Nusantara IV, perlu dilakukan suatu analisis dampak sistem mekanisasi panen tersebut.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu :
1. Bagaimana dampak mekanisasi panen terhadap penggunaan tenaga kerja di
kebun Sidamanik? 2.
Bagaimana dampak mekanisasi panen terhadap produktivitas tenaga kerja dan mutu teh di kebun Sidamanik?
3. Bagaimana dampak mekanisasi panen terhadap harga jual dan pendapatan teh
di kebun Sidamanik? 4.
Bagaimana dampak mekanisasi panen terhadap efisiensi harga, efisiensi teknik dan efisiensi ekonomis di kebun Sidamanik?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penggunaan tenaga kerja setelah adanya mekanisasi
panen. 2.
Untuk mengetahui produktivitas tenaga kerja dan mutu teh setelah adanya mekanisasi panen.
3. Untuk mengetahui harga jual dan pendapatan teh di kebun teh sidamanik
setelah adanya mekanisasi panen. 4.
Untuk mengetahui efisiensi harga, efisiensi teknik dan efisiensi ekonomis setelah adanya mekanisasi panen.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi PT. perkebunan Nusantara IV. 2. Sebagai bahan referensi atau sumber informasi ilmiah bagi PT. perkebunan
Nusantara IV.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
Tanaman teh merupakan tanaman tahunan yang menghasilkan daun sebagai hasil produksinya. Tanaman ini dapat tumbuh subur dan berkembang baik
di daerah dengan ketinggian 200-2.000 meter diatas permukaan laut. Semakin tinggi letak daerahnya maka semakin baik mutu teh yang dihasilkan. Tanaman ini
dapat tumbuh dengan ketingggian 6-9 meter, tetapi umumnya ketinggian yang dipertahankan hanya 1 meter agar tanaman teh dapat dirawat dan dipanen dengan
lebih mudah. Pada umumnya tanaman ini dapat mulai dipetik daunnya setelah berumur 5 tahun dan dapat memproduksi sampai 40 tahun Spilance, 1992.
Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, dalam bentuk biji dari jepang sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun 1694
terdapat perdu teh muda berasal dari China tumbuh di Jakarta. Teh jenis Assam mulai masuk ke Indonesia dari Srilanka Ceylon pada tahun 1877 dan ditanam di
kebun gambung, Jawa Barat oleh R.E Kerk Hoven. Sejak saat itu, teh China secara berangsur-angsur diganti dengan teh assam, sejalan dengan perkembangan
perkebunan teh di Simalungun Sumatera utara. Dalam perkembangannya, industri teh di Indonesia mengalami pasang surut sesuai perkembangan pasar dunia
maupun Indonesia, antara lain pada masa pendududkan jepang 1942-1945 banyak arael kebun teh menjadi terlantar Soehardjo,Dkk, 1996.
Tenaga kerja petik merupakan komponen tenaga kerja yang penting dalam perkebunan teh, yang rata-rata mencakup 70 dari total tenaga kerja. Setiap
Universitas Sumatera Utara
hektar rata-rata dengan cara petik manual membutuhkan pekerja 25 orang pekerjahari. Akan tetapi jika menggunakan mesin, hanya diperlukan 2
mesinhektarhari, dimana untuk setiap mesin dikendalikan oleh 4 orang. Dengan kata lain, jika menggunakan mesin pemetikan yang dikendalikan hanya 8 orang
pekerjaHa perhari. Dengan menggunakan mesin pemetik teh ini akan mengurangi pekerja sebanyak 17 orang untuk tiap hektar areal tanaman menghasilkan
Tindaon, 2009. Agar mutu hasil produksi terjaga dan tanaman teh mampu berproduksi
tinggi secara berkesinambungan, pemetikan harus dilakukan oleh tenaga petik yang terampil Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004.
Cara pemetikan teh mempengaruhi kualitas teh. Pucuk teh lebih baik dipetik daripada digunting atau dipangkas menggunakan alat mekanis
lainnya karena dengan alat tersebut pucuk teh akan mengalami kerusakan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004.
Pucuk daun dengan mutu terbaik adalah daun peko yaitu daun yang memiliki kuncup hidup dengan 2 samapai 3 helai daun muda. Sedangkan pucuk
daun burung adalah daun yang memiliki kuncup yang sedang mengalami masa dormansi dan helai daun selanjutnya yang berada dibawahnya adalah helai daun
yang tua dan hanya 2 helai daun yang dapat dipetik Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004.
Hasil pengolahan pucuk daun tersebut dapat dipisahkan menjadi beberapa grade yaitu whole leaf grades yaitu teh olahan dalam
bentuk utuh, broken leaf grades yaitu teh olahan dalam bentuk remukan. Sedangkan untuk grade yang lebih rendah yaitu fanning grades dan
Universitas Sumatera Utara
dust grades yaitu sisa dari proses pengolahan broken leaf grades yang terdiri
dari daun teh yang memiliki ukuran yang kecil bahkan dalam bentuk tepung
Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004.
Perbedaan ketinggian lokasi tanam teh mempengaruhi kualitas daun teh. Dengan perbedaan iklim, kondisi cuaca dan kondisi geografis lahan,
ternyata berpengaruh terhadap karakteristik unik, aroma dan cita rasa dari teh yang dihasilkan. Yang pertama adalah high grown teas yaitu teh yang tumbuh
pada ketinggian diatas 1200 m dari permukaan laut dpl. Karakteristik umum teh pada ketinggian ini adalah fruity dan beraroma harum, daun mengkilap,
warnanya lembut, cita rasa lebih kuat, serta warna seduhan merah pekat. Medium grown teas
yaitu teh yang tumbuh pada ketinggian antara 800 sampai 1200 m dpl. Karakteristik umum teh pada ketinggian ini adalah ukuran daun
sedang, mengkilap, warna seduhan agak kekuningan, serta warna dan cita rasa yang pekat. Dan yang terakhir adalah low grown teas yaitu teh yang tumbuh
pada ketinggian 500 sampai 800 m dpl. Karakteristik umum teh pada ketinggian ini adalah daun lebih lebat, daun lebih lebar dengan warna yang kurang cerah,
serta cita aroma dan harganya lebih rendah dibanding dengan high dan mid grown teas
Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004. Indonesia merupakan negara pengekspor teh kelima terbesar didunia.
Namun harga yang diperoleh Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara- negara pengekspor teh lainnya. Hal tersebut karena Indonesia hanya mampu
menyuplai teh dalam skala yang paling rendah dibanding negara-negara lainnya. Sedangkan faktor lainnya adalah Indonesia masih dominan menjual dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
teh curah tanpa olahan, sementara negara pengimpor menginginkan teh yang sudah dalam bentuk kemasan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004.
Ada beberapa jenis pasar teh didunia yaitu pasar yang menghendaki teh jenis low grown dengan kombinasi seimbang antara leafy dan broken grade yaitu
Timur Tengah; pasar yang menghendaki jenis low grown dengan dominasi leafy grade
lebih dari 65 kebutuhan yaitu pasar Iran; pasar yang menghendaki jenis teh medium grown dengan dominasi broken grade yaitu Federasi Rusia; pasar
yang menghendaki jenis teh low hingga medium grown dengan dominasi small grade
antara lain Singapura, Malaysia, dan Mesir; pasar yang menghendaki jenis teh low hingga medium grown dengan dominasi broken grade yaitu pasar Irak;
pasar yang menghendaki jenis teh low hingga medium grown dengan kombinasi seimbang antara small dan broken grade antara lain Pakistan dan Afganistan;
pasar yang menghendaki jenis teh high hingga medium grown dengan dominasi small grade
, antara lain Polandia dan Hongaria; pasar yang menghendaki jenis teh high
hingga medium grown dengan dominasi broken grade, antara lain Jepang, Turki dan Eropa Timur pada umumnya; pasar yang menghendaki jenis teh high
hingga medium grown dengan kombinasi seimbang antara small dan broken grade
, antara lain Eropa Barat pada umumnya khususnya Inggris, Belanda, Jerman, dan Australia; pasar yang menghendaki semua jenis teh low, medium,
high grown dengan dominasi small grade, antara lain Amerika Serikat dan
Kanada; pasar yang menghendaki semua jenis teh low, medium, high grown dengan komposisi seimbang antara small dan broken grade yaitu Amerika Tengah
dan Amerika Selatan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Komposisi produksi teh Indonesia untuk high grown tea adalah 20 dari total prduksi, medium grown 50 dan low grown sebesar 30. Untuk jenis grade
yang ditawarkan Indonesia memproduksi 56 broken grade, 40 small grade dan 4 sisanya yaitu leafy grade Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004.
2.2. Landasan teori