LAMPIRAN B Hubungan
SU 2 dan SO3
II.1 Grup SO3
Suatu matriks real n
×n dikatakan ortogonal jika vektor kolom yang menyusun
A saling ortonormal, yakni jika
n
X
l=1
A
lj
A
lk
= δ
jk
, 1
≤ j, k ≤ n. B.1
Secara ekivalen, A dikatakan ortogonal jika melestarikan produk skalar di R
n
, yakni jika
hx, yi = hAx, Ayi B.2
untuk semua x, y
∈ R
n
disini hx, yi ≡
P
k
x
k
y
k
. Definisi lain yang ekivalen adalah A dikatakan ortogonal jika
A
T
A = AA
T
= I, B.3
yakni jika A
T
= A
−1
disini A
T kl
= A
lk
. Karena det
A
T
= det A, jika A ortogonal maka detA
T
A = det A
2
= det I
3
= 1. Dari sini, det A = ±1 untuk semua matriks ortogonal A.
Dari definisi ketiga tentang matriks ortogonal di atas, dapat disimpulkan bah- wa setiap matriks ortogonal bersifat invertibel. Jika
A matriks ortogonal, maka
A
−1
x, A
−1
y =
AA
−1
x, AA
−1
y =
hx, yi. B.4
Dengan demikian inversi dari suatu matriks ortogonal juga bersifat ortogonal. Kemu- dian perkalian dua matriks ortogonal juga merupakan matriks ortogonal, karena jika
121
122
A dan B melestarikan produk skalar h , i, maka begitu juga dengan AB. Dengan
demikian, himpunan matriks-matriks ortogonal membentuk grup. Himpunan semua matriks real
n ×n ortogonal disebut sebagai grup ortogonal
On. jika A, B ∈ On dan det A=det B=1, maka det AB=1. Kemudian
karena det A
−1
= det A
T
= det A = 1, maka himpunan semua matriks real n
× n ortogonal berdeterminan +1 membentuk grup. Grup ini dituliskan sebagai grup
SOn. Unsur-unsur dari SOn disebut sebagai rotasi Hall,2003. Jika n = 3 maka
SO3 dapat diartikan sebagai matriks rotasi di R
3
. Jumlah maksimal parameter real bebas yang mendefinisikan unsur-unsur
SO3 adalah 3. Pada bagian ini akan dikaji grup
SO3 yang unsur-unsurnya bergantung pa- da tiga buah parameter grup. Terdapat banyak cara yang mungkin untuk memilih
perangkat parameter itu. Dua buah cara yang paling umum digunakan adalah pa- rameterisasi sudut rotasi dan orientasi sumbu rotasi serta parameterisasi sudut-
sudut Euler
Dalam parametrisasi sudut dan orientasi sumbu rotasi, setiap rotasi dapat diny- atakan oleh
R
ˆ n
ψ dengan ˆ n sebagai vektor satuan sumbu rotasi yang arahnya diten-
tukan oleh sudut polar θ dan azimuth φ, sedangkan parameter ψ adalah notasi
sudut rotasi memutari sumbu ˆ
n. Jadi, R dapat dicirikan oleh tiga parameter ψ, θ, φ
dengan ≤ ψ ≤ π, ≤ θ ≤ π, ≤ φ ≤ 2π. Dalam parametrisasi ini berlaku
R
−ˆ n
π = R
ˆ n
π, B.5
sehingga dua titik di permukaan bola parameter
1
yang terletak di ujung-ujung garis diameter adalah sama.
1
Himpunan semua kombinasi ψ, θ, dan φ berbentuk bola pejal, sebut saja sebagai bola parameter, dengan jari-jari sebesar π. Suatu titik pada bola yang ditunjuk oleh suatu vektor, yang berpangkal
dipusat bola ψ = θ = φ = 0 dan membentuk sudut sebesar θ terhadap sumbu z serta proyeksinya
pada bidang x −y membentuk sudut sebesar φ terhadap sumbu x, merupakan parameter rotasi ψ, θ, φ
Tung, 1985.
123
Sebuah identitas yang penting dalam perkalian grup dalam parametrisasi sudut dan orientasi sumbu rotasi ini adalah
R
ˆ n
′
ψ = RR
ˆ n
ψ R
−1
. B.6
Disini R merupakan sembarang rotasi dan ˆn
′
adalah vektor satuan yang diperoleh dari rotasi
R yaitu ˆn
′
= Rˆn.
Gambar B.1: Parameterisasi sudut Euler Parameterisasi lainnya yang juga sering digunakan adalah parametrisasi sudut
Euler. Dalam paremeterisasi sudut Euler ini sebuah rotasi dapat dicirikan oleh kon- figurasi relatif dua buah kerangka koordinat Cartesian yang masing-masing dilabeli
dengan 1, 2, 3 sebagai kerangka tetap dan 1
′
, 2
′
, 3
′
sebagai kerangka hasil rotasi. Akibat bekerjanya rotasi
R sumbu-sumbu koordinat dibawa dari kerangka tetap menuju kerangka hasil rotasi. Tiga buah sudut Euler
α, β, γ menentukan ori- entasi akhir rotasi itu seperti pada Gb.B.1. Suatu rotasi umum terhadap sumbu
tertentu yang membawa sumbu-sumbu dari kerangka tetap menuju kerangka terotasi dapat dipandang sebagai serentetan tiga rotasi berturut-turut. Dimulai dari sistem ko-
124
ordinat x, y, z = 1, 2, 3, dirotasikan sebesar α dise- kitar sumbu z dengan notasi
untuk sumbu-sumbu barunya adalah x
′
, y
′
, z
′
= z, lalu dirotasikan sebesar β ter- hadap sumbu
y
′
sering juga dilambangkan dengan vektor tengah ˆ
n dengan notasi untuk sumbu-sumbu hasil rotasinya adalah
x
′′
, y
′′
= y
′
, z
′′
. Terakhir dirotasikan sebesar
γ terhadap sumbu z
′′
dan sumbu-sumbu akhir dilabeli oleh x
′′′
, y
′′′
, z
′′′
= z = 1
′
, 2
′
, 3
′
. Pada tahap pertengahan perlu didefinisikan sebuah vektor tengah ˆ
n yang terletak sepanjang garis simpul melintang bidang 1, 2 dan bidang 1
′
, 2
′
. Seperti halnya dalam parametrisasi sudut dan orientasi sumbu, rotasi-rotasi tadi dapat
dituliskan sebagai berikut
Rα, β, γ = R
3
′
γ R
n
β R
3
α, B.7
dengan ≤ α, γ 2π dan 0 ≤ β ≤ π.
Untuk mempermudah perhitungan unsur matriks pers. B.7, bentuk pada per- samaan ini lebih sering ditampilkan dalam bentuk rotasi terhadap sumbu-sumbu tetap.
Hal ini dapat diselesaikan dengan menggunakan pers.B.6 untuk mendapatkan
R
3
′
γ = R
n
β R
3
γ R
−1 n
β, B.8
dan R
n
β = R
3
α R
2
β R
−1 3
γ. B.9
Dengan memasukkan pers. B.8 kedalam pers. B.7 maka ruas kanan persamaan itu menjadi
R
n
β R
3
γ + α, lalu dilanjutkan dengan memasukkan pers.B.9 diperoleh
Rα, β, γ = R
3
α R
2
β R
3
γ. B.10
Selanjutnya, matriks rotasi dari suatu rotasi dengan sudut ψ terhadap sumbu-sumbu
125
i, j dan k, masing-masing diberikan oleh
R
i
ψ =
1
0 cosψ −sinψ
0 sinψ cosψ
; B.11
R
j
ψ =
cosψ
0 sinψ 1
−sinψ 0 cosψ
;
B.12
R
k
ψ =
cosψ
−sinψ 0 sinψ
cosψ 1
. B.13
Matriks-matriks tersebut tak berkomutasi. Untuk dua rotasi berturutan berlaku
R
i
ψ R
k
ψ 6= R
k
ψ R
i
ψ. B.14
Grup rotasi SO3 dibangkitkan oleh 3 buah pembangkit yang didefinisikan
oleh ˆ
L
1
≡ d
R
1
dψ
ψ=0
=
0 0
0 0 −1
0 1
;
B.15
ˆ L
2
≡ d
R
2
dψ
ψ=0
=
0 1
0 0 −1 0 0
; B.16
126
ˆ L
3
≡ d
R
3
dψ
ψ=0
=
−1 0
1
.
B.17
ˆ L
n
dengan n = 1, 2, 3 bersifat antisimetri dan memenuhi kaitan komutasi
[ ˆ L
k
, ˆ L
l
] = ǫ
klm
ˆ L
m
. B.18
Kaitan ini mendefinisikan aljabar Lie bagi grup SO3.
Matriks-matriks rotasi yang telah dibahas ini membentuk grup simetri yang disebut dengan grup rotasi ortogonal khusus 3 dimensi atau
SO3. Grup ini dise- but khusus dan ortogonal karena masing-masing matriks rotasi
R tersebut memiliki determinan 1 dan bersifat ortogonal yaitu memenuhi pers.B.3.
Rotasi infinitesimal δψ dinyatakan dengan
R
n
δψ = I + δψ ˆ L
n
, n = i, j, k.
B.19
Apabila operasi rotasi infinitesimal B.19 dikenakan N kali berturutan, maka un- tuk
lim N → ∞ dengan Nδψ = ψ dimana ψ berhingga, diperoleh operator rotasi
berhingga ˆ
R
k
ψ = ˆ I + δψ ˆ
L
k N
= ˆ I +
ψ N
ˆ L
k N
= e
ψ ˆ L
k
. B.20
Jadi sebuah rotasi berhingga disekitar sumbu ˆ
n sebesar ψ ditulis: ˆ
R
n
ψ = e
ˆ Lψ
. B.21
127
Dengan menggunakan grup ortogonal ini suatu vektor letak x
l
tertransformasi menjadi
x
′ k
menurut x
l
−→ x
′k
= R
k l
x
l
B.22
II.2 Grup SU2