Medan Sebagai Kota Multikultural

45 tembakau telah memindahkan pusat peragangan tembakau miliknya ke Medan Putri, yang pada saat sekarang ini dikenal sebagai Kawasan Gaharu. Proses perpindahan ini telah dapat menciptakan perkembangan perkembangan Kota Medan seperti saat sekarang ini, sedangkan dijadikannya Medan menjadi ibu kota dari Deli juga telah mendorong Kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Sampai saat ini selain merupakan suatu wilayah kota juga sekaligus Ibukota Sumatera Utara. Gambaran Kota Medan merupakan sekilas penjelasan mengenai keberadaan Kota Medan sebagai kawasan yang menjadi fokus lokasi penelitian ini, sebagai pusat pemerintahan kota Medan yang memiliki 21 daerah kecamatan dan 151 daerah kelurahan http:id.wikipedia.orgwikiMedan diakses pada 25Januari2013. Dari 21 kecamatan tersebut, hanya beberapa kecamatan saja yang diambil sebagai lokasi penelitian, karena dianggap lokasi tersebut mewakili keberadaan masyarakat Simeulue di Kota Medan.

2.2.1. Medan Sebagai Kota Multikultural

Sebagai sebuah kota, Medan telah memiliki segalanya untuk disebut sebagai kota metropolitan. Lokasi daerah yang strategis, sehingga menjadi daya tarik penduduk di luar Kota Medan untuk mencari peruntungan, mencari pekerjaan atau sekedar memberikan decak kagum akan akan kemegahan kota ini. Kota Medan juga sudah menjadi miniatur Negara Indonesia yang kaya akan keragaman sukunya. Salah satu yang membuat Kota Medan tatap bertahan Universitas Sumatera Utara 46 dengan multikulturalisme-nya adalah karena tidak ada satu suku yang lebih mendominasi suku-suku lainnya di banyak bidang. Misalnya : suku Jawa dari segi kuantitas jauh lebih banyak dibandingkan dengan etnis Tionghoa, namun etnis Tionghoa lebih mendominasi suku-suku lainnya di Kota Medan dalam bidang ekonomi. Sehingga kita dapat melihat bahwa Kota Medan benar-benar menjadi panggung bagi setiap suku bangsa yang ada di dalamnya untuk mempertunjukan ekspresi budayanya. Di Kota Medan tidak ada satu pun suku bangsa yang merasa ketakutan untuk menjalankan kegiatan agama, berbahasa ataupun melakukan kegiatan yang bernuansa etnis. Kemegahan ini pernah diungkapkan oleh Geertz 2000 yakni, melihat kota-kota yang menyimpan rentetan sejarah yang belum terungkap, seperti melihat sebuah sekelumit tabir yang meminta segera harus dituntaskan tentang jati diri, tentang sejarah yang mengaitkannya dengan realitas kini dan masa lampau. Medan memiliki kemegahan itu dengan rentetan sejarah yang menaunginya dan penduduk yang menjadi saksi perkembangan kota ini. Penduduk Kota Medan memiliki ciri majemuk yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman plural adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan di mana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Universitas Sumatera Utara 47 Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fikir masyarakat dan perubahan sosal ekonominya, di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian. Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk, istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan di mana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun. Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi. Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran fertilitas dan tingkat kematian mortalitas, meningkatnya arus perpindahan antar daerah migrasi dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik commuters, mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan. Universitas Sumatera Utara 48 Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.

2.3 Etnis Simeulue di Kota Medan