Grup Lorentz Zona Fisika | Blogger Lampung Tengah

18 maka garis dunianya harus membentuk sudut sebesar tan −1 ct ′ ct = tan −1 1 = 45 terhadap sumbu ct. Kemudian karena adanya pembatasan kecepatan untuk partikel bermassa, maka lintasangaris dunia partikel bermassa yang melintasi titik perpoto- ngan sumbu itu akan selalu berada di dalam wilayah yang dibatasi oleh garis dunia cahaya bagian atas. Wilayah itu disebut sebagai wilayah bak-waktu masa depan. Wilayah yang dibatasai oleh garis dunia cahaya bagian bawah merupakan wilayah yang dapat dilalui oleh partikel bermassa yang akan melintas di titik perpotongan sumbu-sumbu. Wilayah ini disebut sebagai wilayah bak-waktu lampau. Untuk sembarang titik di kedua wilayah bak-waktu dapat dihubungkan dengan titik perpo- tongan sumbu-sumbu oleh suatu garis lurus yang merupakan sumbu ˜ x dari suatu kerangka ˜ K yang bergerak relatif dengan kecepatan sebesar ˜ V relatif terhadap K sepanjang sumbu x 1 . Wilayah di luar wilayah bak-waktu masa depan dan lampau disebut sebagai wilayah bak-ruang. Untuk sembarang titik di dalam wilayah ini dapat dihubungkan dengan titik perpotongan sumbu-sumbu oleh garis lurus yang merupakan sumbu ¯ x 1 dari suatu kerangka ¯ K yang bergerak relatif dengan kecepatan sebesar ¯ V terhadap K sepanjang sumbu x 1 . Meskipun berada di dalam wilayah bak-waktu lampau dan masa depan, tidak semua lintasan yang demikian merupakan garis dunia partikel bermassa. Adanya pembatasan kecepatan untuk partikel bermassa juga memberikan syarat bahwa lin- tasan itu tidak boleh memiliki vektor singgung yang tergolong vektor bak-ruang.

II.3 Grup Lorentz

Transformasi antara sistem koordinat inersial x α 7→ x ′α = Λ α β x β + a α , II.23 19 dengan Λ α β dan a α konstanta, yang memenuhi Λ α γ Λ β δ η αβ = η γδ , II.24 atau dalam bentuk matriks Λ T ηΛ = η, II.25 melestarikan bentuk ∆s 2 . Transformasi itu disebut sebagai transformasi Lorentz tak-homogen atau transformasi Poincaré dan disimbolkan sebagai gΛ, a. Trans- formasi yang berbentuk gΛ, 0 ≡ Λ disebut sebagai transformasi Lorentz ho- mogen atau singkatnya transformasi Lorentz sedangkan transformasi yang berben- tuk gI, a ≡ Ta disebut sebagai transformasi translasi. Dari pers.II.23, kombinasi dua transformasi Lorentz tak homogen gΛ 1 , a 1 dan gΛ 2 , a 2 dapat dituliskan sebagai gΛ 1 , a 1 gΛ 2 , a 2 = gΛ 1 Λ 2 , Λ 1 a 2 + a 1 . II.26 Transformasi balikan invers dari gΛ, a berbentuk gΛ −1 , −Λ −1 a. Dari sini, him- punan semua transformasi Poincaré dapat membentuk grup yang disebut sebagai grup Poincaré, dengan unsur identitas berbentuk gI, 0 dan aturan perkaliannya diberikan oleh pers.II.26. Himpunan semua transformasi Lorentz homogen membentuk sub- grup dari grup Poincaré dan disebut sebagai grup Lorentz homogen yang selan- jutnya disebut sebagai grup Lorentz L. Dalam literatur matematika, grup Lorentz sering disimbolkan sebagai O3,1. Himpunan semua transformasi translasi memben- tuk subgrup grup Poincaré dan disebut sebagai grup translasi T . 20 Dengan menuliskan gΛ, a →             a a 1 Λ µ ν a 2 a 3 0 0 1             , x µ →             x x 1 x 2 x 3 1             , II.27 dapat diverifikasi dekomposisi transformasi Poincaré gΛ, a = TaΛ. II.28 Dari sini dapat disimpulkan bahwa grup Poincaré merupakan hasil perkalian antara grup translasi T dan grup Lorentz L. Andaikan Λ sembarang transformasi Lorentz homogen dan Ta suatu translasi dalam ruang Minkowski M. Suatu translasi Ta yang tertransformasi Lorentz sim- ilar merupakan translasi lainnya, yakni berlaku ΛTaΛ −1 = TΛa. II.29 Secara umum, dengan menggunakan pers.II.28 dan II.29, berlaku gΛ, aTbgΛ −1 , a = TΛb. II.30 Persamaan terakhir yang menunjukkan bahwa grup translasi merupakan subgrup in- varian grup Poincaré. Dari pers.II.25, diperoleh det Λ 2 = 1 sehingga determinan sembarang transformasi Lorentz bernilai +1 atau −1. Transformasi Lorentz berdeterminan +1 21 disebut sebagai transformasi Lorentz proper, sedangkan yang berdeterminan −1 dise- but sebagai transformasi Lorentz improper. Kumpulan semua transformasi proper membentuk suatu subgrup grup Lorentz. Dari pers.II.25 dan pers.II.14, dengan memilih γ = δ = 0, diperoleh Λ 2 − Λ 1 2 − Λ 2 2 − Λ 3 2 = 1. II.31 Dari sini, Λ 2 1, sehingga diperoleh Λ 1 atau Λ 6 −1. II.32 Transformasi Lorentz yang memiliki unsur Λ 1 disebut sebagai transformasi Lorentz orthochronous. Kumpulan semua transformasi Lorentz orthochronous mem- bentuk suatu subgrup dari grup Lorentz. Empat bagian dari grup Lorentz diberikan sebagai berikut Carmeli,1977: 1 L ↑ + : det Λ = 1, Λ 1. Bagian ini memuat unsur identitas grup. Kumpu- lan semua transformasi Lorentz, proper, orthocronous membentuk suatu subgrup dalam grup Lorentz yang disebut sebagai grup Lorentz orthochronous proper. 2 L ↑ − : det Λ = −1, Λ 1. Bagian ini memuat unsur pembalikan ruang S yang menggambarkan pencerminan relatif terhadap cacah gasal sumbu ru- ang: x ′0 = x , x ′1 = −x 1 x ′2 = −x 2 x ′3 = −x 3 3 L ↓ − : det Λ = −1, Λ 6 1. Bagian ini memuat pembalikan waktu T yang 22 menggambarkan pencerminan relatif terhadap sumbu waktu: x ′0 = −x , x ′1 = x 1 , x ′2 = x 2 , x ′3 = x 3 . 4 L ↓ + : det Λ = +1, Λ 6 −1. Bagian ini memuat unsur pembalikan sumbu waktu dan pembalikan sumbu ruang ST . Dari empat bagian di atas, L ↑ ≡ L ↑ + ∪ L ↑ − merupakan subgrup grup Lorentz yang akan disebut sebagai grup Lorentz orthochronous, sedangkan L + ≡ L ↑ + ∪ L ↓ + merupakan subgrup yang lain dan akan disebut sebagai grup Lorentz proper. Dalam literatur matematika, grup L + sering dituliskan sebagai SO3, 1 dan grup L ↑ + disimbolkan sebagai SO o 3, 1 Prugove˘cki, 1995. Setiap transformasi Lorentz improper berbentuk Λ = SΛ 1 , dengan Λ 1 merupakan transformasi Lorentz proper. Secara umum matriks Λ memiliki 16 unsur. Dengan adanya pers.II.24, yang terdiri dari 10 persamaan pembatasankendala, maka dari keenam belas unsur itu hanya ada 6 unsur yang independen. Hal ini menunjukkan bahwa grup Lorentz memi- liki 6 parameter sehingga berdimensi 6. Pada gilirannya, keenam parameter itu terdiri dari 3 parameter boost dan 3 parameter rotasi . Dengan menggunakan notasi seperti dalam II.12, pers.2.1 dapat dituliskan dalam bentuk x ′0 = Γx − βx 1 x ′1 = Γx 1 − βx x ′2 = x 2 x ′3 = x 3 . II.33 23 dengan Γ = 1 q 1− V 2 c 2 dan β = V c . Agar pers.II.11 berlaku, maka harus dipenuhi Γ 2 − Γ 2 β 2 = 1, II.34 dengan 1 ≤ Γ ∞ dan 0 ≤ Γβ ∞. Pers.II.34 terpenuhi untuk Γ = coshξ dan Γβ = sinhξ dengan 0 ≤ ξ ∞. Dari sini, pers.II.33 dapat dituliskan dalam bentuk          x ′0 x ′1 x ′2 x ′3          =          coshξ −sinhξ 0 0 −sinhξ coshξ 0 0 1 0 0 1                   x x 1 x 2 x 3          II.35 atau x ′ = B 1 ξ x, II.36 dengan B 1 ξ =          coshξ −sinhξ 0 0 −sinhξ coshξ 0 0 1 0 0 1          =            1 q 1− V 2 c 2 − V c q 1− V 2 c 2 0 0 − V c q 1− V 2 c 2 1 q 1− V 2 c 2 0 0 1 0 0 1            . II.37 24 Matriks-matriks transformasi Lorentz khusus sepanjang sumbu x 2 dan x 3 masing- masing dinyatakan oleh B 2 ξ =          coshξ −sinhξ 0 1 −sinhξ 0 coshξ 1          =            1 q 1− V 2 c 2 − V c q 1− V 2 c 2 1 − V c q 1− V 2 c 2 1 q 1− V 2 c 2 01            II.38 dan B 3 ξ =          coshξ 0 0 −sinhξ 1 0 0 1 −sinhξ 0 0 coshξ          =            1 q 1− V 2 c 2 0 0 − V c q 1− V 2 c 2 1 0 0 1 − V c q 1− V 2 c 2 0 0 1 q 1− V 2 c 2            . II.39 Transformasi Lorentz yang mengaitkan perpindahan peninjauan dari suatu kerangka inersial K ke kerangka inersial K ′ yang bergerak dengan kecepatan ~ V relatif terhadap K disebut sebagi transformasi Lorentz murni atau transformasi boost. Oleh karena itu, baik transformasi Lorentz khusus maupun transformasi Lorentz umum keduanya merupakan transformasi boost. Matriks B 1 ξ, B 2 ξ dan B 3 ξ pun tergolong transformasi boost. Ketiganya merupakan unsur dari SO o 3, 1. Terhadap nilai-nilai ≤ ξ ∞, baik B 1 ξ, B 2 ξ maupun B 3 ξ akan tetap merupakan unsur SO o 3, 1. Sehingga komposisi ketiga matriks itu juga merupakan unsur SO o 3, 1. 25 Selain transformasi boost, transformasi rotasi juga melestarikan ∆s 2 . Bentuk matriks transformasi rotasi di sekitar sumbu- i diberikan oleh A i =          1 0 R i θ          , i = 1, 2, 3, II.40 dengan R i merupakan matriks-matriks rotasi dalam R 3 , seperti dalam pers.B.11, B.12 dan B.13. Rotasi dalam ruang Minkowski merupakan perluasan rotasi dalam R 3 . Himpunan semua matriks transformasi rotasi membentuk grup dan merupakan subgrup dari SO o 3, 1. Matriks-matriks dalam pers.II.37, II.38 dan II.39 akan menjadi I 4 jika ξ = 0. Begitu juga dengan matriks-matriks dalam pers.II.40 akan menjadi I 4 jika θ = 0. Oleh karena itu, turunan dari masing-masing matriks itu di titik identitas diberikan oleh ˆ B 1 = d B 1 ξ dξ ξ=0 =          −1 0 0 −1 0 0 0 0 0 0          ; II.41 ˆ B 2 = d B 2 ξ dξ ξ=0 =          −1 0 −1 0          ; II.42 26 ˆ B 3 = d B 3 ξ dξ ξ=0 =          0 0 −1 0 0 0 0 −1 0 0          , II.43 dan ˆ A 1 = d A 1 θ dθ θ=0 =          0 0 0 0 0 0 0 0 0 −1 0 0 1          ; II.44 ˆ A 2 = d A 2 θ dθ θ=0 =          0 0 0 1 0 0 −1 0 0          ; II.45 ˆ A 3 = d A 3 θ dθ θ=0 =          0 0 0 0 −1 0 0 1 0 0          . II.46 Keenam matriks terakhir akan menjadi basis bagi aljabar Lie bagi grup SO o 3, 1. Keenam matriks itu disebut sebagai pembangkit untuk masing-masing transformasi yang terkait dengannya. Keenam pembangkit itu memenuhi kaitan komutasi berikut [ ˆ A i , ˆ A j ] = ǫ ijk ˆ A k , [ ˆ B i , ˆ B j ] = −ǫ ijk ˆ A k , [ ˆ A i , ˆ B j ] = ǫ ijk ˆ B k . II.47 27 Transformasi boost infinitesimal disajikan oleh Λδξ = I 4 + δξ m ˆ B m , m = 1, 2, 3, II.48 dengan δξ parameter boost infinitesimal. Transformasi boost berhingga sebesar ξ dinyatakan dalam bentuk Λξ = e ξ m ˆ B m , II.49 yang dapat diperoleh dengan melakukan transformasi boost infinitesimal secara bertu- rutan sebanyak N = ξ ¯ m dξ ¯ m kali kearah yang tetap ke sumbu x m . Serupa dengan transformasi boost, transformasi rotasi infinitesimal disajikan oleh Λδθ = I 4 + δθ m ˆ A m , II.50 dengan δθ merupakan parameter rotasi infinitesimal. Secara umum, bentuk transfor- masi rotasi diberikan oleh Λ~θ = e θ m ˆ A m . II.51 Kemudian didefinisikan δω µν = −δω νµ =                                δθ k jika k, µ, ν permutasi genap dari 1, 2, 3 −δθ k jika k, µ, ν permutasi ganjil dari 1, 2, 3 jika µ = ν = 0, 1, 2, 3 −δξ m jika ν = 0, µ = m = 1, 2, 3 δξ m jika µ = 0, ν = m = 1, 2, 3 II.52 28 dan J µν = −J νµ                                ˆ A k jika k, µ, ν permutasi genap dari 1, 2, 3 − ˆ A k jika k, µ, ν permutasi ganjil dari 1, 2, 3 jika µ = ν = 0, 1, 2, 3 − ˆ B m jika ν = 0, µ = m = 1, 2, 3 ˆ B m jika µ = 0, ν = m = 1, 2, 3 . II.53 Dengan menggunakan δω µν dan J µν , pers.II.48 dan II.50 dapat dituliskan dalam bentuk yang lebih kompak, yaitu Λδω = I 4 + 1 2 δω µν J µν , µ, ν = 0, 1, 2, 3. II.54 Sedangkan pers.II.49 dan II.51 dapat dirangkum dalam bentuk Λω = e 1 2 ω µν J µν , µ, ν = 0, 1, 2, 3. II.55 Dari sini, δω µν dan J µν masing masing dapat diartikan sebagai rotasiboost infintesi- mal dan pembangkit rotasiboost pada bidang µ − ν.

II.4 Grup