101
4.6. Panggung-Panggung Penutur Bahasa
Beberapa hal yang mendorong tetap adanya bahasa Sigulai pada masyarakat Simeulue di Kota Medan salah satunya adalah karena mulai berkembangnya warung-
warung atau kedai kopi yang berasal dari Aceh. Salah satu kedai kopi yang sering didatangi oleh orang-orang Simeulue adalah Kedai Kupi Ule Kareng di Jl. Dr Mansyur,
Kecamatan Medan Baru, Kota Medan. Di tempat ini biasanya anak muda yang berasal dari Simeulue berkumpul untuk
membicarakan berbagai hal mulai dari urusan kuliah maupun pekerjaan. Nuansa etnik yang ditawarkan oleh kedai kopi seakan merangsang mereka orang Simeulue untuk
melepas keinginan untuk berbicara dengan bahasa Simeulue. Reaksi ini tentu saja muncul karena adanya stimulus rangsangan yang sifatnya bukan datang dari individu-
individu melainkan dari tempat mereka sedang berkumpul. Prosemik
4
4 Prosemik adalah pengaruh ruang atau situasi terhadap interaksi.
yang membentuk para individu-individu Simeulue tadi menjadai tidak ragu untuk berkomunikasi dengan bahasa daerahnya. Peneliti menganggap bahwa
keberadaan kedai kopi yang bernuansa etnik tadi telah berhasil memicu pelanggannya yang berasal dari daerah Simeulue untuk mau bertutur lagi dengan bahasa daerahnya.
S eorang informan bernama Zulkifli 28 tahun, Simeulue Barat mengatakan
bahwa: Jika mereka berada di kampung biasanya kegiatan sehari-hari setelah kerja
mereka berada di kedai kopi sambil bercerita bersama kawan-kawan. Begitu juga suasana di keude kopi ulee kareng yang berada di Jln Dr.Mansur Medan
tempat berkumpul dan sekalian tempat yang dianggap rumahnya sendiri untuk bercerita sehingga mereka tidak merasa malu dengan memakai nada yang
lebih tinggi bila bercerita. wawancara tanggal 4 Oktober 2014.
Universitas Sumatera Utara
102
4.7. Enkulturasi Bahasa
Secara harfiah, enkulturasi sebagaimana didefinisikan oleh Koentjaraningrat 1996:233 adalah suatu proses pembudayaan. Enkulturasi sebagai suatu bentuk
pemikiran mengacu pada proses di mana kultur budaya ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya, walaupun terdapat juga pemikiran mengenai
kebudayaan sebagai suatu hal yang diperoleh melalui proses pembelajaran. Pada bentuk sederhana, enkulturasi dapat diartikan sebagai suatu bentuk proses
sosial melalui manusia sebagai makhluk yang memiliki nalar, daya refleksi dan inteligensia, belajar memahami dan mengadaptasi pola pikir, pengetahuan, dan
kebudayaan sekelompok manusia lain. Enkulturasi dalam lingkup penelitian ini merupakan suatu proses mempelajari
dan menyesuaikan alam pikiran dan sikap seorang individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang ada dalam kehidupannya. Proses ini berlangsung secara
terus menerus dari usia kecil, mulai dari lingkungan kecil keluarga ke lingkungan yang lebih besar masyarakat, dalam proses enkulturasi, seorang individu mempelajari
dan menyesuaikan alam pemikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaan.
Mengutip pendapat Sukardi 2007:59 yang menyatakan bahwa proses enkulturasi dalam bahasa indonesia sering disebut pembudayaan. Dalam bahasa Inggris
digunakan istilah institutionalization. Dalam proses itu seseorang indvidu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat, sistem norma, dan
peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.
Universitas Sumatera Utara
103 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses enkulturasi tersebut secara umum
adalah : 1.
Adanya kontak kebudayaan 2.
Terdapat sistem pendidikan formal maupun lingkungan sebagai wadah interaksi
3. Sikap saling menghargai
4. Komposisi penduduk yang heterogen
Pendapat tersebut didukung oleh pendapat Lee 1996:XIV yang mengatakan bahwa karakter linguistik merupakan bentuk dari produk sosialisasi dari enkulturasi
linguistik. Penggunaan bahasa Sigulai dalam kehidupan masyarakat Simeulue di Kota
Medan juga turut mengambil bagian pada proses enkulturasi sebagai bagian mempertahankan identitas bahasa Sigulai di tengah-tengah kehidupan multi-etnik di
Kota Medan dan juga sebagai sarana menghubungkan kehidupan budaya Simeulue dengan kehidupan masyarakat etnik lainnya yang turut menjadi masyarakat Kota Medan
secara kompleks. Kehidupan masyarakat perkotaan yang kompleks yang ditandai oleh adanya
pertemuan antar beragam latar belakang etnis menjadikan kehidupan masing-masing etnis saling berbagi pemikiran mengenai kebudayaan dan turut serta mencakup aspek
penggunaan bahasa daerahetnik, adapun fungsi enkulturasi bahasa mencakup :
Universitas Sumatera Utara
104
4.7.1 Identitas dan ekspresi diri
Mengutip pendapat Torres dalam Chavez, 1999:42 yang mengatakan bahwa identitas etnik merupakan :
Pendapat tersebut berpandangan bahwa identitas etnik dibangun dari proses berbagi kebudayaan, agama, batas-batas geografis dan bahasa dari
seorang individu yang selalu terhubung secara keturunan dan juga sikap loyal sebagai bentuk keterkaitan. Identitas etnik melalui penggunaan bahasa Sigulai
dalam konteks penelitian ini merupakan suatu bentuk keterkaitan individu Simeulue dengan adat, budaya dan daerah asal yang diterjemahkan melalui
penggunaan bahasa Simeulue dalam kehidupan di Kota Medan. Penggunaan bahasa Sigulai di Kota Medan oleh anggota masyarakat
Simeulue tidak hanya sebagai simbol keberadaan diri mereka di Kota Medan melainkan sebagai bagian dari perwujudan rasa kebanggaan terhadap
kebudayaan, dalam hal ini bahasa Sigulai.
4.7.2 Adaptasi Bahasa
Adaptasi bahasa secara sederhana dapat diartikan sebagai proses penyesuaian terhadap lingkungan berbahasa; sedangkan lingkungan bahasa baru
adalah suatu lingkungan bahasa yang berbeda dengan lingkungan bahasa sebelumnya yang digunakan oleh masyarakat etnik dalam berbahasa.
Kehidupan masyarakat Simeulue di Kota Medan sebagai bagian dari komposisi masyarakat secara umum turut membawa proses adaptasi terhadap
Universitas Sumatera Utara
105 penggunaan bahasa Sigulai, hal ini diwujudkan sebagai bentuk penyesuaian
bahasa Sigulai terhadap kondisi ruang dan waktu. Kehidupan masyarakat Simeuleu dengan penggunaan bahasa Sigulai
pada dasarnya adalah pertemuan antara sesama penutur bahasa Sigulai dengan corak ragam dialek Alafan, Teluk Dalam, Simeulue Barat, dan Salang yang
dikategorikan sebagai adaptasi bahasa secara internal, hal ini didasari oleh satu akar budaya yang sama, yakni Simeulue.
Proses adaptasi bahasa secara internal pada masyarakat Simeulue berjalan sesuai dengan perkembangan waktu, di mana pada proses interaksi di
antara individu masyarakat Simeulue dengan beragam dialek telah terjadi kesepahaman dan penerimaan yang kemudian diadopsi secara bersama-sama
untuk kemudian dipergunakan sebagai sarana interaksi di antara masyarakat tersebut.
Dialek bahasa Sigulai pada bentuk kehidupan telah menjadi ciri khas dari masing-masing masyarakat pengguna ragam bahasa Sigulai, sehingga dalam
proses interaksi di antara mereka dapat saling mengerti dan mempergunakannya sesuai dengan lawan bicara serta memperhatikan konteks wilayah penggunaan.
Proses adaptasi bahasa Sigulai secara internal dilakukan dalam ruang-ruang interaksi budaya, seperti : dalam kehidupan sehari-hari, keluarga, lingkungan,
ritual atau upacara dan pemanfaatan ruang interaksi bahasa lainnya. Secara eksternal adalah ketika penggunaan bahasa Sigulai bersinggungan
dengan kehidupan etnik serta bahasa lain yang berada diluar wilayah budaya Simeulue, dalam hal ini kehidupan di Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
106 Penggunaan bahasa Sigulai secara internal dengan ragam dialek telah
menciptakan suatu kemampuan yang mencakup atas bermacam dialek bahasa Sigulai, kemampuan ini kemudian dikembangkan secara eksternal dengan
mengadaptasi bahasa diluar bahasa Sigulai. Kondisi ini dimanfaatkan sebagai suatu bentuk perkembangan bahasa
Sigulai, yang tidak hanya memperkaya khasanah ragam dialek bahasa Sigulai namun juga mengikutsertakan ragam dialek bahasa Sigulai pada tingkat dan
lingkungan yang berbeda. Masyarakat Simeulue di Kota Medan mempraktikkan adaptasi bahasa
Sigulai secara internal melalui memasukkan, menggabungkan dan mempergunakan idiom-idiom yang terdapat dalam kehidupan Kota Medan,
misalnya interaksi dalam bahasa Sigulai yang mempergunakan logat yang berlaku dalam kehidupan, dan juga memasukkan idiom-idiom bahasa yang
berlaku di masyarakat secara umum. Lebih lanjut, adaptasi bahasa Sigulai secara eksternal di Kota Medan
tampak pada contoh penggunaan bahasa berikut ini : Adaptasi Bahasa Sigulai
Secara Eksternal Arti
Bahasa Indonesia Tujuan
Ageu Mei, Lae ? Mau Kemana, Lae ?
Pada penggunaan bahasa Sigulai dikenal
penggunaan kata tunjuk pada akhir kalimat
sebagai sikap kepada siapa kalimat itu
ditujukan. Dalam konteks ini dipergunakan idiom
dan logat Batak yang secara umum berlaku
dalam kehidupan di Kota
Universitas Sumatera Utara
107 Ageu Mei, Mas ?
Ae, ateiyalah eye? Mau Kemana, Mas ?
Cemanalah ini ? Medan, penggunaan kata
“lae” adalah bagian adaptasi dan memperkaya
khasanah bahasa Sigulai secara umum.
Secara umum, kata tunjuk pada akhir kalimat dalam
penggunaan bahasa Sigulai memiliki kosakata
tersendiri misalnya kepada orang tua, sebaya,
lebih muda dan lain sebagainya, namun
dalam konteks interaksi kehidupan perkotaan dan
juga sebagai sarana berbagi
kebudayaan, bahasa Sigulai
dipasangkan dengan kata tunjuk sesuai dengan
idiom yang berlaku dalam suatu etnis di luar etnis
Simeulue, yang dalam hal ini masyarakat
Jawa ataupun masyarakat
Simeulue yang memiliki garis keturunan
percampuran Jawa. Idiom “cemanalah ini”
adalah bahasa sehari-hari yang lumrah diketemukan
dalam kehidupan di Kota Medan, idiom ini
kemudian diadaptasi kedalam penggunaan
bahasa Sigulai, baik dalam bentuk kalimat
maupun logat ketika mengucapkannya.
Universitas Sumatera Utara
108
4.7.3 Integrasi bahasa
Sebagaimana bentuk adaptasi bahasa, bentuk integrasi bahasa adalah usaha menyatukan pengaruh bahasa yang terdapat dilingkungan sekitar pada
penggunaan bahasa Sigulai. Integrasi ini dilakukan sebagai suatu strategi adaptasi budaya Simeulue dan bahasa Sigulai dalam komposisi masyarakat di
Kota Medan secara umum. Keberadaan masyarakat Simeulue di Kota Medan yang merupakan
masyarakat pendatang dan dari sisi jumlah dapat dikatakan tidak banyak, maka hal ini menciptakan kondisi bahasa Sigulai yang turut mengikuti arus perubahan
bahasa secara mayoritas yang berlaku di masyarakat. Integrasi bahasa Sigulai yang terjadi dalam lingkup penelitian ini dibagi
atas beberapa peran dan fungsi, yakni : 1.
Sebagai alat atau sarana pemersatu masyarakat Simeulue pengguna bahasa Sigulai,
2. Menghubungkan secara bahasa antara masyarakat Simeulue pengguna
bahasa Sigulai dengan sesama pengguna bahasa Sigulai baik dengan dialek yang sama maupun ragam dialek Sigulai lainnya, serta
menghubungkan budaya Simeulue melalui bahasa Sigulai dengan etnik lain di Kota Medan,
3. Sebagai bentuk strategi adaptasi kebudayaan di Kota Medan,
4. Sebagai bentuk identitas,
Universitas Sumatera Utara
109 5.
Menambah perbendaharaan kosakata dalam bahasa Sigulai melalui penyerapan, adaptasi dengan ragam dialek Sigulai dan juga bahasa etnik
lainnya.
4.7.4 Penguatan Tradisi
Penggunaan bahasa Sigulai bagi masyarakat Simeulue di Kota Medan mencakup sebagai sarana interaksi yang mendekatkan di antara sesama
masyarakat Simeulue di kehidupan perantauan, dalam hal ini peneliti mendapatkan gambaran bahwasanya pada tingkat interaksi masyarakat Simeulue
secara intensif menggunakan bahasa Sigulai sebagai bahasa pengantar di antara mereka, walaupun tetap menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar di antara mereka pada kesempatan formal. Peneliti juga mendapatkan gambaran lain bahwa penggunaan bahasa
Sigulai dalam kehidupan masyarakat Simeulue di Kota Medan adalah sebagai salah satu upaya mengikat keberadaan masyarakat Simeulue dengan kebudayaan
Simeulue yang dimanifestasikan dalam penggunaan bahasa Sigulai.
Sebagaimana diyakini bahwa kebudayaan bersifat cair, yang dalam lingkup dapat berinteraksi, adaptasi dengan lingkungan kehidupan sekitarnya.
Mengutip Gumperzs dalam Duranti, 1997:81 yang mengatakan bahwa suatu bentuk sosial grup dapat terdiri dari monolingual atau multilingual, yang
dipergunakan secara bersama dan ditentukan oleh frekuensi dari bentuk-bentuk interaksi sosial.
Universitas Sumatera Utara
110 Bahasa sebagai salah satu unsur kebudayaan menjadi suatu bentuk yang
dinamis dalam hal interaksi dan adaptasi sehingga dalam penggunaan bahasa Sigulai bagi penutur masyarakat Simeulue di Kota Medan, penggunaan bahasa
Sigulai di Kota Medan telah berkembang dengan turut serta memasukkan unsur bahasa dari latar belakang etnik lain sebagai suatu proses pengembangan bahasa
Sigulai dalam ranah perbendaharaan kosakata yang selama ini dipengaruhi unsur tradisi dan geografis wilayah, dan juga sebagai upaya adaptasi bahasa Sigulai
yang melintasi batas wilayah kultural. Pengembangan tradisi yang dimanifestasikan dalam bentuk penggunaan
bahasa Sigulai di Kota Medan juga turut sejalan dengan pendapat Cassirer dalam Duranti, 1997:63 bahwa bahasa merupakan suatu instrumen yang dapat
menjelaskan mengenai suatu realitas tertentu, dimana bahasa juga merupakan sebentuk penuntun dalam kehidupan yang dibentuk oleh institusi individu.
Universitas Sumatera Utara
111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dan saran sangat penting pada akhir penelitian, karena kedua hal tersebut mempengaruhi kondisi penelitian. Kesimpulan memuat hal-hal apa saja yang
menjadi kata akhir dalam penelitian ini, sedangkan saran merupakan kumpulan masukan maupun kritikan terhadap fokus penulisan yang dapat membangun dan
memperbaiki fokus penelitian sejenis di kemudian hari.
5.1 Kesimpulan
Segala ragam bahasa yang menjadi objek kajian ilmu linguistik pada hakikatnya menjadi suatu warna tersendiri bagi kalangan antropolog maupun ahli linguistik Suatu
perjalanan panjang dari para penutur bahasa Sigulai mengantarkan arti, makna, dan dialeknya ke arah keberagaman.
Pemahaman ini pula lah yang menjadi pelejit bagi peneliti untuk mau meneliti permasalahan ragam dialek bahasa Sigulai menjadi suatu tulisan berbentuk skripsi.
Kesimpulan yang dicapai dari penulisan skripsi ini adalah menjawab pertanyaan penelitian sebagaimana dikemukakan pada bab pertama tulisan ini, yaitu :
1 Bagaimana ragam dialek masyarakat Simeulue di Kota Medan dalam berkomunikasi ?. Dari hasil penelitian lapangan yang telah dilakukan, peneliti
menemukan bahwa terdapat perbedaan dalam dialek yang secara umum dapat dibagi
Universitas Sumatera Utara
112 atas wilayah persebaran dialek tersebut, yaitu : dialek Sigulai di Kecamatan Simeulue
Barat, dialek Sigulai di Kecamatan Salang, dialek Sigulai di Kecamatan Teluk Dalam dan dialek Sigulai di Kecamatan Alafan.
Keempat wilayah tersebut menggunakan bahasa Sigulai dalam kehidupan sehari- hari dan masing-masing wilayah memiliki dialek tersendiri yang berbeda dengan dialek
wilayah lain yang mempergunakan bahasa Sigulai. Perbedaan atau ragam dialek bahasa Sigulai tersebut dipengaruhi oleh aspek
budaya lain yang turut serta dalam perkembangan Pulau Simeulue dan bahasa Sigulai, diantaranya adalah : budaya Bugis, budaya Minangkabau, budaya Nias dan budaya
Aceh. Adanya persinggungan antara masing-masing penduduk di daerah lainnya
membuat perbedaan terjadi walau hanya dalam wilayah kabupaten yang relatif kecil. Pengaruh aspek budaya lain dalam ragam dialek bahasa Sigulai juga didorong oleh
wilayah Simeulue yang merupakan bentuk pulau, sehingga memunculkan adanya persinggungan dengan aspek budaya lain yang dibawa oleh pedagang, nelayan dan
memunculkan ragam dialek bahasa Sigulai. 2 Bagaimana ragam dialek masyarakat Simeulue di Kota Medan berdasarkan
dari tuturannya ?. Dialek bahasa Sigulai di Kecamatan Simeulue Barat sebagai salah satu varian bahasa Sigulai memiliki ciri tersendiri yang menggambarkan masyarakat
Simeulue yang menetap di wilayah Kecamatan Simeulue Barat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dialek yang terdapat di Kecamatan
Simeulue Barat pada umumnya mempergunakan pasangan huruf e dan u dalam beberapa bentuk kata yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
113 Dalam bentuk kata sapaan terhadap saudara laki-laki dan perempuan dari pihak
ibu dalam bahasa Sigulai dialek Simeulue Barat terdapat ciri khas yaitu penyebutan dengan turut menyertakan tingkatan saudara laki-laki dan perempuan dari yang tertua
hingga termuda dalam silsilah keluarga. Penelitian yang dilakukan terhadap bahas Sigulai berdasarkan dialek yang
terdapat di Kecamatan Salang pada umumnya mempergunakan huruf o dalam beberapa bentuk kata yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dialek yang terdapat di Kecamatan teluk dalam pada umumnya mempergunakan pasangan huruf i dan o dalam beberapa
bentuk kata yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Sigulai pada penggunaan dialek wilayah Teluk Dalam memiliki ciri khas
dalam menyapa kedua orangtua, yaitu dengan menyertakan oe di akhir kalimat Sementara itu dialek yang terdapat di Kecamatan Alafan pada umumnya
mempergunakan pasangan huruf e dan i dalam beberapa bentuk kata yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
3 Bagaimana peranan dan fungsi ragam dialek dalam kehidupan keseharian masyarakat Simeulue perantau yang ada di Kota Medan ?. Penggunaan dialek bahasa
Sigulai di perantauan bagi masyarakat Simeulue adalah sebagai sarana mendekatkan diri pada individu masyarakat Simeulue lainnya di daerah perantauan Kota Medan dan juga
sebagai bentuk penghormatan kepada individu masyarakat Simeulue dalam hal ini yang memiliki usia lebih tua.
Universitas Sumatera Utara
114 Dalam kehidupan masyarakat Simeulue di Kota Medan, bahasa memiliki peran
yang penting selain sebagai sarana komunikasi antar individu masyarakat Simeulue di perantauan juga memiliki arti sebagai identitas diri di tengah kancah kehidupan
perantauan yang diisi oleh beragam etnis dan bahasa. Secara sederhana, bahasa Sigulai yang dipergunakan oleh masyarakat Simeulue
di Kota Medan merupakan bentuk ekspresi diri terhadap identitas etnik yang mereka miliki di daerah perantauan dalam hal ini Kota Medan, ekspresi identitas etnik ini
diperlukan sebagai “tali pengikat” di antara individu masyarakat Simeulue di Kota Medan dan juga sebagai bentuk representasi “rasa kebersamaan” di antara individu
masyarakat Simeulue di Kota Medan dengan menggunakan bahasa Sigulai dalam proses komunikasi di kehidupan mereka sehari-hari.
Bahasa Sigulai dalam penggunaan di daerah perantauan dianggap dapat mempererat ikatan terutama di luar Simeulue, dalam hal ini di Kota Medan. Hal ini
sangat memberikan dampak yang sangat luar biasa bagi masyarakat Simeulue yang bertempat tinggal di luar Simeulue dalam ikatan seperti persatuan yang bersifat
kekeluargaan dan dapat menyatukan teman-teman yang mungkin belum kenal satu sama lain, sehingga dapat berinteraksi dengan baik bahkan saling berkunjung satu sama lain.
Lebih jauh lagi sebenarnya fungsi bahasa Sigulai bukan hanya sebagai simbol yang menandakan asal dari si penutur bahasa. Tetapi, bahasa Sigulai yang dipakai juga
dapat berfungsi sebagai perekat hubungan dan juga pelepas rasa rindu akan kampung halaman bagi warga Simeulue.
Universitas Sumatera Utara
115 Keberadaan masyarakat Simeulue di Kota Medan turut memberi arti dalam
lingkup persebaran etnik dan komposisi masyarakat Kota Medan secara umum, hal ini mendukung anggapan dari beragam pihak yang mengatakan bahwasanya Kota Medan
merupakan kota multi etnis.
5.2. Saran