63
dalam SL1, H
L
⊗ C
R
juga memenuhi kaitan komutasi berikut ˆ
T
1
= [ ˆ S
03
, ˆ S
02
], ˆ
S
01
= [ ˆ T
2
, ˆ S
03
] = [ ˆ S
02
, ˆ T
3
], ˆ
T
2
= [ ˆ S
01
, ˆ S
03
], ˆ
S
02
= [ ˆ T
3
, ˆ S
01
] = [ ˆ S
03
, ˆ T
1
], ˆ
T
3
= [ ˆ S
02
, ˆ S
01
], ˆ
S
03
= [ ˆ T
1
, ˆ S
02
] = [ ˆ S
01
, ˆ T
2
]. V.54
Secara umum, suatu unsur SL1, H
L
⊗ H
R
dapat dinyatakan oleh de Leo, 1998
S = exp~L · ~θ + R
i
~ ϕ2.
V.55
V.3 Grup ˜
O1, H
L
⊗ H
R
dan f SO
o
1, H
L
⊗ H
R
Terkait dengan grup SL1, H
L
⊗ H
R
, koordinat ruang waktu suatu peristiwa diidentikkan dengan spinor kuaternionik V.30. Grup ini dapat dipandang sebagai
grup SL2, C versi kuaternionik. Grup Lorentz O3, 1 pun menjadi padanannya
dalam grup kuaternionik jika koordinat ruang-waktu langsung di identikkan dengan kuaternion real.
Himpunan semua A
∈ H
L
⊗H
R
yang memiliki invers akan dinyatakan sebagai GL1, H
L
⊗ H
R
. Himpunan ini merupakan grup dengan unsur indentitas adalah 1.
Kemudian didefinisikan metrik Minkowski versi kuaternionik sebagai
g = 1
2 L
µ
R
µ
= 1
2 1 + L
i
R
i
+ L
j
R
j
+ L
k
R
k
V.56
dan produk skalar dua vektor x , y
∈ H sebagai
x, gy
R
≡ Re x
†
gy.
V.57
Dari sini dapat didefinisikan norm real untuk sembarang x
= x + ix
1
+ jx
2
+ kx
3
64
yang berbentuk
kxk ≡ x, gx
R
= Rex
†
gx = −x
2
+ x
1 2
+ x
2 2
+ x
3 2
. V.58
Jika x diidentikkan dengan koordinat ruang-waktu suatu peristiwa
x
µ
= x , x
1
, x
2
.x
3
, maka operator
A ∈ GL1, H
L
⊗ H
R
yang memenuhi
Ax, gAx
R
= x, gx
R
,
∀x ∈ H,
V.59
dapat dipandang sebagai transformasi Lorentz yang berpadanan dengan suatu Λ
∈ O3, 1 de Leo, 1998. Himpunan semua A
∈ GL1, H
L
⊗ H
R
yang memenuhi pers.V.59 akan dinyatakan sebagai ˜
O1, H
L
⊗ H
R
. Jelas 1 merupakan unsur dari ˜
O1, H
R
⊗H
R
. Sekarang andaikan A ∈ ˜
O1, H
L
⊗H
R
. Jika A
−1
∈ ˜ O1, H
L
⊗H
R
, maka berlaku
A
−1
x
, gA
−1
x
R
6= x, gx
R
V.60
untuk suatu x ∈ H. Tetapi jika x = Ax
′
untuk suatu x
′
∈ H, maka berlaku
x, gx
R
= Ax
′
, gAx
′ R
= x
′
, gx
′ R
V.61
dan A
−1
x , gA
−1
x
R
= A
−1
Ax
′
, gA
−1
Ax
′ R
= x
′
, gx
′ R
= x, gx
R
. V.62
Hal ini mengharuskan A
−1
∈ ˜ O1, H
L
⊗H
R
. Kemudian jika A, B ∈ ˜
O1, H
L
⊗H
R
, maka jelas
A, B ∈ ˜
O1, H
L
⊗ H
R
karena dipenuhi
ABx, gABx
R
= Bx, gBx
R
= x, gx
R
V.63
65
untuk semua x
∈ H. Dari sini dapat disimpulkan bahwa ˜ O1, H
L
⊗ H
R
merupakan subgrup dari
GL1, H
L
⊗ H
R
. Dari pers.IV.25, maka pers.V.59 yang direalisas- ikan dalam pers.V.57 dapat dinyatakan secara ekuivalen oleh
A
†
gA = g, ∀A ∈ GL1, H
L
⊗ H
R
. V.64
Bentuk terakhir ini dapat digunakan sebagai definisi dari ˜ O1, H
L
⊗ H
R
. Untuk memperoleh transformasi rotasi dan boost terhadap sumbu
x, y dan z dalam ˜
O1, H
L
⊗ H
R
, mula-mula akan diidentikkan koordinat ruang-waktu suatu peristiwa
x
µ
= x , x
1
, x
2
, x
3
dengan suatu kuaternion q = x +ix
1
+jx
2
+kx
3
. Ke- mudian dengan perhitungan langsung, dapat dibuktikan persamaan-persamaan berikut
1 − L
i
R
i
2 x
+ ix
1
+ jx
2
+ kx
3
= x + ix
1
, V.65
L
i
− R
i
2 x
+ ix
1
+ jx
2
+ kx
3
= −jx
3
+ kx
2
, V.66
L
k
R
j
− L
j
R
k
2 x
+ ix
1
+ jx
2
+ kx
3
= −x
1
− ix ,
V.67 1 + L
i
R
i
2 x
+ ix
1
+ jx
2
+ kx
3
= jx
2
+ kx
3
. V.68
Dengan menggunakan pers.V.65 dan V.66 dapat dibentuk operator R-linear kanan
M
x
≡ 1 − cos θ
x
1 − L
i
R
i
2 + cos θ
x
+ sin θ
x
L
i
− R
i
2 V.69
yang memetakan q = x
+ ix
1
+ jx
2
+ kx
3
menjadi M
x
q, yakni
q 7−→ M
x
q = x + ix
1
+ jx
2
cos θ
x
− x
3
sin θ
x
+ kx
2
sin θ
x
+ x
3
cos θ
x
. V.70
Dari persamaan terakhir, jelas M
x
memenuhi pers.V.59. Sehingga sini dapat dis- impulkan bahwa
M
x
∈ ˜ O1, H
L
⊗ H
R
. Operator ini merupakan operator rotasi
66
terhadap sumbu x sebesar θ
x
dalam grup ˜ O1, H
L
⊗ H
R
. Dengan mengubah indeks
i dalam pers.V.65 dan V.66 menjadi j dan menye- suaikan ruas kanannya, dapat dibuat operator rotasi terhadap sumbu
y sebesar θ
y
se- bagai
M
y
≡ 1 − cos θ
y
1 − L
j
R
j
2 + cos θ
y
+ sin θ
y
L
j
− R
j
2 .
V.71
Dengan langkah yang serupa, dapat dibentuk operator rotasi terhadap sumbu z sebe-
sar θ
z
sebagai
M
z
≡ 1 − cos θ
z
1 − L
k
R
k
2 + cos θ
z
+ sin θ
z
L
k
− R
k
2 V.72
Dengan memanfaatkan pers.V.65 dan per.V.66 dapat pula dibentuk opera- tor invers bagi
M
x
, M
y
dan M
z
yang masing-masing diberikan oleh
M
−1 x
= 1 − cosh θ
x
1 − L
i
R
i
2 + cosh θ
x
− sin θ
x
L
i
− R
i
2 ,
V.73 M
−1 y
= 1 − cosh θ
y
1 − L
j
R
j
2 + cosh θ
y
− sin θ
y
L
j
− R
j
2 ,
V.74 M
−1 z
= 1 − cosh θ
z
1 − L
k
R
k
2 + cosh θ
z
− sin θ
z
L
k
− R
k
2 .
V.75
Kemudian dengan memanfaatkan pers.V.67 dan V.68 dapat dibentuk oper- ator boost sepanjang sumbu
x sebagai
N
x
≡ 1 − cosh ϕ
x
1 + L
i
R
i
2 + cosh ϕ
x
+ sinh ϕ
x
L
k
R
j
− L
j
R
k
2 .
V.76
67
Operator ini memetakan q = x
+ ix
1
+ jx
2
+ kx
3
menjadi N
x
q, yakni
q 7−→ N
x
q = x cosh ϕ
x
− x
1
sinh ϕ
x
+ ix
1
cosh ϕ
x
− x sinh ϕ
x
+ jx
2
+ kx
3
. V.77
Dari pers.V.77, jelas operator N
x
memenuhi pers.V.59. Sehingga diperoleh bah- wa
N
x
∈ ˜ O1, H
L
⊗ H
R
. Kemudian dengan menyesuaikan indeks-indeks pada pers.V.67 dan V.68 dapat diperoleh operator-operator boost sepanjang sumbu
y dan
z sebagai
N
y
≡ 1 − cosh ϕ
y
1 + L
j
R
j
2 + cosh ϕ
y
+ sinh ϕ
y
L
i
R
k
− L
k
R
i
2 ,
V.78
N
z
≡ 1 − cosh ϕ
z
1 + L
k
R
k
2 + cosh ϕ
z
+ sinh ϕ
z
L
j
R
i
− L
i
R
j
2 .
V.79 Dengan memanfaatkan pers.V.67 dan V.68 dapat dibentuk operator invers
bagi N
x
, N
y
dan N
z
yang masing-masing diberikan oleh
N
−1 x
≡ 1 − cosh ϕ
x
1 − L
i
R
i
2 + cosh ϕ
x
− sin ϕ
x
L
k
R
j
− L
j
R
k
2 ,
V.80 N
−1 y
≡ 1 − cosh ϕ
y
1 − L
j
R
j
2 + cosh ϕ
y
− sin ϕ
y
L
i
R
k
− L
k
R
i
2 ,
V.81 N
−1 z
≡ 1 − cosh ϕ
z
1 − L
k
R
k
2 + cosh ϕ
z
− sin ϕ
z
L
j
R
i
− L
i
R
j
2 .
V.82
Dalam pernyataan β dan Γ, pers.V.76, V.78 dan V.79 maka masing-masing
dapat dinyatakan sebagai
N
x
= 1 − Γ
1 + L
i
R
i
2 + Γ + βΓ
L
k
R
j
− L
j
R
k
2 ,
V.83 N
y
= 1 − Γ
1 + L
j
R
j
2 + Γ + βΓ
L
i
R
k
− L
k
R
i
2 ,
V.84 N
z
= 1 − Γ
1 + L
k
R
k
2 + Γ + βΓ
L
j
R
i
− L
i
R
j
2 .
V.85
68
Operator pembalikan sumbu waktu diberikan oleh
P
t
≡ 1
2 1 + L
µ
R
µ
. V.86
Sedangkan operator pembalikan tiga sumbu ruang dinyatakan oleh
P
s
≡ − 1
2 1 + L
µ
R
µ
. V.87
Jelas operator pembalikan sumbu waktu dan tiga sumbu ruang diberikan oleh
P
ts
= −1.
V.88
Pers.V.69, V.71, V.72, V.76, V.78 dan V.79 akan menjadi operator identitas 1 jika
θ
x
= θ
y
= θ
z
= ϕ
x
= ϕ
y
= ϕ
z
= 0. Oleh karena itu, turunan masing-masing operator di titik identitas diberikan oleh
ˆ M
1
≡ d
M
x
dθ
x θ
x
=0
= L
i
− R
i
2 ,
V.89 ˆ
M
2
≡ d
M
y
dθ
y θ
y
=0
= L
j
− R
j
2 ,
V.90 ˆ
M
3
≡ d
M
z
dθ
z θ
z
=0
= L
k
− R
k
2 ,
V.91 ˆ
N
1
≡ d
N
x
dϕ
x ϕ
x
=0
= L
k
R
j
− L
j
R
k
2 ,
V.92 ˆ
N
2
≡ d
N
y
dϕ
y ϕ
x
=0
= L
i
R
k
− L
k
R
i
2 V.93
ˆ N
3
≡ d
N
z
dϕ
z ϕ
z
=0
= L
j
R
i
− L
i
R
j
2 .
V.94
Keenam persamaan terakhir masing-masing merupakan pembangkit-pembangkit bagi rotasi terhadap sumbu
x, y dan z serta pembangkit boost sepanjang sumbu x, y dan z.
69
Keenam pembangkit itu memenuhi kaitan komutasi berikut ˆ
M
1
= [ ˆ M
2
, ˆ M
3
], ˆ
M
1
= [ ˆ N
3
, ˆ N
2
], ˆ
N
1
= [ ˆ M
2
, ˆ N
3
] = [ ˆ N
2
, ˆ M
3
], ˆ
M
2
= [ ˆ M
3
, ˆ M
1
], ˆ
M
2
= [ ˆ N
1
, ˆ N
3
], ˆ
N
2
= [ ˆ M
3
, ˆ N
1
] = [ ˆ N
3
, ˆ M
1
], ˆ
M
3
= [ ˆ M
1
, ˆ M
2
], ˆ
M
3
= [ ˆ N
2
, ˆ N
1
], ˆ
N
3
= [ ˆ M
1
, ˆ N
2
] = [ ˆ N
1
, ˆ M
2
]. V.95
Dengan menggunakan pembangkit-pembangkit diatas, maka unsur-unsur yang ber bentuk
A = exp~ ϕ
· ~L × ~ R + ~θ
· ~L − ~ R
V.96 mendefinisikan suatu subgrup dari ˜
O1, H
L
⊗ H
R
disimbolkan dengan f SO
o
1, H
L
⊗ H
R
, yang merupakan padanan dari SO
O
3, 1 dalam dunia aljabar kuaternion.
BAB VI PERSAMAAN DIRAC DAN PENYAJIANNYA DENGAN
ALJABAR KUATERNION
Persamaan gelombang Schr ¨odinger
1
memainkan aturan dasar dalam mekanika kuantum, yang dapat ditinjau sebagai hukum dinamika mikroskopis berkaitan den-
gan objek yang ukuran terbesarnya ±10
−6
yang analog dengan persamaan-persamaan gerak Newton dalam mekanika makro klasik. Persamaan ini dapat digunakan untuk
menggambarkan sistem banyak partikel namun tidak dapat digunakan untuk menggam- barkan fenomena yang berenergi tinggi karenanya persamaan ini tidak memenuhi
asas relativitas dan tidak kovarian Lorentz. Penyebab ketidak kovarianan ini berkai- tan dengan adanya orde yang berbeda pada turunan terhadap waktu dengan turunan
terhadap ruang. Mekanika kuantum yang seperti ini disebut sebagai mekanika kuan- tum tak relativistik.
Selanjutnya usaha-usaha untuk merumuskan suatu persamaan gelombang yang relativistik pun dilakukan untuk menggantikan persamaan Schr
¨odinger. Usaha ini membuahkan hasil berupa persamaan diferensial gelombang berorde dua, yang diper-
oleh dengan menerapkan operator energi-momentum
2
pada persamaan energi-momentum relativistik, yang dikenal dengan sebutan persamaan Klein-Gordon.
3
Persamaan ini telah kovarian terhadap transformasi Lorentz karena, seperti dalam elektrodinamika,
operator d’Alembert ≡ ∂
µ
∂
µ
yang terdapat dalam persamaan ini invarian dibawah transformasi Lorentz. Walaupun persamaan Klein-Gordon ini telah relativistik, na-
mun persamaan ini masih memiliki permasalahan yaitu berkaitan dengan keberadaan
1
Persamaan ini dikemukakan pertamakali oleh Erwin Schr ¨odinger.
2
Operator diferensial untuk E dan ~ P dinyatakan oleh E
→ i
∂ ∂t
, ~ p
→ −i
∂ ∂~
x
= −i∇.
3
Usaha untuk menemukan persamaan ini dilakukan oleh Erwin Schr ¨odinger, Oskar Klein dan Wal-
ter Gordon. Akhirnya persamaan ini dapat menggambarkan zarah tunggal berspin 0 .
70
71
rapat peluang menemukan zarah pada posisi ~x di saat t yang tidak lagi mutlak posi-
tif serta adanya penyelesaian persamaan gelombang bagi suatu zarah bebas yaitu memiliki tenaga bernilai negatif. Adanya suku
∂
2
∂t
2
pada persamaan Klein-Gordon memberi pengaruh pada persamaan kontinuitasnya yaitu menyebabkan persamaan
rapat peluangnya akan memuat suku
∂ ∂t
sehingga memungkinkan adanya nilai pelu- ang yang negatif. Sedangkan adanya penyelesaian yang terkait dengan energi yang
bernilai negatif berasal dari persamaan energi-momentum relativistik
4
dari suatu zarah bermassa
5
m E
2
= ~p
2
+ m
2
. VI.1
VI.1 Stuktur Persamaan Dirac