Latar Belakang Sistem Usahidi Pusat data online

2 Bentuk Diskriminasi Rasial, UU No. 11 Tahun 2005 tentang Penge- sahan Kovenan tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Keseluruhan ketentuan tersebut menjamin secara tegas hak kebebasan beragamaberkeyakinan yang harus dipenuhi, dilindungi dan diakui oleh negara. Namun, dalam kenyataannya hak ini tidak sepenuhnya dipenuhi dan dilindungi oleh negara. Hasil monitoring yang dilaku- kan oleh Wahid Institute pada tahun 2011, menyatakan bahwa telah terjadi peningkatan pelanggaran kebebasan beragamaberkeyaki- nan di berbagai daerah di Indonesia. Apabila tahun sebelumnya hanya 64 kasus maka jumlah ini meningkat 18 menjadi 93 kasus dan tindak intoleransi yang terjadi pada tahun 2011 ini berjumlah 184 kasus, atau sekitar 15 kasus terjadi setiap bulannya. Angka ini naik 16 dari tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 134 kasus. 1 Dan menurut Setara Institut, terdapat sekitar 299 kasus peristiwa pelanggaran kebebasan beragama yang terjadi pada tahun 2011 2 Kedua laporan tersebut menunjukkan pelanggaran dan intoleransi terus meningkat setiap tahunnya, khususnya sejak era reformasi. Tapi dari semua pelanggaran hak kebebasan beragama berkeyakinan tersebut, negara tidak hadir dan tak berdaya untuk menjangkau dan menghukum pelaku intoleransi, diskriminasi, dan kekerasan. Selain itu, dalam banyak kasus negara menjadi pendu- kung tindakan pelanggaran hak, intoleransi dan diskriminasi. Nega- ra gagal untuk mengadili setiap pelanggaran kebebasan beragama yang menargetkan kelompok agama minoritas dan kelompok ter- pinggirkan, sehingga kemudian menjadi legitimasi bagi tindakan para pelaku untuk terus melakukan pelanggaran dan intoleransi. Para korban adalah warga negara dari kelompok agama minoritas sekte keagamaan, dan kelompok rentan lainnya seperti perempuan, masyarakat adat dan anak-anak. 1 Lampu Merah Kebebasan Beragama : Laporan Kebebasan Beragama dan Toleransi 2011 dapat diakses melalui http:wahidinstitute.orgfi les_docsLAPO- RAN KEBEBASAN BERAGAMA DAN TOLERANSI TWI 2011.pdf 2 Negara dan kekerasan agama, http:www.bbc.co.ukindonesialaporan_ khusus201207120702_peran_negara_toleransi.shtml 3 Pelanggaran hak kebebasan beragamakeyakinan dan in- toleransi di Indonesia salah satunya disebabkan peraturan perun- dang-undangan yang menghambat pelaksanaan hak kebebasan beragamaberkeyakinan, terutama UU No.1PNPS1965 tentang Pencegahan danatau Penodaan Agama. Selama ini, aparat pene- gak hukum menggunakan pasal penodaan agama yaitu Pasal 156a KUHP untuk memproses kelompok agama yang berbeda dengan kelompok mainstream mayoritas. Namun disisi lain, aparat pene- gak hukum tidak menggunakan pasal pernyataan perasaan per- musuhan, kebencian atau penghinaan golongan yang diatur dalam Pasal 156 KUHP terhadap pelaku ujaran kebencian atas dasar agama yang menyebabkan terjadinya kekerasan, diskriminasi dan intole- ransi terhadap kelompok agamasekte keagamaan minoritas. Ke- rapkali korban dijadikan tersangka dengan sangkaan penodaan a- gama. Hal ini menunjukkan ketidakjelaskan orientasi dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia, dalam konteks perlindungan dan pemenuhan hak atas kebebasan beragama. Sedangkan di dalam kontek nasional, jaringan lintas komu- nitas korban atau potensi korban pelanggaran hak kebebasan be- ragamaberkeyakinan masih terbatas. Terdapat kecenderungan untuk bergerak secara parsial, dan memperjuangkan kepentingan secara sendiri-sendiri. Disisi lain, informasi yang memberikan up- date kasus-kasus penodaan agama dan ujaran kebencian atas dasar agama masih sangat terbatas. Dalam konteks ini komunitas korban dan pekerja hak asasi manusia memiliki ruang untuk melakukan pemantauan kasus-kasus penodaan agama dan ujaran kebencian sebagai bagian dari upaya advokasi hak-hak kebebasan beragama berkeyakinan. Buku ini bertujuan untuk memberikan panduan yang aplika- tif kepada para pemantau di komunitas korban untuk mengembang- kan pemahaman tentang penodaan agama dan ujaran kebencian atas dasar agama hate speech, serta mendorong untuk lebih aktif mengadvokasi pelanggaran hak kebebasan beragamaberkeyaki- nan, khususnya kasus penodaan agama dan ujaran kebencian. 4 B. Bagaimana Panduan ini Disusun ? Buku ini disusun melalui serangkaian aktivitas yang meli- batkan pekerja HAM dan komunitas korban. Sebagai langkah awal ILRC membentuk tim inti untuk menyusun draft panduan peman- tauan, selanjutnya dilakukan konsinyiring yang melibatkan LSM yang aktif melakukan advokasi kebebasan beragamakeyakinan un- tuk mendapatkan masukan atas draft yang disusun. Draft selanjutnya diujilatihkan dalam pelatihan monitoring kasus-kasus penodaan agama dan ujaran kebencian berbasis agama, yang melibatkan komunitas korban. Pelatihan ini juga melibatkan anggota Komnas HAM, Akademisi, LSM yang melakukan peman- tauan HAM, dan ahli sistem data sebagai narasumber. Para peserta pelatihan menguji draft yang telah disiapkan dengan melengkapi panduan melalui contoh-contoh pengalaman komunitas korban yang mengalami kekerasan, diskriminasi dan tindakan intoleransi lainnya. Selanjutnya draft disempurnakan oleh tim inti.

C. Sistematika Panduan

Buku panduan ini terdiri dari lima bab, termasuk bab per- tama pengantar panduan ini. Bab kedua berisi tentang pengetahuan untuk Memahami Hak Kebebasan BeragamaBerkeyakinan, yang merujuk pada konvensi hak sipil dan politik. Bab ketiga, secara khu- sus memperkenalkan tindak pidana penodaan agama dan ujaran kebencian atas dasar agama hate speech, sebagai bagian dari issue penting dalam advokasi kebebasan beragamaberkeyakinan. Bab empat berisi bagaimana melakukan pemantauan tindak pidana pe- nodaan agama dan ujaran kebencian atas dasar agama hate speech. Dan yang terakhir adalah bagaimana menggunakan sistem Usahidi untuk mengupdate perkembangan danatau informasi kasus-kasus penodaan agama dan ujaran kebencian.

BAB II Memahami Hak Kebebasan

BeragamaBerkeyakinan

A. Pengantar

Untuk dapat terlibat dalam kerja-kerja monitoring dan in- vestigasi kasus-kasus penodaan agama dan ujaran kebencian ber- basis agama hate speech, seorang pembela HAM atau pemantau dari komunitas harus terlebih dahulu memahami teori dan praktek hak kebebasan beragamaberkeyakinan secara baik. Pemahaman tersebut akan menjadi bekal untuk mengidentifi kasi dan mengana- lisa berbagai peristiwa pelanggaran hak kebebasan beragamaber- keyakinan, termasuk kasus yang dikategorikan sebagai penodaan agama atau kasus ujaran kebencian. Dengan pemahaman yang baik, pembela HAM dan pemantau dari komunitas dapat merumuskan langkah-langkah advokasi secara tepat. Pengetahuan dasar yang harus dipahami, antara lain meliputi : Ins-