UU No.1PNPStahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgu- naan danatau Penodaan Agama.

12 dari pokok-pokok ajaran” agama dan mana yang tidak; 3 jika diper- lukan, melakukan penyelidikan terhadap aliran-aliran yang diduga melakukan penyimpangan, dan menindak mereka. Dua kewenang- an terakhir dilaksanakan oleh Bakor PAKEM, yang bertugas untuk mengawasi agama-agama baru, kelompok kebatinan dan kegiatan mereka. Permasalahan lain, dalam penjelasan Pasal 1, memberikan pengertian mengenai “agama yang dianut di Indonesia” yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu Confusius. Keenam agama tersebut mendapat bantuan dan perlindungan. Sedangkan bagi agama-agama lain, misalnya : Yahudi, Zaratustrian, Shinto, dan Thaoism tidak dilarang di Indonesia. Agama-agama tersebut men- dapat jaminan pe- nuh oleh Pasal 29 ayat 2 UUD 1945, dan agama-agama tersebut “dibiar- kan adanya”, asal tidak mengganggu ketentuan-keten- tuan yang terdapat dalam peraturan ini atau peraturan perundangan lain. Penjelasan ini selanjutnya ditafsirkan bahwa 6 enam agama tersebut sebagai agama yang diakui dan menda- patkan perlindungan dari penyalahgunaan dan penodaan agama, mendapat fasilitas-fasilitas dari negara dan menjadi kerangka ber- pikir dalam penyelenggaraan negara, sehingga penganut di luar enam agama mengalami diskriminasi. UU ini digunakan oleh aparat penegak hukum untuk men- jerat penganut agama minoritas ataupun seseorangkelompok keagamaan yang memiliki penafsiran yang berbeda dengan agama mayoritas.

2. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pasal 2 UU Perkawinan mensyaratkan perkawinan yang sah sebagai berikut : 13 1 Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, 2 Tiap-tiap perkawinan dicatatkan menurut peraturan Perundang- undangan yang berlaku. UU Perkawinan ini menggunakan logika enam agama yang mendapatkan fasilitas dan perlindungan negara, pelaksanaan perkawinan menurut hukum agama diluar enam agama tidak di- akui. Sehingga penganut Agama Minoritas, Penganut Kepercayaan dan Keyakinan yang akan melakukan pencatatan perkawinan meng- alami kesulitan dan disarankan untuk menundukkan diri pada salah satu agama yang diakui.

3. UU No 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

Pasal 61 Ayat 1 UU ini menyatakan bahwa Kartu Keluarga KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal Iahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua. Untuk keterangan mengenai agama dinyatakan bagi penduduk yang agamanya belum diakui se- bagai agama atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetap di- layani dan dicatat dalam database kependudukan. Ketentuan ini menjadi dasar adanya kolom agama dalam KTP, yang kemudian menyebabkan masalah pengurusan dokumen kependudukan yang mengakibatkan perbedaan layanan publik yang diterima oleh warga negara yang memelukmeyakini agamakeya- kinan selain dari 6 agama mayoritas. Demikian halnya penyebutan adanya agama yang belum diakui, memunculkan pendapat adanya pembedaan pengakuan dan perlakuan terhadap antara agama resmi dan agama tidak resmi.

4. UU No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pasal 30 UU ini mengatur mengenai pendidikan agama yang diselenggarakan pada jalar pendidikan formal, informal dan non formal. Dalam pelaksanaanya ketentuan ini menimbulkan perma- salahan dan diskriminasi bagi pemeluk agama minoritas, penganut kepercayaan, dan penganut keyakinan lainnya. Siswa yang tidak memeluk agama mayoritas dalam prakteknya sering diharuskan