commit to user 49
pada saat di jalan Ratri malah ngebut karena dia ingin lepas dari bayang-bayang Wid.
Kutipan: ”Ratri gak ngreken, gase dipol sak kuwate apa maneh iku jam sepoluh bengi
dalan A. Yani wis rodok sepi. Ratri kepingin mecah bengi iku, mecah atine, ngorahi jiwane teka lelangenane ambek Wid. Ratri kepingin ngguwak kabeh
perih atine, resik gasik uripe teka pengangen-angene arek lanang sing jenenge Merak Badra Waharuyung sing diceluki Mas Wad-
Mas Wid iku.” hal: 102
Terjemahan: ”Ratri tidak menggubris, gas ditancap sekuatnya apalagi jam sepuluh malam
jalan A. Yani sudah agak sepi. Ratri ingin memecah malam itu, mecah hatinya, membersihkan jiwanya dari pikirannya dengan Wid. Ratri
berkeinginan membuang semua pedih hatinya, bersih hidupnya dari pikiran- pikiran anak lelaki yang bernama Merak Badra Waharuyung yang dipanggil
Mas Wad-
Mas Wid itu.”
e. Denoument tahap penyelesaian
Pengarang memberikan pemecahan dari semua pristiwa, masalah-masalah dalam cerita menuju penyelesaian. Penyelesaian masalah yang terdapat dalam
novel Sarunge Jagung adalah pada akhirnya Ratri menikah dengan Waskito. Pertemuan mereka berdua secara tidak sengaja di SMA swasta Kristen. Ketika itu
Ratri sedang melamar pekerjaan sebagai guru tari dengan berbagai macam tes Ratri lulus, kemudian Ratri disuruh menghadap kepala sekolah untuk tes
wawancara pada saat tes wawancara ternyata ada pembicaraan bahwa yang mengajar musik karawitan adalah Pak Waskito, Ratri bertanya-tanya dalam hati
apakah itu dosennya dulu yang sudah dianggap seperti bapaknya sendiri.
commit to user 50
Kutipan: “Karawitane sinten, Pak, ingkang nyepeng?”
”Anu, Pak Waskito. Nanging mboten tamtu, amargi Pak Waskito asring tindak luar negri”. ”Mucal dhateng perguruan tinggi napa, kok”. Ratri rodok
gojag-gajeg, apa Pak Waskito sing wis dianggep koyok Bapake iku? Batine Ratri.” hal: 107
Terjemahan: ”Yang mengajar musik karawitan siapa Pak?”
”Itu, Pak Waskito, tapi belum tentu, karena Pak Waskito sering pergi keluar negri”. ”mengajar di Perguruan Tinggi apa, kok”. Ratri agak bertanya-tanya,
apakah Pak Waskito yang sudah dianggap seperti bapaknya itu? Dalam batinnya Ratri.”
Ternyata benar apa yang ada dalam benak Ratri, Pak Waskito yang sudah dianggap seperti bapaknya sendiri sedang latihan musik karawitan, kemudian
Ratri datang menghampiri. Waskito merasa gembira sekali karena sudah lama tidak bertemu, tetapi rasa gembira itu ditahan karena banyak orang, tatapan
matanya biasa saja seperti guru dengan muridnya. Kutipan:
”Oh, ya ketepakan. La iki ya pas latihan ngene. Ya wis, gek ndhang garapen, wong lehku mulang tari-
tari dadi kok, ora garapan. Gawe judhul apa, ta?” Waskito sajakne ya rodok kemesar dhadhane wong wis suwe gak kepethuk.
Saking diempet ae wong onok wong akeh. Polatane digawe biyasa, koyok saklumrahe murid karo gurune.” hal: 108
Terjemahan: ”Oh, ya pas sekali. Ini juga sedang latihan. Ya sudah, cepat latihan, aku di sini
mengajar tari-tarian yang sudah jadi bukan garapan. Buat judul apa , ta?”
Waskito sepetinya agak berdebar dadanya karena sudah lama tidak bertemu. Ditahan saja rasa kangennya karena banyak orang banyak. Tatapan matanya
dibuat biasa, seperti sewajarnya antara guru dengan muridnya.” Cerita ini diakhiri dengan Waskito melamar Ratri, Ratri menyetujui
lamaran tersebut, akhirnya Waskito pulang setelah empat bulan mengajar di luar
commit to user 51
negeri, Ratri dan Waskito menikah. Baru dua tahun menikah sudah dikaruniai satu anak laki-laki, ternyata Ratri sudah mengandung lagi. Ratri menyuruh
Waskito untuk mengambil mangga yang belum matang ada di pohon depan rumah. Sewaktu mengambil mangga Waskito mengeluarkan air mata teringat
akan masa lalunya ketika dia sedang jatuh cinta dengan Ratri yang penuh perjuangan dan beratnya untuk mendapatkan cinta dari Ratri, ternyata Ratri yang
berada disampingnya juga ikut mengeluarkan air mata. Kutipan:
”Waskito mbrebes mili eling ”Peleme selak dipangan codhot” biyen, tresnane nang Ratri olehe ngempet patang taun, disidhem-sidhem, disingit-singitna.
Abot-abote nyengitna tresna, “Sarunge Jagung” arane klobot, tresna pancen
abot, mlaku sleyat-sleyot, nyabrang kali ditemah nguwot, mbelani peleme selak dipangan codhot.”
”Lakok saiki wis mbobot maneh. Ratri dirangkul, dikekep, digothekna pelem enom, ditumpangna na
ng wetenge Ratri.” ”E, dadakna Ratri ya mbrebes mili.”hal: 117
Terjemahan:
”Waskito menangis teringat ”manganya keburu dimakan burung codot” dulu, menahan rasa cinta terhadap Ratri selama empat tahun, disimpan-simpan,
dijauh-jauhkan. Berat-beratnya menjauhkan rasa cinta, kulit pembungkus jagung namanya klobot, jatuh cinta itu berat, berjalan tak menentu,
menyebrang sungai melewati jembatan kecil, memperjuangkan mangganya
keburu dimakan burung codot.” ”Sekarang sudah mengandung lagi. Ratri dirangkul, didekap, diambilkan
mangga yang belum matang, ditaruh di atas perutnya Ratri.” ”E, ternyata Ratri juga ikut menangis.”
Penjabaran alur dalam novel Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati tersebut dapat dilihat alur yang digunakan meliputi, alur lurus dan sorot balik.
Dalam penyusunan rentetan alur cerita, tidak semua mengunakan alur lurus atau mundur. Secara garis besar, alur cerita terlihat lurus tetapi didalamnya terlihat
kilas balik. Alur dalam novel Sarunge Jagung menurut saya sangat baik, karena alur
commit to user 52
yang dimunculkan sangat mendukung dalam proses pengungkapan tema dan amanat dari peristewa-peristiwa di dalam cerita dan ada hubungan sebab akibat yang jelas
antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain.
4. Penokohan