Gambaran Konflik Pernikahan pada Pasangan Berlatar Belakang Etnis Jawa-Batak

masyarakat, pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis sesuai dengan tugas-tugas perkembangan dan berusia antara 20 hingga 40 tahun.

2. Tugas-tugas perkembangan dewasa awal

Havighurs dalam Hurlock, 2004 mengatakan bahwa dewasa awal memiliki tugas-tugas perkembangan yang akan dipenuhi, yaitu: 1.Mencari dan menemukan calon pasangan hidup 2. Mulai membina kehidupan rumah tangga dan mengasuh anak 3. Meniti karier dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi rumah tangga. 4. Menjadi warga negara yang bertanggung jawab 5. Mencari kelompok sosial yang menyenangkan

F. Gambaran Konflik Pernikahan pada Pasangan Berlatar Belakang Etnis Jawa-Batak

Pernikahan merupakan hubungan sakral yang terjadi pada suami istri. Hubungan pernikahan tidak pernah statis, namun secara konstan berubah-ubah dan semakin berkembang. Terkadang hubungan ini membuat frustasi, tidak memuaskan dan bermasalah karena pada dasarnya terdapat dua individu dari latar belakang dan nilai yang berbeda disatukan dalam ikatan pernikahan Degenova, 2008. Pada pernikahan perlu ada penyesuaian pernikahan, agar pasangan dapat menjalani kehidupan rumah tangganya dengan baik dan tentram. Oleh karena itu, penyesuaian dalam pernikahan adalah penting untuk dilakukan. Menurut Universitas Sumatera Utara Degenova 2008 banyak pasangan mengetahui bahwa pernikahan tidak berjalan seperti yang mereka inginkan karena akan ada konflik yang menghampiri pernikahan mereka. Akibatnya, mereka perlu melalui beberapa penyesuaian dimana mereka mencoba mengubah perilaku dan hubungan untuk mencapai tingkatan kepuasan paling tinggi dengan frustasi paling rendah. Penyesuaian pernikahan dilakukan oleh semua pasangan, tidak terbatas pada pasangan yang memiliki perbedaan. Hanya saja akan ditemui perbedaan dalam melakukan penyesuaian pernikahan ketika terdapat pasangan yang memiliki karakter, etnis serta nilai-nilai yang sama satu sama lain dimana akan lebih dengan pasangan yang menikah beda etnis. Perbedaannya terletak pada adanya kesepahaman dan kesepakatan yang lebih mudah dilakukan oleh pasangan satu etnis daripada pasangan beda etnis Bernard, dalam Santrock, 2009. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gurin dkk dalam Dewi dan Basti, 2008 diperoleh bahwa konflik akan senantiasa terjadi dalam kehidupan pernikahan. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitiannya dimana 45 orang yang sudah menikah mengatakan bahwa dalam kehidupan bersama akan selalu muncul berbagai masalah, dan 32 pasangan yang menilai pernikahan mereka sangat membahagiakan melaporkan bahwa mereka juga pernah mengalami pertentangan dan konflik dalam pernikahan. Pernikahan umumnya terjadi pada masa dewasa awal yaitu pada rentang usia 20-40 tahun Papalia, 2008. Hal ini sejalan dengan tugas perkembangan yang dituturkan oleh Havighurs dalam Hurlock, 2004, yang menjelaskan bahwa Universitas Sumatera Utara salah satu tugas perkembangan usia dewasa awal adalah mencari dan menemukan calon pasangan hidup. Secara umum banyak dijumpai pernikahan yang terjadi dari penyatuan dua budaya atau latar belakang etnis yang berbeda. Hal ini sesuai dengan penuturan McDermott dan Maretzki 1997 bahwa pernikahan beda budaya merupakan suatu hal yang biasa terjadi pada masyarakat Indonesia. Terlebih dengan keadaan geografis Indonesia dimana banyak ditemui wilayah-wilayah yang tentunya masing-masing memiliki keragaman suku dan budaya yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan besarnya kemungkinan untuk terjadinya pernikahan antar budaya dimana disatukannya dua budaya yang berbeda, latar belakang yang berbeda, dan suku yang berbeda yang dapat menimbulkan ketidakcocokan Koentjaraningrat, 1981 dalam Sedyawati 2004. Salah satu fenomena pernikahan beda etnis yang terjadi adalah pasangan pernikahan beda etnis pada suku Jawa dan Batak. Suku Jawa merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia dan sampai sekarang masih merupakan salah satu suku terbesar di Indonesia karena hampir menyebar merata di seluruh pelosok tanah air. Keunikan dari masyarakat Jawa yang dikenal dengan sikap yang sopan santun, lamban, lemah lembut, ramah dan sabar menjadikan suku ini memiliki khas dengan nilai keramahtamahan n kerukunan yang tinggi Bratawijaya, 1997. Berbeda dengan Jawa, suku Batak dikenal dengan anggapan kebanyakan masyarakatnya adalah orang-orang yang keras dan cenderung secara tegas dan langsung dalam menjalani suatu pekerjaan tanpa ada toleransi dari apa pun,selain itu juga orang Batak digambarkan sebagai orang yang tidak mau kalah, bersuara Universitas Sumatera Utara keras, terbuka, spontan, agresif, pemberani pada orang di luar suku Batak Tinambunan 2010. Adanya perbedaan yang muncul pada pasangan pernikahan dari latar belakang etnis Jawa dan Batak, pastinya akan membuat pasangan ini melakukan penyesuaian dalam pernikahan mereka dimana dalam proses ini akan muncul konflik di dalam pernikahan mereka. Terlebih ketika kedua pasangan tidak mampu mencari solusi dari konflik yang terjadi Sadarjoen, 2005. Menurut Hurlock 2004, laki-laki merupakan seseorang yang harus memiliki male power dengan sifatnya yang maskulin, gagah, tegas dan berani, sebaliknya perempuan yang dikenal dengan lebih feminim dan lembut. Hal ini menarik untuk diteliti ketika male power yang harus dimiliki laki-laki menjadi hilang ketika ada pengaruh dari latar belakang etnis Jawa yang dikenal sebagai orang yang lemah dan menurut. Berbeda dengan perempuan yang seharusnya lemah lembut serta menurut kepada suami, tetapi karena adanya pengaruh dari budaya Batak yang karakternya keras, tekun dan tegas menjadikan istri memiliki peran yang lebih dominan daripada suami female power . Hal inilah yang pada akhirnya akan menimbulkan ketegangan sehingga memunculkan konflik. Konflik adalah sesuatu yang normal terjadi pada setiap hubungan dimana dua orang tidak pernah selalu setuju pada sesuatu. Banyak keputusan yang bisa saja membuat pasangan kecewa, frustasi dan membutuhkan penyesuaian antara satu sama lain. Beberapa pasangan memiliki konflik lebih banyak dibandingkan pasangan lainnya, dan beberapa pasangan bisa mengatasinya dengan cara yang Universitas Sumatera Utara lebih konstruktif dibandingkan pasangan lainnya. Tetapi kemungkinan terjadinya konflik akan selalu ada pada setiap hubungan manusia Degenova, 2008. Menurut Degenova 2008, konflik memiliki tiga metode dalam menghadapinya, yaitu konflik 1 avoidance , yaitu metode dimana pasangan atau salah satu dari mereka cenderung menghindar ketika menghadapi konflik , 2 ventilation and catharsis , yaitu pasangan akan mengekspresikan emosi-emosi negatifnya dengan kegitana lain, seperti berteriak, memukul bantal, dan yang lainnya , 3 constructive and destructive , metode constructive merupakan bentuk dimana pasangan lebih mencoba memahami dan menghadapi masalahnya dan berkompromi dengan pasangan ketika menghadapi konflik, sementara destructive adalah dengan menyerang orang yang bermasalah dengan dirinya. Konflik dapat bersumber dari mana saja. Menurut Degenova 2008 konflik bisa berasal dari pribadi, fisik, hubungan interpersonal dan lingkungan. Konflik yang bersumber dari hubungan interpersonal salah satunya adalah konflik dalam pernikahan. Orang-orang yang tidak bahagia dalam pernikahan lebih sering mengeluh merasa diabaikan, kekurangan cinta, kasih sayang, kepuasan seksual dan lainnya dari pada orang-orang yang bahagia dalam pernikahan. Berkaitan dengan konflik yang terjadi pada pasangan Jawa-Batak, terdapat hasil penelitian Andayani 2001 yang menyatakan pada umumnya orang Jawa akan cenderung lebih menghindari konflik ketika ada masalah pada pernikahan mereka dengan pertimbangan bahwa mereka tidak ingin masalah tersebut menjadi besar dan berlarut-larut. Berbeda dengan metode konflik yang dialami oleh orang Batak, sesuai dengan yang diungkapkan Bangun 1986, dalam Minauli, 2006 Universitas Sumatera Utara yang menyatakan bahwa orang Batak tidak takut berkonflik dengan orang lain secara umum lebih mengarah pada sikap destructive , dimana menurut Degenova 2008 metode destruktif destructive yaitu menyerang orang yang bermasalah dengan dirinya. Hal ini pula yang menjadi pertimbangan peneliti untuk mengambil orang Jawa dan Batak sebagai salah satu subjek pasangan dari pernikahan multikultural, dimana peneliti ingin melihat bagaimana gambaran konflik pernikahan pada pasangan dengan latar belakang etnis Jawa dan Batak. Universitas Sumatera Utara KONFLIK avoidance, ventilation catharsis, and constructive destructive Sumber Pribadi Sumber Fisik Sumber Hub.Interpersonal Sumber Lingkungan nrimo ramah penyabar tidak suka berkonflik tegas agresif bersuara keras tidak mau mengalah

G. Paradigma Penelitian