Berakhirnya Akad. Hukum Kontrakakad.

lvii a. Akad tabarru , yaitu akad yang dimaksud untuk menolong dan murni semata-mata karena mengharap ridho dan pahala dari Allah. b. Akad tijari , yaitu akad yang dimaksudkan untuk mencari dan mendapatkan keuntungan dimana rukun dan syaratnya telah terpenuhi semuanya.

e. Berakhirnya Akad.

Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya. Dalam akad jual beli misalnya, akad dipandang telah berakhir apabila barang telah berpindah milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik penjual. Dalam akad gadai dan pertanggungan kafalah , akad dipandang telah berakhir apabila utang telah dibayar. Selain telah tercapai tujuannya, akad dipandang telah berakhir waktunya. Fasakh pembatalan atau telah berakhir waktunya . Fasakh terjadi dengan dengan sebab-sebab sebagai berikut : 1. Di- fasakh dibatalkan, karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara, seperti yang disebutkan dalam akad rusak. Misalnya, jual beli barang yang tidak memenuhi syarat kejelasan. 2. Dengan sebab adanya khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat atau majelis. 3. Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan. Fasakh dengan cara ini disebut iqalah. Dalam hubungan ini Hadits Nabi Riwayat Abu Daud mengajarkan, bahwa barang siapa mengabulkan permintaan pembatalan orang yang menyesal atas akad jual beli yang dilakukan, Allah akan menghilangkan kesukarannya pada hari Kiamat kelak. lviii 4. Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh pihak-pihak bersangkutan. Misalnya dalam khiyar pembayaran khiyar naqd penjual mengatakan, bahwa ia menjual barangnya kepada pembeli, dengan ketentuan apabila dalam tempo seminggu harganya tidak dibayar, akad jual beli menjadi batal. Apabila pembeli dalam waktu yang ditentukan itu membayar, akad berlangsung. Akan tetapi apabila ia tidak membayar, akad menjadi rusak batal. 5. Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa menyewa berjangka waktu tertentu dan tidak dapat diperpanjang. 6. Karena tidak mendapat ijin pihak yang berwenang. 7. Karena kematian. Mengenai kematian ini, terdapat perbedaan pendapat diantara para fukaha mengenai masalah apakah kematian pihak-pihak yang melakukan akad mengakibatkan berakhirnya akad. Sejalan dengan perbedaan pendapat mereka apakah hak yang ditimbulkan oleh akad itu dapat diwariskan atau tidak. Demikian pula adanya perbedaan pendapat tentang bagaimana terjadinya akad-akad tertentu serta sifat watak masing-masing. Dalam akad sewa menyewa yang merupakan akad yang mengikat secara pasti dua belah pihak itu, kematian salah satu pihak, penyewa atau yang menyewakan, menurut pendapat Ulama- ulama Madzab Hanafi mengakibatkan berakhirnya akad. Namun, menurut pendapat ulama-ulama madzab Syafii, tidak. Ulama-ulama Hanafiah berpendapat, bahwa objek sewa menyewa adalah manfaat barang sewa yang terjadinya sedikit-sedikit sejalan dengan waktu yang dilalui. Manfaat barang yang ada setelah meninggalnya pemilik bukan lagi menjadi haknya sehingga akad tidak berlaku lagi terhadapanya. Berbeda dengan ulama-ulama Hanafiah, Ulama- ulama Syafiiah memandang manfaat barang sewa semuanya telah lix ada ketika akad diadakan, tidak terjadi sedikit-sedikit, sehingga kematian salah satu pihak tidak membatalkan akad. Dalam hal akad gadai, kematian pihak pemegang gadai tidak mengakibatkan berakhirnya akad, tetapi dilanjutkan oleh ahli warisnya, guna menjamin hak atas piutang. Apabila yang meninggal adalah pihak yang berhutang, dan ahli warisnya masih kecil-kecil anak-anak, barang gadai dijual untuk melunasi hutang. Akan tetapi, apabila ahli warisnya sudah besar-besar dewasa, mereka mengganti kedudukan yang mewariskan, dan berkewajiban untuk menyelesaikan akad gadai dengan melunasi utang. Dalam akad persekutuan, karena akad itu tidak mengikat secara pasti kedua belah pihak, kematian salah satu anggotanya mengakibatkan berakhirnya akad. Demikian pula dalam akad perwakilan. Apabila akad menyangkut hak-hak perorangan, bukan hak-hak kebendaan, kematian salah satu pihak mengakibatkan berakhirnya akad, seperti perwalian, perwakilan, dan sebagainya. Apabila akad menyangkut hak-hak kebendaan, terdapat berbagai macam ketentuan, bergantung kepada bentuk dan sifat akad yang diadakan. Hal ini akan diketahui dalam pembahasan tentang akad-akad tertentu.

E. Karakteristik Pembiayaan Murabahah.

Dokumen yang terkait

Rancang bangun sistem informasi kepegawaian studi kasus: Bank Muamalat Indonesia

3 52 289

Pembiayaan bank Muamalat Indonesia dalam sektor properti

2 23 134

“Analisis Kelayakan Pembiayaan Murabahah Dan Penanganan Risiko Kredit Pada Kendaraan Bermotor” (Studi Pada Bank Muamalat Cabang Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur)

2 9 106

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH STUDY KASUS DI BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SURAKARTA.

0 2 16

Prosedur Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Padang.

0 0 7

IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN AL-MURABAHAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SEMARANG DENGAN PENDEKATAN HUKUM PERDATA INDONESIA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 116

ANALISIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) MUAMALAT iB PEMBELIAN DI BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG PEMBANTU SALATIGA TUGAS AKHIR - ANALISIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) MUAMALAT iB PEMBELIAN DI BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG PEMBANTU SA

0 0 103

PELAKSANAAN AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) MUAMALAT iB DI BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SOLO TUGAS AKHIR - PELAKSANAAN AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) MUAMALAT iB DI BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SOLO - Tes

1 1 91

ANALISIS PEMBIAYAAN IB MUAMALAT MULTIGUNA PADA SKIM MURABAHAH DI BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG PEMBANTU SALATIGA TUGAS AKHIR - ANALISIS PEMBIAYAAN IB MUAMALAT MULTIGUNA PADA SKIM MURABAHAH DI BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG PEMBANTU SALATIGA -

0 0 80

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK MUAMALAT CABANG MAKASSAR

1 3 78