Latar Belakang Anggota II NIP.

17 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk budaya di mana ruang kebudayaan merupakan rumah untuk mengembangkan sikap kemanusiaannya. Kebudayaan merajut dan memberi struktur dunia, memberinya sistem nilai yang berharga untuk hidup dan memberi apa yang bermakna bagi pilihan-pilihan hidup dan hidup itu sendiri. Keberadaan bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat penting. Bahasa menjadi kunci penentu proses perubahan. Namun demikian, hal itu terkadang kurang begitu dipahami oleh penuturnya sehingga tidak terasa sebuah peradaban, termasuk bahasa di dalamnya, ternyata mengalami pergeseran. Indonesia sebagai negara yang memiliki keragaman etnik paling banyak di dunia tentu menyimpan berbagai macam keunikan dan keragaman dari aspek kulturalnya dan termasuk bahasanya. Bahasa merupakan suatu alat penyampai segala macam bentuk pengetahuan. Pentingnya bahasa bahkan melahirkan berbagai macam aliran kajian mengenai bahasa termasuk antropologi yang di dalamnya terdapat antropologi linguistik. Pada konteks inilah faktor penutur bahasa menjadi penentu keberadaan suatu bahasa di dalam kehidupan mereka. Terbentuknya seorang penutur atau sekelompok penutur diakibatkan oleh perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang lain. Pergeseran bahasa umumnya mengacu pada proses penggantian satu bahasa dengan bahasa lain dalam repertoir linguistik suatu masyarakat. Maka dengan demikian, pergeseran bahasa mengacu pada hasil proses penggantian satu bahasa dengan bahasa Universitas Sumatera Utara 18 lain. Hal ini juga disebabkan terjadinya migrasi antara masyarakat suatu budaya ke daerah lain. Menurut Romaine Arifin Dkk, 1985:72 terdapat faktor-faktor berupa kekuatan kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, kelas sosial, latar belakang agama dan pendidikan, hubungan dengan tanah leluhur atau asal, tingkat kemiripan antara bahasa mayoritas dengan bahasa minoritas, sikap kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, perkawinan campur, kebijakan politik pemerintah terhadap bahasa dan pendidikan kelompok minoritas, serta pola pemakaian bahasa. Pada kenyataannya, penguasaan bahasa memang sedikit demi sedikit mengalami pergeseran dan hal ini disebabkan oleh beberapa hal: seperti kawin campur, mobilisasi penduduk, menguatnya kesadaran akan penggunaan bahasa Indonesia, dan kurangnya pembinaan bahasa. Bahasa daerah yang ada di Simeulue sebagai lambang identitas kebudayaan daerah pemakainya perlu dibina dan dikembangkan. Hal ini agar kebudayaan masyarakat Simeulue khususnya bahasa Sigulai tidak begitu mudah mengalami pergeseran varian dan diketahui oleh masyakat lain. Sehingga kebudayaan ini bisa menjadi kebanggaan bagi bangsa dan negara sebagai salah satu tanda kekayaan bangsa Indonesia dan sebagai ciri khas suatu daerah itu sendiri. Dalam kaitannya dengan usaha ini, perlu adanya data kebahasaan yang jelas, seperti nama bahasa daerah dan dialeknya, wilayah pemakaiannya dan jumlah penutur setiap bahasa daerah dan dialeknya, dan nama suku bangsa penutur bahasa-bahasa daerah itu. Semua kegiatan tersebut perlu kiranya diinventarisir kedalam suatu bentuk tulisan agar apa yang telah kita gali dan kita pelajari tidak hanya menjadi buaian tetapi juga menjadi koleksi yang bertahan lama Universitas Sumatera Utara 19 yang manfaatnya juga untuk kita semua. Oleh karena itu, penelitian ragam dialek bahasa Sigulai di Simeulue perlu dilakukan. Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa nusantara, semua aspek kebahasaan yang tidak dimilikinya perlu dilengkapi dengan aspek kebahasaan yang mungkin dimiliki oleh bahasa-bahasa daerah, termasuk kesusastraannya. Penelitian ragam dialek bahasa Sigulai masyarakat Simeulue ini diharapkan dapat memperkaya bahasa Indonesia termasuk pengajarannya. Penemuan baru tentang data kebahasaan banyak diperoleh melalui penelitian bahasa-bahasa nusantara. Penelitian ragam dialek bahasa Sigulai di Simeulue ini dapat dimanfaatkan bagi pengembangan dalam teori antropologi linguistik dalam ragam dialek yang ada di masyarakat. Sebab jika kita melihat pada masa yang sekarang ini banyak orang-orang yang sudah tidak bisa menggunakan bahasa daerahnya, bahkan terkadang merasa malu karena selalu diidentikkan dengan masyarakat yang tradisional. Paparan dari bahasa asing juga bahkan menjadi cambuk tersendiri untuk kita bersama agar sadar bahwa bahasa daerah itu penting, apalagi dalam berbagai penelitian banyak menemukan bahwa kearifan tradisional suatu masyarakat terkadang tersimpan dalam setiap warisan lisannya baik berupa artefak gulungan-gulungan, tulisan atau naskah lama yang kesemuanya itu penting untuk merangkai jejak masa lalu. Penelitian ini mengkaji tentang ragam dialek bahasa Sigulai masyarakat Simeulue di Kota Medan. Pemilihan judul penelitian ini berdasarkan ketertarikan peneliti dengan aspek-aspek budaya Simeulue, seperti tata cara berkomunikasi dan perbedaan dalam kata-kata yang disampaikan dalam berkomunikasi antar sesama masyarakat Simeulue khususnya dalam masyarakat yang menggunakan bahasa Sigulai. Universitas Sumatera Utara 20 Ketertarikan ini bermula ketika peneliti hidup dan tinggal di komunitas masyarakat Simeulue. Sebagian besar mereka merupakan masyarakat Simeulue yang menggunakan bahasa Sigulai. Adanya perbedaan dalam kata-kata dan makna membuat aktifitas berbicara antar masyarakat Simeulue menjadi sangat menarik untuk dikaji. Bahwa terkadang terjadi multitafsir ketika pembicaraan berlangsung antara beberapa orang Simelue juga menjadi poin penting dalam merangkai tulisan ini. Ketertarikan juga bermula dari empat kecamatan yang menjadi letak ragam bahasa Sigulai yang berbeda. Keempat kecamatan itu adalah Simeulue Barat, Salang, Alafan, dan Teluk Dalam. Adanya perbedaan asal kecamatan dari Kabupaten Simeulue bahkan menjadi suatu hal khusus juga yang terkadang mempengaruhi masyarakat Simelue yang ada di Kota Medan dalam berinteraksi dengan sesamanya. Hal ini semakin menarik ketika melihat ragam bahasa ini di Kota Medan, di mana banyak perantau dari keempat lokasi ragam bahasa tersebut hidup dan bekerja di Kota Medan. Penelitian ini memiliki fokus untuk membahas ragam dialek bahasa Sigulai Masyarakat Simeulue. Ragam tersebut misalnya, masyarakat Simeulue Barat menggunakan kata untuk menyapa dengan bahasa Sigulai “ageu mei, ageu fului, ageu ma’a“ yang artinya, “mau kemana, darimana, kamu di mana“ sedangkan di daerah Salang menggunakan bahasa Sigulai menghilangkan huruf “U“ dari cara pengucapan masyarakat Simeulue barat. Misalnya, “age mei, age fului, ageo’e ma’a“ yang artinya, “kamu kemana, kamu darimana, dan kamu di mananya“ dari kedua daerah di atas, walaupun masyarakat itu memakai bahasa hanya satu yaitu bahasa Sigulai, namun dilihat dari contoh di atas ternyata terlihat adanya perbedaan dari cara pengucapan yang Universitas Sumatera Utara 21 terdapat dari kata-kata yang diucapkannya. Hal ini dirasakan masing-masing oleh masyarakat Simeulue yang ada di Kota Medan sebagai suatu ciri khas etnik mereka. Penelitian ini mengkaji tentang ragam dialek bahasa Sigulai masyarakat Simeulue di perantauan Kota Medan. Pemilihan tema ini berdasarkan ketertarikan peneliti dengan berbagai aspek-aspek budaya bahasa Sigulai. Seperti cara berkomunikasi antara sesama pemakai bahasa Sigulai. Ketertarikan ini bermula ketika peneliti hidup dan mersakan langsung bagaimana bahasa Sigulai itu digunakan masyarakat Simeulue. Perbedaan pengucapan dalam bahasa Sigulai menunjukkan ragam dalam bahasa tersebut. Ragam ini mengindikasikan adanya sebuah perbedaan antara satu dialek dengan dialek yang lain, meskipun bahasa yang digunakan masih satu yakni bahasa Sigulai. Ragam ini terlihat dari daerah asal bahasa Sigulai tersebut yang dipakai oleh orang Sigulai yang tersebar di empat kecamatan, yakni Kecamatan Salang, Kecamatan Teluk Dalam, Kecamatan Alafan, dan Kecamatan Simeulue Barat. Penelitian ini semakin menarik ketika membahasnya dalam ranah kultural yang berbeda. Hal ini misalnya terlihat ketika bahasa Sigulai dipakai atau diaplikasikan di daerah perantauan seperti Kota Medan. Penelitian ini akan semakin menarik di mana arahnya tidak hanya membahas ragam bahasa yang tercipta dari bahasa Sigulai namun juga adaptasi dan perubahan yang mungkin terjadi dalam proses interaksi orang Simeulue di Kota Medan.

1.2 Tinjauan Pustaka