xc
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan Hukum Kontrak Dalam Pembiayaan Murabahah sesuai
dengan prinsip-prinsip Syariah. Di dalam praktek, penyusunan suatu perjanjian antara Bank
Syariah dengan nasabah, dari sisi hukum positif, selain mengacu kepada KUH Perdata juga harus merujuk kepada UU No 10 tahun 1998
tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Sedangkan dari sisi Syariah selain mengacu pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, juga berpedoman kepada fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional DSN Majelis Ulama Indonesia.
Ada beberapa prinsip dalam hukum kontrak dalam pembiayaan Murabahah yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, yaitu sebagai
berikut : a.
Ikhtiyarisukarela
: setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak, terhindar dari keterpaksaan karena tekanan salah satu pihak atau
pihak lain. b.
Amanahmenepati janji
: setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan oleh yang
bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari cidera janji. c.
Ikhtiyatikehati-hatian
: setiap akad dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan dilaksanakan secara tepat dan cepat.
d.
Luzumtidak berobah
: setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para pihak sehingga tercegah dari praktek manipulasi
dan merugikan salah satu pihak.
xci e.
Taswiyahkesetaraan
: para pihak dalam setiap akad memiliki kedudukan yang setara, mempunyai hak dan kewajiban yang
seimbang. f.
Transparansi
: setiap akad dilakukan dengan pertanggungjawaban para pihak secara terbuka.
g.
Kemampuan
; setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan para pihak, sehingga tidak menjadi beban yang berlebihan bagi yang
bersangkutan. h.
Taisirkemudahan
; setiap akad dilakukan sesuai dengan cara saling memberi kemudahan kepada masing-masing pihak untuk dapat
terlaksananya sesuai dengan kesepakatan i.
Iktikad baik
; akad dilakukan dalam rangka menegakkan kemaslahatan, tidak mengandung unsur jebakan dan perbuatan
buruk lainnya. j.
Sebab yang halal
; tidak bertentangan dengan hukum, tidak dilarang oleh hukum dan tidak haram.
Disamping jenis asas-asas yang tersebut diatas, ada lagi pendapat yang disampaikan oleh Syamsul Anwar, ia menyebutkan ada
8 asas perjanjian di dalam Hukum Islam, yaitu : 9.
Asas Ibahah
Mabdaal-Ibahah
Asas Ibahah adalah asas umum hukum Islam dalam bidang muamalah. Asas ini dirumuskan dalam adagium pada dasarnya
segala sesuatu itu boleh sampai ada dalil yangmelarang. Asas ini merupakan kebalikan dari asas yang berlaku dalam hal ibadah.
Khususnya di dalam perjanjian, ini berarti bahwa tindakan hukum dan perjanjian apapun dapat dibuat sejauh tidak ada larangan khusus
mengenai perjanjian tersebut. 10.
Asas Kebebasan Berakad
Mabda Hurriyah at-Taaqud
Suatu prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad jenis apapun tanpa terikat dan memasukkan klausal
xcii apa saja ke dalam akadnya itu sejauh tidak ada unsur kebatilan di
dalamnya. 11.
Asas Konsensualisme
Mabdaar-Radhaiyah
Asas ini menyatakan bahwa terciptanya suatu perjanjian cukup dengan tercapainya kata sepakat antar para pihak tanpa perlu
dipenuhinya formalitas-formalitas tertentu 12.
Asas janji itu mengikat. Dalam Al-Quran banyak terdapat perintah untuk memenuhi janji.
Juga dalam Hadits Shahih, salah satu ciri sebagai munafiq ialah bila berjanji tidak mau menepati janjinya.
13. Asas Keseimbangan
Mabda at-Tawazun fi al-Muawadah
Dalam hukum perjanjian Islam menekankan perlu adanya keseimbangan baik apa yang diberikan dengan apa yang diterima.
14. Asas Kemaslahatan tidak memberatkan
Akad ini dibuat dengan tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dan tidak boleh menimbulkan kerugian
mudharat
atau keadaan memberatkan
masyaqah
. 15.
Asas Amanah. Masing-masing pihak haruslah beriktikad baik, tidak diperkenankan
memanfaatkan mengeksploitasi ketidaktahuan mitranya dan hendaknya diberikan informasi yang cukup dan jujur kepada pihak
yang lain. 16.
Asas Keadilan. Keadilan inilah yang ingin diwujudkan oleh semua hukum. Dalam
hukum Islam, keadilan adalah perintah agama sebagaimana Firman Allah dalam Al Quran Surat Al-Maidah : 8 yang artinya
Berlakulah adil, karena adil itu lebih dekat dengan taqwa
.
78
Perbankan Islam atau yang lazim disebut Perbankan Syariah sebagai Lembaga Intermediasi Keuangan
Financial Intermediaty
78
Prof Dr. H. Abdurrahman, SH. Hukum Perjanjian Syariah di Indonesia, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hal.37
xciii
Institution
mulai tumbuh sejak deregulasi dibidang perbankan pada tahun 1988 yang memberikan kemudahan bagi pendirian bank-bank
baru, termasuk diperbolehkannya pendirian bank dengan bunga nol persen
zero interest
yang secara implisit berarti telah mengijinkan operasional perbankan yang bebas bunga
Interest free banking
. Dengan lahirnya Undang-undang nomor 7 Tahun 1992 tentang
perbankan semakin memberikan angin segar dalam menumbuh kembangkan operasional perbankan yang tidak didasarkan pada sistem
bunga, tetapi didasarkan melalui mekanisme bagi hasil, hal ini dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1992 tentang
bagi hasil. Selanjutnya dengan adanya amandemen Undang-undang
Perbankan dengan
Undang-undang Nomor
10 Tahun
1998 memperbolehkan operasional bank berdasarkan prinsip Syari’ah baik
Bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat BPR. Di dalam pasal 13 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, menyebutkan bahwa prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum
Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
sesuai dengan Syari’ah diantaranya adalah : e.
Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
Mudharabah
. f.
Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
Musyarakah
. g.
Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
Murabahah
. h.
Pembiayaan barang nodal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan
Ijarah
atau adanya pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain
Ijarah Wa Iqtiqna’
. Pengalaman selama masa krisis ekonomi ini memberikan
pelajaran berharga, dengan prinsip
risk sharing
berbagai resiko atau
xciv
profit and loss sharing
bagi hasil merupakan suatu prinsip yang dapat berperan meningkatkan ketahanan satuan-satuan ekonomi. Dalam
keadaan ekonomi yang memburuk, pengusaha akan memikul sendiri resiko dan kejatuhan usaha, walau kejatuhan tersebut tidak disebabkan
oleh kesalahan. Atau ketidakmampuan pengusaha tersebut. Meskipun pada akhirnya mungkin akan menjadi
risk sharing
melalui
debt workout
dan lain sebagainya, namun prosesnya lebih memakan waktu, tenaga dan biaya.
Lain halnya dengan prinsip syariah, penyaluran dana dilakukan berdasarkan prinsip syariah yaitu prinsip bagi hasil atau berbagai resiko
profit and loss sharing
antara pemilik dana dan pengguna sudah diperjanjikan secara jelas sejak awal. Prinsip syariah berlandaskan nilai
keadilan, kemanfaatan, keseimbangan dan keuniversalan. Nilai tersebut diterapkan dalam pengaturan perbankan yang didasarkan pada Prinsip
Syariah yang disebut Perbankan Syariah. Prinsip perbankan syariah merupakan bagian dari ajaran Islam
yang berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsipnya dalam ekonomi Islam adalah larangan riba dalam segala bentuknya dan menggunakan
sistem prinsip bagi hasil. Dengan sistem ini Bank Syariah dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan adil karena semua pihak
dapat saling berbagi keuntungan maupun potensi resiko yang timbul, sehingga akan menciptakan posisi yang berimbang antara pihak bank
dan nasabah. Dalam jangka panjang, hal ini akan mendorong pemerataan ekonomi nasional karena hasil keuntungannya tidak hanya
dinikmati oleh pemilik modal, tetapi juga oleh pengelola modal.
79
Rumusan dalam sistem perbankan syariah yang sama sekali berbeda dengan sistem perbankan konvensional. Hal ini karena
perbankan yang memiliki akar dari syariah yang menjadi sumber dan panduan bagi setiap muslim dalam melaksanakan aktivitasnya. Islam
79
Undang-undang perbankan syariah dan surat berharga syariah, FM. Fokus Media, 2008 hal.83
xcv memilih tujuan-tujuan syariah
Maqasid al syariah
serta petunjuk operasional untuk mencapai tujuan tersebut, tujuan itu sendiri selain
mengacu pada kepentingan manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik, juga memiliki nilai yang sangat penting
bagi persaudaraan dan keadilan sosio ekonomi serta menuntut tingkat kepuasan yang seimbang antara kepuasan duniawi dan ukhrowi.
Dari dasar tersebut, maka sistem perbankan Islam dalam membangun jaringan transaksi atau hukum kontrak dan atau dalam
hukum islam disebut
akad-akad syariah
, melalui suatu standar istilah yang bersumber dari
Al Quran
dan
As-Sunah
, oleh karena itu tulisan ini akan membahas tentang penerapan Hukum Kontrak dalam
Pembiayaan Perbankan Islam. 2.
Bentuk-bentuk Wanprestasi
Dalam Hukum
Kontrak Dalam
Pembiayaan Murabahah Dalam syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi
duniawi dan ukhrawi, karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam.
Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatanperjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif
belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam
perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad, seperti tukun dan
akad. Berbeda dengan perbankan konvensional pada perbankan
syariah jika terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dengan nasabahnya, maka kedua belah pihak tidak menyelesaikannya dengan
peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai dengan tata cara dan hukum syariah.
xcvi Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan
prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Syariah Nasional BASYARNAS. Dan berdasarkan UU No.3 tahun
2006 tentang Amandemen UU No.7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, maka sengketanya bisa diselesaikan melalui Pengadilan
Agama. Bank Syariah dapat memiliki struktur yang aman dengan Bank
Konvensional, misalnya dalam hal Komisaris dan Direksi. Tapi unsur yang amat membedakan antara Bank Syariah dengan Bank
Konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar
sesuai dengan garis-garis syariah. Sesuai dengan pasal 32 Undang- undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Dewan
wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS.
Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin
efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu biasanya oipini yang diberikan oleh Dewan
Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum pemegang saham, setelah para anggota Dewan Syariah itu mendapat rekomendasi dari
Dewan Syariah Nasional. Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak
terlepas dari saringan syariah. Karena itu bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang
diharamkan. Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui
sebelum dipastikan beberapa hal pokok yang diantaranya adalah : a
Apakah objek pembiayaan halal atau haram ? b
Apakah proyek menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat ?
xcvii c
Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesumasusila ? d
Apakah proyek berkaitan dengan perjudian ? e
Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata pembunuh masal ?
f Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung
atau tidak langsung ? Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja
yang sejalan dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat
amanah
dan
shiddiq
harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Disamping itu karyawan bank
syariah harus
skilfull
dan
profesional fathonah
dan mampu melaksanakan tugas secara team work dimana informasi merata di
seluruh fungsional organisasi
tabligh
. Demikian pula dalam hal
reward
dan
punishment
, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.
B. Pembahasan