Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia tidak dapat lepas dari interaksi dengan manusia lain. Interaksi manusia terjadi dikarenakan adanya hubungan saling membutuhkan. Interaksi antarmanusia di masyarakat terikat oleh norma yang disepakati di masyarakat. Norma tersebut diantaranya yaitu saling menghormati, tolong menolong, saling menghargai, empati atau teposliro, jujur dan sebagainya. Keluarga sebagai unit terkecil di masyarakat merupakan tempat pertama bagi setiap individu untuk berinteraksi. Di dalam keluarga, anak pertama kali memperoleh pendidikan. Menurut Fahrudin 2014:44 dari interaksi di dalam keluarga individu memperoleh akhlak, nilai-nilai, dan emosi dengan itu ia merubah banyak kemungkinan-kemungkinan, kesanggupan-kesanggupan, dan kesediaanya menjadi kenyataan dalam hidup dan tingkah laku yang tampak. Keluarga bagi seorang individu merupakan simbol nilai yang mulia, keimanan yang teguh kepada Allah, pengorbanan, kesediaan berkorban untuk kepentingan kelompok, cinta pada kebaikan, kesetiaan dan lain-lain. Keluarga memiliki beberapa fungsi. Menurut M.I. Soelaeman fungsi keluarga ada delapan jenis yaitu: 1 fungsi edukasi, 2 fungsi sosialisasi, 3 fungsi proteksi, 4 fungsi afeksi, 5 fungsi religius, 6 fungsi ekonomi, 7 fungsi rekreasi, 8 fungsi biologis Fahrudin; 2014:46. Berdasarkan pada fungsi keluarga di atas terlihat bahwa salah satu fungsi keluarga adalah fungsi pendidikan atau sosialisasi. 2 Sosialisasi dari orang tua sangat penting bagi anak karena dia masih terlalu muda dan belum memiliki pengalaman untuk membimbing perkembangannya sendiri Yusuf, 2014: 126. Oleh karena itu sangat penting peran orang tua sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga dalam mendidik anak-anaknya termasuk pendidikan nilai moral. Interaksi keluarga juga melibatkan proses komunikasi antara orang tua dengan anak. Komunikasi keluarga memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Komunikasi keluarga yang baik akan membantu anak untuk mengembangkan konsep diri positif yang akhirnya berpengaruh pada perilaku anak. Menurut Devito Abriyoso, Karimah, dan Benyamin, 2013:6 komunikasi yang baik ditandai dengan adanya keterbukaan, simpati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan. Setiap orang tua tentunya ingin anaknya menjadi anak yang berperilaku baik dan luhur, namun terkadang hal yang tidak diharapkan dapat terjadi pada anak-anak mereka. Orang tua terkadang akan meyalahkan pihak lain sebagai faktor penyebab kenakalan anak-anak mereka. Padahal sangat mungkin yang menjadi penyebab anak melakukan kenakalan adalah keluarga itu sendiri. Contohnya banyak orang tua yang ingin anaknya menjadi anak yang jujur namun sebagai orang tua mereka justru melakukan kecurangan di hadapan anak-anaknya. Banyak orang tua berharap anaknya memiliki karakter yang baik namun dihadapan anak orang tua justru berbuat hal buruk seperti menyerobot antrian, bertutur yang kasar, berpakaian seronok, dan sebagainya. Tanpa orang tua sadari mereka telah mengajarkan anak untuk berperilaku 3 buruk. Berdasarkan fase perkembangannya, anak-anak pada usia Sekolah Dasar masih dalam tahap meniru. Meniru yang mereka lakukan yaitu meniru perilaku dan kebiasaan yang dilakukan oleh orang – orang disekitarnya. Dalam hal ini, orang- orang terdekat anak adalah orang tua keluarga. Mereka meniru namun belum bisa menentukan antara tidakan yang baik dan buruk. Ketika melaksanakan observasi pada waktu PPL yang dilaksanakan pada bulan Juli- Agustus 2016 di SD N 1 Sekarsuli tempat peneliti PPL diperoleh hasil observasi dan wawancara bahwa anak-anak usia sekolah dasar banyak yang menunjukkan perilaku yang tidak baik, diantaranya, berbicara kasar misuh pada guru dan teman, tidur-tiduran saat diajar oleh guru, memanggil nama guru tanpa sebutak ibu, bahkan peneliti mengalami sendiri di-misuhi oleh siswa di sekolah tersebut saat melaksanakan PPL. Selain itu ada beberapa siswa yang mengajak temannya merokok saat pulang sekolah. Setelah melakukan wawancara dengan wali kelas, dieroleh informasi bahwa orang tua dari para siswa banyak yang mengkonsumsi minum-minuman keras sehingga minuman keras bukan hal asing bagi anak-anak di sekolah tersebut. Hasil dari wawancara dengan siswa yang bermasalah juga menyatakan bahwa mereka jarang bicara dengan orang tua karena orang tua bekerja.Wali kelas juga menyampaikan beberapa anak yang menunjukkan perilaku tidak baik di sekolah adalah anak-anak yang tidak tinggal dengan orang tua melainkan dengan saudara. Anak-anak tersebut menyampaikan kekecewaan dan kesedihannya kepada peneliti karena jarang bisa bertemu dan berkomunikasi dengan orang tua mereka. Anak-anak menyatakan keluarga membebaskan mereka untuk 4 bermain dimana saja dan dengan siapa saja tanpa pengawasan dari keluarga. Berdasarkan hasil observasi anak-anak yang mengalami hal tersebut menunjukkan perilaku yang tidak baik yaitu mudah tersinggung saat ditegur yang ditunjukkan dengan membalas perkataan guru, menggebrak meja, dan meremehkan apa yang guru sampaikan. Kenakalan-kenakalan pada anak menunjukkan bahwa nilai moral di masyarakat mengalami kemerosotan. Menurut Zakiah Drajat dalam Fahrudin 2014:48 dijelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan moral yaitu: 1 kurang tertanamnya nilai-nilai keimanan pada anak-anak, 2 lingkungan masyarakat yang kurang sehat, 3 pendidikan moral tidak berjalan menurut semestinya, baik di rumah tangga, sekolah, maupun masyarakat, 4 suasana rumah tangga yang kurang baik, 5 diperkenalkannya secara populer obat-obat terlarang dan alat-alat anti hamil, 6 Banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran, kesenian-kesenian yang tidak mengindahkan dasar-dasar dan tuntunan moral. Jadi kurang tertanamnya nilai- nilai keimanan pada anak-anak dan suasana rumah tangga yang kurang baik akan mempengaruhi kemerosotan moral anak. Lingkungan terdekat anak adalah keluarga khususnya orang tua. Oleh karena itu kehangatan hubungan antara orang tua dan anak juga sangat penting. Kehangatan hubungan antara orang tua dan anak dapat ditunjukkan dari komunikasi yang terjadi antara keduanya. Komunikasi dengan orang tua memegang peranan penting dalam pembentukan perilaku anak. Seperti yang disampaikan oleh Ashley Montagu dalam Jalaludin Rahmat 2013:2 bahwa komunikasi merupakan perantara yang paling 5 penting untuk mendidik anak menjadi manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak orang tua yang dikarenakan harus bekerja sehingga sering kehilangan waktu bersama anak. Selain itu dengan adanya kemajuan teknologi yang pesat membuat orang tua lebih asik dengan gadgetnya sehingga kurang berkomunikasi dengan anak. Kondisi rumah tangga yang tidak baik seperti berpisahnya orang tua, dan anak harus tinggal terpisah dengan orang tua juga menjadi penyebab buruknya komunikasi antara orang tua dan anak. Seperti salah satu kasus yang ditemukan pada waktu PPL ada siswa yang sering bicara kasar dan menggebrak meja. Oleh peneliti didekati, sering diajak bicara, dan didengarkan. Setelah beberapa waktu ada perubahan pada anak tersebut menjadi agak tenang bahkan sering jawa: nglendoti peneliti. Ternyata setelah peneliti mencoba menannyakan pada wali kelas, anak tersebut tinggalnya tidak dengan orang tuanya. Berdasar pada pengalaman tersebut maka komunikasi sangat penting untuk anak. Melalui komunikasi dengan orang tua, anak bisa berbagi cerita atau pengalaman yang tidak mengenakkan dan bertanya mengenai hal-hal yang tidak mereka ketahui. Banyak persoalan anak yang disebabkan karena mereka tidak menemukan seseorang dalam keluarga yang bisa menjadi tempat berbagi untuk bercerita dan memahami masalah serta kebutuhan mereka. Anak merupakan generasi penerus bangsa yang seharusnya memiliki akhlak mulia dan bermoral. Setiap siswa diharapkan menjadi anak yang cerdas, terampil, berbudi pekerti luhur, dan bertindak sesuai moral yang berlaku di masyarakat, tapi kenyataannya tidak semua bisa bersikap demikian. Secara kodrati anak manusia bukanlah makluk yang mampu hidup sendiri, antarmanusia harus saling berinteraksi 6 untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena itu perkembangan perilaku sosial anak sangatlah penting untuk diperhatikan. Tentunya permasalahan perilaku sosial siswa tersebut banyak yang mempengaruhi. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti “hubungan pendidikan moral dan komunikasi dalam keluarga dengan perilaku sosial anak Kelas V Sekolah Dasar di Gugus III Banguntapan Bantul Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN PERILAKU SOSIAL ANAK KELAS V SD NGERUKEMAN KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA

0 4 76

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN TINGKAT PERKEMBANGAN PERSONAL SOSIAL PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI TK PDHI BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA

0 2 84

HUBUNGAN PERILAKU BULLYING DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI MINOMARTANI 6 NGAGLIK SLEMAN YOGYAKARTA.

0 3 112

HUBUNGAN KOMUNIKASI KELUARGA DENGAN PERILAKU SOSIAL SISWA KELAS V SD SE-GUGUS BINTANG KECAMATAN TEMPURAN KABUPATEN MAGELANG.

1 3 135

Kemitraan Sekolah dan Keluarga dalam Pendidikan Moral bagi Anak

0 0 14

HUBUNGAN INTENSITAS COOPERATIVE PLAY DENGAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA KELAS TINGGI SEKOLAH DASAR SE-GUGUS IV KECAMATAN PLERET BANTUL YOGYAKARTA.

0 0 133

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA DI SMA NEGERI 1 BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Religiusitas dengan Perilaku Seksual pada Remaja di SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul Yogyakarta Tahun 2015 - DIGILIB UNISAYO

0 0 15

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA DI SMA NEGERI 1 BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Religiusitas dengan Perilaku Seksual pada Remaja di SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul Yogyakarta Tahun 2015 - DIGILIB UNISAYO

0 0 15

HUBUNGAN KOMUNIKASI ORANG TUA DALAM KELUARGA DENGAN PERNIKAHAN DINI DI KUA BANGUNTAPAN BANTUL

0 0 13

PENGARUH PENYULUHAN DENGAN MULTIMEDIA TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT ANAK SD KELAS III DI SDN 2 JAMBIDAN BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA

0 0 16