98
VI.3 Penyelesaian Persamaan Dirac untuk Partikel Bebas
Untuk memperoleh penyelesaian bagi partikel bebas, akan digunakan langkah yang sama dengan dilakukan dalam fasal 6.1.5. Dari pers.VI.121 diperoleh padanan
dari pers.VI.67 dan VI.68, yaitu
q
+
= ~
LR
i
· ~ p
ǫ − m
q
−
, VI.127
q
−
= ~
LR
i
· ~ p
ǫ + m q
+
. VI.128
Kemudian untuk penyelesaian bagi partikel berenergi ǫ = +E~p 0 akan diny-
atakan melalui spinor kuaternionik q
+
yang ternormakisasi
q
+
= u
1
+ ju
2
= u ∈ H, u
†
u =
|u
1
|
2
+ |u
2
|
2
= 1. VI.129
Dari sini partikel Dirac bebas dapat digambarkan melalui fungsi gelombang
ψ~p, + |x
µ
= N
+
~p
u
~ LR
i
·~ p
E~ p+m
u
e
−iǫt−~ p·~
x
, ǫ = +E~p,
VI.130
dengan N
+
merupakan konstanta yang harus memenuhi syarat normalisasi
ψ
†
~p, +γ ψ~p, + = 1.
VI.131
Sedangkan untuk penyelesaian energi negatif akan dinyatakan melalui q
−
yang ter- normalisasi
q
−
= u
1
+ ju
2
= u ∈ H,
VI.132
99
sehingga diperoleh
ψ~p, −|x
µ
= N
−
~p
−~ LR
i
·~ p
E~ p+m
u u
e
−iǫt−~ p·~
x
, ǫ =
−E~p, VI.133
dengan N
−
~p merupakan suatu konstanta yang akan dipilih untuk memenuhi syarat normalisasi
ψ
†
~p, −γ
ψ~p, − = −1.
VI.134 Sekarang ditinjau pers.VI.131 secara lebih eksplisit, dengan menggunakan
pers.VI.130, dalam bentuk
N
2 +
~p u
∗ T
h
~ LR
i
·~ p
E~ p+m
u
∗
i
T
γ
u
~ LR
i
·~ p
E~ p+m
u
= 1.
VI.135
Dengan menggunakan γ
dalam pers.VI.122,diperoleh
N
2 +
~p u
†
u − u
†
~ LR
i
· ~ p
2
E~p + m
2
u = 1.
VI.136
Kemudian karena ~
LR
i
· ~ p
2
= ~p
2
dan dengan normalisasi u dalam pers.VI.129, diperoleh
N
2 +
~p 1
− ~p
2
E~p + m
2
= 1. VI.137
sehingga N
+
~p = s
m + E~p
2
m + E~p
2
− ~p .
VI.138 Selanjutnya karena berlaku
m + E~p
2
− ~p
2
= m
2
− ~p
2
+ 2mE~p + E
2
~p = 2mm + E~p VI.139
100
syarat normalisasi VI.138 menjadi
N
+
= r
m + E~p 2m
. VI.140
Untuk N
−
~p, dengan cara yang sama untuk N
+
~p, diperoleh syarat normalisasi
N
−
~p = r
m + E~p 2m
VI.141
Kemudian untuk menentukan fungsi gelombang yang diberikan dalam pers.VI.130 dan VI.133 secara lebih eksplisit, perlu ditentukan bentuk eksplisit u dalam kedua
persamaan itu yang sekaligus merupakan swa keadaan bagi operator helisitas dalam pers.VI.119. Melalui sedikit intuisi dan uji coba diperoleh bahwa
1+j dan 1 −j
masing-masing merupakan swafungsi bagi operator
1 2
L
k
R
i
dengan swanilai ±
1 2
. Dari sini dapat diperoleh swafungsi bersama bagi operator ˆ
H dan operator helisitas sepa- njang arah sumbu
x
3
ψpˆ e
3
, +, + 1
2 |~x, t = N
p
1 + j
p m+E
p
1 + j
e
−iE
p
t−~ p·~
x
VI.142
ψpˆ e
3
, +, −
1 2
|~x, t = N
p
1
− j
−p m+E
p
1 − j
e
−iE
p
t−~ p·~
x
VI.143
ψpˆ e
3
, −, +
1 2
|~x, t = N
p
−p m+E
p
1 + j 1 + j
e
−i−E
p
t−~ p·~
x
VI.144
ψpˆ e
3
, −, −
1 2
|~x, t = N
p
p m+E
p
1 − j
1 − j
e
−i−E
p
t−~ p·~
x
VI.145
101
dengan E
p
= p
m
2
+ p
2
; N
p
= r
m + E
p
2m .
VI.146 Untuk memperoleh swafungsi bagi operator helisitas sepanjang arah sem-
barang ~p, spinor 1
± j perlu dirotasi sehingga diperoleh
u ~p,
± 1
2 = exp~
L · ~θ~p1 ± j,
VI.147
dengan ~θ~p =
ˆ e
3
× ~p |~p|
∠ ˆ
e
3
, ~p VI.148
menggambarkan rotasi yang membuat sumbu x
3
berhimpit dengan ~p. Dari sini, swa-
fungsi bersama bagi operator ˆ H dan operator helisitas sepanjang arah ~p diberikan
oleh ψ~p, +, +
1 2
|~x, t = N
p
u
~p, +
1 2
p m+E
p
u ~p, +
1 2
e
−iE
p
t−~ p·~
x
VI.149
ψ~p, +, −
1 2
|~x, t = N
p
u
~p, −
1 2
−p m+E
p
u ~p,
−
1 2
e
−iE
p
t−~ p·~
x
VI.150
ψ~p, −, +
1 2
|~x, t = N
p
−p m+E
p
u ~p, +
1 2
u ~p, +
1 2
e
−i−E
p
t−~ p·~
x
VI.151
ψ~p, −, −
1 2
|~x, t = N
p
p m+E
p
u ~p,
−
1 2
u ~p,
−
1 2
e
−i−E
p
t−~ p·~
x
VI.152
dengan E
p
dan N
p
diberikan dalam pers.VI.146 dan u ~p,
±
1 2
diberikan dalam pers.VI.147. Dalam dunia kuaternion, penggunaan bilangan imajiner
i harus hati-
102
hati. Oleh karena itu penulisan i dalam persamaan Dirac
L
i
∂
t
ψ = i∂
t
ψ = ˆ Hψ
VI.153
perlu diperhatikan. Dengan menggunakan persamaan terakhir diperoleh
∂
t
Z d
3
xψ
†
ψ = Z
d
3
ψ
†
[ ˆ H, i]ψ
VI.154
yang secara umum 6= 0 untuk operator Hamiltonan kuaternionik. ini menunjukkan
bahwa penulisan persamaan Dirac dalam VI.153 tidak mendukung kelestarian norm
∂
t
Z d
3
xψ
†
ψ = 0. VI.155
Dengan menggunakan operator R
i
, persamaan VI.153 diubah menjadi
R
i
∂
t
ψ ≡ ∂
t
ψi = ˆ Hψ,
VI.156
yang dalam formulasi bilangan kompleks tidak ada bedanya dengan pers.VI.153. tetapi persamaan terakhir jelas akan membuat pers.VI.155 berlaku dalam rumu-
san persamaan Dirac versi aljabar kuaternion. Dari sini, operator momentum ku- aternionik harus didefinisikan sebagai
p
µ
≡ R
i
∂
µ
→ p
µ
ψ = R
i
∂
µ
ψ ≡ ∂
µ
ψi. VI.157
Sebagai operator momentum tentunya operator R
i
∂
µ
harus Hermitian, yakni memenuhi persamaan berikut
Z d
3
xϕ
†
R
i
~ ∂ψ =
Z d
3
xR
i
~ ∂ψ
†
ψ. VI.158
103
Tetapi persamaan itu berimplikasi Z
d
3
ϕ
†
~ ∂ψi =
−i Z
d
3
x~ ∂ϕ
†
ψ = i
Z d
3
xϕ
†
~ ∂ψ.
VI.159
Baris terakhir dalam persamaan di atas diperoleh dengan menggunakan integrasi perbagian integration by part de Leo, 1998. Hal ini mendorong perlunya didefin-
isikan proyeksi kompleks bagi produk skalar di atas yang didefinisikan sebagai Z
C
d
3
x ≡
1 − L
i
R
i
2 Z
d
3
x. VI.160
sekarang akan dihitung sisi kiridari pers.VI.158 dengan menggunakan produk skalar kompleks VI.160 yang memberikan
Z
C
d
3
xϕ
†
R
i
~ ∂ψ =
1 2
Z d
3
xϕ
†
R
i
~ ∂ψ
− i Z
d
3
xϕ
†
R
i
~ ∂ψi
= 1
2 Z
d
3
xϕ
†
~ ∂ψi + i
Z d
3
xϕ
†
~ ∂ψ
. VI.161
Dengan cara yang sama dan menggunakan kesamaan terakhir dalam pers.VI.159, diperoleh
Z
C
d
3
xR
i
~ ∂ϕ
†
ψ = 1
2 Z
d
3
xR
i
~ ∂ϕ
†
ψ − i
Z d
3
xR
i
~ ∂ϕ
†
ψi =
1 2
−i Z
d
3
x~ ∂ϕψ
− Z
d
3
x∂ϕ
†
ψi =
1 2
i Z
d
3
ϕ~ ∂ψ +
Z d
3
xϕ
†
~ ∂ψi
. VI.162
Kesamaan antara pers.VI.161 dan pers.VI.162 menandakan bahwa operator mo- mentum
R
i
~ ∂ bersifat Hermitian jika digunakan produk skalar kompleks yang diberikan
oleh pers.VI.160.
BAB VII PENUTUP
VII.1 Kesimpulan
Dari hasil kajian aljabar kuaternion real yang diterapkan pada Teori Relativitas Khusus dan struktur persamaan Dirac diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1. Metrik Minkowski dalam aljabar kuaternion real berbentuk
g = 1
2 L
µ
R
µ
= 1
2 1 + L
i
R
i
+ L
j
R
j
+ L
k
R
k
yang berpadanan dengan metrik η = diag
−1, 1, 1, 1. 2. Seperti halnya grup
SO
o
3, 1 melestarikan η, maka dalam aljabar kuaternion terdapat padanan dari
SO
o
3, 1 yang berupa grup f SO
1, H
L
⊗ H
R
yang melestariakan produk skalar real
x, gy
R
≡ Rex
†
gy.
Kemudian grup SL2, C memiliki padanannya dalam aljabar kuaternion, beru-
pa grup SL1, H
L
⊗ C
R
. 3. Dalam grup f
SO
o
1, H
L
⊗ H
R
pembangkit transformasi rotasi diberikan oleh
ˆ M
1
= L
i
− R
i
2 ,
ˆ M
2
= L
j
− R
j
2 dan
ˆ M
3
= L
k
− R
k
2 ,
sedangkan pembangkit-pembangkit transformasi boost diberikan oleh ˆ
N
1
= L
k
R
j
− L
j
R
k
2 ,
ˆ N
2
= L
i
R
k
− L
k
R
i
2 ,
dan ˆ
N
1
= L
j
R
i
− L
i
R
j
2 .
104
105
Dalam grup SL1, H
L
⊗ H
R
, pembangkit transformasi rotasi diberikan oleh
ˆ T
1
= L
i
2 ,
ˆ T
2
= L
j
2 ,
dan ˆ
T
3
= L
k
2 Sedangkan pembangkit transformasi boost dinyatakan oleh
ˆ S
01
= 1
2 L
i
R
i
, ˆ
S
02
= 1
2 L
j
R
i
, dan
ˆ S
03
= 1
2 L
k
R
i
.
4. Kaitan komutasi bagi pembangkit-pembangkit di grup f SO
o
1, H
L
⊗H
R
diberikan oleh
[ ˆ M
l
, ˆ M
m
] = ǫ
lmn
ˆ M
n
, [ ˆ
N
l
, ˆ N
m
] = −ǫ
lmn
ˆ M
n
[ ˆ M
l
, ˆ N
m
] = ǫ
lmn
ˆ N
n
.
Untuk grup SL1, H
L
⊗H
R
, kaitan komutasi bagi pembangkit-pembangkitnya diberikan oleh
[ ˆ T
l
, ˆ T
m
] = ǫ
lmn
ˆ T
n
[ ˆ S
l
, ˆ S
m
] = −ǫ
lmn
ˆ T
n
[ ˆ T
l
, ˆ S
m
] = ǫ
lmn
ˆ S
n
5. Dalam bentuk wakilan chiral, transformasi Lorentz dalam ruang H
2
berbentuk
˜ S~θ, ~ϕ =
s
+
s
−
,
sedangkan dalam wakilan standar berbentuk
S~θ, ~ϕ = 1
2
s
+
+ s
−
s
+
− s
−
s
+
− s
−
s
+
+ s
−
,
106
dengan s
+
= exp h
~ L · ~θ + R
i
~ ϕ2
i
s
−
= exp h
~ L · ~θ
− R
i
~ ϕ2
i .
6. Operator spin sepanjang arah sembarang ~p versi kuaternionik berbentuk
1 2
I
2
~ LR
i
· ˆ p.
7. Dalam H
2
, swafungsi bagi operator spin sepanjang arah sumbu x
3
diberikan oleh
ψpˆ e
3
, +, + 1
2 |~x, t = N
p
1 + j
p m+E
p
1 + j
e
−iE
p
t−~ p·~
x
ψpˆ e
3
, +, −
1 2
|~x, t = N
p
1
− j
−p m+E
p
1 − j
e
−iE
p
t−~ p·~
x
ψpˆ e
3
, −, +
1 2
|~x, t = N
p
−p m+E
p
1 + j 1 + j
e
−i−E
p
t−~ p·~
x
ψpˆ e
3
, −, −
1 2
|~x, t = N
p
p m+E
p
1 − j
1 − j
e
−i−E
p
t−~ p·~
x
dengan E
p
= p
m
2
+ p
2
; N
p
= r
m + E
p
2m .
Sedangkan untuk operator spin sepanjang arah sembarang ~p, swafungsinya
107
diberikan oleh
ψ~p, +, + 1
2 |~x, t = N
p
u
~p, +
1 2
p m+E
p
u ~p, +
1 2
e
−iE
p
t−~ p·~
x
ψ~p, +, −
1 2
|~x, t = N
p
u
~p, −
1 2
−p m+E
p
u ~p,
−
1 2
e
−iE
p
t−~ p·~
x
ψ~p, −, +
1 2
|~x, t = N
p
−p m+E
p
u ~p, +
1 2
u ~p, +
1 2
e
−i−E
p
t−~ p·~
x
ψ~p, −, −
1 2
|~x, t = N
p
p m+E
p
u ~p,
−
1 2
u ~p,
−
1 2
e
−i−E
p
t−~ p·~
x
dengan u
~p, ±
1 2
= exp~ L · ~θ~p1
± j, dan
~θ~p = ˆ
e
3
× ~p |~p|
∠ ˆ
e
3
, ~p. 8. Dengan aljabar kuaternion real, ukuran matriks-matriks
γ-Dirac tersusutkannya menjadi
2 × 2. Namun demikian secara umum tersusutkannya ukuran matriks
untuk grup-grup simetri bagi Teori Relativitas Khusus dan persamaan Dirac dalam aljabar kuaternion tidak secara signifikan mengurangi tingkat kesulitan
pengoperasian matriks-matriks itu. Hal ini dirasakan oleh penulis karena peng- operasian operator-operator kuaternionik membutuhkan lebih kehati-hatian dan
ketelitian.
108
VII.2 Saran
Sampai skripsi ini diselesaikan, penulis belum mendapatkan referensi yang membahas grup-grup simetri versi kuaternionik di atas dalam kajian grup Lie. Untuk
itu, kajian terhadap grup-grup itu dibawah kajian grup Lie mungkin merupakan hal yang baru dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Anugraha, R., 2005, Pengantar Teori Relativitas dan Kosmologi, Gadjah Mada Uni- versity Press, Yogyakarta
Carmeli, M., 1977, Group Theory and General Relativity: Representation of Lorentz Group and Their Application on Gravitational Fields, Mc Graw-Hill Inc, New York
Carroll, S. M., 1997, arXiv:gr-gc9712019 v1 3 Desember 1997 De Leo, S, Rodrigues, W.A., 1994, Translation between Quaternion and Complex
Quantum Mechanics, Progress of Theoretical Physics, Vol. 92, No.5 De Leo, S, Rotelli, P., 1995, Representation of
U 1, q and Constructive Quaternion Tensor Products, Nuovo Cimento, Vol. 110B, N.1
De Leo, S, 1995, Quaternion and Special Relativity, Journal Mathematical Physics, Vol. 37, No. 6
De Leo, S, Rodrigues, W.A., 1997, Quantum Mechanics: From Complex to Complex- ified Quaternions, International Journal of Theoretical Physics, Vol. 36, No.12
De Leo, S, Rodrigues, W.A., 1998, Quaternion Electron Theory: Geometri, Algebra and Dirac’s Equation, International Journal of Theoretical Physics, Vol. 37, No.6,
De Leo, S, Rodrigues, W.A., 1998,Quaternion Electron Theory: Dirac’s Equation, International Journal of Theoretical Physics, Vol. 37, No.5
De Leo, S, Ducati, G.C., 1999, Quaternion Groups in Phsics, International Journal of Theoretical Physics, Vol. 38, No.8
De Leo, S, 2001,Quaternion Lorentz Group And Dirac Equation, Foundation of Physics Letters, Vol. 14, No.1
Einstein, A., 1905, Ann. Phys.17, 891, diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh W. Perret dan G. B. Jeffrey sebagai On the Electrodynamics of Moving Bodies, hal
37-65 dalam The Principle of Relativity Methuen, London, 1923, dicetak ulang oleh Dover, New York, 1952
Einstein, A., 1961, Relativity: the Special and the General Theory, edisi kelimabelas, Crown Publishers-Bonanza Books, New York
Feza, G., G ¨
ursey, F., 1987, Symmetries in Physics 1600-1980- Quaternionic and Octonionic Stucture in Phisics, Universitat Aut
` onoma de Barcelona., Barcelona
109
110
Friedman, M., 1983, Foundations of Space-Time Theories, Princeton University Press, Princeton, New Jersey
Greiner, W., 2000, Rewlativistic Quantum Mechanic Wave Equations, edisi ketiga,Springer-verlag, Berlin Heidelberg New York
Hamilton, W. R., 1844, On Quaternionic, Or On A New System of Imaginaries In Algebra, volumes xxv - xxxvi of The London, Edinburgh and Dublin Philosophical
Magazine and Journal of Sience3rd Series, for years 1844-1850. Avaliable online at http:www.maths.tcd.iepubHistMathPeopleHamiltonOnQuat.
Hamilton, W. R., 1847, On Quaternions, Proceding of the Royal Irish Academi, vol 3, pp.1-6
Hamilton, W. R., 1844, On A New Species of Imaginary Quatities Connected with A Theory Quaternions, Proceding of the Royal Irish Academi, 21844, 424-434
Jones, H. F., 1990, Group, Representations adn Physics, Department of Physics, Im- perial College of Sciance, Technology and Medicine, london
Muslim, 1997, Seri Fisika Dasar Bagian I:Mekanika, Modul I dan II Kinematika Dan Dinamika Zarah, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Nakahara, M., 1998, Geometry, Topology and Physics, Institute of Physics Publish- ing, London
Rosyid, M.F., 2002, Diktat Mata Kuliah Matematika Untuk Fisika Teori I, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Fisika Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta Rosyid, M.F., 2005, Mekanika Kuantum Model Matematis Bagi Fenomena Alam
Mikroskopis Tinjauan Nonrelativistik, Laboratorium Fisika Atom dan Fisika Inti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Ryder, L.H., 1996, Quantum Field Theory, edisi kedua, Cambridge University Press, Cambridge
Schulten, K., 2000, Notes on Quantum Mechanics, Department of Physics and Beck- man Institut University of Illinois at Urbana ˝
UChampaign 405 N. Mathews Street, Urbana, IL 61801 USA
Schwabl, F., 2005, Advance Quantum Mechanics, edition ketiga, Springer-Verlag, Berlin Heidelberg New York
Setiawan, S., 1992, Kiprah dan Gelegar Relativitas Einstein, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta
111
Wospakrik, H. J., 1987, Berkenalan dengan Teori Kerelatifan Umum, Penerbit ITB, Bandung
Wu-Ki-Tung, 1985, Group Theory in Physics, World Scientific, Philadelphia, Singa- pore
LAMPIRAN A PEMBUKTIAN PERSAMAAN
I.1 Pembuktian Persamaan Dalam Bab II