xliii Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam rangka
mewujudkan akad, secara detail ada dua syarat yaitu : 1.
Syarat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam segala hal macam akad.
2. syarat khusu yaitu syarat-syarat yang diisyaratkan wujudnya
dalam sebagian akad, tidak dalam sebagian yang lain. Syarat- syarat ini bisa disebut syarat tambahan
idhofiyah
yang harus ada disamping syarat-syarat umum, seperti adanya saksi.
b. Rukun dan Syarat Akad.
Di dalam melaksanakan suatu perikatan, terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun menurut bahasa adalah yang
harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan
33
. Sedangkan syarat adalah ketentuan peraturanpetunjuk yang harus diindahkan dan
dilakukan
34
. Dalam syariah, rukun dan syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi. Rukun menurut
terminologi adalah suatu unsur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan
sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu
35
. Sedangkan syarat menurut terminologi adalah sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syari dan ia berada di
luar hukum itu sendiri yang ketiadaanya menyebabkan hukum pun tidak ada
36
. Perbedaan antara rukun dan syarat adalah bahwa rukun
merupakan sifat yang padanya tergantung keberadaan hukum dan ia termasuk dalam rukun itu sendiri. Sedangkan syarat merupakan sifat
yang kepadanya bergantung keberadaan hukum, tetapi ia berada diluar hukum itu sendiri
37
.
33
Departemen Pendidikan Nasional, kamus Besar Bahasa Indonesia, balai pustaka, jakarta, 2002, hlm.966
34
Ibid hlm 1114
35
Abdul Aziz Dahlan, ed.Ensiklopedi Hukum Islam,, jilid.5, ikhtiar Baru Van Hoeve, jakarta, 1996, hlm.1510
36
Ibid hlm.1691.
37
Ibid hlm.1692.
xliv Adapun rukun-rukun akad menurut pasal 22 Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah terdiri dari 4 empat macam yakni : a
pihak-pihak yang berakad; b
obyek akad; c
tujuan pokok akad; dan d
kesepakatan. Pihak-pihak yang berakad menurut pasal 23 KHES adalah
orang, persekutuan, atau badan usaha yang memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum. Sedangkan yang dimaksud
dengan obyek akad menurut pasal 24 KHES adalah amwal atau jsa yang dihalalkan yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak. Dan
tujuan akad sebagaimana diatur dalam pasal 25 KHES, yakni akad bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pengembangan
usaha masing-masing pihak yang mengadakan akad. Menurut Jumhur Ulama rukun akad meliputi : a
al-aqidaini
, b
mahallul aqdi
, dan c
sighat al-aqd.
Selain ketiga rukun tersebut, menurut Musthafa al-Zarqa ada satu lagi yakni maudluul
aqdi tujuan akad; ia bukan merupakan rukun, akan tetapi merupakan unsur penegak akad
muqawimat aqd
38
. Sedangkan menurut TM Hasbi Ash-Shiddieqy, keempat tersebut merupakan
komponen-komponen yang harus dipenuhi untuk terbentuknya suatu akad
39
. a
Al-aqidaini
subyek perikatan ; Adalah para pihak yang melakukan akad. Sebagai pelaku
dari suatu tindakan hukum tertentu, yang faham hal ini tindakan hukum akad perikatan, dari sudut hukum adalah sebagai
subyek hukum. Subyek hukum sebagai pelaku perbuatan hukum
38
Gemala Dewi, dkk.Op.cit. hlm.79.
39
TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, cet.1, ed.2., Pustaka RizkyPutra, Semarang. 2000. hlm.23.
xlv seringkali diartikan sebagai pihak pengemban hak dan
kewajiban. Subyek hukum terdiri dari manusia dan badan hukum.
Manusia adalah pihak yang dapat dibebani hukum mukallaf, yakni orang-orang yang telah dapat dipertanggungjawabkan
perbuatannya di hadapan Allah SWT., baik yang terkait dengan perintah maupun larangan-laranganNya.
Menurut pasal 2 ayat 1 KHES, bahwa seseorang dipandang memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan
hukum dalam hal telah mencapai umur paling rendah 18 tahun atau pernah menikah. Selanjutnya dalam pasal 3 ayat 1 dan 2
disebutkan bahwa dalam seorang anak belum berusia 18 tahun dapat mengajukan permohonan pngakuan cakap melakukan
perbuatan hukum kepada Pengadilan, dan pengadilan dapat mengabulkan danatau menolak permohonan pengajuan cakap
melakukan perbuatan hukum. Badan hukum adalah badan yang dianggap dapat bertindak
dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban- kewajiban, dan berhubungan hukum terhadap orang lain atau
badan hukum
40
. Badan hukum ini memiliki kekayaan terpisah dari perseorangan. Meskipun pengurus badan hukum silih
berganti, ia tetap memiliki kekayaan tersendiri. Badan hukum bisa berupa negara, daerah otonomi, perusahaan atau yayasan.
b
Mahallul aqd
obyek perikatan, Adalah sesuatu yang dijadikan obyek akad dan dikenakan
padanya akibat hukum yang ditimbulkan. Bentuk obyek akad dapat berupa benda berujud, seperti mobil, rumah dan lain-lain
maupun benda tidak berujud, seperti manfaat.
40
R. Wirjono Pjodjodikoro, Asas-asa Hukum Perdata, cet.8. SumurBbandung.,1981,hlm.23.
xlvi Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mahallul
aqd adalah a obyek perikatan telah ada ketika akad dilangsungkan., b obyek perikatan dibenarkan oleh syara., c
obyek akad harus jelas dan dikenali, dan d obyek akad dapat diserah terimakan. Mahallul aqd disebut juga dengan al-maqud
alaih, yaitu obyek akad atau benda-benda yang dijadikan akad. Bentuknya dapat berbentuk harta benda seperti barang
dagangan, berbentuk bukan harta, seperti akad pernikahan dan dapat pula berbentuk suatu kemanfaatan seperti dalam upah
mengupah. Adapun syarat-syarat dalam obyek akad adalah meliputi :
1 Maqud alaih barang harus ada ketika akad. Maka tidak sah menjual kambing yang masih dalam kandungan induknya ataua
membeli sesuatu yang masih dalam tanah., 2 Maqud alaih harus masyru sesuai dengan ketentuan syara, maka tidak sah
barang yang diharamkan syara, seperti bangkai, minuman keras. 3 Maqud alaih dapat diberikan pada waktu akad. Tidak seperti
jual burung yang masih terbang, harta yang diwakafkan. Maka dapat dipandang terjadi akad., dan 5 Maqud alaih harus suci
yaitu tidak najis atau mutanajis terkena najis . c
Sighat akad
ijab dan kabul Adalah suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad
berupa ijab dan kabul.. ijab adalah suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu. Kabul adalah suatu pernyataan menerima dari pihak kedua atas penawaran yang dilakukan oleh pihak
pertama. Ijab dan kabul dapat dilakukan dengan empat cara, yakni
41
: 1 Lisan, para pihak mengungkapkan kehendaknya dalam bentuk perkataan secara jelas. 2 Tulisan, hal ini
41
Azhar Basyir, Op.Cit. 68-71.
xlvii dilakukan oleh para pihak yang tidak dapat bertemu langsung
atau untuk perikatan-perikatan yang sifatnya lebih sulit. Seperti perikatan yang dilakukan oleh suatu badan hukum, karena
sangat dibutuhkan alat bukti dan tanggungjawab terhadap orang- orang yang bergabung dalam suatu badan hukum tersebut., 3
Isyarat, suatu perikatan tidak lah hanya dilakukan oleh orang normal, orang-orang cacatpun dapat melakukan suatu perikatan
akad
. d
Tujuan perikatan
maudluul aqd
. Adalah tujuan dan hukum suatu akad disyariatkan untuk
tujuan tersebut. Dalam hukum Islam tujuan akad ditentukan oleh Allah dan dalam Al Quran dan Al-Hadits Nabi Muhammad
SAW. Menurut Azhar Basyir, bahwa syarat-syarat yang harus
dipenuhi agar suatu tujuan akad dipandang sah dan memiliki akibat hukum, adalah :
a Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas
pihak-pihak yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan. b
Tujuan harus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akad, dan tujuan akad harus dibenarkan oleh
syara. Di dalam KHES disebutkan berbagai jenis akad pasal 56 sd
673 yang meliputi : 1.
Bai jual beli terdiri dari : bai salam, bai istishna, bai al wafa, dan jual beli murabahah.
2. Syirkah yang meliputi : syirkah amwal, syirkah abdan,
syirkah muwafadhah, syirkah inan, syirkah musytarawah, dan syirkah milik.
3. Mudharabah dan lain-lain.
c. Asas-Asas Dalam KontrakAkad.