xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Sebelum lahirnya Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang mengandung di dalamnya aktivitas perbankan
syariah, penerapan syariah Islam dalam tata hukum positif di Indonesia sebenarnya telah memperoleh tempat yang signifikan. Hal ini tercermin
pada 2 hal yaitu : a Konstitusi Indonesia telah memberikan jaminan kemerdekaan bagi setiap penduduk untuk memeluk dan beribadah menurut
agamanya masing-masing sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2. Pengertian ibadah menurut pandangan Islam tidak hanya
mencakup hubungan antara manusia dengan Tuhannya
Ibadah Mahdhoh
, tetapi juga mencakup hubungan antara sesama manusia
muamalah
termasuk aktifitas ekonomi. b KUH Perdata pasal 1338 menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat sesuai dengan Undang-undang berlaku
sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena
alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-undang serta harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Penerapan hukum syariah dalam konteks hukum positif juga dapat diwujudkan dalam kegiatan perbankan syariah. Sebagaimana umumnya
setiap transaksi antara bank syariah dengan nasabah terutama yang terbentuk pemberian fasilitas pembiayaan, selalu dituangkan dalam suatu
Surat Perjanjian. Dengan kata lain jika bank syariah dan nasabah membuat perjanjian yang bentuk formalnya didasarkan pada pasal 1320 KUH
Perdata yaitu : 1 Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, 2 Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3 Mengenai suatu hal
tertentu, dan 4 Mengenai suatu sebab yang tidak dilarang; dan pasal 1338
xiv KUH Perdata, tiap isi, materi, atau substansinya didasarkan atas ketentuan
syariah maka perjanjian tersebut dapat dikatakan sah, baik dilihat dari sisi hukum positif maupun dari sisi syariah.
Di dalam praktek, penyusunan suatu perjanjian antara bank syariah dengan nasabah, dari sisi hukum positif, selain mengacu kepada KUH
Perdata juga harus merujuk kepada UU No 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Sedangkan dari sisi
Syariah selain mengacu pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, juga berpedoman kepada fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional
DSN Majelis Ulama Indonesia. Perbankan Islam atau yang lazim disebut Perbankan Syariah sebagai
Lembaga Intermediasi Keuangan
Financial Intermediaty Institution
mulai tumbuh sejak deregulasi dibidang perbankan pada tahun 1988 yang memberikan kemudahan bagi pendirian bank-bank baru, termasuk
diperbolehkannya pendirian bank dengan bunga nol persen
zero interest
yang secara implisit berarti telah mengijinkan operasional perbankan yang bebas bunga
Interest free banking
. Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
perbankan semakin memberikan angin segar dalam menumbuh kembangkan operasional perbankan yang tidak didasarkan pada sistem
bunga, tetapi didasarkan melalui mekanisme bagi hasil, hal ini dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1992 tentang bagi hasil.
Selanjutnya dengan adanya amandemen Undang-undang Perbankan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 memperbolehkan
operasional Bank berdasarkan prinsip Syari’ah baik Bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat BPR. Di dalam pasal 13 Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, menyebutkan bahwa prinsip syariah adalah
aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain
xv untuk penyimpanan dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syari’ah diantaranya adalah : a.
Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
Mudharabah
. b.
Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
Musyarakah
. c.
Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
Murabahah
. d.
Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan
Ijarah
atau adanya pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain
Ijarah Wa Iqtiqna’
. Pengalaman selama masa krisis ekonomi ini memberikan pelajaran
berharga, dengan prinsip
risk sharing
berbagai resiko atau
profit and loss sharing
bagi hasil merupakan suatu prinsip yang dapat berperan meningkatkan ketahanan satuan-satuan ekonomi. Dalam keadaan ekonomi
yang memburuk, pengusaha akan memikul sendiri resiko dan kejatuhan usaha, walau kejatuhan tersebut tidak disebabkan oleh kesalahan. Atau
ketidakmampuan pengusaha tersebut. Meskipun pada akhirnya mungkin akan menjadi
risk sharing
melalui
debt workout
dan lain sebagainya, namun prosesnya lebih memakan waktu, tenaga dan biaya.
Lain halnya dengan prinsip syariah, penyaluran dana dilakukan berdasarkan prinsip syariah yaitu prinsip bagi hasil atau berbagai resiko
profit and loss sharing
antara pemilik dana dan pengguna sudah diperjanjikan secara jelas sejak awal. Prinsip syariah berlandaskan nilai
keadilan, kemanfaatan, keseimbangan dan keuniversalan. Nilai tersebut diterapkan dalam pengaturan perbankan yang didasarkan pada Prinsip
Syariah yang disebut Perbankan Syariah. Prinsip perbankan syariah merupakan bagian dari ajaran Islam yang
berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsipnya dalam ekonomi Islam adalah larangan riba dalam segala bentuknya dan menggunakan sistem
prinsip bagi hasil. Dengan sistem ini Bank Syariah dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan adil karena semua pihak dapat saling berbagi
keuntungan maupun potensi resiko yang timbul, sehingga akan
xvi menciptakan posisi yang berimbang antara pihak bank dan nasabah. Dalam
jangka panjang, hal ini akan mendorong pemerataan ekonomi nasional karena hasil keuntungannya tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal,
tetapi juga oleh pengelola modal.
1
Rumusan dalam sistem perbankan syariah yang sama sekali berbeda dengan sistem perbankan konvensional. Hal ini karena perbankan yang
memiliki akar dari syariah yang menjadi sumber dan panduan bagi setiap muslim dalam melaksanakan aktivitasnya. Islam memilih tujuan-tujuan
syariah
Maqasid al syariah
serta petunjuk operasional untuk mencapai tujuan tersebut, tujuan itu sendiri selain mengacu pada kepentingan
manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik, juga memiliki nilai yang sangat penting bagi persaudaraan dan keadilan
sosio ekonomi serta menuntut tingkat kepuasan yang seimbang antara kepuasan duniawi dan ukhrowi.
Perbedaan pokok antara Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional adalah adanya larangan riba
bunga
bagi perbankan syariah. Riba dilarang, sedangkan jual beli
al-bai’
dihalalkan. Dengan demikian maka membayar dan menerima bunga pada uang yang dipinjam dan
meminjamkan dilarang
2
. Sejak dekade tahun 1970-an, umat Islam diberbagai Negara telah
berusaha untuk mendirikan bank-bank syariah, tujuan dan pendirian bank- bank Islam ini pada umumnya adalah untuk mempromosikan dan
mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinhsip Islam, syariah Islam dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan, perbankan dan bisnis-bisnis lain
yang terkait prinsip utama yang dianut oleh bank-bank Islam adalah : a.
Larangan riba bunga dalam berbagai bentuk transaksi. b.
Menjalankan bisnis dan aktifitas perdagangan yang berbasis pada memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah.
1
Undang-undang perbankan syariah dan surat berharga syariah, FM. Fokus Media, 2008 hal.83
2
Muhammad Syafi Antonio, 2002, Bisnis dan Perbankan Dalam Perspektif Islam, Tazkia Institute, Jakarta, hal-23.
xvii c.
Meningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan zakat. Namun dalam perbankan konvensional terdapat kegiatan-kegiatan yang
dilarang dalam syariat Islam, seperti menerima dan membayar bunga
riba
, membayar produksi dan perdagangan barang-barang yang diharamkan, seperti minuman keras
kham
r, kegiatan yang mendekati dengan gambling
maisir
untuk tranksaksi-transaksi tertentu dalam
foreign exchange dealing serta higly and indeed speculative transaction
gharar dalam investmen banking. Perbedaan mendasar dalam konsep pelaksanaan di bank konvensional
dan bank syariah yaitu antara lain perbedaan konsep antara bunga dan bagi hasil, perbedaan antara investasi dan membungakan uang dan perbedaan
antara utang uang dengan utang barang. Bank Muamalat Indonesia BMI yang merupakan bank syariah
pertama di Indonesia yang menggunakan prinsip bagi hasil, dalam operasionalnya juga berdasarkan aqidah dan moral Islam, sehingga akan
tercapai keselamatan dan kesejahteraan dunia dan akherat. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka Penulis ingin mengangkat
dalam sebuah penelitian yang berjudul :
IMPLEMENTASI HUKUM KONTRAK DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK
MUAMALAT INDONESIA BMI CABANG SURAKARTA.
B. Perumusan Masalah.