Pengertian Pendidikan Moral Kajian Teori 1. Pendidikan Moral dalam Keluarga

9

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Pendidikan Moral dalam Keluarga

a. Pengertian Pendidikan Moral

Pendidikan sangat penting dalam kehudapan manusia. Melalui pendidikan seseorang dapat memperoleh pengetahuan, mendapat karir yang baik, meningkatkan status sosial, dan berperilaku sesuai norma di lingkungannya. Tanpa pendidikan proses perkembangan dalam diri manusia akan terhambat. Pendidikan merupakan, proses sepanjang hayat yang artinya harus diberikan sejak individu lahir hingga akhir hayatnya. Oleh karena itu pendidikan sangat penting untuk diberikan pada setiap anak yang sudah dimulai sejak ia lahir. Ki Hajar Dewantara menyebutkan pendidikan pada umumnya merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti kekuatan batin, karakter, pikiran itelek, dan tubuh anak. Sedangkan Crow and Crow menyampaikan bahwa pendidikan merupakan proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosial dan meneruskan adat dan budaya dari generasi ke generasi Ihsan, 2008:4. Definisi mengenai pendidikan juga disampaikan oleh Rohman 2009:5 bahwa pendidikan berarti membantu anak agar optimal dalam pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, dari keluarga atau masyarakat. Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha keluarga dan masyarakat untuk mengembangkan potensi anak yaitu 10 kekuatan spiritual, pengetahuan, keterampilan, pengendalian diri, kepribadian, dan nilai serta adat dan budaya yang diperlukan oleh dirinya dan masyarakat. Pendidikan yang diberikan kepada anak harus diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas sehingga mampu bersaing, berbudi pekerti yang luhur dan memiliki moral yang baik. Untuk menghasilkan manusia anak yang berkualitas dibutuhkan pendidikan yang berkualitas pula. Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang mampu mengoptimalkan potensi-potensi yang ada pada anak. Pendidikan dilaksanakan untuk mengembangkan tiga aspek pada diri siswa yaitu aspek kognitif pengetahuan, aspek afektif sikap, dan aspek psikomotor keterampilan. Ketiga aspek tersebut harus dikembangkan secara seimbang sehingga dapat menciptakan generasi muda yang berkualitas. Seperti yang dijelaskan di atas, salah satu tujuan dari pendidikan adalah mengembangkan kesadaran moral pada diri anak. Istilah moral kadang-kadang digunakan sebagai kata yang sama artinya dengan etika. Menurut Lorens Bagus 1996 dalam Sjarkawi 2008:27 moral berasal dari bahasa latin, yaitu kata mos adat istiadat,kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan, mores adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak, cara hidup. Secara etimologi kata etika sama dengan etimologi kata moral karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat istiadat, hanya bahasa asalnya yang berbeda, yaitu etika berasal dari bahasa Yunani sedangkan moral berasal dari bahasa Latin. Menurut Bertens etika moral memiliki tiga arti yaitu pertama etika dalam arti nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua etika 11 dalam artian kumpulan asas atau nilai moral. Ketiga, etika dalam arti ilmu tentang yang baik dan buruk Sjarkawi,2008:27-28. Maka dapat disimpulkan bahwa moral sama dengan etika yaitu nilai-nilai atau norma mengenai baik dan buruk yang mengatur mengenai tingkah laku seseorang atau kelompok. Fahrudin 2014:46 menyatakan istilah moral memiliki maksud yang sama dengan istilah akhlak dalam terminology Islam, karakter, etika, budi pekerti, dan susila dalam Bahasa Indonesia. Selanjutnnya Sofyan Sauri dalam Fahrudin 2014:46 mengklasifikan pengertian moral sebagai berikut: 1 Moral sebagai ajaran kesusilaan, berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan tuntutan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan jelek yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam suatu masyarakat. 2 Moral sebagai aturan, berarti ketentuan yang digunakan masyarakat untuk menilai perbuatan seseorang apakah termasuk baik atau sebaliknya buruk. 3 Moral sebagai gejala kejiwaan yang timbul dalam bentuk perbuatan, seperti berani, jujur, sabar, gairah dan sebagainya. Keberadaan moral mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma. Di masyarakat, apabila manusia bertindak seperti menolong tetangga yang kesusahan, menghormati tetangga, dan mengucapkan terimakasih saat dibantu oleh orang lain maka orang tersebut dianggap baik secara rmoral, sedangkan apabila seseorang melakukan tindakan berbohong, menghina, dan mencuri maka orang tersebut dianggap jelek secara moral. Hal itu sesuai dengan yang dijelaskan oleh Sjarkawi 2008:28 bahwa moral dapat diartikan sebagai sarana 12 untuk mengukur benar tidaknya atau baik tidaknya tindakan manusia. Melalui moral manusia mampu menilai perilaku orang lain baik atau buruk serta memiliki pedoman dalam berperilaku di masyarakat. Dalam pendidikan moral terdapat dua faktor penting yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor ekternal meliputi lingkungan sosial sekitarnya sedangkan faktor internal yang berasal dari dalam diri individu. Dijelaskan oleh Piaget dalam Sjarkawi 2006:39 bahwa pertimbangan moral seseorang dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu pengaruh dari orang tua keluarga dan teman sebaya dan internal yaitu tingkat perkembangan intelektual. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena perkembangan moral anak memerlukan keseiringan antara dua faktor tersebut. Pertimbangan moral seseorang nantinya akan mempengaruhi perilaku moralnya. Perilaku moral merupakan perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial Hurlock, 2013:74. Kohlberg dalam Sjarkawi, 2006:39 menyebutkan perilaku moral seseorang lahir dari tingkat peritimbangan moralnya. Sedangkan perkembangan tingkat pertimbangan moral seseorang dipengaruhi oleh suasana moralitas di rumah, sekolah, dan lingkungan masyarakat luas. Oleh karena itu pendidikan moral di lingkungan rumah harus dilaksanakan sehingga dapat meningkatkan pertimbangan moral anak yan akhirnya akan menghasilkan perilaku moral pada anak. Pendidikan moral memiliki makna yang sama dengan pendidikan nilai. Menurut Oyserman, dalam Lestari, 2012:71 nilai values dalam level individu dinyatakan sebagai representasi sosial atau keyakinann moral yang diinternaslisasi 13 dan digunakan orang sebagai dasar rasional terakhir dari tindakan-tindakannya. Huitt menyatakan pendidikan nilai merupakan upaya nayata untuk mengajarkan nilai-nilai dan melatih keterampilan melakukan penilaian Lestari, 2012:84. Lestari 2012:86 menjelaskan pendidikan nilai melibatkan dua proses yaitu sosialisasi dan enkulturasi. Sosialisasi merupakan pengajaran nilai dan norma secara sengaja dan melekukan pengawasan terhadap individu, sedangkan enkulturasi merupakan proses penyerapan norma dan nilai secara tidak langsung melaui paparan dan observasi. Berdasarkan pembahasan di atas moral merupakan nilai-nilai mengenai baik dan buruk yang mengatur tingkah laku seseorang atau kelompok. Nilai-nilai tersebut diajarkan dari generasi ke generasi di dalam keluarga dan masyarakat. Keluarga dan masyarakat harus bekerjasama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak untuk tumbuh dan mengembangkan pemahaman moralnya. Melalui keluarga dan masyarakat anak belajar nilai-nilai moral yang akhirnya mempengaruhi tingkat pertimbangan moralnya. Tingkat pertimbangan moral yang tinggi akan melaihrkan perilaku moral yang baik sedangkan tingkat pertimbangan moral yang rendah akan melahirkan perilaku moral yang buruk. Pendidikan moral dapat diperoleh anak melalui pengajaran yang secara sengaja diberikan oleh orang dewasa atau dapat melalui hasil pengamatan anak terhadap tingkah laku orang dewasa di sekitarnya. Nilai-nilai tersebut nantinya akan diinternalisasi dan digunakan sebagai dasar bagi anak untuk bertindak. Oleh karena itu orang tua dan masyarakat perlu untuk berhati hari dalam berperilaku karena apa yang mereka lakukan merupakan pendidikan moral bagi anak. Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan pendidikan moral 14 adalah upaya keluarga dan masyarakat untuk mengajarkan nilai-nilai mengenai baik dan buruk pada anak sehingga dapat meningkatkan tingkat pertimbangan moral anak yang diwujudkan dalam perilaku moralnya.

b. Pendidikan Moral dalam Keluarga

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN PERILAKU SOSIAL ANAK KELAS V SD NGERUKEMAN KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA

0 4 76

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN TINGKAT PERKEMBANGAN PERSONAL SOSIAL PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI TK PDHI BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA

0 2 84

HUBUNGAN PERILAKU BULLYING DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI MINOMARTANI 6 NGAGLIK SLEMAN YOGYAKARTA.

0 3 112

HUBUNGAN KOMUNIKASI KELUARGA DENGAN PERILAKU SOSIAL SISWA KELAS V SD SE-GUGUS BINTANG KECAMATAN TEMPURAN KABUPATEN MAGELANG.

1 3 135

Kemitraan Sekolah dan Keluarga dalam Pendidikan Moral bagi Anak

0 0 14

HUBUNGAN INTENSITAS COOPERATIVE PLAY DENGAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA KELAS TINGGI SEKOLAH DASAR SE-GUGUS IV KECAMATAN PLERET BANTUL YOGYAKARTA.

0 0 133

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA DI SMA NEGERI 1 BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Religiusitas dengan Perilaku Seksual pada Remaja di SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul Yogyakarta Tahun 2015 - DIGILIB UNISAYO

0 0 15

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA DI SMA NEGERI 1 BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Religiusitas dengan Perilaku Seksual pada Remaja di SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul Yogyakarta Tahun 2015 - DIGILIB UNISAYO

0 0 15

HUBUNGAN KOMUNIKASI ORANG TUA DALAM KELUARGA DENGAN PERNIKAHAN DINI DI KUA BANGUNTAPAN BANTUL

0 0 13

PENGARUH PENYULUHAN DENGAN MULTIMEDIA TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT ANAK SD KELAS III DI SDN 2 JAMBIDAN BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA

0 0 16