Bahasa Sigulai Dibandingkan Dengan Bahasa Batak Sebagai Bahasa Pergaulan Di Kota Medan

95 Secara luas, ragam dialek Sigulai dalam kehidupan masyarakat Simeulue di Kota Medan adalah bentuk dari bagian kehidupan masyarakat Indonesia yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, pada satu sisi hal ini memberikan dampak positif pada inventarisasi kebudayaan di Indonesia dan menambah keragaman kehidupan kebudayaan yang ada sedangkan pada sisi lain keberagaman dialek Sigulai juga memberikan pemahaman mengenai suatu kebudayaan juga memiliki beragam varian terkecil lainnya bahasa yang dapat menjadi kekayaan bahasa di Indonesia.

4.4 Bahasa Sigulai Dibandingkan Dengan Bahasa Batak Sebagai Bahasa Pergaulan Di Kota Medan

Kehidupan masyarakat Simeulue di Kota Medan tentu bersinggungan dengan kehidupan masyarakat etnik lainnya, dalam hal ini peneliti melihat dan mencoba memperbandingkan secara sederhana antara bahasa Batak dengan bahasa Simeulue dalam lingkup bahasa pergaulan di Kota Medan. Tujuan perbandingan ini adalah untuk dapat melihat keberadaan bahasa Sigulai dengan aspek keragaman dialeknya dalam struktur kehidupan masyarakat multi etnis yang kompleks di Kota Medan. Sekilas tentang suku Batak Toba, suku Batak Toba adalah bagian dari suku Batak yang berasal dari daerah di Sumatera Utara, terutama berdiam di Kabupaten Tapanuli Utara yang wilayahnya meliputi Ajibata berbatasan dengan Parapat Pulau Samosir, Pakkat, serta Sarulla. Terdapat enam sub suku Batak yaitu Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Toba, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Universitas Sumatera Utara 96 Kumpulan masyarakat ini disatukan oleh kesamaan dalam hal bahasa, adat istiadat, dan juga kepercayaan bahwa mereka berasal dari satu nenek moyang yang sama yaitu Siraja Batak. Masyarakat Batak merupakan masyarakat perantau yang diwarisi dengan sifat pekerja keras, berani jujur dan pantang menyerah. Keinginan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik lalu ditanamkan kepada generasi muda sehingga demi mencapai keinginan seorang pemuda atau pemudi harus bersedia meninggalkan kampung halaman tercinta untuk merantau ke negeri orang yang jauh. Masyarakat suku Batak Toba memakai hubungan sosial antar marga dengan segala hak dan kewajibannya dalam berinteraksi. Marga memberikan kedudukan terhadap setiap individu dalam suku Batak Toba. Marga yang didapatkan dari setiap keturunan dalam keluarga suku Batak Toba adalah marga dari ayah patrilineal dengan demikian ada keseimbangan hubungan antara perorangan dengan kelompok yang menganut garis keturunan dari bapak. Misalnya, seorang ayah yang bermarga Hutasoit menikah dengan ibu yaitu boru Silalahi, maka anak mereka akan memakai marga Hutasoit. Untuk seorang wanita yang menikah dengan yang bukan semarga dengannya akan menjadi bagian dari pihak laki- laki yang akan menjadi suaminya. Wanita tersebut akan kehilangan segala hak dan kewajibannya dari marga asalnya, namun marga asal tetap mendapat kehormatan dalam keluarga pihak laki-laki tersebut. Orang batak menganut sistem kekerabatan yang menghitung garis keturunan secara patrilineal, yaitu memperhitungkan anggota keluarga menurut garis keturunan dari ayah. Orang-orang yang berasal dari satu ayah disebut paripe satu keluarga yang Universitas Sumatera Utara 97 mana pada orang Karo disebut sada bapa satu keluarga, sedangkan pada orang Simalungan disebut sepanganan. Bermula mereka hidup dalam perkumpulan yang terdiri dari kelompok-kelompok kekerabatan yang mengusut garis keturunan dari ayah dan mendiami satu kesatuan wilayah permukiman yang dikenal dengan huta atau lumban. Biasanya kesatuan kekerabatan itu berpangkal dari seorang kakek yang menjadi cikal bakal dan pendiri permukiman, karenanya juga disebut saompu. Hubungan sosial dengan sesama marga diatur melalui hubungan perkawinan, terutama antara marga pemberi pengantin wanita boru dengan marga penerima pengantin wanita hula-hula. Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari orang Batak Toba menggunakan logat Toba. Berikut percakapan dalam bahasa Batak Toba : Tulang : ai hodo I rani ? ya…kamunya itu Rani ? Rani : ido tulang. iya tulang Tulang : addigan ho ro, base dang dipaboa ho tu tulang. Asa hu alap ho sian bandara. kapan kamu datang, kenapa tidak diberitahu Tulang agar dijemput dari bandara Rani : parepottu tulang, ai bapa do na mangalapi au sian bandara terlalu merepotkan tulang, bapanya yang menjemput aku dari bandara Tulang : oh….ido Universitas Sumatera Utara 98 oh….iyanya Rani : olo tulang iya tulang Panggung dari penggunaan bahasa Batak Toba bukan hanya sebatas lingkup saudara saja. Sebab bahasa Batak juga di pakai di ruang publik seperti sekolah, kampus, lapo bahkan di kantor. Sebab, ada anggapan bahwa orang Batak yang tidak bisa menggunakan bahasa Batak adalah tipe Batak dale atau Batak palsu. Penghukuman bagi orang yang tidak bisa berbahasa daerah seperti yang terjadi di masyarakat Batak tidaklah terjadi pada masyarakat Simeulue. Biasanya ketika orang Simeulue yang tidak bisa berbahasa Sigulai akan dianggap wajar oleh teman-temannya mengingat dirinya memang berada di daerah rantau. Namun terkadang timbul pula anggapan bahwa orang Simeulue yang tidak bisa berbahasa Sigulai hanya menjaga nilai sebagai bagian dari masyarakat Simeulue tanpa kelengkapan pengetahuan akan tradisi, bahasa dan norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Simeulue pada umumnya. Seorang informan yang bernama Daniel Simangunsong 22 tahun, Medan mengatakan bahwa: Jika mereka sedang di kampus, mereka selalu menyempatkan berbahasa batak sama kawan-kawan satu suku. Kadang-kadang mereka juga menggunakan bahasa Batak kepada kawan-kawan lainnya yang bukan orang Batak. Yang paling parah kalau di lapo tuak, yang tak bisa bahasa Batak pasti diam saja, karena mereka bernyanyi dalam bahasa Batak. wawancara tanggal 2 Oktober 2014. Universitas Sumatera Utara 99 Pada kalangan mahasiswa Batak sendiri ketika berada di kampus dan berjumpa dengan teman satu sukunya maka mereka akan berinteraksi dengan menggunakan bahasa Batak. Bahkan, seorang yang tidak bisa berbahasa Batak juga berusaha untuk mempelajari bahasa tersebut agar terasa lebih dekat dengan temannya tadi. Sehingga bisa kita katakan bahwa ketika seseorang berada di lingkungan yang bernuansa tradisional dari aspek bahasanya maka terkadang seseorang dapat mengalami apa yang di sebut dengan retribalisem. Proses retribalisem di masyarakat Batak sebenarnya juga dialami oleh masyarakat Simeulue di Kota Medan. Hal ini dikarenakan Kota Medan adalah panggung dari setiap suku bangsa untuk mengekspresikan kebudayaannya masing- masing.

4.5. Kecanggungan Dalam Memulai Interaksi