Stuktur Persamaan Dirac Zona Fisika | Blogger Lampung Tengah

71 rapat peluang menemukan zarah pada posisi ~x di saat t yang tidak lagi mutlak posi- tif serta adanya penyelesaian persamaan gelombang bagi suatu zarah bebas yaitu memiliki tenaga bernilai negatif. Adanya suku ∂ 2 ∂t 2 pada persamaan Klein-Gordon memberi pengaruh pada persamaan kontinuitasnya yaitu menyebabkan persamaan rapat peluangnya akan memuat suku ∂ ∂t sehingga memungkinkan adanya nilai pelu- ang yang negatif. Sedangkan adanya penyelesaian yang terkait dengan energi yang bernilai negatif berasal dari persamaan energi-momentum relativistik 4 dari suatu zarah bermassa 5 m E 2 = ~p 2 + m 2 . VI.1

VI.1 Stuktur Persamaan Dirac

Permasahan yang ada dalam persamaan Klein-Gordon itulah yang menja- di titik tolak Paul Adrien Maurice Dirac 1902-1984 untuk menyusun persamaan gelombang yang baru. Dirac mencoba merumuskan suatu persamaan gelombang den- gan mensyaratkan persamaannya linear dalam ∂ ∂t persamaan diferensial orde perta- ma terhadap waktu sehingga nilai peluangnya mutlak positif. Kemudian persamaan itu juga harus memenuhi kaitan energi-momentum relativistik sehingga komponen ψ fungsi gelombang harus memenuhi persamaan Klein-Gordon, dan harus kovarian dibawah transformasi Lorentz sehingga persamaannya ini pun harus linear dalam ∇. Bentuk umum persamaan tersebut adalah ˆ Hψ = α · ~p + βmψ, VI.2 4 Untuk mempermudah penulisan, dalam bab ini digunakan sistem satuan dengan ~ = c = 1. 5 Dalam pembahasan ini dan selanjutnya istilah massa mengacu pada pengertian massa rehat. Isti- lah massa relativistik zarah tidak digunakan, sesuai dengan kesepakatan terakhir mengenai observabel massa. [Muslim, 1997]. 72 dengan koefisien α i i = 1, 2, 3 dan β ditentukan dari syarat bahwa partikel bebas harus memenuhi kaitan energi-momentum pers.VI.1 yang dinyatakan dalam ˆ H 2 ψ = ~p 2 + m 2 ψ. VI.3 Koefisien α dan β yang memenuhi pers.VI.2 dan VI.3 harus memenuhi sifat-sifat berikut α i α j + α j α i = {α i , α j } = 0, VI.4 α i β + βα i = {α i , β } = 0, VI.5 dan α 2 i = β 2 = 1. VI.6 Dari sifat-sifat koefisien α dan β yang tidak rukun ini Dirac mengusulkan bah- wa koefisien-koefisian itu harus ditafsirkan sebagai matriks-matriks yang beroperasi pada suatu fungsi gelombang ψ yang merupakan suatu vektor kolom multikompo- nen. Untuk mempertahankan kehermitan ˆ H dalam pers.VI.2 maka matriks-matriks α i dan β harus Hermitan yaitu α † i = α, β † = β. VI.7 Kemudian dari pers.VI.6 terlihat bahwa matriks-matriks α i dan β hanya memiliki swanilai ±1. Dari pers.VI.5 dan VI.6, dengan menggunakan sifat siklus invarian lacak, diperoleh bahwa matriks-matriks itu tak berlacak Trα i = Trβ = 0. Akibatnya, jumlah swanilai positif dan negatif yang dimilikinya harus sama sehingga dimen- si matriks N itu harus genap. Untuk N = 2, pers.VI.4 dan VI.5 tidak dapat dipenuhi karena hanya terdapat 3 matriks yang saling anti-komutatif, yang dapat di- wakili oleh matriks-matriks Pauli ~σ i , i = 1, 2, 3 Greiner, 2000. Sehingga N = 4 73 merupakan dimensi yang paling kecil yang mungkin untuk menyatakan struktur al- jabar dalam pers.VI.4, VI.5 dan VI.6. Persamaan Dirac pada pers.VI.2 dapat dinyatakan dengan i ∂ ∂t ψ = −iα i ∂ ∂x i ψ + βmψ. VI.8 Jika pers.VI.8 dikalikan dari kiri dengan β, diperoleh iβ ∂ ∂t ψ = −iβα · ∇ψ + mψ, VI.9 yang dapat ditulis dengan iγ µ ∂ µ − mψ = 0. VI.10 Pers.VI.10 merupakan bentuk kovarian 6 dari persamaan Dirac, dengan γ µ = γ , γ i ≡ β, βα, i = 1, 2, 3. VI.11 Matriks-matriks itu disebut sebagai matriks γ-Dirac. Matriks-matriks ini memenuhi kaitan anti-komutasi berikut {γ µ , γ ν } = γ µ γ ν + γ ν γ µ = −2η µν , VI.12 serta γ 0† = γ , γ 2 = I 4 , γ k† = βα k † = α k β = −γ k , γ k 2 = βα k βα k = −I 4 . VI.13 6 Tentang kekovarianan persVI.10, akan dijelaskan dalam fasal 6.1.1. 74 Operasi konjugasi Hermit di atas dapat dirangkum sebagai berikut γ µ† = γ γ µ γ . VI.14 Selanjutnya akan dicari bentuk rapat peluang ρ dan rapat arus j untuk par- tikel Dirac. Adjoin dari persamaan Dirac dalam pers.VI.23 adalah i∂ µ ¯ ψγ µ + m ¯ ψ = 0 VI.15 dengan spinor adjoin didefinisikan sebagai ¯ ψ ≡ ψ † γ . VI.16 Dengan mengalikan pers.VI.10 dari kiri oleh ¯ ψ dan pers.VI.15 dari kanan oleh ψ, kemudian mengurangkannya, hasilnya berupa ¯ ψγ µ ∂ µ ψ + ∂ µ ¯ ψγ µ ψ = 0 VI.17 yang dapat dinyatakan dengan ∂ µ ¯ ψγ µ ψ = 0. VI.18 Persamaan terakhir dipandang sebagai persamaan kontinuitas ∂ µ j µ = 0 dengan j µ didefinisikan sebagai j µ = ¯ ψγ µ ψ. VI.19 Komponen ke-0 dari j µ diidentikkan dengan rapat peluang ρ, sedangkan komponen ke-1,2 dan 3 akan diidentikkan dengan rapat arus j i = j. Dengan menggunakan 75 pers.VI.16 dan VI.19, rapat peluang ρ berbentuk ρ = ¯ ψγ ψ = ψ † ψ = 4 X i=1 |ψ i | 2 , VI.20 yang bernilai mutlak positif. Seperti yang telah dikemukakan pada awal bab ini, bahwa hal yang memotivasi usaha Dirac adalah rapat peluang yang bernilai mutlak positif. Sedangkan rapat Arus dinyatakan dengan j = ¯ ψγ i ψ = ψ † γ γ i ψ = ψ † α i ψ. VI.21

VI.1.1 Kovariansi Lorentz Persamaan Dirac

Asas kovariansi dalam relativitas khusus mensyaratkan persamaan Dirac harus kovarian Lorentz, yaitu peninjauan persamaan Dirac di dua kerangka inersial Kx µ dan K ′ x ′µ , yang dihubungkan dengan suatu transformasi Lorentz, harus sama ben- tuknya. Sehingga persamaan Dirac di masing-masing kerangka itu dinyatakan oleh iγ µ ∂ µ − mψx µ = 0, VI.22 dan iγ µ ∂ ′ µ − mψ ′ x ′µ = 0, VI.23 dengan x ′µ = Λ µ ν x ν dan berlaku ∂ µ = Λ ν µ ∂ ′ ν . Matriks γ µ dalam persaman di atas tidak berubah terhadap transformasi Lorentz Schwabl, 2005. Untuk memenuhi kovariansi Lorentz persamaan Dirac, perlu dicari suatu matriks tak-singular 4 × 4 SΛ yang memenuhi ψ ′ x ′µ = SΛ µ ν ψx µ . VI.24 76 Dengan mensubtitusikan pers.VI.24 ke dalam pers.VI.22 diperoleh SΛ η ξ γ µ S −1 Λ η ξ Λ ν µ = γ ν VI.25 atau SΛ η ξ γ µ S −1 Λ η ξ = Λ νµ γ ν . VI.26 Pers.VI.25 atau VI.26 dapat digunakan sebagai syarat bagi wakilan grup Lorentz dalam ruang spinor Dirac. Terhadap syarat itu, persamaan Dirac VI.10 akan kovar- ian. Fungsi gelombang yang berupa vektor kolom empat komponen yang tertransfor- masi berdasarkan pers.VI.24 dan memenuhi pers.VI.26 disebut spinor Dirac. Suatu transformasi Lorentz infinitesimal dapat dituliskan dalam bentuk Λ µν = g µν + ǫ µν , VI.27 dengan ǫ µν adalah matriks anti-simetris ǫ µν =          ξ 1 ξ 2 ξ 3 −ξ 1 θ 3 −θ 2 −ξ 2 −θ 3 θ 1 −ξ 3 θ 2 −θ 1          , VI.28 ǫ i dan θ i dengan i = 1, 2, 3 merupakan parameter boost dan rotasi. Transformasi infinitesimal SΛ η ξ yang berkaitan dengan transformasi Lorentz dalam pers.VI.27 dinyatakan dengan Sǫ µν = I − i 4 σ µν ǫ µν VI.29 77 dan inversinya S −1 Λ η ξ dinyatakan oleh S −1 ǫ µν = I + i 4 σ µν ǫ µν , VI.30 dengan σ µν matriks 4 ×4 anti-simetri yang beroperasi pada fungsi gelombang ψ, yang memenuhi Schulten, 2000 σ µν = i 2 [γ µ , γ ν ]. VI.31 Berikut akan dicari kaitan antara fluks j µ pada suatu kerangka inersial den- gan fluks j ′µ pada suatu kerangka inersial lain untuk suatu sistem fisis yang sama. Jika melihat pada persamaan kontinuitas VI.18, sisi sebelah kanan persamaan itu tergolong skalar. Oleh karena itu, sisi sebelah kiri pun harus bersifat skalar. Karena ∂ µ tertransformasi seperti layaknya vektor-4 kovarian, maka j µ harus tertransformasi seperti vektor-4 kontravarian. Untuk menunjukkan hal itu, akan digunakan kaitan berikut 7 S −1 = γ S † γ , VI.32 dengan S memenuhi pers.VI.26. Sekarang akan ditentukan kaitan antara fluks j ′µ = ψ ′† x µ γ γ µ ψ ′ x ′µ VI.33 pada suatu kerangka K ′ x ′µ dengan fluks j µ = ψ † x µ γ γ µ ψx µ VI.34 pada suatu kerangka Kx µ yang terhubung oleh transformasi Lorentz Λ, sehingga 7 Pembuktian persamaan ini akan lebih mudah jika digunakan wakilan chiral. Terhadap transfor- masi similar, persamaan itu akan tetap berlaku dalam wakilan barunya. 78 x ′µ = Λ µ ν xν. Jika j ′µ dinyatakan dalam ψx µ , maka pers.VI.33 akan menjadi j ′µ = ψ † x µ S † γ γ µ Sψx µ = ψ † x µ γ S −1 γ µ Sψx µ . VI.35 Untuk memperoleh persamaan terakhir telah digunakan pers.VI.32. Kemudian den- gan menggunakan S −1 Λ η ξ = SΛ −1 η ξ , pers.VI.23 dapat dituliskan menjadi S −1 Λ η ξ γ µ SΛ η ξ = Λ νµ γ ν = Λ −1 ν µ γ ν = Λ µ ν γ ν . VI.36 Dengan mengkombinasikan persamaan terakhir dengan pers.VI.35, diperoleh kaitan j ′µ = Λ µ ν j ν . VI.37 Sampai di sini terlihat bahwa rapat fluks j µ tertransformasi layaknya vektor-4 kon- travarian.

VI.1.2 Transformasi Similar antar Wakilan

Suatu bentuk eksplisit ψ yang memenuhi pers.VI.10 menandakan telah di- gunakannya suatu bentuk eksplisit dari wakilan grup SL2, C dalam ruang yang menampung spinor-spinor Dirac. Bentuk eksplisit wakilan lain ˜ ψ yang diperoleh dari suatu matriks tak-singular 4 × 4 S melalui ˜ ψx µ = Sψx µ VI.38 akan menghasilkan persamaan Dirac yang baru i˜ γ µ ∂ µ − m ˜ ψx µ = 0 VI.39 79 jika berlaku ˜ γ µ = Sγ µ S −1 . VI.40 Matriks-matriks γ-Dirac dalam wakilan yang baru pers.VI.40 tetap memenuhi pers.VI.12 dan VI.13. Secara umum, operator-operator yang bekerja pada ψ juga tertransformasi similar seperti halnya yang dialami γ µ dalam pers.VI.40. Kemudian, jika ψ meru- pakan swafungsi bagi operator {A 1 , A 2 , ..., A n }, sehingga semua operator itu saling rukun, maka kerukunan itu juga akan tetap terjaga oleh transformasi similar S dalam pers.VI.40. Kemudian, swanilai untuk suatu operator tidak akan berubah nilainya oleh perpindahan wakilan. Sehingga pada hakikatnya, hasil-hasil penting dalam ka- jian ini tidak tergantung pada suatu wakilan tertentu. Namun demikian, pemilihan penggunaan suatu wakilan tertentu terkadang terasa memudahkan dalam memperoleh hasil-hasil penting.

VI.1.3 Wakilan Chiral

Salah satu wakilan yang sering digunakan adalah wakilan chiral. Dalam wak- ilan ini, matriks-matriks ˜ α dan ˜ β berbentuk 8 ˜ α i =    σ i −σ i    , ˜ β =    0 I 2 I 2    , VI.41 dengan σ i merupakan matriks Pauli dan I 2 merupakan matriks identitas 2 × 2, yakni σ 1 =    0 1 1 0    , σ 2 =    −i i    , σ 3 =    1 −1    , I 2 =    1 0 0 1    . VI.42 8 Untuk selanjutnya, tanda ˜pada ˜ ψ ataupun pada operator-operator yang bekerja padanya menan- dakan ˜ ψ maupun operator-operator itu dinyatakan dalam wakilan chiral. 80 Matriks-matriks γ-Dirac yang didefinisikan dalam pers.VI.11, dalam wakilan ini berbentuk ˜ γ =    0 I I    ; ˜ γ i =    −σ i σ i    , i = 1, 2, 3. VI.43 Dari sini, operator Hamiltonan ˆ H dalam pers.VI.2 berbentuk ˆ˜ H =    ~σ · ~p m m −~σ · ~p    . VI.44 Kemudian, matriks-matriks ˜ γ µ yang didefinisikan melalui ˜ γ µ ≡ −η µν ˜ γ ν akan berben- tuk ˜ σ 0i = i 2 [˜ γ , ˜ γ i ] =    −iσ i iσ i    ; ˜ σ ij = [˜ γ i , ˜ γ j ] = ǫ ijk    σ k σ k    . VI.45 Dari sini, matriks-matriks pembangkit ˜ σ µν dalam pers.VI.31 yang tidak lenyap diberikan oleh ˜ σ 0i = i 2 [˜ γ , ˜ γ i ] =    −iσ i σ i    ; ˜ σ ij = [˜ γ i , ˜ γ j ] = ǫ ijk    σ k σ k    . VI.46 Aljabar pembangkit-pembangkit ini tertutup terhadap operasi penjumlahan dan perkalian matriks, karena keduanya bekerja mengubah operator-operator blok-diagonal    A 0 0 B    lagi-lagi ke dalam operator-operator blok-diagonal, dan karena aljabar matriks-matriks Pauli juga bersifat tertutup. Ketertutupan aljabar pembangkit-pembangkit ˜ σ µν tidak 81 berubah oleh transformasi similar dan semua wakilan dari operator-operator itu khusus- nya wakilan pada pers.VI.31 menghasilkan aljabar yang tertutup. Dengan sifat ketertutupan aljabar generator-generator ˜ σ µν ini maka transfor- masi bispinor S untuk setiap ǫ µν tidak harus infinitesimal dapat dinyatakan dalam bentuk eksponensial Schulten, 2000 S = exp − i 4 σ µν ǫ µν . VI.47 Pada fasal sebelumnya transformasi S secara langsung ditentukan melalui transfor- masi Lorentz Λ µ ν . Oleh karena itu S dapat pula dinyatakan dalam parameter boost ~ ξ dan rotasi ~θ seperti dalam transformasi Lorentz pers.II.55. Dengan mema- sukkan ǫ µν pers.VI.28 ke dalam pers.VI.47 diperolehlah hubungan antara trans- formasi Lorentz II.55 dan S. Dalam wakilan chiral berlaku − i 4 ˜ σ µν ǫ µν = − i 2 ˜ σ 01 ǫ 01 + ˜ σ 02 ǫ 02 + ˜ σ 03 ǫ 03 + ˜ σ 12 ǫ 12 + ˜ σ 13 ǫ 13 + ˜ σ 23 ǫ 23 = 1 2    −~ξ + i~θ · ~σ ~ ξ − i~θ · ~σ    . VI.48 Karena operator ini tidak mengubah bentuk blok-diagonalnya dalam eksponensial, maka transformasi bispinor S pers.VI.47 dalam wakilan chiral menjadi ˜ S~ξ, ~θ =    e − 1 2 ~ ξ+i~ θ·~ σ e 1 2 ~ ξ−i~ θ·~ σ    . VI.49 Bentuk ini merupakan homomorfisme Ω : SL2, C → GL4, C yang secara umum 82 berbentuk ΩA =    A 0 A † −1    ∈ GL4, C, A ∈ SL2, C. VI.50 Kemudian bentuk homomorfisme dari SL2, C ke SO o 3, 1 dalam pers.II.65 akan dituliskan ulang dalam bentuk XΛAx = AXxA † , A ∈ SL2, C. VI.51 Terkait dengan homomorfisme terakhir, tidak mungkin ada homomorfisme ¯ Ω : SO o 3, 1 → GL4, C yang memenuhi kaitan berikut ¯ ΩΛA = ΩA. VI.52 Hal ini dijamin oleh kenyataan berikut. Andaikan homomorfisme itu ada. Ma- ka haruslah ¯ ΩI 4 = I 4 . Tetapi jika A = −I 2 ∈ SL2, C, maka sisi kiri dari pers.VI.52 akan memberikan I 4 ∈ GL4, C sedangkan sisi sebelah kanan akan memberikan −I 4 ∈ GL4, C. Dari sini dapat disimpulkan bahwa homomorfisme ¯ Ω yang memenuhi pers.VI.52 tidak ada.

VI.1.4 Wakilan Standar

Selain menggunakan wakilan chiral, wakilan lain yang sering digunakan adalah wakilan standar. Dalam wakilan ini, α i dan β berbentuk α i =    σ i σ i    , β =    I 2 −I 2    , VI.53 83 dan sering disebut sebagai matriks-matriks Dirac-Pauli. Matriks γ- Dirac dalam wak- ilan standar dinyatakan dengan γ =    I −I    ; γ i =    σ i −σ i    . VI.54 Dari sini, operator Hamiltonan dalam pers.VI.2 dinyatakan dalam wakilan standar sebagai ˆ H =    m ~σ · ~p ~σ · ~p −m    . VI.55 Wakilan standar dapat diperoleh dari wakilan chiral melalui transformasi sim- ilar oleh S = 1 √ 2    I 2 I 2 I 2 −I 2    , S −1 = 1 √ 2    I 2 I 2 I 2 −I 2    . VI.56 Dengan menggunakan S dalam pers.VI.56, pembangkit-pembangkit σ µν dalam wak- ilan standar berbentuk σ 0i = [γ , γ i ] =    −iσ i −iσ i    ; σ ij = [γ i , γ j ] = ǫ ijk    σ l σ l    . VI.57 Kemudian, transformasi Lorentz versi wakilan standar dapat diperoleh dengan men- erapkan transformasi similar terhadap pers.VI.49, yang menghasilkan S~ξ, ~θ = 1 2    e − 1 2 ~ ξ+i~ θ·~ σ + e 1 2 ~ ξ−i~ θ·~ σ e − 1 2 ~ ξ+i~ θ·~ σ − e 1 2 ~ ξ−i~ θ·~ σ e − 1 2 ~ ξ+i~ θ·~ σ − e 1 2 ~ ξ−i~ θ·~ σ e − 1 2 ~ ξ+i~ θ·~ σ + e 1 2 ~ ξ−i~ θ·~ σ    . VI.58 84

VI.1.5 Penyelesaian Persamaan Dirac untuk Partikel Bebas

Penyelesaian persamaan Dirac VI.23 untuk partikel bebas dinyatakan oleh ψx µ =    ϕx µ χx µ    =    ϕ χ    e −iǫt−~ p·x , VI.59 dengan ~p dan ǫ bersama-sama mewakili empat konstanta real, yang pada gilirannya didefinisikan sebagai momentum dan energi, dan ϕ , χ masing-masing mewakili spinor dua komponen. Dengan memasukkan pers.VI.59 ke dalam pers.VI.22, dan menggunakan wakilan standar, maka persamaan swafungsi energi dalam pers.VI.22, dapat dinyatakan menjadi ˆ H    ϕ χ    =    m ~ α · ~p ~ α · ~p −m       ϕ χ    = ǫ    ϕ χ    . VI.60 Jika partikel dalam keadaan diam, maka pers.VI.60 menjadi ˆ H    ϕ χ    =    mI 2 −mI 2       ϕ χ    VI.61 dengan swanilai ǫ = m, m, −m, −m, dan swafungsi          1          ,          1          ,          1          ,          1          . VI.62 Dua penyelesaian yang pertama menggambarkan suatu partikel dengan ǫ 0, sedan- gkan dua penyelesaian terakhir menggambarkan partikel dengan E 0 antipartikel 85 dengan E 0 Halzen dan Martin, 1984. Untuk ~p 6= 0 pers.VI.60 dapat dinyatakan dengan ǫ − mI 2 ϕ − ~σ · ~pχ = 0 −~σ · ~pϕ + ǫ + mIχ = 0. VI.63 Dengan mengalikan ǫ + mI 2 pada persamaan yang pertama, dan −~σ · ~p pada per- samaan yang kedua kemudian mengurangkannya, akan menghasilkan [ǫ 2 − m 2 I 2 − ~σ · ~p 2 ]ϕ = 0. VI.64 Karena ~σ · ~p 2 = ~p 2 I 2 , maka dari pers.VI.64 dapat disimpulkan kaitan energi- momentum relativistik berbentuk ǫ 2 = m 2 + ~p 2 VI.65 yang memiliki penyelesaian energi positif dan energi negatif ǫ = ±E~p, E~p = p m 2 + ~p. VI.66 Dari sini jelaslah bahwa persamaan Dirac juga seperti halnya persamaan Klien-Gordon memiliki penyelesaian swanilai energi yang bernilai positif dan negatif. Tetapi menu- rut St ¨ uckelberg 1941 dan Feynman 1948, penyelesaian energi negatif ditafsirkan sebagai partikel yang merambat dalam arah waktu yang terbalik, atau ekivalen dengan anti partikel yang berenergi positif dan merambat dalam arah waktu yang positif. Dari pers.VI.63, maka kaitan antara ϕ dan χ dapat dinyatakan dengan ϕ = ~σ · ~p ǫ − m χ , VI.67 86 χ = ~σ · ~p ǫ + m ϕ , VI.68 dengan ǫ seperti yang didefinisikan pada pers.VI.66. Kaitan pers.VI.67 dan VI.68 berimplikasi bahwa dalam petilan bispinor ϕ dan χ hanya mengizinkan dua dera- jat kebebasan yang independen. Dua derajat kebebasan ini disebut dengan helisitas Schulten,2000. Berkaitan dengan penyelesaian energi positif dan negatif, pers.VI.66 akan dikaji secara terpisah. Untuk penyelesaian energi positif, E = +E~p, ϕ dinyatakan melalui vektor yang ternormalisasi ϕ =    u 1 u 2    = u ∈ C 2 , u † u = |u 1 | 2 + |u 2 | 2 = 1. VI.69 Dari sini partikel Dirac bebas dapat digambarkan melalui fungsi gelombang ψ~p, + |x µ = N + ~p    u ~ σ·~ p E~ p+m u    e −iǫt−~ p·~ x , ǫ = +E~p, VI.70 dengan N + ~p merupakan suatu konstanta yang akan dipilih untuk memenuhi syarat normalisasi ψ † ~p, +γ ψ~p, + = 1. VI.71 Sedangkan untuk penyelesaian energi negatif dinyatakan melalui χ yang diberikan oleh χ =    u 1 u 2    = u ∈ C 2 , u † u = |u 1 | 2 + |u 2 | 2 = 1, VI.72 87 yang berkaitan dengan fungsi gelombang ψ~p, −|x µ = N − ~p    −~ σ·~ p E~ p+m u u    e −iǫt−~ p·~ x , ǫ = −E~p, VI.73 dengan N − ~p merupakan suatu konstanta yang akan dipilih untuk memenuhi syarat normalisasi ψ † ~p, −γ ψ~p, − = −1. VI.74 Dengan syarat normalisasi itu diperoleh N + ~p = N − ~p = r m + E~p 2 . VI.75 Fungsi gelombang partikel Dirac bebas dalam pers.VI.70 dan VI.73 belum terspesifikasikan secara lengkap, karena dua komponen u mengindikasikan derajat kebebasan lainnya yang perlu untuk didefinisikan. Derajat kebebasan ini menggam- barkan suatu sifat spin 1 2 Schulten, 2000, disebut dengan helisitas, yang didefin- isikan sebagai komponen spin partikel sepanjang arah geraknya. Operator terkait yang mengukur observabel ini adalah 1 2 Σ · ˆ ~p ≡ 1 2 ~σ · ˆ ~p |~p| I 4 . VI.76 Operator ini terbukti rukun dengan ˆ H dan ˆ ~p. Sedangkan untuk mencari swafungsi bagi operator helisitas yang sekaligus merupakan operator ˆ H akan dimulai dari pers VI.73 dan VI.70. Sekarang ditinjau kasus partikel yang bergerak ke arah sumbu x 3 yakni ~p = 0, 0, p 3 . Dalam kasus ini, 1 2 Σ · ˆ~p = 1 2 σ 3 I 4 . Karena dua vektor u 1 0 T dan 0 1 T merupakan swafungsi bagi 1 2 σ 3 dengan swanilai ± 1 2 , maka kedua vektor u itu meru- 88 pakan pernyataan eksplisit bagi vektor u dalam pers.VI.70 dan VI.73 yang akan memberikan swafungsi bersama bagi ˆ H dan 1 2 Σ · ˆ ~p 3 . Untuk ǫ = Ep 0, swafungsi yang dimaksud dinyatakan oleh ψpˆ e 3 , +, + 1 2 |~x, t = N p              1    p m+E P    1              e −iE p t−px 3 VI.77 ψpˆ e 3 , +, − 1 2 |~x, t = N p              1    p m+E P    1              e −iE p t−px 3 VI.78 dengan ˆ e 3 merupakan vektor satuan arah sumbu x 3 dan E p = p m 2 + p 2 ; N p = r m + E p 2m . VI.79 Kemudian untuk partikel berenergi ǫ = E p 0, fungsi gelombang yang merupakan swafungsi operator helisitas itu dinyatakan sebagai ψpˆ e 3 , −, + 1 2 |~x, t = N p           −p m+E P    1       1              e −i−E p t−px 3 VI.80 89 ψpˆ e 3 , −, − 1 2 |~x, t = N p           p m+E P    1       1              e −i−E p t−px 3 VI.81 dengan E p dan N p didefinisikan seperti pada pers.VI.79. Untuk memperoleh fungsi gelombang partikel dalam arah sembarang ~p yang merupakan swafungsi bersama bagi ˆ H dan 1 2 Σ · ˆ ~p, vektor 1 0 T dan 0 1 T pa- da persaman di atas harus diganti dengan swakeadaan u ± ~p bagi operator helisitas sepanjang arah ~p. Swakeadaan itu diperoleh dengan melakukan transformasi rotasi sebagai berikut u ~p, + 1 2 = exp − i 2 ~θ~p · ~σ    1    , VI.82 u ~p, − 1 2 = exp − i 2 ~θ~p · ~σ    1    , VI.83 dengan ~θ~p = ˆ e 3 × ~p |~p| ∠ ˆ e 3 , ~p VI.84 menggambarkan rotasi yang membuat sumbu x 3 berhimpit dengan ~p. Dari sini, fungsi gelombang yang merupakan swafungsi bersama bagi ˆ H dan bagi operator helisitas sepanjang arah ~p dinyatakan sebagai ψ~p, +, + 1 2 |~x, t = N p    u ~p, + 1 2 p m+E p u ~p, + 1 2    e −iE p t−~ p·~ x VI.85 ψ~p, +, − 1 2 |~x, t = N p    u ~p, − 1 2 −p m+E p u ~p, − 1 2    e −iE p t−~ p·~ x VI.86 90 ψ~p, −, + 1 2 |~x, t = N p    −p m+E p u ~p, + 1 2 u ~p, + 1 2    e −i−E p t−~ p·~ x VI.87 ψ~p, −, − 1 2 |~x, t = N p    p m+E p u ~p, − 1 2 u ~p, − 1 2    e −i−E p t−~ p·~ x VI.88 dengan E p dan N p diberikan pada pers.VI.80.

VI.2 Persamaan Dirac dalam Aljabar Kuaternion