Analisis Dampak Sistem Mekanisasi Panen Terhadap Pendapatan Unit Kebun Sidamanik PTPN IV

(1)

ANALISIS DAMPAK SISTEM MEKANISASI PANEN TEH

TERHADAP PENDAPATAN

UNIT KEBUN SIDAMANIK, PTPN IV

SKRIPSI

Oleh :

CANDRA BUTAR-BUTAR 060304014

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS DAMPAK SISTEM MEKANISASI PANEN TERHADAP PENDAPATAN UNIT KEBUN SIDAMANIK PTPN IV

SKRIPSI

OLEH :

CANDRA BUTAR-BUTAR 060304014

Usulan Penelitian Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing :

Ketua Anggota

(Prof. Dr. Ir. Hiras ML. Tobing) (Ir. Diana Chalil, MSi, PhD) NIP. 194605291978071001 NIP. 196703031998022001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

ABSTRAK

CANDRA BUTAR-BUTAR (060304014), dengan judul skripsi “Analisis Dampak Sistem Mekanisasi Panen Terhadap Pendapatan Unit Kebun Sidamanik, PTPN IV”, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Hiras M. L. Tobing dan Ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, PhD.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan tenaga kerja, jumlah panen, mutu teh, harga jual dan pendapatan unit kebun Sidamanik setelah adanya mekanisasi panen serta untuk mengetahui efisiensi harga, efisiensi teknik, efisiensi ekonomi setelah adanaya mekanisasi panen setelah adanya mekanisasi panen.

Daerah penelitian ditetapkan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa perkebunan teh Sidamanik merupakan kebun yang telah mulai melakukan mekanisasi panen dan juga karena kebun Sidamanik memiliki luas lahan yang paling besar dibandingkan dengan perkebunan teh lainnya yang terdapat di PTP Nusantara IV. Metode yang digunakan untuk menganalisis dampak mekanisasi terhadap penggunaan tenaga kerja, jumlah panen, mutu dan harga jual serta beda pendapatan sebelum dan sesudah mekanisasi dianalisis digunakan uji beda rata-rata, untuk menganalisis efesiensi digunakan regresi dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/ OLS).

Dari penelitian diperoleh hasil :

1. Sistem mekanisasi panen menurunkan tingkat penggunaan tenaga kerja dari 1,04 HKO/ha sebelum mekanisasi menjadi 0,43 HKO/ha setelah mekanisasi. 2. Sistem mekanisasi panen meningkatkan jumlah panen yaitu dari 160,03

kg/HKO sebelum mekanisasi menjadi 421,19 kg/HKO setelah mekanisasi. Tetapi menurunkan mutu daun teh dimana grade I sebelum mekanisasi sebesar 181.984,436 kg/ha menjadi 153.634,889 kg/ha setelah mekanisasi, grade II dari 96.402,34 kg/ha sebelum mekanisasi menjadi 117.011,694 kg/ha setelah mekanisasi dan grade III dari 38.095,903 kg/ha menjadi 26.398,5 kg/ha.

3. Sistem mekanisasi panen meningkatkan harga jual daun teh yaitu dari sebesar Rp. 9.297,97/kg menjadi Rp. 14.146,28/kg setelah mekanisasi dan juga meningkatkan pendapatan rata-rata unit kebun Sidamanik yaitu dari Rp. 516.865,06/ha/bulan menjadi Rp. 1.479.202,53/ha/bulan setelah mekanisasi. 4. Perubahan tingkat efisiensi harga dari faktor produksi pupuk Urea, pupuk

KCl, obat Kleen Up, obat Nordox 86 WG , cangkang dan listrik sudah semakin meningkat. Sementara faktor produksi tenaga kerja tanaman, tenaga kerja pabrik dan obat Repcord semakin menurun. Perubahan tingkat efisiensi teknik dari faktor produksi tenaga kerja pabrik dan listrik sudah semakin meningkat. Sementara faktor produksi tenaga kerja tanaman, pupuk Urea, pupuk KCl, obat Kleen Up, obat Repcord, obat Nordox 86 WG dan cangkang


(4)

semakin menurun. Perubahan tingkat efisiensi ekonomi dari faktor produksi tenaga kerja pabrik, pupuk Urea, pupuk KCl, obat Kleen Up, obat Nordox 86 WG, cangkang dan listrik sudah semakin meningkat. Sementara faktor produksi tenaga kerja tanaman dan obat Repcord semakin menurun.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulisdilahirkan di P. Kerasaan pada tanggal 8 September 1988, sebagai anak pertama dari 4 (empat) bersaudara, dari keluarga Alm. B. Butar-butar dan Ibu D. Simanjuntak.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1994 masuk ke Sekolah Dasar Negeri 010043 Air Itam Kab. Asahan, tamat tahun 2000.

2. Tahun 2000 masuk ke Sekolah Menengah Pertama Swasta Yapendak Air Batu, tamat tahun 2003

3. Tahun 2003 masuk ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1. P. Siantar, tamat tahun 2006.

4. Tahun 2006 diterima di Program Studi Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.

5. Bulan Juni 2010 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pasir Tengah, Kecamatan Tanah Pinem, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. 6. Bulan Agustus 2011 melaksanakan penelitian Skripsi di PTP. Nusantara


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Dampak Sistem Mekanisasi Panen Terhadap Pendapatan Unit Kebun Sidamanik, PTP.N. IV”.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga yang tercinta, yang teristimewa ayahanda Alm. B. Butar-butar, ibunda D. Simanjuntak dan kepada adik-adik yang saya kasihi Chrisna Anjelina Butar-butar, Christy Agustina Butar-butar dan Bangkit Gunawan Butar-butar yang telah memberi dukungan, semangat dan doa dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hiras M. L. Tobing selaku ketua komisis pembimbing. 2. Ibu Ir. Diana Chalil MSi, PhD selaku anggota komisi pembimbing.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah M.S. selaku Ketua Program Studi Agribisnis, FP USU 4. Seluruh dosen pengajar dan pegawai Program Studi Agribisnis, FP USU

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman stambuk 2006 dan adik-adik stambuk 2007-2011 atas segala doa dan perhatiannya.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 5

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Produksi ... 9

2.2.2 Efisiensi ... 14

2.3 Kerangka Pemikiran ... 16

2.4 Hipotesis ... 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 20

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 20

3.3 Metode Analisis Data ... 21

3.4 Defenisi dan Batasan Operasional 3.4.1 Defenisi ... 27


(8)

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK USAHATANI

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 28

4.2 Letak Geografis ... 28

4.3 Keadaan Daerah 4.3.1 Luas Areal ... 29

4.3.2 Kesejahteraan Sosial ... 29

4.4 Struktur Organisasi ... 30

4.5 Karakteristik Usahatani ... 32

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Dampak Mekanisasi Panen Terhadap Penggunaan Tenaga Kerja ... 36

5.2 Dampak Mekanisasi Panen Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Dan Mutu Teh 5.2.1 Dampak Mekanisasi Panen Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Teh... 38

5.2.2 Dampak Mekanisasi Panen Terhadap Mutu Teh ... 39

5.3 Dampak Mekanisasi Panen Terhadap Harga Jual Dan Pendapatan 5.3.1 Dampak Mekanisasi Panen Terhadap Harga Jual Teh ... 41

5.3.2 Dampak Mekanisasi Panen Terhadap Pendapatan ... 42

5.4 Dampak Mekanisasi Panen Terhadap Efisiensi Harga, Efisiensi Teknik dan Efisiensi Ekonomi ... 47

5.4.1 Efisiensi Harga ... 49

5.4.2 Efisiensi Teknik ... 53

5.4.3 Efisiensi Ekonomi ... 56

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 60

6.2 Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

No.

Hal

1. Luas Lahan Perkebunan Teh di PTP Nusantara IV ... 20

2. Harga Daun Teh Kering Tahun 2007-2010 (US $/Kg) ... 35

3. Uji Beda Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja ... 36

4. Uji Beda Rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja ... 38

5. Uji Beda Rata-rata Mutu Teh ... 40

6. Uji Beda Rata-rata Harga Jual Teh ... 41

7. Pendapatan Rata-rata/ha Unit Kebun Sidamanik Sebelum dan Setelah Mekanisasi ... 42

8. Uji Beda Rata-rata Pendapatan ... 46

9. Pengujian Asumsi Linier Berganda Faktor-faktor Produksi Sebelum Mekanisasi ... 47

10. Pengujian Asumsi Linier Berganda Faktor-faktor Produksi Sebelum Mekanisasi ... 48

11. Efisiensi Harga Faktor-faktor Produksi Sebelum dan Sesudah Mekanisasi ... 50

12. Efisiensi Teknik Faktor-faktor Produksi Sebelum dan Sesudah Mekanisasi ... 54

13. Efisiensi Ekonomi Faktor-faktor Produksi Sebelum dan Sesudah Mekanisasi ... 56


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal 1. Kurva Total Produksi, Produksi Rata-rata dan

Produksi Marginal... 10

2. Perubahan Kurva TP Akibat Pengaruh Teknologi Terhadap Produksi ... 12

3. Hubungan Antara Fugsi Produksi dengan Fungsi Biaya ... 13

4. Kurva Efisiensi Unit Isoquant ... 15

5. Skema Kerangka Pemikiran ... 18

6. Tahapan Metode OLS ... 24

7. Struktur Organisasi Kepengurusan Unit Kebun Sidamanik ... 32

8. Diagram Perbandingan Tingkat Penggunaan Tenaga Kerja Sebelum dan Setelah Mekanisasi ... 37

9. Diagram Persentase Biaya Tenaga Kerja Tanaman dengan Biaya Input Produksi Lainnya ... 43

10. Grafik Batang Total Biaya Sebelum Mekanisasi dan Setelah Mekanisasi Panen ... 44

11. Kurva Perbandingan Produktivitas Perhektar Sebelum dan Setelah Mekanisasi Panen ... 45


(11)

ABSTRAK

CANDRA BUTAR-BUTAR (060304014), dengan judul skripsi “Analisis Dampak Sistem Mekanisasi Panen Terhadap Pendapatan Unit Kebun Sidamanik, PTPN IV”, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Hiras M. L. Tobing dan Ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, PhD.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan tenaga kerja, jumlah panen, mutu teh, harga jual dan pendapatan unit kebun Sidamanik setelah adanya mekanisasi panen serta untuk mengetahui efisiensi harga, efisiensi teknik, efisiensi ekonomi setelah adanaya mekanisasi panen setelah adanya mekanisasi panen.

Daerah penelitian ditetapkan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa perkebunan teh Sidamanik merupakan kebun yang telah mulai melakukan mekanisasi panen dan juga karena kebun Sidamanik memiliki luas lahan yang paling besar dibandingkan dengan perkebunan teh lainnya yang terdapat di PTP Nusantara IV. Metode yang digunakan untuk menganalisis dampak mekanisasi terhadap penggunaan tenaga kerja, jumlah panen, mutu dan harga jual serta beda pendapatan sebelum dan sesudah mekanisasi dianalisis digunakan uji beda rata-rata, untuk menganalisis efesiensi digunakan regresi dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/ OLS).

Dari penelitian diperoleh hasil :

1. Sistem mekanisasi panen menurunkan tingkat penggunaan tenaga kerja dari 1,04 HKO/ha sebelum mekanisasi menjadi 0,43 HKO/ha setelah mekanisasi. 2. Sistem mekanisasi panen meningkatkan jumlah panen yaitu dari 160,03

kg/HKO sebelum mekanisasi menjadi 421,19 kg/HKO setelah mekanisasi. Tetapi menurunkan mutu daun teh dimana grade I sebelum mekanisasi sebesar 181.984,436 kg/ha menjadi 153.634,889 kg/ha setelah mekanisasi, grade II dari 96.402,34 kg/ha sebelum mekanisasi menjadi 117.011,694 kg/ha setelah mekanisasi dan grade III dari 38.095,903 kg/ha menjadi 26.398,5 kg/ha.

3. Sistem mekanisasi panen meningkatkan harga jual daun teh yaitu dari sebesar Rp. 9.297,97/kg menjadi Rp. 14.146,28/kg setelah mekanisasi dan juga meningkatkan pendapatan rata-rata unit kebun Sidamanik yaitu dari Rp. 516.865,06/ha/bulan menjadi Rp. 1.479.202,53/ha/bulan setelah mekanisasi. 4. Perubahan tingkat efisiensi harga dari faktor produksi pupuk Urea, pupuk

KCl, obat Kleen Up, obat Nordox 86 WG , cangkang dan listrik sudah semakin meningkat. Sementara faktor produksi tenaga kerja tanaman, tenaga kerja pabrik dan obat Repcord semakin menurun. Perubahan tingkat efisiensi teknik dari faktor produksi tenaga kerja pabrik dan listrik sudah semakin meningkat. Sementara faktor produksi tenaga kerja tanaman, pupuk Urea, pupuk KCl, obat Kleen Up, obat Repcord, obat Nordox 86 WG dan cangkang


(12)

semakin menurun. Perubahan tingkat efisiensi ekonomi dari faktor produksi tenaga kerja pabrik, pupuk Urea, pupuk KCl, obat Kleen Up, obat Nordox 86 WG, cangkang dan listrik sudah semakin meningkat. Sementara faktor produksi tenaga kerja tanaman dan obat Repcord semakin menurun.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkebunan merupakan subsektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia, yang memiliki kontribusi besar dalam pendapatan nasional, penyediaan lapangan kerja, penerimaan ekspor dan penerimaan pajak (Hasibuan, 2008).

Dari berbagai jenis komoditi perkebunan yang berkembang di Indonesia, teh merupakan salah satu komoditi yang pernah memberikan kontribusi yang cukup signifikan. Namun demikian, lahan yang digunakan untuk perkebunan teh di Indonesia semakin berkurang dari tahun ke tahun. Jika dihitung secara keseluruhan pertumbuhan luas areal teh pada tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 0,58%. Lahan-lahan ini sebagian besar dikonversi menjadi

kebun kelapa sawit, sayuran dan tanaman lain yang dianggap lebih menguntungkan (Kompas, 2004).

PT. Perkebunan PTP.Nusantara IV merupakan salah satu perkebunan teh di Indonesia. Namun demikian, dalam periode 1996 – 2006 perkebunan tersebut hanya dua tahun yang menghasilkan laba, yaitu tahun 1997-1998. Laba tersebut sesungguhnya merupakan keuntungan semu akibat meningkatnya nilai tukar rupiah terhadap US $ sehingga penerimaan rupiah meningkat karena teh dijual dalam US $ (Tim Penulis Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2008).


(14)

Setelah mengalami booming keuntungan dari tahun 1997 sampai awal tahun 1999 yang disebabkan oleh naiknya harga teh dan menurunnya nilai tukar rupiah terhadap US $ sehingga mencapai angka diatas Rp. 10.000,-

per US $, menjelang pertengahan tahun 1999 industri teh dihadapkan pada kondisi yang kurang kondusif bagi perkembangan usaha yang disebabkan oleh tingkat bunga bank yang cukup tinggi, tingkat harga

teh yang cenderung menurun, tidak stabilnya nilai tukar rupiah terhadap US $ dan tingkat upah tenaga kerja serta input faktor produksi cenderung meningkat. Total kerugian dari tahun 2001-2005 telah mencapai 222,9 miliar rupiah (Tim Penulis Pertemuan Teknis Teh Nasional, 1999).

Di perkebunan teh PTP. Nusantara IV, salah satu upaya peningkatan efisiensi biaya adalah dengan menggunakan mesin petik untuk mengurangi biaya tenaga kerja. Biaya tenaga kerja cenderung meningkat karena sulitnya memperoleh tenaga kerja pemetik karena persaingan dengan sektor industri. Padahal 70 persen dari tenaga kerja di perkebunan teh adalah tenaga pemetik. Penggunaan gunting petik atau mesin petik diharapkan dapat menekan biaya produksi. Namun demikian, penelitian yang menguji hasil tersebut masih sangat terbatas. Hasil penelitian pada tahun 1996 di Pasir Sarongge menunjukkan bahwa penggunaan gunting dan mesin petik berguna untuk meningkatkan kapasitas pemetik dua kali lipat dibandingkan cara manual dan memacu pertumbuhan pucuk. (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).

Untuk mengetahui apakah penggunaan sitem mekanisasi berhasil meminimumkan biaya produksi dan meningkatkan efisiensi di kebun teh PTP.


(15)

Nusantara IV, perlu dilakukan suatu analisis dampak sistem mekanisasi panen tersebut.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu :

1. Bagaimana dampak mekanisasi panen terhadap penggunaan tenaga kerja di kebun Sidamanik?

2. Bagaimana dampak mekanisasi panen terhadap produktivitas tenaga kerja dan mutu teh di kebun Sidamanik?

3. Bagaimana dampak mekanisasi panen terhadap harga jual dan pendapatan teh di kebun Sidamanik?

4. Bagaimana dampak mekanisasi panen terhadap efisiensi harga, efisiensi teknik dan efisiensi ekonomis di kebun Sidamanik?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui penggunaan tenaga kerja setelah adanya mekanisasi panen.

2. Untuk mengetahui produktivitas tenaga kerja dan mutu teh setelah adanya mekanisasi panen.

3. Untuk mengetahui harga jual dan pendapatan teh di kebun teh sidamanik setelah adanya mekanisasi panen.

4. Untuk mengetahui efisiensi harga, efisiensi teknik dan efisiensi ekonomis setelah adanya mekanisasi panen.


(16)

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi PT. perkebunan Nusantara IV.

2. Sebagai bahan referensi atau sumber informasi ilmiah bagi PT. perkebunan Nusantara IV.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

Tanaman teh merupakan tanaman tahunan yang menghasilkan daun sebagai hasil produksinya. Tanaman ini dapat tumbuh subur dan berkembang baik di daerah dengan ketinggian 200-2.000 meter diatas permukaan laut. Semakin tinggi letak daerahnya maka semakin baik mutu teh yang dihasilkan. Tanaman ini dapat tumbuh dengan ketingggian 6-9 meter, tetapi umumnya ketinggian yang dipertahankan hanya 1 meter agar tanaman teh dapat dirawat dan dipanen dengan lebih mudah. Pada umumnya tanaman ini dapat mulai dipetik daunnya setelah berumur 5 tahun dan dapat memproduksi sampai 40 tahun (Spilance, 1992).

Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, dalam bentuk biji dari jepang sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun 1694 terdapat perdu teh muda berasal dari China tumbuh di Jakarta. Teh jenis Assam mulai masuk ke Indonesia dari Srilanka (Ceylon) pada tahun 1877 dan ditanam di kebun gambung, Jawa Barat oleh R.E Kerk Hoven. Sejak saat itu, teh China secara berangsur-angsur diganti dengan teh assam, sejalan dengan perkembangan perkebunan teh di Simalungun Sumatera utara. Dalam perkembangannya, industri teh di Indonesia mengalami pasang surut sesuai perkembangan pasar dunia maupun Indonesia, antara lain pada masa pendududkan jepang (1942-1945) banyak arael kebun teh menjadi terlantar (Soehardjo,Dkk, 1996).

Tenaga kerja petik merupakan komponen tenaga kerja yang penting dalam perkebunan teh, yang rata-rata mencakup 70% dari total tenaga kerja. Setiap


(18)

hektar rata-rata dengan cara petik manual membutuhkan pekerja 25 orang pekerja/hari. Akan tetapi jika menggunakan mesin, hanya diperlukan 2 mesin/hektar/hari, dimana untuk setiap mesin dikendalikan oleh 4 orang. Dengan kata lain, jika menggunakan mesin pemetikan yang dikendalikan hanya 8 orang pekerja/Ha perhari. Dengan menggunakan mesin pemetik teh ini akan mengurangi pekerja sebanyak 17 orang untuk tiap hektar areal tanaman menghasilkan (Tindaon, 2009).

Agar mutu hasil produksi terjaga dan tanaman teh mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan, pemetikan harus dilakukan oleh tenaga petik yang terampil (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).

Cara pemetikan teh mempengaruhi kualitas teh. Pucuk teh lebih baik dipetik daripada digunting atau dipangkas menggunakan alat mekanis lainnya karena dengan alat tersebut pucuk teh akan mengalami kerusakan (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).

Pucuk daun dengan mutu terbaik adalah daun peko yaitu daun yang memiliki kuncup hidup dengan 2 samapai 3 helai daun muda. Sedangkan pucuk daun burung adalah daun yang memiliki kuncup yang sedang mengalami masa dormansi dan helai daun selanjutnya yang berada dibawahnya adalah helai daun yang tua dan hanya 2 helai daun yang dapat dipetik (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).

Hasil pengolahan pucuk daun tersebut dapat dipisahkan menjadi beberapa grade yaitu whole leaf grades yaitu teh olahan dalam bentuk utuh, broken leaf grades yaitu teh olahan dalam bentuk remukan. Sedangkan untuk grade yang lebih rendah yaitu fanning grades dan


(19)

dust grades yaitu sisa dari proses pengolahan broken leaf grades yang terdiri dari daun teh yang memiliki ukuran yang kecil bahkan dalam bentuk tepung (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).

Perbedaan ketinggian lokasi tanam teh mempengaruhi kualitas daun teh. Dengan perbedaan iklim, kondisi cuaca dan kondisi geografis lahan, ternyata berpengaruh terhadap karakteristik unik, aroma dan cita rasa dari teh yang dihasilkan. Yang pertama adalah high grown teas yaitu teh yang tumbuh pada ketinggian diatas 1200 m dari permukaan laut (dpl). Karakteristik umum teh pada ketinggian ini adalah fruity dan beraroma harum, daun mengkilap, warnanya lembut, cita rasa lebih kuat, serta warna seduhan merah pekat. Medium grown teas yaitu teh yang tumbuh pada ketinggian antara 800 sampai 1200 m dpl. Karakteristik umum teh pada ketinggian ini adalah ukuran daun sedang, mengkilap, warna seduhan agak kekuningan, serta warna dan cita rasa yang pekat. Dan yang terakhir adalah low grown teas yaitu teh yang tumbuh pada ketinggian 500 sampai 800 m dpl. Karakteristik umum teh pada ketinggian ini adalah daun lebih lebat, daun lebih lebar dengan warna yang kurang cerah, serta cita aroma dan harganya lebih rendah dibanding dengan high dan mid grown teas (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).

Indonesia merupakan negara pengekspor teh kelima terbesar didunia. Namun harga yang diperoleh Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara pengekspor teh lainnya. Hal tersebut karena Indonesia hanya mampu menyuplai teh dalam skala yang paling rendah dibanding negara-negara lainnya. Sedangkan faktor lainnya adalah Indonesia masih dominan menjual dalam bentuk


(20)

teh curah (tanpa olahan), sementara negara pengimpor menginginkan teh yang sudah dalam bentuk kemasan (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).

Ada beberapa jenis pasar teh didunia yaitu pasar yang menghendaki teh jenis low grown dengan kombinasi seimbang antara leafy dan broken grade yaitu Timur Tengah; pasar yang menghendaki jenis low grown dengan dominasi leafy grade (lebih dari 65% kebutuhan) yaitu pasar Iran; pasar yang menghendaki jenis teh medium grown dengan dominasi broken grade yaitu Federasi Rusia; pasar yang menghendaki jenis teh low hingga medium grown dengan dominasi small grade antara lain Singapura, Malaysia, dan Mesir; pasar yang menghendaki jenis teh low hingga medium grown dengan dominasi broken grade yaitu pasar Irak; pasar yang menghendaki jenis teh low hingga medium grown dengan kombinasi seimbang antara small dan broken grade antara lain Pakistan dan Afganistan; pasar yang menghendaki jenis teh high hingga medium grown dengan dominasi small grade, antara lain Polandia dan Hongaria; pasar yang menghendaki jenis teh high hingga medium grown dengan dominasi broken grade, antara lain Jepang, Turki dan Eropa Timur pada umumnya; pasar yang menghendaki jenis teh high hingga medium grown dengan kombinasi seimbang antara small dan broken grade, antara lain Eropa Barat pada umumnya (khususnya Inggris, Belanda, Jerman), dan Australia; pasar yang menghendaki semua jenis teh (low, medium, high grown) dengan dominasi small grade, antara lain Amerika Serikat dan Kanada; pasar yang menghendaki semua jenis teh (low, medium, high grown) dengan komposisi seimbang antara small dan broken grade yaitu Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).


(21)

Komposisi produksi teh Indonesia untuk high grown tea adalah 20% dari total prduksi, medium grown 50% dan low grown sebesar 30%. Untuk jenis grade yang ditawarkan Indonesia memproduksi 56% broken grade, 40% small grade dan 4% sisanya yaitu leafy grade (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).

2.2. Landasan teori Produksi

a. Fungsi Produksi

Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang perkaitan antara tingkat produksi sesuatu barang dengan jumlah input produksi yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa 1 input produksi seperti tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya sedangkan faktor-faktor produksi lainnya seperti modal, tanah dan teknologi dianggap tidak mengalami perubahan (Sukirno, 2000).

Hasil lebih yang semakin berkurang (law of diminishing return) merupakan sesuatu hasil yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari teori produksi. Hukum tersebut menjelaskan sifat pokok dari perkaitan antara tingkat produksi dan input produksi yang digunakan untuk mewujudkan produksi tersebut. Law of diminishing return menyatakan apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya terus-menerus ditambah sebanyak 1 unit, maka mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai negatif dan ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia mencapai tingkat maksimum kemudian menurun (Sukirno, 2000).


(22)

Dengan demikian pada hakekatnya law of diminishing return menyatakan bahwa perkaitan antara tingkat produksi dan jumlah suatu input produksi yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga tahap yaitu :

a. Tahap pertama : produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat, b. Tahap kedua : produksi total pertambahannya semakin lama semakin kecil c. Tahap ketiga : produksi total semakin lama semakin berkurang

Hukum law of diminishing return dapat dilihat pada kurva berikut: TP

TP

(i) Total Produksi (ii)

Tahap I Tahap II Tahap III

MP dan AP input Produksi Input Produksi

AP Input Produksi MP

Gambar 1. Kurva Total Produksi, Produksi Rata-Rata dan Produksi Marginal


(23)

Gambar 1 menunjukkan hubungan diantara jumlah produksi dan jumlah input produksi yang digunakan untuk menghasilkan produksi tersebut. Bentuk total produksi cekung keatas apabila input produksi masih sedikit digunakan (tahap 1). Ini berarti input produksi adalah masih kekurangan dibandingkan dengan input produksi lainnya yang dianggap tetap jumlahnya (Salvatore, 2001).

Dalam keadaan seperti itu produksi marginal bertambah tinggi dan sifat ini dapat dilihat pada kurva MP. Selanjutnya pertambahan penggunaan input produksi tidak akan menambah produksi total secepat seperti sebelumnya. Keadaan ini digambarkan (i) kurva total produksi (TP) yang terus menurun dan (ii) kurva total produksi yang mulai cembung keatas. Sebelum input produksi digunakan pada tahap kedua, MP adalah lebih tinggi daripada AP. ,maka kurva AP bertambah tinggi. Pada saat input produksi bertambah ketahap II kurva MP memotong kurva AP. Sesudah perpotongan tersebut kurva AP menurun kebawah yang menggambarkan bahwa AP semakin bertambah sedikit. Perpotongan antara kurva AP dan kurva MP adalah menggambarkan permulaan dari tahap kedua. Pada keadaan ini AP mencapai tingkat yang paling tinggi. Pada tahap kedua, penggunaan input produksi dikatakan efisien karena jumlah input produksi yang digunakan sesuai dengan hasil produksi yang maksimal (Sukirno, 2000).

Pada tahap ketiga dimana kurva MP memotong sumbu datar dan sesudahnya kurva tersebut dibawah sumbu datar. Keadaan ini menggambarkan bahwa MP mencapai angka negatif. Kurva Total Produksi (TP) mulai menurun pada tingkat ini, yang menggambarkan bahwa produksi total semakin berkurang apabila lebih banyak lagi input produksi yang digunakan. Keadaan pada tahap ketiga ini menggambarkan bahwa input produksi yang digunakan adalah jauh


(24)

melebihi daripada yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan produksi tersebut secara efisien (Sukirno, 2000).

b. Pengaruh Teknlogi Terhadap Produksi Y

C

B

TP’ TP

X

Gambar 2. Perubahan Kurva TP Akibat Pengaruh Teknologi Terhadap Produksi

Pada Gambar 2 diatas, sumbu X adalah skala kuantitas tenaga kerja sedangkan pada sumbu Y adalah kuantitas output. Bila teknologi berubah maka produktivitas setiap satuan tenaga kerja akan naik sehingga produksi yang dihasilkan menjadi naik juga. Kenaikan produksi ini dapat dilihat dari pergeseran kurva fungsi produksi dari TP menjadi TP’ seperti gambar diatas. Ada 3 hal yang dapat dilihat dari kurva diatas yaitu yang pertama, produksi rata-rata dari setiap satuan produksi menjadi meningkat. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan lereng garis yang menuju salah satu titik kurva pada kuantitas tenaga kerja yang sama. Yang kedua, produksi marjinal setiap satuan tenaga kerja juga naik. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan lereng kedua kurva pada titik penggunaan tenaga kerja yang sama dan yang ketiga adalah letak puncak kurva TP’ lebih tinggi daripada kurva TP (Salvatore, 2001).


(25)

c. Hubungan Fungsi Produksi Dengan Fungsi Biaya Y

TP’ TP

X Y

MP AP X

Rp MC

AC

AVC

MC’


(26)

Dari kurva diatas dapat dilihat bahwa kurva AVC mula-mula menurun

sampai mencapai titik minimum pada saat AP maksimum, kemudian naik mendekati kurva AC namun tidak pernak bersentuhan karena kurva AFC terus menurun. Kemudian AC terus menurun sampai mencapai titik minimum, setelah itu naik terus. Kurva MC pada awalnya juga menurun

hingga mencapai titik minimum. Kurva MC berbanding terbalik dengan kurva MP. Saat MC turun hingga titik minimum maka MP mencapai titik puncak dan kemudian berangsur menurun dan kurva MC semakin naik. Selanjutnya kurva MC naik dan memotong kurva AVC dan AC pada saat keduanyaminimum dan setelah itu nilai MC lebih besar dari AC dan AVC. Saat kurva AP maksimum, maka kurva AVC akan turun hingga mencapai nilai minimum dan sebaliknya, bila AP menurun maka AVC akan naik. Hubungan yang sama juga berlaku antara kurva MP dengan kurva MC (Salvatore, 2001).

Efisiensi

Efisiensi merupakan suatu cara yang digunakan dalam proses produksi dengan menghasilkan output yang maksimal dengan menekan pengeluaran produksi serendah-rendahnya terutama bahan baku atau dapat menghasilkan output produksi dengan sumberdaya yang terbatas. Dalam kaitannya dengan efisiensi ini, dikenal adanya konsep efisiensi teknik (technical efficiency), efisiensi harga (price efficiency) dan efisiensi ekonomi (economic efficiency) (Doll, 1984).

Efisiensi teknik (technical efficiency) adalah rasio penggunaan input pada tingkat output tertentu. Efisiensi harga (price efficiency) adalah kemampuan untuk menggunakan input secara optimal dan proporsi pada tingkat harga input tertentu.


(27)

efisiensi ekonomi (economic efficiency) adalah besaran yang menunjukkan perbandingan antara keuntungan yang sebenarnya dengan keuntungan maksimum. Secara matematik, hubungan antara efisiensi teknik, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi adalah efisiensi ekonomi (EE) = efisiensi teknik (ET) x efisiensi harga (EH) (Soekartawi, 1994).

Y

S

P A R Q

Q’ Ś Á

O X Gambar 4. Kurva Efisiensi Unit Isoquant

SŚ adalah kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi penggunaan jumlah input untuk tingkat output tertentu. Apabila ditarik garis OP yang menunjukkan jumlah penggunaan input persatuan output, maka akan memotong kurva SŚ di titik Q. QP adalah kelebihan penggunaan faktor produksi. Dengan demikian tingkat efisiensi teknik ditunjukkan dari perbandingan OQ dengan OP. Saat ditarik garis AÁ yang menunjukkan harga input, maka akan memotong garis P di titik R dan kurva SŚ dititik Q’ yang menunjukkan titik penggunaaan input untuk mendapatkan output pada biaya paling rendah. Dengan demikian, efisiensi harga ditunjukkan dari perbandingan OR dengan OQ. Maka efisiensi ekonomi adalah OQ/OP.OR/OQ yaitu OR/OP (Soekartawi, 1994).


(28)

Dalam pencapaian efisiensi teknik, harus dapat mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi yang tinggi dapat dicapai. Bila petani atau perusahaan mendapatkan keuntungan yang besar dari usaha taninya, maka hal ini dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga. Efisiensi harga dan efisiensi teknik dapat dilakukan secara bersamaan dengan cara jika perusahaan atau petani mampu meningkatkan produksinya dengan tinggi dengan harga faktor produksi yang dapat ditekan tapi mampu menjual produksinya dengan harga tinggi. Situasi demikian sering disebut dengan efisiensi ekonomi. Dengan kata lain, petani atau perusahaan mampu menjalankan efisiensi teknik, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi secara bersamaan (Soekartawi, 1994).

2.3 Kerangka Pemikiran

Perkebunan teh Sidamanik PTPN IV mengalami kerugian selama puluhan tahun. Salah satu upaya efisiensi yang dilakukan perusahaan untuk mengurangi tingkat kerugian adalah dengan mengurangi tenaga kerja panen dengan cara mengaplikasikan sistem mekanisasi panen dimana dengan cara tersebut tenaga kerja panen petik (manual) dapat dikurangi dan digantikan dengan mesin pemetik teh (mekanisasi).

Sistem mekanisasi panen mempengaruhi tingkat produktivitas. Penggunaan tiap unit mesin teh diperkirakan mampu menghasilkan setara dengan hasil panen 5 karyawan panen dengan sistem panen manual.

Sistem mekanisasi panen tidak hanya mempengaruhi produksi. Akan tetapi dapat mempengaruhi mutu atau kualitas teh hasil panen.


(29)

Hasil panen teh yang telah diperoleh perusahaan akan dijual ke pasar baik pasar domestik maupun ekspor. Sesuai dengan level grade teh yang diperoleh, jika teh memiliki grade yang baik maka produk mampu masuk ke pasar internasional dan jika hanya memiliki mutu yang sedang maupun kurang bagus, maka teh hanya bisa dipasarkan di pasar domestik.

Sistem panen manual dapat mempengaruhi jumlah produksi, mutu dan harga. Sistem panen manual dilakukan oleh karyawan panen dengan cara pemetikan dengan tangan tanpa bantuan mesin atau mekanisasi. Penggunaan sistem panen manual membutuhkan tenaga kerja yang banyak dan mempengaruhi biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menggaji para karyawan. Sedangkan dengan sistem mekanisasi, 1 mesin mewakili setara dengan produktivitas 5 karyawan panen manual.

Hasil penjualan output yang diterima perusahaan akan menjadi penerimaan dan juga mempengaruhi besarnya pendapatan yang diterima oleh perusaahan. Selain berpengaruh pada tingkat produksi, mutu, harga jual dan juga yang secara langsung mempengaruhi pendapatan perusahaan, sistem mekanisasi panen juga berpengaruh pada efisiensi yaitu berupa efisiensi harga, efisiensi teknik dan efisiensi ekonomis.


(30)

Adapun skema kerangka peemikiran dari penelitian inidisajikan pada gambar 4:

Keterangan :

: Mempengaruhi : Hubungan

Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan

Produksi Mutu Harga Produksi Mutu Harga

Sistem Panen

Manual Mekanisasi

Pendapatan Efisiensi Pendapatan Efisiensi

Teknik Harga Ekonomis


(31)

2.4 Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1) Mekanisasi panen menurunkan tingkat penggunaan tenaga di perkebunan teh Sidamanik.

2) Mekanisasi panen meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan menurunkan mutu teh di perkebunan teh Sidamanik.

3) Mekanisasi panen menurunkan harga jual teh dan meningkatkan pendapatan di perkebunan teh Sidamanik.

4) Mekanisasi panen mempengaruhi tingkat efisiensi harga, efisiensi teknik dan efisiensi ekonomis di perkebunan teh Sidamanik.


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive, yaitu Perkebunan PTP Nusantara IV Sidamanik Kabupaten Simalungun. Dengan pertimbangan bahwa perkebunan teh Sidamanik merupakan kebun yang telah mulai melakukan mekanisasi panen dan juga karena kebun Sidamanik memiliki luas lahan yang paling besar dibandingkan dengan perkebunan teh lainnya yang terdapat di PTP Nusantara IV.

Tabel 1. Luas Lahan Perkebunan Teh di PTP Nusantara IV

No. Unit Kebun Luas Lahan (Ha) Sistem Panen

1. Sidamanik 2.243,07 Mekanisasi

2. Bah Butong 1.226,04 Mekanisasi

3. Tobasari 1.201,90 Mekanisasi

Sumber : PTP. Nusantara IV Sidamanik, 2010

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait seperti kantor PTP. Nusantara IV Sidamanik. Data yang dikumpulkan adalah data produksi, mutu, harga jual dan harga input produksi yang berupa data bulanan selama 3 tahun terakhir. Data sebelum mekanisasi adalah data dari tahun 2001 sampai tahun 2003, sedangkan data setelah mekanisasi adalah data dari tahun 2008 sampai tahun 2010.


(33)

3.3 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari lapangan terlebih dahulu ditabulasi dan selanjutnya dianalisis.

Identifikasi masalah 1 sampai dengan 3:

Dianalisis dengan menggunakan uji beda rata-rata. Uji ini untuk menguji perbedaan rata-rata antara dua kelompok data yang dependen yaitu untuk mengetahui apakah ada perbedaan penggunaan tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, mutu teh, harga jual dan pendapatan unit kebun Sidamanik sebelum dan setelah diterapkannya sistem mekanisasi panen.

Keterangan: i = 1, 2,…, 5

X1 = Rata-rata penggunaan tenaga kerja setelah mekanisasi panen (HKO/Ha)

X2 = Rata-rata produktivitas tenaga kerja setelah mekanisasi panen (Kg/HKO)

X3 = Rata-rata mutu teh setelah mekanisasi panen (Kg)

X4 = Rata-rata harga jual setelah mekanisasi panen (Rp/Kg)

X5 = Rata-rata pendapatan setelah mekanisasi panen (Rp)

Y1 = Rata-rata penggunaan tenaga kerja sebelum mekanisasi panen (HKO/Ha)

Y2 = Rata-rata produktivitas tenaga kerja sebelum mekanisasi

panen (Kg/HKO)


(34)

Y4 = Rata-rata harga jual sebelum mekanisasi panen (Rp/Kg)

Y5 = Rata-rata pendapatan sebelum mekanisasi panen (Rp)

SXi2 = Simpangan baku Xi

SYi2 = Simpangan baku Yi

nXi = Besar sampel Xi

nYi = Besar sampel Yi

Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:

Jika th ≤ t (α; n-2); H0 diterima, H1 ditolak, (α = 0,05) th > t (α; n-2); H0 ditolak, H1 diterima, (α = 0,05) Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

1). H0: D = 0 (perbedaan antara dua pengamatan adalah 0)

2). H1: D 0 (perbedaan antara dua pengamatan tidak sama dengan 0) • Perhitungan pendapatan

Biaya dihitung dengan rumus:

TC = FC + VC Keterangan:

TC = Total Cost/ Total biaya (Rp) FC = Fixed Cost/ Biaya tetap (Rp) VC = Variable Cost/ Biaya variabel (Rp) Penerimaan dihitung dengan rumus:

TR = Y . Py Keterangan:

TR = Penerimaan usahatani (Rp) Y = Jumlah Produksi (Kg)


(35)

Py = Harga y (Rp/Kg)

Pendapatan dihitung dengan rumus: I = TR TC Keterangan:

I = Income (Pendapatan bersih usahatani) (Rp) TR = Total Revenue (Penerimaan usahatani) (Rp) TC = Total Cost (Total biaya) (Rp)

Identifikasi masalah 4:

Tingkat efisiensi harga dianalisis dengan rumus:

Keterangan:

EH = Tingkat efisiensi input/harga PMx = Produk marginal input Xi Kg/ha Py = harga rata-rata daun teh kering Kg/ha Pxi = harga rata-rata input Xi Kg/ha

Produksi marginal diperoleh dari penurunan fungsi produksi total yang dianalisis menggunakan regresi yang diturunkan dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/ OLS).

Keterangan :

PM = Produksi Marjinal

∆ TP = Perubahan produksi total


(36)

Tahapan kerja OLS dapat dilihat dalam bagan berikut:

Gambar 5. Tahapan Metode OLS

1. Menentukan variabel terikat dan bebas yang sudah ditentukan sebelumnya yaitu , dimana nilai-nilai parameter tersebut selanjutnya akan diduga. Adapun fungsinya menjadi:

Y = f(X1,X2,X3,X4,X5,X6,X7,X8,X9,β,µ) Keterangan:

Y = Produksi daun teh kering (Kg) X1 = Tenaga kerja tanaman (HKO) X2 = Tenaga kerja pabrik (HKO)

autokolinieritas

multikolinieritas Uji estimasi regresi

(Metode Enter) Interpretasi hasil Fungsi produksi daun

teh kering Penentuan fungsi umum

Spesifikasi model (uji linieritas) Uji asumsi klasik Membersihkan data


(37)

X3 = Pupuk Urea (Kg) X4 = Pupuk KCl (Kg) X5 = Obat Kleen Up (Liter) X6 = Obat Repcord (Liter) X7 = Obat Nordox 86 WG (Kg) X8 = Cangkang (Kg)

X9 = Listrik (KWH) β = Koefisien regresi µ = Random eror

2. Data dibersihkan dari outlier dengan menggunakan scatter plot untuk memperkecil varians data sehingga tidak mengganggu hasil estimasi akhir. 3. Melakukan uji spesifikasi model dengan menggunakan uji linieritas dengan

melihat nilai F sehingga didapat model yang digunakan bersifat linier atau tidak. Kriteria yang digunakan adalah bila Fhitung Ftabel bentuk hubungan linier.

4. Uji asumsi klasik

a. Uji multikolinieritas

Uji multikolinier yang dimaksudkan adalah menghindari hubungan yang linier antara variable bebas. Menurut Gujarti (1994), multikolinieritas dapat dideteksi dengan beberapa metode, diantaranya dengan melihat: - Jika nilai toleransi atau VIF (Variance Inflation Factor) kurang dari 0,1


(38)

- Terdapat koefisien korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8 jika nilai F-hitung melebihi nilai F-tabel dari regresi antara variable bebas (Sujianto, 2009).

b. Uji autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat hubungan antara variable itu sendiri, pada pengamatan yang berbeda waktu dan individu. Uji autokorelasi dapat diperoleh dari nilai Durbin-Watson.

5. Selanjutnya dilakukan estimasi pada model dengan metode enter sehingga didapat nilai R square dan nilai F.

Tingkat efisiensi teknik (ET) dianalisis dengan rumus berikut: ET = Yi/Ŷ

Keterangan:

ET = Tingkat efisiensi teknik

Yi = Besarnya jumlah penggunaan input di daerah penelitian Ŷ = Besarnya jumlah penggunaan input dalam RKAP Tingkat efisiensi ekonomi dianalisis dengan rumus:

Efisiensi Ekonomi (EE) = Efisiensi Teknik (ET) x Efisiensi Harga (EH) Keterangan:

EE = Tingkat efisiensi ekonomi ET = Tingkat efisiensi teknik


(39)

3.4 Defenisi dan Batasan Operasional

3.4.1 Defenisi

Untuk menjelaskan dan menghindari kesalah pahaman dalam penelitian ini, maka dibuat defenisi dan batasa operasional sebagai berikut :

1. Mekanisasi adalah pemakaian mesin dalam proses pemanenan yang tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah tenaga kerja pemanenan.

2. Produksi merupakan hasil pengolahan daun teh basah menjadi daun teh kering.

3. Produksi yang dapat dicapai di daerah penelitian adalah produksi yang merupakan target yang harus dicapai oleh perkebunan, baik input produksi maupun output produksi dan dapat diperoleh di RKAP.

4. RKAP merupakan standar olah yang diberikan perusahaan untuk melakukan proses produksi.

5. Input X merupakan tenaga kerja, pupuk, obat-obatan, cangkang dan listrik. 6. Output Y merupakan daun teh kering.

3.4.2 Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah PT Perkebunan Nusantara IV Sidamanik, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun.


(40)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK USAHATANI

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

Kebun Sidamanik adalah salah unit PTP. Nusantara IV (Persero) yang mengelola budidaya tanaman teh. Pada tahun 1924, areal kebun teh ini mulai dibuka oleh Handles Vereniging Amsterdam (HVA) dan pada tahun 1926 didirikan pabrik pengolahan teh oleh perusahaan yang sama dan sampai saat ini masih berdiri dan beroperasi.

Sejak berdirinya sampai sekarang pengelolaan kebun Sidamanik telah beberapa kali pindah tanagan seiring dengan perjalanan sejarah bangsa dan Negara Republik Indonesia. Berdasarkan kebijakan pemerintah tentang konsolidasi di lingkungan BUMN perkebunan, maka sejak tanggal 11 Maret 1996 kebun Sidamanik dimiliki dan dikelola oleh PTP. Nusantara IV (Persero).

4.2 Letak Geografis

Kabupaten/ Propinsi = Simalungun/ Sumatera Utara Kecamatan = Sidamanik

Kota terdekat = Pematang Siantar Ketinggian Dpl = 862 m


(41)

Suhu = rata-rata 24º C Udara = Dingin (Sedang)

4.3 Keadaan Daerah

a. Luas Areal

Tahun 2010 perkebunan Sidamanik memiliki luas areal tanam teh seluas 2.243,07 ha dengan luas areal tanam menghasilkan seluas 1.423,5. Dengan rincian sebagai berikut:

Afdeling I = 454,19 ha Afdeling II = 459,01 ha Afdeling III = 293,15 ha Afdeling IV = 217,15 ha

Luas daerah pemukiman warga, jalan, jembatan, jurang dan lain-lain seluas 225,11 ha. Total luas secara keseluruhan perkebunan Sidamanik adalah 1.648,61 ha. Tanaman teh yang ditanam diperkebunan sidamanik adalah jenis tanaman teh hitam.

b. Kesejahteraan Sosial

Seluruh karyawan mendapatkan sarana perumahan, listrik, air, poloklinik, peribadatan, tempat penitipan anak dan asuransi tenaga kerja. Di sekitar kebun Sidamanik tersedia saran pendidikan mulai dari TK Tunas Mekar, SD, SMP, Madrasah dan SMA. Dari pemukiman ke jalan raya, perusahaan menyediakan angkutan untuk yang bersekolah dan bertempat tinggal di luar perkebunan. Karyawan juga mendapatkan bantuan pemondokan bagi anak yang bersekolah.


(42)

4.4 Struktur Organisasi

Struktur organisasi mempunyai arti penting bagi sebuah perusahaan agar dapat menjalankan aktivitas operasi secara harmonis dan teratur sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Didalam struktur organisasi terdapat pembagian fungsi-fungsi sesuai dengan kegunaannya. Hal ini sangat penting dikarenakan dengan penggolongan fungsi-fungsi pekerjaan maka kegiatan produksi dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Adapun struktur organisasi yang ada kebun Sidamanim PTP. Nusantara IV dalam menjalankan tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut:

1. Manager

Manager adalah pimpinan unit perusahaan yang bertanggung jawab atas seluruh kegiatan di perkebunan Sidamanik kepada Direksi.

2. Asisten Kepala

Asiten kepala bertugas mengkoordinir seluruh kegiatan bagian tanaman dan yang bertanggung jawab kepada Manager. Asisten kepala membawahi 5 asisten afdeling (afdeling merupakan pembagian wilayah kerja untuk memudahkan pengawasan kerja). Dalam hal ini, bagian tanaman yang dimaksud merupakan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan penanaman, pemeliharaan, pemupukan dan pemanenan yang pada akhirnya akan menghasilkan pucuk segar


(43)

daun teh yang akan diolah. Jumlah rata-rata tenaga kerja (karyawan) bagian tanaman dari tahun 2008-2010 sebanyak 1.076 orang.

3. Kepala Dinas Pengolahan dan Teknik

Kepala dinas pengolahan dan teknik bertugas mengkoordinir seluruh kegiatan bagian pabrik yang bertanggung jawab kepada manager. Kepala dinas pengolahan dan teknik membawahi seorang asisten pengolahan. Dalam hal ini, bagian pabrik yang dimaksud merupakan kegiatan pengolahan pucuk teh dan kegiatan perawatan mesin dan instalasi pabrik. Jumlah rata-rata tenaga kerja pengolahan dan tenaga kerja teknik (karyawan) pada tahun 2008-2010 masing-masing sebanyak 234 orang dan 181 orang.

4. Kepala Dinas Tata Usaha

Kepala dinas tata usaha bertugas mengkoordinir seluruh kegiatan bagian administrasi yang bertanggung jawab kepada manager. Kepala tata usaha membawahi seorang asisten tata usaha. Dalam hal ini, bagian administrasi yang dimaksud merupakan kegiatan pembukuan dan laporan keuangan perkebunan. Jumlah rata-rata tenaga kerja administrasi dari tahun 2008-2010 sebanyak 54 orang.

5. Perwira Pengamanan

Perwira pengaman bertugas untuk mengamankan perkebunan yang bertanggung bjawab langsung kepada manager.


(44)

Adapun bagan struktur perusahaan perkebunan Sidamanik adalah sebagai berikut:

Gambar 6. Struktur Organisasi Kepengurusan Unit Kebun Sidamanik

4.5 Karakteristik Usahatani

Perkebunan Sidamanik merupakan suatu usahatani yang mengolah pucuk daunt eh menjadi teh hitam orthodox. teh hitam orthodox adalah teh yang diolah melalui proses pelayuan selama 16 jam, penggulungan, fermentasi, pengeringan, sortasi hingga terbentuk teh jadi. Teh yang diproduksi perkebunan Sidamanik dapat digolongkan menjadi 2 golongan besar yaitu teh pecah dan teh bubuk.

Manager

Asisten Kepala Kepala Dinas

Pengolahan dan teknik

Kepala

Tata Usaha Perwira Pengamanan Asisten afdeling I

Asisten afdeling II Asisten afdeling III Asisten afdeling IV Asisten afdeling V

Asisten pengolahan dan teknik

Asisten tata usaha

Karyawan tanaman Karyawan pengolahan

Karyawan teknik

Karyawan administrasi


(45)

Masing-masing golongan ini dibedakan dalam beberapa jenis teh sebagai berikut:

1. Teh Pecah

- Broken Orange Pecco (BOP) merupakan jenis teh keriting dengan potongan halus dan teratur. Jenis ini banyak mengandung pucuk berwarna emas.

- Broken Pecco (BP) merupakan jenis teh yang lebih besar disbanding BOP dan tidak mengandung pucuk sama sekali.

- Broken Tea (BT) merupakan jenis teh yang tidak menggulung waktu digarap sehingga teh ini dapat seperti sisik dan potongan kecil.

2. Teh Remukan

- Fanning (F) merupakan jenis teh yang asal dan bentuknya seperti BT, tetapi potongannya jauh lebih kecil.

- Dust (D) atau debu teh merupakan jenis teh yang berbentuk seperti tepung. - Bohea atau bui (B) merupakan jenis teh buangan yang terdiri dari

batang-batang teh.

Kedua jenis teh diatas dapat dibedakan lagi kedalam 3 golongan mutu yaitu:

1. Grade I (Mutu ekspor) merupakan teh mutu I yang mempunyai kenampakan bentuk besar, kurang besar, atau kecil menurut jenisnya dengan persentase daun lebih banyak, berwarna kehitaman dan rata. Aromanya harum dan berasa kuat. Untuk jenis ini, perkebunan Sidamanik memproduksi 7 jenis mutu yaitu: 1) BOP I (Broken Orange Pecco I)

2) BOP (Broken Orange Pecco)


(46)

4) BP (Broken Pecco) 5) BT (Broken Tea) 6) PF (Pecco Fanning) 7) DI (Dust I)

2. Grade II (Mutu ekspor II) merupakan teh mutu II yang berpenampakan besar, kurang besar dan kecil menurut jenisnya dengan persentase daun lebih sedikit, warna kemerah-merahan dan kurang rata. Air seduhannya berwarna kuning merah, beraroma kurang harum, dan rasa kurang kuat. Dan untuk jenis mutu II, perkebunan Sidamanik memproduksi 7 jenis mutu yaitu:

1) BP II (Broken Pecco II) 2) BT II (Broken Tea II) 3) PF II (Pecco Fanning II) 4) D II (Dust II)

5) D III (Dust III)

3. Grade III (Mutu lokal) yaitu teh mutu III yang diperoleh dari hasil pengolahan yang berulang-ulang sehingga memperoleh hasil aroma yang tidak kuat dan rasanya kurang nikmat dan pada umumnya mutu III hanya dijual di dalam negeri saja. Jenis tersebut adalah

1) FANN II (Fanning II) 2) BM (Broken Mix) 3) D IV (Dust IV)

4) FLUFF (Fann Standart) 5) RBO (Residu Blow Out)


(47)

Ketiga grade teh diatas mempunyai harga yang berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut yang menjelaskan tentang perkembangan harga setiap jenis teh Sidamanik dari tahun 2007 sampai 2010.

Tabel 2. Harga Daun Teh Kering Tahun 2007-2010 (US $/Kg)

Grade Jenis 2007 2008 2009 2010 Rataan

I BOP I 1.61 1.91 1.99 2.18 1.92

BOP 1.29 1.44 1.79 1.70 1.55

BOPF 1.16 1.22 1.80 1.62 1.45

BP 1.90 1.91 2.20 3.16 2.29

BT 1.09 1.21 1.70 1.46 1.36

PF 1.18 1.62 1.74 1.65 1.54

D I 1.28 1.48 1.85 1.74 1.59

Rataan Grade I 1.36 1.54 1.87 1.93 1.67

II BP II 1.72 1.61 1.85 2.73 1.98

BT II 1.08 1.19 1.52 1.41 1.30

PF II 1.13 1.32 1.62 1.55 1.40

D II 1.18 1.36 1.68 1.59 1.45

D III 1.20 1.28 1.56 1.52 1.39

Rataan Grade II 1.26 1.35 1.64 1.76 1.50

III FANN II 0.76 0.92 1.18 1.23 1.02 BM 0.49 0.59 0.94 1.10 0.78 D IV 0.86 0.65 1.16 1.20 1.04 FLUFF 0.59 0.86 1.04 1.07 0.89 RBO 0.49 0.86 0.93 0.95 0.57

Rataan Grade III 0.64 0.80 1.05 1.11 0.91

Rataan Total 1.08 1.23 1.52 1.60 1.36

Sumber: Data diolah dari Lampiran 1

Dari Tabel 2 diatas dapat dilihat perkembangan harga teh setiap jenisnya dimana dari Grade I harga rataan tertinggi untuk setiap tahunnya adalah jenis BP (Broken Pecco) dan harga terendahnya adalah jenis BT (Broken Tea). Untuk Grade II, harga rataan tertinggi adalah jenis BP II (Broken Pecco II) dan harga terendahnya adalah jenis BT II (Broken Tea II) dan untuk Grade III, harga


(48)

tertinggi adalah untuk jenis FANN II (Fanning II) dan harga terendahnya adalah jenis RBO (Redisu Blow Out).

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Dampak Mekanisasi Panen Terhadap Penggunaan Tenaga Kerja

Salah satu bentuk efisiensi yang dilakukan oleh kebun Sidamanik adalah dengan pengurangan jumlah tenaga kerja tanaman melalui penerapan sistem mekanisasi panen. Perbedaan penggunaan tenaga kerja sebelum mekanisasi dan sesudah mekanisasi yaitu dengan penggunaan mesin pemetik teh dan gunting panen di kebun Sidamanik dapat dilihat dari hasil uji beda rata-rata pada tabel berikut.

Tabel 3. Uji Beda Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja

Sebelum Setelah T-hitung T-Tabel Kesimpulan Mekanisasi Mekanisasi

1,04 0,44 39,18 1,69 H0 ditolak, H1 diterima Sumber: Data diolah dari Lampiran 14

H0 = Tidak ada perbedaan penggunaan tenaga kerja sebelum mekanisasi dan setelah mekanisasi.

H1 = Ada perbedaan penggunaan tenaga kerja sebelum mekanisasi dan setelah mekanisasi panen.


(49)

Thitung≤ Ttabel(α; n-1); terima H0, tolak H1 Thitung≥ Ttabel(α; n-1); tolak H0, terima H1

Gambar 7. Diagram Perbandingan Tingkat Penggunaan Tenaga Kerja Sebelum dan Setelah Mekanisasi

Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa penggunaan tenaga kerja rata-rata sebelum mekanisasi adalah sebesar 1,04 HKO/ha , sedangkan penggunaan tenaga kerja rata-rata setelah mekanisasi adalah sebesar 0,44 HKO/ha. Dari hasil uji beda rata-rata diatas terlihat bahwa thitung > ttabel (39,18 > 1,69) yang berarti H0 ditolak, H1 diterima.

Sistem mekanisasi panen dapat menghemat tenaga kerja sebab kemampuan pemanenan dengan mesin mencapai mencapai 0,44 HKO/ha dengan lama panen rata-rata 7 jam/hari dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk operasi alat sebanyak 3 orang dengan pembagian tugas 2 orang operator alat, 1 orang menampung dan ada pekerja khusus yang bertugas membawa hasil panen ke lokasi penimbangan dilapangan. Sedangkan apabila menggunakan tenaga petik manual kebutuhan penggunaan tenaga kerja sebesar 1,04 HKO/ha dan hasil panen


(50)

langsung diantar oleh tenaga kerja tersebut sehingga banyak waktu pemenenan yang terbuang saat menghantarkan hasil panen. Bila dikonversikan ke jumlah HKO ternyata penggunaan alat mesin petik teh dapat menghemat pengguanaan tenaga kerja sebesar 57,69 % /Ha.

Dengan demikian pada α = 0,05, penggunaan tenaga kerja sesudah mekanisasi panen secara nyata jauh lebih kecil daripada penggunaan tenaga kerja sebelum mekanisasi panen dan hipotesis yang menyatakan bahwa mekanisasi panen menurunkan tingkat penggunaan tenaga di perkebunan teh Sidamanik dapat diterima.

5.2 Dampak Mekanisasi Panen Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja dan Mutu Teh

5.2.1 Dampak mekanisasi panen terhadap produktivitas tenaga kerja

Sistem mekanisasi panen dengan penggunaan mesin dan gunting petik teh mengakibatkan proses pemanenan menjadi lebih cepat. Cepatnya proses pemanenan mengakibatkan kebutuhan tenaga pemetik untuk tiap hektar lahan akan berkurang. Dengan demikian, jumlah panen yang diperoleh oleh setiap tenaga kerja tananaman akan semakin tinggi. Secara detailnya dapat dilihat dari hasil uji beda rata-rata pada tabel berikut.

Tabel 4. Uji Beda Rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja

Sebelum Setelah T-hitung T-Tabel Kesimpulan Mekanisasi Mekanisasi

160,03 421,19 20,21 1,69 H0ditolak,H1diterima Sumber: Data diolah dari Lampiran 15


(51)

H0 = Tidak ada perbedaan produktivitas tenaga kerja sebelum mekanisasi dan jumlah panen teh mekanisasi panen.

H1 = Ada perbedaan produktivitas tenaga kerja sebelum mekanisasi dan jumlah panen teh setelah mekanisasi panen.

Thitung≤ Ttabel(α; n-1); terima H0, tolak H1

Thitung≥ Ttabel(α; n-1); tolak H0, terima H1

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa produktivitas tenaga kerja rata-rata sebelum mekanisasi adalah sebesar 160,03 kg/HKO, sedangkan produktivitas tenaga kerja rata-rata sesudah mekanisasi adalah sebesar 421,19 kg/HKO. Dari hasil uji beda rata-rata diatas terlihat bahwa thitung > ttabel (20,21 > 1,69) yang berarti H0 ditolak, H1 diterima.

Penggunaan mesin petik teh tidak bisa digunakan pada lahan dengan kemiringan lebih besar dari 400. Sebagai gantinya maka digunakanlah gunting

petik dengan alasan bahwa produktivitas tenaga kerja yang diperoleh dengan gunting petik yaitu ± 150 kg/ha dan penggunaan tenaga kerja sebesar ± 1,1 HKO/ha. Sementara bila dibandingkan dengan petik manual, produktivitas tenaga kerja hanya mencapai ±140 kg/ha dan penggunaan tenaga kerja 1,04 HKO/ha.

Dengan demikian pada α = 0,05, produktivitas tenaga kerja sesudah mekanisasi panen secara nyata jauh lebih besar daripada produktivitas tenaga kerja sebelum mekanisasi panen.


(52)

Sistem mekanisasi panen dengan penggunaan mesin dan gunting petik mengakibatkan peningkatan mutu panen teh. Dengan penggunaan sistem mekanisasi panen, bidang petik menjadi rata sehingga muncul daun peko lebih rata dan memperpendek frekuensi hari pemanena dan menyebabkan penurunan munculnya daun burung, pemeliharaan yang lebih efisien serta meningkatkan mutu teh yang dihasilan sebab mutu teh ditentukan 70 % - 80 % oleh mutu bahan baku, yang akan berdampak terhadap harga jual.

Secara detailnya dapat dilihat dari hasil uji beda rata-rata pada tabel berikut.

Tabel 5. Uji Beda Rata-rata Mutu Teh

No Mutu Sebelum

Mekanisasi

Sesudah

Mekanisasi Thitung Ttabel Kesimpulan

1. Grade I 181.984,44 153.634,89 3,77 1,69

H0 ditolak, H1 diterima

2. Grade II 96.402,34 117.011,69 3,02 1,69

H0 ditolak, H1 diterima

3. Grade III 38.095,9 26.398,5 6,87 1,69

H0 ditolak, H1 diterima

Sumber: Data diolah dari Lampiran 16

H0 = Tidak ada perbedaan mutu teh sebelum mekanisasi lebih besar daripada setelah mekanisasi panen


(53)

H1 = Ada perbedaan mutu teh sebelum mekanisasi lebih kecil daripada setelah mekanisasi panen

Thitung ≤ Ttabel(α; n-1); terima H0, tolak H1 Thitung≥ Ttabel(α; n-1); tolak H0, terima H1

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa mutu teh grade I rata-rata sebelum mekanisasi adalah sebesar 181.984,44 kg/ha atau sebesar 57,35% dari jumlah produksi total, sedangkan mutu teh grade I rata-rata sesudah mekanisasi adalah adalah sebesar 153.634,89 kg/ha atau sebesar 51,32% dari jumlah produksi total. Dari hasil uji beda rata-rata diatas terlihat bahwa thitung > ttabel (3,77 > 1,69) yang berarti H0 diterima, H1 ditolak.

Sedangkan mutu teh grade II rata-rata sebelum mekanisasi adalah sebesar 96.402,34 kg/ha atau sebesar 30,38% dari jumlah produksi total, sedangkan mutu teh grade II rata-rata sesudah mekanisasi adalah sebesar 117.011,69 kg/ha atau sebesar 39,08% dari jumlah produksi total. Dari hasil uji beda rata-rata diatas terlihat bahwa thitung < ttabel (3,02 < 1,69) yang berarti H0 ditolak, H1 diterima.

Pada mutu teh grade III rata-rata sebelum mekanisasi adalah sebesar 38.095,9 kg/ha atau sebesar 12% dari jumlah produksi total, sedangkan mutu teh grade III rata-rata sesudah mekanisasi adalah sebesar 26.398,5 kg/ha atau sebesar 8,82% dari jumlah produksi total. Dari hasil uji beda rata-rata diatas terlihat bahwa thitung > ttabel (6,86 > 1,69) yang berarti H0 diterima, H1 ditolak.

Dengan demikian pada α = 0,05, mutu produksi teh di PTP. Nusantara IV unit kebun Sidamanik sesudah mekanisasi panen secara nyata lebih tinggi daripada mutu produksi teh sebelum mekanisasi panen dan hipotesis kedua yang


(54)

menyatakan bahwa mekanisasi panen meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan menurunkan mutu teh di perkebunan teh Sidamanik tidak dapat diterima.

5.3 Dampak Mekanisasi Panen Terhadap Harga Jual dan Pendapatan

5.3.1 Dampak mekanisasi panen terhadap harga jual teh Tabel 6. Uji Beda Rata-rata Harga Jual Teh

Sebelum Setelah T-hitung T-Tabel Kesimpulan

Mekanisasi Mekanisasi

9.297,97 14.164,28 11,34 1,69 H0ditolak,H1diterima Sumber: Data diolah dari Lampiran 17

H0 = Tidak ada perbedaan harga teh sebelum mekanisasi dan setelah mekanisasi panen.

H1 = Ada perbedaan harga teh sebelum mekanisasi dan setelah mekanisasi panen. Thitung ≤ Ttabel(α; n-1); terima H0, tolak H1

Thitung≥ Ttabel(α; n-1); tolak H0, terima H1

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa harga teh rata-rata sebelum mekanisasi adalah sebesar Rp. 9.297,97/kg, sedangkan harga teh rata-rata sesudah mekanisasi adalah sebesar Rp. 14.146,28/kg. Dari hasil uji beda rata-rata diatas terlihat bahwa thitung > ttabel (11,337 > 1,690) yang berarti H0 yang berarti H0 ditolak, H1 diterima. Dengan demikian pada α = 0,05, harga teh PTP. Nusantara IV unit kebun Sidamanik sesudah mekanisasi panen secara nyata jauh lebih besar daripada harga teh sebelum mekanisasi panen.


(55)

5.3.2 Dampak Mekanisasi Panen Terhadap Pendapatan

Tabel 7. Pendapatan Rata-rata/ha Unit Kebun Sidamanik Sebelum dan Setelah Mekanisasi

No Uraian Satuan

Sebelum Mekanisasi Setelah Mekanisasi

Jumlah Nilai Jumlah Nilai

1 Biaya

1.1 TK. Tanaman HKO 37,53 32.275.188,44 15,62 14.506.341,06 1.2 TK. Pabrik HKO 6,41 3.426.140,19 5,35 9.484.306,35 1.3 Pupuk Urea Kg 698,69 898.983,77 741,53 4.310.177,32 1.4 Pupuk KCl Kg 153,30 251.377,87 419,70 3.233.120,52 1.5 Obat Kleen Up Liter 5,34 146.762,65 13,33 757.176,97 1.6 Obat Repcord Liter 0,70 71.843,86 0,57 68.064,50 1.7 Obat Nordox Kg 2,03 125.184,36 1,09 172.664,58 1.8 Cangkang Kg 5.523,20 375,58 11.988,39 2.805.585,69 1.9 Listrik KWH 5.532,39 3.142,40 5.720,39 5.100.306,67 Total Biaya Rp - 37.198.999,00 - 40.437.743,00

2 Produksi Kg 5,992.30 - 6.558,62 -

3 Penerimaan Rp - 55.806.141,00 - 93.689.035,00 4 Pendapatan Rp - 18.607.142,00 - 53.251.291,00 Sumber: Data diolah dari lampiran 10-13

Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa sebelum mekanisasi, faktor-faktor produksi yang paling banyak digunakan yaitu tenaga kerja tanaman, tenaga kerja pabrik, pupuk Urea, pupuk KCl, obat Kleen up, obat Repcord dan obat Nordox 86 WG.

1). Biaya

Sistem mekanisasi panen merupakan salah satu bentuk upaya efisiensi yang dilakukan oleh perkebunan teh Sidamanik untuk mengurangi jumlah tenaga


(56)

kerja tanaman. Dari tabel diatas terlihat bahwa biaya tenaga kerja merupakan biaya terbesar yang harus dikeluarkan perusahaan jika dibandingkan dengan biaya untuk input produksi lainnya. Agar lebih memperjelas tentang besarnya perbandingan total biaya dengan biaya input- input produksi, dapat kita lihat pada diagram dibawah ini.

Gambar 8. Diagram Persentase Biaya Tenaga Kerja Tanaman dengan Biaya Input Produksi Lainnya

Diagram 1. Sebelum Mekanisasi Diagram 2. Setelah Mekanisasi

Dari Diagram 1 diatas dilihat bahwa sebelum mekanisasi panen dilakukan di perkebunan Sidamanik, biaya tenaga kerja tanaman adalah sebesar 87% dari


(57)

13% dari jumlah total biaya. Sedangkan pada diagram 2 yaitu setelah melakukan mekanisasi panen, biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk biaya tenaga kerja tanaman berkurang menjadi 36% dari jumlah total biaya dan biaya untuk input-input produksi lainnya menjadi 64% dari jumlah total biaya.

Gambar 9. Grafik Batang Total Biaya Sebelum Mekanisasi dan Setelah Mekanisasi Panen

Pada gambar 9 diatas dapat dilihat besarnya jumlah total biaya, biaya tenaga kerja dan biaya untuk input-input produksi lainnya. Sebelum mekanisasi

panen, biaya rata-rata/ha perusahaan selama tahun 2001-2003 adalah Rp. 37.198.999,00 dimana komponen terbesarnya adalah dari biaya rata-rata/ha

tenaga kerja tanaman yaitu sebesar Rp. 32.275.188,44 dan biaya rata-rata/ha untuk input-input produksi lainnya hanya Rp. 4.923.810,67. Setelah penerapan sistem mekanisasi panen dimana jumlah tenaga kerja telah dikurangi maka biaya rata-rata/ha perusahaan selama tahun 2008-2010 menjadi berkurang yaitu menjadi sebesar Rp. 40.437.744,00 dimana biaya rata-rata/ha tenaga kerja tanaman menjadi Rp. 14.506.341,06 dan biaya rata-rata/ha untuk


(58)

input-input produksi lainnya menjadi Rp. 25.931.402,60. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem mekanisasi panen mengurangi biaya.

2). Produksi

Sistem panen petik manual membutuhkan banyak tenaga kerja dan waktu proses pemanenan yang lebih lama dibandingkan dengan penggunaan gunting petik dan mesin petik.

Gambar 10. Kurva Perbandingan Produktivitas Perhektar Sebelum dan Setelah Mekanisasi Panen

Sistem mekanisasi panen mempercepat pemanenan dan juga mempercepat hari rotasi panen sehingga produktivitas teh meningkat. Pada kurva diatas dapat dilihat perbandingan besarnya produktivitas lahan untuk setiap bulannya. Produktivitas terendah dengan mekanisasi yaitu 118,82 kg/ha yaitu dibulan ke-2, sedangkan dengan petik manual hanya 92.10 kg/ha yaitu dibulan ke-14.


(59)

Produktivitas tertinggi dengan mesin yaitu 261,06 kg/ha yaitu dibulan ke-22 sedangkan dengan petik manual hanya 214,61 kg/ha dibulan ke-15. Untuk produktivitas rata-rata sebelum mekanisasi adalah 166,45 kg/ha sedangkan setelah mekanisasi menjadi 182,18 kg/ha. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mekanisasi panen meningkatkan produktivitas teh.

3). Pendapatan

Perbedaan pendapatan perusahaan sebelum dan sesudah mekanisasi panen di PT. Perkebunan Nusantara IV unit Kebun Sidamanik dapat dilihat dari hasil uji beda rata-rata pada tabel dibawah.

Tabel 8. Uji Beda Rata-rata Pendapatan

Sebelum Setelah T-hitung T-Tabel Kesimpulan

Mekanisasi Mekanisasi

516.865,06 1.479.202,53 8,59 1,69 H0 ditolak, H1 diterima

Sumber: Data diolah dari Lampiran 18

H0 = Tidak ada perbedaan pendapatan sebelum mekanisasi dan pendapatan setelah mekanisasi panen.

H1 = Ada perbedaan pendapatan sebelum mekanisasi panen dan pendapatan setelah mekanisasi panen.

Thitung ≤ Ttabel(α; n-1); terima H0, tolak H1 Thitung≥ Ttabel(α; n-1); tolak H0, terima H1


(60)

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa pendapatan rata-rata/ha/bulan sebelum mekanisasi panen adalah Rp. 516.865,06, sedangkan pendapatan rata-rata/ha/bulan setelah mekanisasi panen adalah sebesar Rp. 1.479.202,53. Dari hasil uji beda rata-rata diatas diatas terlihat bahwa thitung > ttabel (8,59 > 1,69) yang berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian pada α = 0,05 pendapatan sesudah mekanisasi secara nyata lebih besar daripada pendapatan sebelum mekanisasi panen dan hipotesis ketiga yang menyatakan mekanisasi panen menurunkan harga jual teh dan meningkatkan pendapatan di perkebunan teh Sidamanik tidak dapat diterima.

5.4 Dampak Mekanisasi Panen Terhadap Efisiensi Harga, Efisiensi Teknik dan Efisiensi Ekonomi

1). Fungsi Produksi Sebelum Mekanisasi Panen

Sebelum melakukan estimasi maka perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu untuk memenuhi asumsi linier berganda yaitu:

Tabel 9. Pengujian Asumsi Linier Berganda Faktor-faktor Produksi Sebelum Mekanisasi

Uji Hasil Kesimpulan

Linieritas Fhitung = 23,53 Linier

Ftabel = 2,21

Multikolinieritas TK. Tanaman, VIF = 2,42 Tolerance = 0,41 Bebas

TK. Pabrik, VIF = 2,85 Tolerance = 0,35 Multikolinieritas Pupuk Urea, VIF = 1,55 Tolerance = 0,64

Pupuk KCl, VIF = 1,64 Tolerance = 0,61 Obat Kleen Up, VIF = 1,43 Tolerance = 0,7 Obat Repcord, VIF = 1,62 Tolerance = 0,62


(61)

Obat Nordox, VIF = 1,32 Tolerance = 0,76 Cangkang, VIF = 2,33 Tolerance = 0,43 Listrik, VIF = 2,7 Tolerance = 0,37

Auto korelasi Durbin-Watson = 1,93 Bebas Autokorelasi dL = 1,17 dU = 1,79

dU < DW < 4-dU

Sumber: Data diolah dari Lampiran 20

Setelah melakukan pengujian asumsi linier berganda maka didapatkan hasil akhir dari estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daun teh kering yaitu sebagai berikut:

Y= -22.146,35 – 62,93X1 + 11,07X2 + 0,25X3 - 0,29X4 + 228,37X5 + 174,76X6 – 209,454X7 + 0,42X8 + 0,97X9 + µ

R2 = 0,891 Fhitung= 23,53

Dari model dihasilkan nilai koefisien determinasi sebesar 0,891. Hal ini menunjukkan bahwa 89,1% variasi variabel produksi daun teh kering telah dapat dijelaskan oleh variabel tenaga kerja tanaman, tenaga kerja olah, pupuk urea, pupuk KCl, obat kleen up, obat repcord, obat Nordox, cangkang dan Listik, sedangkan sisanya 11,9% dipengaruhi oleh faktor lain. Sementara itu, tingkat signifikansi input produksi tenaga kerja tanaman 0,707 lebih besar dari α (0,05), sehingga tenaga kerja tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap produksi teh. Untuk input produksi tenaga kerja pabrik, tingkat signifikansinya 0,992 lebih besar lebih besar dari α (0,05), sehingga tenaga kerja pabrik tidak berpengaruh nyata terhadap produksi teh.


(62)

Sebelum melakukan estimasi maka perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu untuk memenuhi asumsi linier berganda yaitu:

Tabel 10. Pengujian Asumsi Linier Berganda Faktor-faktor Produksi Setelah Mekanisasi

Uji Hasil Kesimpulan

Linieritas Fhitung = 81,67 Linier

Ftabel = 2,21

Multikolinieritas TK. Tanaman, VIF = 2,97 Tolerance = 0,37 Bebas

TK. Pabrik, VIF = 2,92 Tolerance = 0,34 Multikolinieritas Pupuk Urea, VIF = 1,55 Tolerance = 0,64

Pupuk KCl, VIF = 1,51 Tolerance = 0,66 Obat Kleen Up, VIF = 1,64 Tolerance = 0,6 Obat Repcord, VIF = 1,87 Tolerance = 0,54 Obat Nordox, VIF = 1,48 Tolerance = 0,68 Cangkang, VIF = 7,53 Tolerance = 0,13 Listrik, VIF = 6,84 Tolerance = 0,15

Auto korelasi Durbin Watson = 1,90 Bebas Autokorelasi dL = 1,17 dU = 1,79

dU < DW < 4-dU

Sumber: Data diolah dari Lampiran 21

Setelah melakukan pengujian asumsi linier berganda maka didapatkan hasil akhir dari estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daun teh kering yaitu sebagai berikut:

Y= -238.449,376 + 222,971X1 + 277,441X2 + 0,210X3 + 0,236X4 + 14,137X5 – 187,354X6 – 37,889X7 + 0.335X8 + 0,452X9 + µ


(63)

Dari model dihasilkan nilai koefisien determinasi sebesar 0,966. Hal ini menunjukkan bahwa 96,6% variasi variabel produksi daun teh kering telah dapat dijelaskan oleh variabel tenaga kerja tanaman, tenaga kerja olah, pupuk urea, pupuk KCl, obat kleen up, obat repcord, obat Nordox, cangkang dan Listik, , sedangkan sisanya 3,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Sementara itu, tingkat signifikansi input produksi tenaga kerja tanaman 0,003 lebih kecil dari α (0,05), sehingga tenaga kerja tanaman berpengaruh nyata terhadap produksi teh. Untuk input produksi tenaga kerja pabrik, tingkat signifikansinya 0,08 lebih kecil lebih besar dari α (0,05), sehingga tenaga kerja pabrik berpengaruh nyata terhadap produksi teh.

5.4.1 Efisiensi Harga

Efisiensi harga adalah kemampuan untuk menggunakan input produksi secara optimal pada tingkat harga input tertentu sesuai dengan besarnya Produksi Marjinal (PM) yang dihasilkan. Dari persamaan diatas, maka nilai efisiensi harga pada setiap variabel bebas dapat dihitung sebagai berikut:

Tabel 11. Efisiensi Harga Faktor-faktor Produksi Sebelum dan Setelah Mekanisasi

No. Faktor

Produksi

Efisiensi Harga

Perubahan Efisiensi Sebelum

Mekanisasi

Setelah Mekanisasi

1. TK. Tanaman - 0,69 3,51 Turun 2. TK. Pabrik 0,19 1,84 Turun 3. Pupuk Urea 1,80 0,52 Naik

4. Pupuk KCl - 1,64 0,46 Naik

5. Obat Kleen Up 7,69 3,54 Naik 6. Obat Repcord 15,77 -23,23 Turun


(64)

7. Obat Nordox - 31,59 -3,57 Naik

8. Cangkang 57.422 20,82 Naik

9. Listrik 15.548 7,37 Naik

Sumber: Data diolah dari Lampiran 22 dan 23

Dari data yang diperoleh, dapat dihitung nilai efisiensi harga dari seluruh input produksi yang digunakan di perkebunan Sidamanik. Nilai efisiensi harga tenaga kerja tanaman sebelum mekanisasi adalah – 0,69 < 1. Sedangkan efisiensi tenaga kerja tanaman setelah mekanisasi adalah 3,51 > 1. Penggunaan input tenaga kerja tanaman sebelum mekanisasi lebih efisisien dibanding setelah mekanisasi sehingga perlu dilakukan penambahan input tenaga kerja tanaman agar lebih efisien.

Hal ini terjadi karena jumlah penggunaan tenaga kerja tanaman sebelum mekanisasi mengakibatkan nilai Produksi Marjinal (PM) menjadi -63,93 pada tingkat harga upah rata-rata Rp. 860.020/bulan. Dibutuhkan pengurangan jumlah tenaga kerja tanaman agar tercapai keuntungan maksimum yaitu saat PM adalah 0. Sedangkan setelah mekanisasi, nilai PM menjadi 222,97 pada tingkat harga upah rata-rata Rp. 928.841/bulan. Dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang harus ditambahkan daripada tenaga kerja yang harus dikurangi saat sebelum mekanisasi diterapkan.

Efisiensi harga tenaga kerja pabrik sebelum mekanisasi adalah sebesar 0,19 < 1. Sedangkan efisiensi tenaga kerja pabrik setelah mekanisasi adalah sebesar 1,84 > 1. Penggunaan input tenaga kerja pabrik sebelum mekanisasi lebih efisien daripada setelah adanya mekanisasi. Agar lebih efisien lagi, maka input tenaga kerja pabrik masih perlu ditambah untuk mencapai nilai efisien. Dalam hal


(65)

ini perkebunan sudah melakukan penambahan tenaga kerja pabrik dengan menggunakan tenaga kerja harian lepas. Tenaga kerja harian lepas tersebut ditempatkan dibagian-bagian yang sistem kerjanya tidak membutuhkan tanggung jawab yang besar seperti pada proses pelayuan daun teh dan juga pada proses pengangkutan teh basah ke pabrik.

Penurunan efisiensi tenaga kerja pabrik terjadi karena jumlah penggunaan tenaga kerja pabrik sebelum mekanisasi mengakibatkan nilai PM menjadi 11,07 pada tingkat harga upah rata-rata Rp. 536.485/bulan. Dibutuhkan pengurangan jumlah tenaga kerja tanaman agar tercapai keuntungan maksimum yaitu saat MP adalah 0. Sedangkan setelah mekanisasi, nilai PM menjadi 277,44 pada tingkat harga upah rata-rata Rp. 1.776.989/bulan. Dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang harus ditambahkan daripada tenaga kerja yang harus dikurangi saat sebelum mekanisasi diterapkan.

Penggunaan input produksi pupuk juga tidak efisien. Efisiensi harga pupuk Urea sebelum mekanisasi adalah sebesar 1,8 > 1. Sedangkan efisiensi setelah mekanisasi adalah sebesar 0,52 <.1. Dengan demikian, penggunaan input pupuk urea setelah mekanisasi menjadi lebih efisien daripada sebelum mekanisasi. Maka penggunaan input pupuk urea perlu untuk dikurangi.Efisiensi harga pupuk KCl sebelu mekanisasi adalah sebesar -1,64 < 1, sedangkan efisiensi harga pupuk KCl setelah mekanisasi adalah sebesar 0,47. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan input pupuk KCl semakin efisien setelah mekanisasi. Tetapi penggunaannya perlu untuk dikurangi. Pupuk urea dan pupuk KCl yang dipakai selama ini berlebih karena tanaman teh yang ada di perkebunan adalah tanaman yang sudah tua dimana kebutuhannya untuk pupuk semakin bertambah. Dengan


(66)

demikian perlu dilakukan tanam ulang untuk mendapatkan tanaman muda dan mengurangi jumlah pemakaian pupuk secara berangsur-angsur.

Penggunaan input obat-obatan belum efisien. Efisiensi harga input obat Kleen Up sebelum mekanisasi adalah sebesar 7,69 > 1. Sedangkan efisiensi harga obat Kleen Up setelah mekanisasi adalah sebesar 3,54. Penggunaan input obat Keen Up semakin efisien setelah mekanisasi. Perlu ditambahi agar mencapai nilai yang lebih efisien. Fungsi obat Kleen Up adalah untuk memberantas gulma dan alang-alang berdaun sempit. Penggunaan obat tergantung dengan kondisi di lapangan. Penggunaan obat Repcord dan obat Nordox 86 WG tidak efisien. Efisiensi harga obat Repcord sebelum mekanisasi adalah sebesar 15,77 > 1. Sedangkan efisiensi harga obat Repcord setelah mekanisasi adalah sebesar -23,23. Penggunaan input obat Repcord sebelum mekanisasi lebih efisien daripada penggunaan obat Repcord setelah mekanisasi. Penggunaannya perlu untuk dikurangi agar mencapai nilai efisien. Fungsi dari obat Repcord adalah mencegah penyakit tanaman, khususnya pada penyakit daun teh. Efisiensi harga obat Nordox 86 WG sebelum mekanisasi adalah -31,59 < 1. Sedangkan efisiensi harga setelah mekanisasi panen adalah sebesar -3,57. Penggunaan input obat Nordox 86 WG sebelum mekanisasi lebih efisien daripada setelah mekanisasi dan penggunaannya juga perlu untuk dikurangi agar mencapai nialai efisien. Obat Nordox 86 WG adalah fungisida yang berfungsi untuk mencegah penyakit tanaman.

Efisiensi harga cangkang sebelum mekanisasi adalah sebesar 57.422 > 1. Sedangkan efisiensi haga cangkang setelah mekanisasi adalah sebesar 20,82. Penggunaan input cangkang semakin efisien setelah mekanisasi. Perlu mengurangi penggunaan cangkang untuk mencapai nilai efisien. Cangkang


(67)

dimanfaatkan sebagai sumber panas saat proses pelayuan teh basah. Efisiensi harga listrik sebelu mekanisasi adalah sebesar 15.548 > 1. Sedangkan efisiensi harga listrik setelah mekanisasi adalah sebesar 7,37 < 1. Penggunaan input listrik semakin efisien setelah mekanisasi tetapi penggunaan input listrik harus dikurangi untuk mencapai nilai efisien. Perkebunan sendiri memiliki kebijakan penghematan terhadap penggunaan listrik yaitu dengan memiliki pembangkit tenaga listrik sendieidalam menjalankan proses produksi.

5.4.2 Efisiensi Teknik

Efisiensi teknik merupakan perbandingan antara besarnya jumlah penggunaan input dilapangan dengan jumlah penggunaan input dalam anggaran perusahaan (RKAP). Rencana Kerja Anggaran Perusahaan merupakan target yang harus dicapai perusahaan baik dalam output maupun input produksi. Dari data yang diperoleh, dapat dihitung nilai efisiensi teknik dari seluruh input produksi yang digunakan di perkebunan Sidamanik.

Tabel 12. Efisiensi Teknik Faktor-faktor Produksi Sebelum dan Setelah Mekanisasi

No.

Faktor Produksi

Efisiensi Teknik

Perbahan Efisiensi Sebelum

Mekanisasi

Setelah Mekanisasi

1 TK. Tanaman 1,02 1,05 Turun

2 TK. Pabrik 1,02 0,99 Naik

3 Pupuk Urea 0,73 0,90 Turun

4 Pupuk KCl 0,53 0,98 Turun

5 Obat Kleen Up 1,28 1,48 Turun

6 Obat Repcord 0,63 0,69 Turun


(68)

8 Cangkang 0,63 1,02 Turun

9 Listrik 1,07 1,00 Naik

Sumber: Data diolah dari Lampiran 24 dan 25

Untuk efisiensi teknik tenaga kerja tanaman sebelum mekanisasi diperoleh nilai efisiensi teknik adalah 1,02. Sedangkan efisiensi teknik tenaga kerja tanaman setelah mekanisasi adalah 1,05. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi tenaga kerja tanaman sebelum mekanisasi lebih efisien daripada setelah setelah mekanisasi karena nilai efisiensi teknik tenaga kerja sebelum mekanisasi lebih mendekati 1 dibanding setelah mekanisasi.

Sebelum mekanisasi diterapkan, jumlah penggunaan tenaga kerja tanaman yang digunakan dilapangan lebih besar 2% jika dibandingkan dengan jumlah yang ditetapkan dalam RKAP. Sementara setelah mekanisasi, jumlah penggunaan tenaga kerja tanaman yang digunakan dilapangan lebih besar 5% daripada jumlah yang ditetapkan dalam RKAP. Hal ini menunjukkan efisiensi penggunaan jumlah tenaga kerja setelah mekanisasi mengalami penurunan.

Efisiensi tenaga kerja pabrik sebelum mekanisasi adalah 1,02 sedangkan efisiensi teknik tenaga kerja pabrik setelah mekanisasi adalah sebesar 0,997. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja pabrik semakin efisien setelah mekanisasi.

Sebelum mekanisasi diterapkan, jumlah penggunaan tenaga kerja pabrik yang digunakan dilapangan lebih besar 2% jika dibandingkan dengan jumlah yang ditetapkan dalam RKAP. Sementara setelah mekanisasi, jumlah penggunaan tenaga kerja pabrik yang digunakan dilapangan lebih kecil 0,3% daripada jumlah


(69)

yang ditetapkan dalam RKAP. Hal ini menunjukkan efisiensi penggunaan jumlah tenaga kerja setelah mekanisasi mengalami peningkatan.

Nilai efisiensi teknik pupuk urea sebelum mekanisasi panen adalah 0,73. Sedangkan efisiensi pupuk urea setelah mekanisasi adalah 0,902. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea sebelum mekanisasi lebih efisien daripada setelah mekanisasi. Nilai efisiensi pupuk KCl sebelum mekanisasi 0,53 sedangkan setelah mekanisasi adalah 0,982. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea sebelum mekanisasi lebih efisien daripada setelah mekanisasi.

Dalam penggunaan obat-obatan juga tidak terdapat efisiensi. Efisiensi teknik obat Kleen Up sebelum mekanisasi adalah 1,28. Sedangkan efisiensi obat Kleen Up setelah mekanisasi adalah 1,481. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan obat Kleen Up sebelum mekanisasi lebih efisien daripada setelah mekanisasi. Penggunaan obat Repcord juga tidak efisien. Nilai efisiensi obat Repcord sebelum mekanisasi adalah 0,63. Sedangkan efisiensi obat Kleen Up setelah mekanisasi adalah 0,694. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea sebelum mekanisasi lebih efisien daripada setelah mekanisasi. Nilai efisiensi obat Nordox 86 WG sebelum mekanisasi adalah 0,74 sedangkan setelah mekanisasi adalah 0,849. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea sebelum mekanisasi lebih efisien daripada setelah mekanisasi.

Nilai efisiensi cangkang sebelum mekanisasi adalah 0,63 sedangkan setelah mekanisasi adalah 1,017. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea sebelum mekanisasi lebih efisien daripada setelah mekanisasi.Untuk efisiensi listrik sebelum mekanisasi adalah 1,07. Sedangkan nilai efisiensi setelah


(70)

mekanisasi adalah 1,001. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan listrik lebih efisien setelah mekanisasi.

5.4.3 Efisiensi Ekonomi

Setelah memperoleh nilai efisiensi harga dan efisiensi teknik dari setiap input produksi maka dapat dihitung nilai efisiensi ekonomi. Nilai efisiensi ekonomi untuk setiap input produksi yaitu sebagai berikut:

Tabel 13. Efisiensi Ekonomi Faktor-Faktor Produksi Sebelum dan Setelah Mekanisasi

No. Faktor Produksi

Efisiensi Ekonomi

Perubahan Efisiensi Sebelum

Mekanisasi

Setelah Mekanisasi

1. TK. Tanaman - 0,70 3,31 Turun

2. TK. Pabrik 0,19 1,83 Naik

3. Pupuk Urea 1,13 0,46 Naik

4. Pupuk KCl - 0,87 0,46 Naik

5. Obat Kleen Up 9,84 5,24 Naik 6. Obat Repcord 9,94 -16,12 Turun

7. Obat Nordox - 23,37 -3,03 Naik

8. Cangkang 36.175,86 21,71 Naik

9. Listrik 16.636,36 3,38 Naik

Sumber: Data diolah dari Lampiran 26 dan 27

Nilai efisiensi ekonomi tenaga kerja tanaman sebelum mekanisasi adalah -0,70. Sedangkan nilai efisiensi ekonomis setelah mekanisasi adalah 3,31. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan input tenaga kerja tanaman sebelum mekanisasi lebih efisien daripada setelah mekanisasi karena nilai efisiensi ekonomis tenaga


(1)

9. Listrik


(2)

Lampiran 24. Analisis Efisiensi Teknik Faktor-Faktor Produksi Sebelum Mekanisasi Panen

1. Tenaga kerja tanaman Efisiensi Teknik = Yi / Ŷi

= 1.984,14 / 1.940 = 1,02

2. Tenaga kerja pabrik Efisiensi Teknik = Yi / Ŷi

= 339 / 333.34 = 1.02

3. Pupuk Urea


(3)

= 37.150/ 50.906,9 = 0,73

4. Pupuk KCl

Efisiensi Teknik = Yi / Ŷi

= 8.038 / 15.058,56 = 0,53

5. Obat Kleen Up

Efisiensi Teknik = Yi / Ŷi = 282 / 219,56 = 1,28

6. Obat Repcord

Efisiensi Teknik = Yi / Ŷi = 37 / 59,2 = 0,63 7. Obat Nordox

Efisiensi Teknik = Yi / Ŷi = 107 / 144,67


(4)

= 0,74

8. Cangkang

Efisiensi Teknik = Yi / Ŷi

= 292.183 / 464.291,7 = 0,63

9. Listrik

Efisiensi Teknik = Yi / Ŷi

= 284.570 / 265.654,2 = 1,07

Lampiran 26. Analisis Efisiensi Ekonomi Faktor-Faktor Produksi Sebelum Mekanisasi Panen


(5)

Efisiensi Ekonomi (EE) = Efisiensi Harga (EH) x Efisiensi Teknik (ET) = -0,69 x 1,02

= -0,704 2. Tenaga kerja parik

Efisiensi Ekonomi (EE) = Efisiensi Harga (EH) x Efisiensi Teknik (ET) = 0,19 x 1,02

= 0,194

3. Pupuk Urea

Efisiensi Ekonomi (EE) = Efisiensi Harga (EH) x Efisiensi Teknik (ET) = 1,8 x 0,73

= 1,134

4. Pupuk KCl

Efisiensi Ekonomi (EE) = Efisiensi Harga (EH) x Efisiensi Teknik (ET) = -1,64 x 0,53

= -0,869

5. Obat Kleen Up

Efisiensi Ekonomi (EE) = Efisiensi Harga (EH) x Efisiensi Teknik (ET) = 7,69 x 1,28


(6)

6. Obat Repcord

Efisiensi Ekonomi (EE) = Efisiensi Harga (EH) x Efisiensi Teknik (ET) = 15,77 x 0,63

= 9,935 7. Obat Nordox

Efisiensi Ekonomi (EE) = Efisiensi Harga (EH) x Efisiensi Teknik (ET) = -31,59 x 0,74

= -23,376

8. Cangkang

Efisiensi Ekonomi (EE) = Efisiensi Harga (EH) x Efisiensi Teknik (ET) = 57422 x 0,63

= 36175,86 9. Listik

Efisiensi Ekonomi (EE) = Efisiensi Harga (EH) x Efisiensi Teknik (ET) = 15548 x 1,07