BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkebunan merupakan subsektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia, yang memiliki kontribusi besar dalam pendapatan
nasional, penyediaan lapangan kerja, penerimaan ekspor dan penerimaan pajak Hasibuan, 2008.
Dari berbagai jenis komoditi perkebunan yang berkembang di Indonesia, teh merupakan salah satu komoditi yang pernah memberikan kontribusi yang
cukup signifikan. Namun demikian, lahan yang digunakan untuk perkebunan teh di Indonesia semakin berkurang dari tahun ke tahun. Jika dihitung
secara keseluruhan pertumbuhan luas areal teh pada tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 0,58. Lahan-lahan ini sebagian besar dikonversi menjadi
kebun kelapa sawit, sayuran dan tanaman lain yang dianggap lebih menguntungkan Kompas, 2004.
PT. Perkebunan PTP.Nusantara IV merupakan salah satu perkebunan teh di Indonesia. Namun demikian, dalam periode 1996 – 2006 perkebunan tersebut
hanya dua tahun yang menghasilkan laba, yaitu tahun 1997-1998. Laba tersebut sesungguhnya merupakan keuntungan semu akibat meningkatnya nilai tukar
rupiah terhadap US sehingga penerimaan rupiah meningkat karena teh dijual dalam US Tim Penulis Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Setelah mengalami booming keuntungan dari tahun 1997 sampai awal tahun 1999 yang disebabkan oleh naiknya harga teh dan menurunnya
nilai tukar rupiah terhadap US sehingga mencapai angka diatas Rp. 10.000,- per US , menjelang pertengahan tahun 1999 industri teh dihadapkan
pada kondisi
yang kurang
kondusif bagi
perkembangan usaha
yang disebabkan oleh tingkat bunga bank yang cukup tinggi, tingkat harga teh yang cenderung menurun, tidak stabilnya nilai tukar rupiah terhadap US
dan tingkat upah tenaga kerja serta input faktor produksi cenderung meningkat. Total kerugian dari tahun 2001-2005 telah mencapai 222,9 miliar
rupiah Tim Penulis Pertemuan Teknis Teh Nasional, 1999. Di perkebunan teh PTP. Nusantara IV, salah satu upaya peningkatan
efisiensi biaya adalah dengan menggunakan mesin petik untuk mengurangi biaya tenaga kerja. Biaya tenaga kerja cenderung meningkat karena sulitnya
memperoleh tenaga kerja pemetik karena persaingan dengan sektor industri. Padahal 70 persen dari tenaga kerja di perkebunan teh adalah tenaga pemetik.
Penggunaan gunting petik atau mesin petik diharapkan dapat menekan biaya produksi. Namun demikian, penelitian yang menguji hasil tersebut masih sangat
terbatas. Hasil penelitian pada tahun 1996 di Pasir Sarongge menunjukkan bahwa penggunaan gunting dan mesin petik berguna untuk meningkatkan kapasitas
pemetik dua kali lipat dibandingkan cara manual dan memacu pertumbuhan pucuk. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004.
Untuk mengetahui apakah penggunaan sitem mekanisasi berhasil meminimumkan biaya produksi dan meningkatkan efisiensi di kebun teh PTP.
Universitas Sumatera Utara
Nusantara IV, perlu dilakukan suatu analisis dampak sistem mekanisasi panen tersebut.
1.2 Identifikasi Masalah