Universitas Sumatera Utara Namun begitu hal tersebut tidak pernah ia sesalkan Karena sifat nrima yang ada pada dirinya tersebut.  Hakikat hidup Seperti yang telah diungkapkan oleh Koentjaraningrat 1981 dalam Sedyawati, 2003 bahwa orang Jawa memandang hakekat hidup yang dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dan konsep religiusitas yang bernuansa mistis. Mereka sangat menghormati budaya, agama Hindu dan Islam, dan kondisi geografis. Pada dasarnya masyarakat Jawa menerima yang telah diberikan Tuhan secara apa adanya, harus tabah dan pasrah dengan takdir serta ikhlas menerima segala hal yang diperolehnya. Begitu juga yang ditemui pada bapak K. Sebagai seorang petani yang berpenghasilan rendah daripada sang istri, ia begitu tidak mempermasalahkan atau justru menggerutu kekesalannya sendiri. Hal ini karena dirinya yang percaya bahwa hidupnya sudah ditentukan oleh Tuhan. Ia adalah orang yang menjalankannya saja. Akan tetapi hal tersebut tidak diterima oleh sang istri. Selama masih bisa bekerja maka haruslah bekerja. Sikap bapak K yang cenderung pasrah terhadap takdir menjadi salah satu pemicu terjadinya konflik pada rumah tangga mereka.  Hakikat kerja Bagi masyarakat Jawabekerja merupakan suatu keharusan untuk mempertahankan hidup.Bagi mereka bekerja adalah segala sesuatu yang dicita- citakan dan harus disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh, artinya untuk mewujudkan cita-cita diperlukan biaya dan pengorbananKoentjaraningrat, 1981 dalam Sedyawati, 2003. Universitas Sumatera Utara Hal ini bertolak belakang dengan bapak K, diamana dirinya tidak begitu antusias dalam menjalankan pekerjaannya dan lebih sering diam di rumah. Akan tetapi, bapak K rajin mengerjakan pekerjaan rumah saat sang istri sedang bekerja di luar. Ia membersihkan rumah, memasak, dll. Hal ini diakui oleh bapak K karena dirinya hanya bekerja di sawah saat sedang musim padi saja. Akan tetapi walaupun demikian, seharusnya dirinya mencari kegiatan lain yang menghasilkan uang atau setidaknya melakukan pekerjaan yang bermanfaat daripada tiduran di rumah. Inilah yang diharapkan sang istri pada diri bapak K, namun hal ini tidak ditunjukkan pada bapak K sehingga sering kali menimbulkan konflik.  Hakikat waktu Melakukan suatu pekerjaan dengan perlahan-lahan adalah sifat bapak K. Kebanyakan setiap disuruh oleh ibu S untuk melakukan suatu pekerjaan, bapak K tidak akan langsung cepat mengerjakannya dan cenderung menundanya hingga terkadang ia lupa mengerjakannya dan membuat sang istri marah. Sesuai dengan pendapat dariKoentjaraningrat 1981 dalam Sedyawati, 2003 bahwa orang Jawa itu kurang menghargai waktu. Hal ini disebabkan karena ada pemahaman mereka bahwa melakukan segala sesuatu tidak usah terburu-buru, yang penting selesai. Melakukan sesuatu pekerjaan dengan perlahan-lahan memang sudah merupakan sifat orang Jawa.  Hakikat hubungan dengan sesama manusia Bapak K mengaku bahwa dirinya tidak bisa marah dan keras kepada sang istri karena ia tidak ingin ada konflik dan lebih menginginkan hidup rukun dalam rumah tangganya. Menurutnya, akan lebih enak dan nyaman jika hidup tanpa Universitas Sumatera Utara adanya pertengkaran sehingga dirinya lebih memilih diam bahkan pergi keluar meninggalkan sang istri sendirian saat berselisih faham dengan sang istri. Sejalan dengan itu, Koentjaraningrat 1981 dalam Sedyawati, 2003 mengatakan bahwa masyarakat Jawa menghendaki hidup yang selaras dan serasi dengan pola pergaulan saling menghormati. Hidup yang saling menghormati akan menumbuhkan kerukunan, baik di lingkungan rumah tangga maupun di masyarakat. Hal ini pada akhirnya membuat orang Jawa cenderung menghindari masalah dan orang-orang yang bermasalah dengannya karena tidak ingin berkonflik dengan orang tersebut. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan tentang kesimpulan dan saran-saran yang berhubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian. Adapun saran-saran yang dikembangkan dalam bab ini berupa saran praktis dan saran metodologis yang mungkin berguna untuk penelitian yang selanjutnya dengan tema yang serupa.

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada responden A istri pasangan I, secara keseluruhan cenderung menghadapi konflik yang terjadi dengan metode destructive yaitu responden A cenderung memarahi dan menyerang sang suami saat berkonflik dengan dirinya. Tindakan menyerang yang dilakukan responden adalah dengan berkata kasar dan menendang sang suami saat dirinya marah kepada pasangannya. Hal ini sesuai dengan etnis Batak yang dimiliki oleh responden yang memiliki sifat agresif, spontan, terbuka dan tidak takut mau kalah saat berkonflik dengan pasangannya. Secara umum, banyak sumber yang melatarbelakangi terjadinya konflik pada rumah tangga responden. Sumber pribadi, fisik, hubungan interpersonal dan lingkungan selalu mewarnai konflik rumah tangga responden. Setiap konflik yang terjadi kebanyakan dihadapi Universitas Sumatera Utara