Implementasi hukum kontrak dalam pembiayaan murabahah pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) cabang Surakarta SAMARUL FALAH PDF

(1)

IMPLEMENTASI HUKUM KONTRAK DALAM PEMBIAYAAN

MURABAHAH

PADA BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI)

CABANG SURAKARTA

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum

Minat Utama : Ekonomi Syariah

Oleh,

SAMARUL FALAH

NIM : S 340908019

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2 0 1 0


(2)

ii

IMPLEMENTASI HUKUM KONTRAK DALAM PEMBIAYAAN

MURABAHAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG SURAKARTA

Disusun oleh : SAMARUL FALAH

NIM : S 340908019

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tandatangan Tanggal

Pembimbing I : Prof. Dr. MUCHSIN, SH ……….. ………..

Pembimbing II: MUH ADNAN, SH. M.Hum ……….. ………..

NIP. 195407121984 03 1002

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Prof. Dr. H. SETIONO, SH. MS. NIP. 19440505 196921 001


(3)

iii

IMPLEMENTASI HUKUM KONTRAK DALAM PEMBIAYAAN

MURABAHAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG SURAKARTA

Disusun oleh : SAMARUL FALAH

NIM : S 340908019 Telah Disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan N a m a Tanda Tangan Tanggal

Ketua Prof. Dr.Adi Sulistiyono, SH. MH. ... ... Nip. 196302091988031003

Sekretaris Prof.Dr.Hartiwiningsih,SH.M.Hum. ... ... Nip. 196702031985032001

Anggota 1. Prof. Dr. Muchsin, SH. ... ...

2.Moh Adnan, SH.M.Hum ... ... Nip. 195407121984031002

Mengetahui

Ketua Program Studi Prof. Dr.H.Setiono, SH.,M.S. ...

Ilmu Hukum NIP. 130 345 735

Direktur Program Prof. Drs.Suranto,MSc.,Ph.D. ...


(4)

iv

PERNYATAAN

N a m a : Samarul Falah

NIM : S 340908019

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul : “Implementasi Hukum Kontrak Dalam Pembiayaan Murabahah Pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta”, adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut di atas tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, 2010

Yang membuat pernyataan,


(5)

v

PERSEMBAHAN

Akhirnya, dengan kerja keras yang penulis lakukan untuk menyelesaikan tesis ini, sebagai salah satu syarat kelulusan studi di Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret, telah terselesaikan dengan baik dan sesuai dengan apa yang penulis inginkan. Penulisan ini tidak akan mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan dari pihak lain

Maka dengan kerendahan hati, penulis mempersembahkan tesis ini kepada 1. Kedua orang tua saya yang telah memberikan cinta kasih, dan dengan ikhlas

telah mempertaruhkan segalanya demi masa depan penulis.

2. Isteriku tercinta Dhurrotul Lum’ah dan ananda M. Elmanaviean, Izzun Nastiti, Ezza Selisa Yua serta Adela Aunal Haqqa, yang telah merelakan berbagi waktu untuk penyelesaian tesis ini, saya do’akan semoga kalian sukses menggapai cita-cita dan menjadi orang yang berguna dan bermanfaat didunia sampai akhherat, amin.

3. Guru-guru saya yang telah memberikan bimbingan dan mendidik saya dengan

penuh ikhlas dan sabar, semoga semua ilmu yang telah engkau berikan akan bermanfaat sepanjang masa, teriring do’a Jazaakumullah Ahsanal Jaza’, amin.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan Rahmat dan KaruniaNya, shalawat serta salam semoga tetap kepangkuan beliau Nabi Muhammad SAW. Dengan melakukan berbagai upaya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul : “Implementasi Hukum Kontrak Dalam Pembiayaan Murabahah Pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta “.

Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagaian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik maupun saran yang bertujuan untuk perbaikan tesis ini sangat diharapkan.

Dalam penyusunan tesis ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. Much. Syamsulhadi, dr. Sp.KJ(K) selaku Rektor

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret.

2. Bapak Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D., selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Moh. Jamin, SH. M.Hum., selaku Dekan Fakultas Ilmu Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(7)

vii

4. Bapak Prof. Dr. H. Setiono, SH. MS., selaku Ketua Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret sekaligus Pembimbing dan Tim Penguji yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dan dengan ketulusan dan kearifan telah berkenan mengoreksi, mengarahkan dan membimbing hingga penulisan tesis ini selesai.

5. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH. M.Hum., sebagai Sekretaris Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

6. Bapak Prof. Dr. Muchsin, SH. (Pembimbing I) dan Bapak Moh Adnan, SH. M.Hum., (Pembimbing II) yang telah mencurtahkan waktu, tenaga dan pikiran dengan penuh keikhlasan dan kesabaran untuk memberikan bimbingan, pengarahan, saran-saran serta berbagai kemudahan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini.

7. Segenap Dosen pengajar Progam Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta, dengan bimbingan dan bantuannya hingga Penulis mendapatkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu hukum.

8. Bapak Kepala PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian, data, serta memberikan saran dan masukan kepada Penulis sehingga tesis ini dapat Penulis selesaikan.

9. Staf dan Karyawan Progam Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah membantu dan memberikan semangat serta memberikan dorongan kepada penulis.

10.Penghargaan kepada : Istriku tercinta Dhurrotul Lum’ah dan ananda M. Elmanaviean, Izzun Nastiti, Ezza Selisa Yua serta Adela Aunal Haqqa, dengan atas dorongan moril, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.


(8)

viii

11.Rekan-rekan dan keluarga yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis selama menyelesaikan tesis ini.

Semoga amal kebaikan tersebut mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Amin Ya Rabbal ‘alamin.

Surakarta, 2010

Penulis,


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERSETUJUAN TIM PENGUJI ... iii

PERNYATAAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... B. Perumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... 1 5 6 6 BAB II : LANDASAN TEORI ... 8

A. Implementasi Hukum ... B. Teori Bekerjanya Hukum ... C. Prinsip-Prinsip Dalam Ekonomi Syariah ... D. Konsepsi Hukum Kontrak Syariah ...

1. Hukum Kontrak/Akad ... a. Unsur-unsur Akad ... b. Rukun dan Syarat Akad ... c. Asas-asas Dalam Kontrak/Akad ... d. Penggolongan Hukum Kontrak ... e. Berakhirnya Akad ... E. Karakteristik Pembiayaan Murabahah ...

1. Pengertian Pembiayaan ... 2. Tujuan Pembiayaan ... 3. Fungsi Pembiayaan ...

8 12 21 26 26 30 31 36 41 46 48 48 48 50


(10)

x

4. Jenis Pembiayaan ... 5. Pembiayaan Murabahah ... a. Definisi, Rukun dan Syarat Jenis Murabahah ... b. Aspek Syariah Murabahah ... c. Aspek Teknis Murabahah ... d. Ketentuan Fatwa Tentang Murabahah ... e. Aspek Teknis Perbankan Syariah ... F. Penelitian Yang Relevan ... G. Kerangka Berfikir ...

50 52 52 55 56 58 63 67 69 BAB III : METODE PENELITIAN ... 73

A. Karakteristik Penelitian... B. Lokasi Penelitian ... C. Jenis Data ... D. Tehnik Pengumpulan Data ...

73 75 75 77

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 79

A. Hasil Penelitian ...

1. Pelaksanaan Hukum Kontrak Dalam Pembiayaan

Murabahah Sesuai Dengan Prinsip Syariah ...

2. Bentuk-bentuk Wanprestasi Dalam Hukum Kontrak

Dalam Pembiayaan Murabahah ... B. Pembahasan...

1. Implementasi Hukum Kontrak Dalam Pembiayaan

Murabahah Dalam Realitasnya di BMI Cabang Surakarta ...

2. Upaya-upaya Kreditur Terhadap Debitur yang

Wanprestasi... 79 79 84 86 86 101 BAB V : PENUTUP ... 114

A. Kesimpulan ... B. Implikasi ... C. Saran ...

114 114 115 DAFTAR PUSTAKA ... 115


(11)

xi

ABSTRAK

Samarul Falah, 2010, “IMPLEMENTASI HUKUM KONTRAK DALAM

PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG SURAKARTA“, Tesis: Program Studi Ilmu Hukum

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulisan ini dilatarbelakangi adanya perbedaan mendasar konsep pelaksanaan Bank Konvensional dan Bank Syariah pasca lahirnya undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang merupakan bank syariah pertama di Indonesia yang menggunakan prinsip bagi hasil, dalam operasionalnya berdasarkan aqidah dan moral Islam yang mengutamakan prinsip-prinsip syariah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta dalam pelaksanaan Hukum Kontrak dalam Pembiayaan Murabahah dan upaya –upaya yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia apabila terjadi penyimpangan dalam akad/kontrak yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan atau kreditur melakukan wanprestasi.

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris atau penelitian hukum sosiologis dengan menggunakan data primer. Data ini diperoleh secara langsung melalui wawancara, dokumen, maupun observasi. Sedangkan untuk melengkapi data tersebut, juga dilaksanakan penelitian dalam rangka memperoleh data sekunder.

Hasil penelitian mengungkapkan tentang pelaksanaan hukum kontrak dalam Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta, bila disinkronkan dengan prinsip-prinsip syariah sebagaimana dalam Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tantang Perbankan Syariah dan regulasi lainnya seperti ; Peraturan Bank Indonesia (PBI), Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) sebagai hukum material ekonomi syariah secara umum telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dan bila terjadi wanprestasi, pihak perbankan memilih menyelesaikan dengan perdamaian melalui pembinaan.

Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta, hendaknya benar-benar melaksanakan prinsip-prinsip syariah secara komprehensif dan dalam upaya menyelesaikan pihak yang wanprestasi, selalu mengedepankan perdamaian, selanjutnya untuk mensosialisasikan perbankan yang operasionalnya berdasarkan prinsip syariah, BMI melibatkan tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat secara simultan.


(12)

xii

ABSTRACT

Samarul Falah, 2010, "IMPLEMENTATION OF THE LAW UNDER

CONTRACT MURABAHAH FINANCE WITH BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) BRANCH SURAKARTA", Thesis: Graduate Legal Studies Program University of Surakarta Eleven March.

Writing is emphasized by the existence of fundamental differences in concept and execution of Conventional Banks after the birth of Islamic Banking Act No. 21 of 2008 regarding Islamic Banking. Bank Muamalat Indonesia (BMI) which is the first Islamic bank in Indonesia using the principle of profit sharing in the operations based on Islamic moral and doctrinal camps which put the principles of shariah.

This study aims to determine how far the Bank Muamalat Indonesia (BMI) of Surakarta Branch in the implementation of the Financing Murabahah Contract Law and the efforts undertaken by Bank Muamalat Indonesia in the event of irregularities in the agreement / contract that is not compliant with sharia principles and / or creditors do breach of contract.

This study is an empirical juridical or sociological legal research using primary data. These data were acquired through interviews, documents, and observation. Meanwhile, to complement these data, it also conducted research in order to obtain secondary data.

The results reveal about the execution of contract law in Murabaha Financing with Bank Muamalat Indonesia (BMI) of Surakarta Branch, when synchronized with the principles of sharia, as in Act number 21 of 2008 challenged Islamic Banking and other regulations such as Bank Indonesia Regulation (P BI) , National Sharia Board Fatwa (DSN), Islamic Economic Law Compilation (KHES) as sharia law in general economic material in accordance with the principles of sharia. And in case of default, the banks chose to settle peace through training.

Bank Muamalat Indonesia (BMI) of Surakarta Branch, should really implement sharia principles comprehensively and in an attempt to resolve the defaulted party, always give priority to peace, next to socialize banking operations based on sharia principles, involving BMI- religious leaders and community leaders simultaneously


(13)

xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Sebelum lahirnya Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang mengandung di dalamnya aktivitas perbankan syariah, penerapan syariah Islam dalam tata hukum positif di Indonesia sebenarnya telah memperoleh tempat yang signifikan. Hal ini tercermin pada 2 hal yaitu : (a) Konstitusi Indonesia telah memberikan jaminan kemerdekaan bagi setiap penduduk untuk memeluk dan beribadah menurut agamanya masing-masing sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2. Pengertian ibadah menurut pandangan Islam tidak hanya

mencakup hubungan antara manusia dengan Tuhannya (Ibadah Mahdhoh),

tetapi juga mencakup hubungan antara sesama manusia (muamalah)

termasuk aktifitas ekonomi. (b) KUH Perdata pasal 1338 menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat sesuai dengan Undang-undang berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-undang serta harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Penerapan hukum syariah dalam konteks hukum positif juga dapat diwujudkan dalam kegiatan perbankan syariah. Sebagaimana umumnya setiap transaksi antara bank syariah dengan nasabah terutama yang terbentuk pemberian fasilitas pembiayaan, selalu dituangkan dalam suatu Surat Perjanjian. Dengan kata lain jika bank syariah dan nasabah membuat perjanjian yang bentuk formalnya didasarkan pada pasal 1320 KUH Perdata yaitu : (1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, (2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, (3) Mengenai suatu hal tertentu, dan (4) Mengenai suatu sebab yang tidak dilarang; dan pasal 1338


(14)

xiv

KUH Perdata, tiap isi, materi, atau substansinya didasarkan atas ketentuan syariah maka perjanjian tersebut dapat dikatakan sah, baik dilihat dari sisi hukum positif maupun dari sisi syariah.

Di dalam praktek, penyusunan suatu perjanjian antara bank syariah dengan nasabah, dari sisi hukum positif, selain mengacu kepada KUH Perdata juga harus merujuk kepada UU No 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Sedangkan dari sisi Syariah selain mengacu pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, juga berpedoman kepada fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia.

Perbankan Islam atau yang lazim disebut Perbankan Syariah sebagai

Lembaga Intermediasi Keuangan (Financial Intermediaty Institution)

mulai tumbuh sejak deregulasi dibidang perbankan pada tahun 1988 yang memberikan kemudahan bagi pendirian bank-bank baru, termasuk diperbolehkannya pendirian bank dengan bunga nol persen (zero interest) yang secara implisit berarti telah mengijinkan operasional perbankan yang bebas bunga (Interest free banking).

Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan semakin memberikan angin segar dalam menumbuh kembangkan operasional perbankan yang tidak didasarkan pada sistem bunga, tetapi didasarkan melalui mekanisme bagi hasil, hal ini dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1992 tentang bagi hasil.

Selanjutnya dengan adanya amandemen Undang-undang Perbankan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 memperbolehkan operasional Bank berdasarkan prinsip Syari’ah baik Bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Di dalam pasal 13 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, menyebutkan bahwa prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain


(15)

xv

untuk penyimpanan dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syari’ah diantaranya adalah :

a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah).

b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (Musyarakah).

c. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (Murabahah).

d. Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa

pilihan (Ijarah) atau adanya pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah Wa Iqtiqna’).

Pengalaman selama masa krisis ekonomi ini memberikan pelajaran berharga, dengan prinsip risk sharing (berbagai resiko) atau profit and loss sharing (bagi hasil) merupakan suatu prinsip yang dapat berperan meningkatkan ketahanan satuan-satuan ekonomi. Dalam keadaan ekonomi yang memburuk, pengusaha akan memikul sendiri resiko dan kejatuhan usaha, walau kejatuhan tersebut tidak disebabkan oleh kesalahan. Atau ketidakmampuan pengusaha tersebut. Meskipun pada akhirnya mungkin akan menjadi risk sharing melalui debt workout dan lain sebagainya, namun prosesnya lebih memakan waktu, tenaga dan biaya.

Lain halnya dengan prinsip syariah, penyaluran dana dilakukan berdasarkan prinsip syariah yaitu prinsip bagi hasil atau berbagai resiko (profit and loss sharing) antara pemilik dana dan pengguna sudah diperjanjikan secara jelas sejak awal. Prinsip syariah berlandaskan nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan dan keuniversalan. Nilai tersebut diterapkan dalam pengaturan perbankan yang didasarkan pada Prinsip Syariah yang disebut Perbankan Syariah.

Prinsip perbankan syariah merupakan bagian dari ajaran Islam yang berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsipnya dalam ekonomi Islam adalah larangan riba dalam segala bentuknya dan menggunakan sistem prinsip bagi hasil. Dengan sistem ini Bank Syari'ah dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan adil karena semua pihak dapat saling berbagi keuntungan maupun potensi resiko yang timbul, sehingga akan


(16)

xvi

menciptakan posisi yang berimbang antara pihak bank dan nasabah. Dalam jangka panjang, hal ini akan mendorong pemerataan ekonomi nasional karena hasil keuntungannya tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal, tetapi juga oleh pengelola modal.1

Rumusan dalam sistem perbankan syariah yang sama sekali berbeda dengan sistem perbankan konvensional. Hal ini karena perbankan yang memiliki akar dari syariah yang menjadi sumber dan panduan bagi setiap muslim dalam melaksanakan aktivitasnya. Islam memilih tujuan-tujuan syariah (Maqasid al syariah) serta petunjuk operasional untuk mencapai tujuan tersebut, tujuan itu sendiri selain mengacu pada kepentingan manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik, juga memiliki nilai yang sangat penting bagi persaudaraan dan keadilan sosio ekonomi serta menuntut tingkat kepuasan yang seimbang antara kepuasan duniawi dan ukhrowi.

Perbedaan pokok antara Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional adalah adanya larangan riba (bunga) bagi perbankan syariah. Riba dilarang, sedangkan jual beli (al-bai’) dihalalkan. Dengan demikian maka membayar dan menerima bunga pada uang yang dipinjam dan meminjamkan dilarang2.

Sejak dekade tahun 1970-an, umat Islam diberbagai Negara telah berusaha untuk mendirikan bank syariah, tujuan dan pendirian bank-bank Islam ini pada umumnya adalah untuk mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinhsip Islam, syariah Islam dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan, perbankan dan bisnis-bisnis lain yang terkait prinsip utama yang dianut oleh bank-bank Islam adalah :

a. Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi.

b. Menjalankan bisnis dan aktifitas perdagangan yang berbasis pada

memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah.

1 Undang-undang perbankan syariah dan surat berharga syariah, FM. Fokus Media, 2008 hal.83 2

Muhammad Syafi Antonio, 2002, Bisnis dan Perbankan Dalam Perspektif Islam, Tazkia Institute, Jakarta, hal-23.


(17)

xvii

c. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan zakat.

Namun dalam perbankan konvensional terdapat kegiatan-kegiatan yang dilarang dalam syariat Islam, seperti menerima dan membayar bunga

(riba), membayar produksi dan perdagangan barang-barang yang diharamkan, seperti minuman keras (khamr), kegiatan yang mendekati dengan gambling (maisir) untuk tranksaksi-transaksi tertentu dalam

foreign exchange dealing serta higly and indeed speculative transaction

(gharar) dalam investmen banking.

Perbedaan mendasar dalam konsep pelaksanaan di bank konvensional dan bank syariah yaitu antara lain perbedaan konsep antara bunga dan bagi hasil, perbedaan antara investasi dan membungakan uang dan perbedaan antara utang uang dengan utang barang.

Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang merupakan bank syariah pertama di Indonesia yang menggunakan prinsip bagi hasil, dalam operasionalnya juga berdasarkan aqidah dan moral Islam, sehingga akan tercapai keselamatan dan kesejahteraan dunia dan akherat.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka Penulis ingin mengangkat

dalam sebuah penelitian yang berjudul : IMPLEMENTASI HUKUM

KONTRAK DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG SURAKARTA.

B. Perumusan Masalah.

1. Apakah pelaksanaan hukum kontrak dalam Pembiayaan Murabahah di

Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta telah sesuai dengan prinsip-prinsip sebagaimana dalam hukum ekonomi syari’ah secara komprehensif ?

2. Bagaimanakah upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak kreditur bila debitur wanprestasi ?


(18)

xviii 1. Tujuan obyektif :

a. Untuk mengetahui pelaksanaan hukum kontrak dalam pembiayaan

murabahah pada BMI Cabang Surakarta apakah telah sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah secara komprehensif .

b. Untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan oleh pihak kreditur apabila debitur melakukan pengingkaran terhadap kontrak (wanprestasi).

2. Tujuan Subyektif :

Untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik guna mencapai derajat Magister Hukum dalam bidang Ilmu Hukum, konsentrasi utama : Hukum Ekonomi Syariah Di Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian.

1. Manfaat Teoritis.

a. Memberikan referensi kepada pembuat undang-undang dan penentu

kebijakan untuk menyempurnakan hokum positif, khusunya regulasi-regulasi yang berkaitan dengan Hukum Ekonomi Syariah dan Lembaga Intermediasi Keuangan (Perbankan syariah).

b. Memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang konsep-konsep

dan sistem operasional yang berlaku dalam perbankan syariah.

c. Memberikan pengertian dan pemahaman sistem operasional dalam

BMI dan khususnya BMI Cabang Surakarta, sehingga masyarakat dapat menentukan opsi yang dapat meyakinkan, yang berkaitan dengan pelaksanaan hukum kontrak.

d. Agar sistem operasional dalam perbankan syariah dapat diterima oleh masyarakat dengan membandingkan sistem operasional dalam perbankan konvensional.


(19)

xix

a. Memberikan kontribusi kepada pembuat undang-undang dan

penentu kebijakan dalam sistem operasional perbankan syariah yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

b. Mengetahui sistem operasional dalam perbankan syariah yang

sesuai dengan sistem ekonomi syariah.

c. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan BMI Cabang Surakarta

terhadap Hukum Kontrak yang timbul adanya wanprestasi.

d. Mengetahui dampak dari masing-masing hukum kontrak yang


(20)

xx

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Implementasi Hukum

Dalam pembahasan ini penulis sengaja menggunakan istilah

“ implementasi”3. Kata Implementasi berasal dari bahasa Inggris

“ Implementation” yang artinya pelaksanaan, implementasi. Sedangkan

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “ Implementasi” artinya

“pelaksanaan penerapan”4

Pengertian implementasi adalah sebagai proses yang melibatkan sejumlah sumber-sumber yang di dalamnya termasuk manusia, dana,

kemajuan, organisasi, baik oleh pemerintah maupun swasta5. Dalam

penelitian ini, implementasi dimaksudkan ialah proses pelaksanaan atau penerapan suatu aturan baik itu berupa undang-undang atau produk hukum lainnya yang telah ditetapkan oleh pemegang otoritas untuk itu dan berlaku dalam suatu komunitas masyarakat, lembaga maupun instansi.

Menurut Mazmanian dan Sabatier sebagaimana dikutip oleh Solichin

Abdul Wahab6, bahwa implementasi adalah pelaksanaan keputusan

kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Biasanya keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi dengan menyebutkan target secara jelas, tujuan dan sasaran yang hendak dicapai serta berbagai cara untuk mengatur proses pelaksanaan atau proses implementasinya.

3 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, 1995, cet XXI, PT. Gramedia, Jakarta hlm.144

4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia , 1990, cet.ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, hlm.327

5 Joko Widodo, good governance telaah dari dimensi : Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Baru Desentralisasi dan Otonomi Daerah, 2007 Insan Cendekia, Surabaya, Hlm.193

6

Solichin Abdul Wahab, Analisa Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi kebijaksanaan Negara, 2007, PT.Bamu Aksara, Jakarta. Hlm.65


(21)

xxi

Proses ini berjalan melalui tahapan tertentu., biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, disusul kemudian peraturan yang berbentuk pelaksanaan oleh lembaga atau instansi yang berwenang, kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata baik yang dikehendaki maupun yang tidak dari output tersebut, dampak keputusan dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting atau upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan-perbaikan-perbaikan terhadap undang-undang atau peraturan yang bersangkutan7.

Dalam pelaksanaan suatu peraturan, keberhasilannya sangat ditentukan oleh proses implementasi atas peraturan tersebut. Suatu peraturan akan dapat berhasil dengan baik setidaknya ada 3 hal yang harus diperhatikan, ytiu tujuan yang hendak dicapai, sasaran yang spesifik dan cara untuk mencapai sasaran tersebut. Cara untuk mencapai sasaran tersebut yang biasa disebut dengan implementasi dan diterjemahkan ke dalam perencanaan, kegiatan dan anggaran. Di dalam aktifitas implementasi seharusnya sudah dirumuskan secara jelas, siapa pelaksananya, kelompok sasarannya, besar dana dan sumbernya, manejemen program dan tolok ukur keberhasilan kinerja program.

Pada tahapan implementasi ini merupakan tahapan yang amat penting dalam pelaksanaan dari keseluruhan suatu proses kebijakan. Peraturan atau kebijakan public sebaik apapun tanpa implementasi akan sia-sia. Dalam kaitan seperti ini implementasi adalah bagian mata rantai yang penting dalam suatu kebijakan public menuju kepada hasil yang diharapkan.

Hukum adalah alat dan bukan tujuan, yang mempunyai tujuan itu adalah manusia. Akan tetapi karena manusia sebagai anggota masyarakat, tidak mungkin dapat dipisahkan dengan hukum, maka yang dimaksud dengan tujuan hukum adalah manusia dengan hukum sebagai alat untuk

7 Nuswantari, Implementasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Madiun, IPSO JURE, Terbitan I, volume I, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sebalas Maret, Surakarta, 2007, Hlm.43


(22)

xxii

mencapai tujuan itu8. Tujuan yang telah dipilih dan ditetapkan sudah barang tentu hendak diwujudkan di dalam masyarakat. Melalui hukumlah tujuan tersebut diterjemahkan dalam kenyataan sosial. Hukum diharapkan mampu sebagai sarana untuk memwujudkan tujuan tersebut karena pembangunan telah menghasilkan bermacam-macam tujuan yang ingin dicapai dalam waktu yang bersamaan. Melalui penormaan tingkah laku, hukum memasuki semua segi kehidupan manusia dan memberikan suatu kerangka bagi hubungan-hubungan yang dilakukan oleh anggota masyarakat satu terhadap yang lain..

Hukum merupakan The Normative Life of The State and Its Citizen9. Hukum menentukan serta mengatur bagaimana hubungan itu dilakukan dan bagaimana akibatnya, dan untuk itu hukum lalu menentukan tingkah laku mana yang dilarang dan mana yang diijinkan. Penormaan ini dilakukan dengan membuat kerangka umum dari suatu perbuatan yang diwujudkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan yang ada.

Hukum agar dapat berlaku secara efektif harus memiliki aspek filosofis, yuridis dan sosiologis. Sedangkan tujuan hukum adalah menciptakan sebuah perdamaian dan tugas hukum adalah menciptakan ketertiban dan keadilan.

Menurut Fuller, bahwa ukuran mengenai adanya sistem hukum yang baik didasarkan atas asas-asas yang disebut Principle of legality, yaitu : 1). Suatu sistem hukum harus mengandung suatu peraturan-peraturan yang tidak boleh mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat “ ad hoc”; 2). Peraturan-peraturan yang telah dibuat harus diumumkan ; 3). Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karenanya apabila ada yang demikian itu wajib ditolak, maka peraturan itu apabila dipakai sebagai pedoman prilaku dengan membolehkan peraturan secara berlaku surut berarti akan merusak integritas peraturan yang ditujukan untuk berlaku

8 Dudu Daswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sketsa, ctk. Pertama, refika Aditama Bandung, 2000, hl.23


(23)

xxiii

bagi waktu yang akan dating; 4). Peraturan harus disusun dalam rumusan yang bias dimengerti ; 5). Suatu sistem hukum itu tidak boleh mengandung peraturan yang bertentangan satu dengan yang lain; 6). Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan; 7). Tidak boleh ada kebiasaan untuk merubah peraturan sehingga menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi; 8). Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya sehari-hari10.

Fungsi dan peran hukum dalam masyarakat sebagaimana sistematika

Teori Hukum Thomas Aquinas11 mendasari pemahaman mengenai

sosiologi hukum mendasarkan pada :

a. Hakikat hukum.

Secara umum hukum itu memiliki 2 (dua) jenis konsep : pertama, konsep hukum dalam arti umum, dan kedua, hukum sebagai sistem aturan. Hukum sebagai konsep umum, mempunyai tiga bagian, yaitu : hakikat hukum, jenis hukum dan pengaruh atau efek hukum. Sedangkan hakikat hukum ada 4 (empat) hal yang menjadi pokok kajian, yaitu : hubungan hukum dengan akal budi, tujuan hukum, asal usul hukum dan promulgasi (penyebarluasan atau sosialisasi) hukum. Hakekat hukum

dapat diterangkan melalui pola pikir silogistik dengan

mempertentangkan beberapa keberatan sebagai premis-premisnya dan hasil analisis menjadi kesimpulan yang berisi menjawab pertanyaan.

b. Hubungan hukum dan akal budi, Thomas Aquinas mengatakan bahwa

hukum memiliki karakter memerintah dan melarang. Hukum adalah aturan dan ukuran perbuatan yang memerintah manusia untuk berbuat sesuatu atau melarang perbuatan itu. Lex (bahasa latin) bisa berarti undang-undang, berasal dari kata “ ligare” yang artinya mengikat manusia untuk berbuat sesuatu. Pengertian tersebut mengandung

10 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, cet. Pertama, Angkasa, Bandung. 1986. hlm. 2

11

RB. Soemanto, Hukum dan Sosiologi Lintasan Pemikiran, teori dan Masalah, Edisi Pertama, ctk. Pertama, Universitas Sebelas Maret Press, Surakarta. Hlm.81


(24)

xxiv

hakikat hukum adalah sesuatu yang termuat dalam akal budi dan gagasan tentang kehendak (misal : memerintah, mengarahkan) untuk tujuan tertentu.

Sedangkan hakikat hukum, dijelaskan oleh Thomas Aquinas, sebagai berikut12 :

(a) Hukum sebagai aturan dan ukuran berlaku melalui cara mengatur dan

mengukur. Jika yang mengatur dan mengukur itu akal budi, maka hukum itu di dalam akal budi.

(b) Hukum berlaku melalui hal-hal yang diatur dan diukur. Pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya merupakan perbandingan konsep dari kegiatan akal budi, yaitu memahami atau menalar. Kegiatan menalar dan memahami dilakukan melalui tiga tahap, yaitu proses akal spekulatif, pembentukan preposisi dan penyusunan silogisme sebagai pekerjaan yang harus dikerjakan.

B. Teori Bekerjanya Hukum

Hukum sebagai idealisme memiliki hubungan yang erat dengan konseptualisme keadilan secara abstrak. Apa yang dilakukan oleh hukum adalah untuk mewujudkan ide dan konsep keadilan yang diterima oleh masyarakatnya ke dalam bentuk yang konkrit, berupa pembagian atau pengolahan sumber-sumber daya kepada masyarakatnya. Hal demikian itu berkaitan erat dengan perkembangan masyarakat atau Negara yang berorientasi kesejahteraan dan kemakmuran. Hakekat dari pengertian hukum sebagai suatu sistem norma, maka sistem hukum itu merupakan cerminan dari nilai-nilai dan standar elit masyarakat, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan kelompok mereka.

Pada hakekatnya hukum sebagai suatu sistem, maka untuk dapat memahaminya perlu penggunaan pendekatan sistem. Berbagai pengertian


(25)

xxv

hukum sebagai sistem hukum dikemukakan antara lain oleh M. Frideman (dalam bukunya Ismi Warasih) bahwa hukum itu merupakan gabungan antara komponen struktur, substansi dan kultur. Komponen struktur yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem hukum tersebut. Komponen substantif yaitu sebagai output dari sistem hukum, berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur. Komponen kultural yang terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum (kultural hukum). Kultur hukum inilah yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku seluruh warga masyarakat. 13.

Lawrence Meir Friedman mengemukakan tentang tiga unsure sistem

hukum (Three Elements of Legal sistem). Ketiga unsur sistem hukum yang

mempengaruhi bekerjanya hukum tersebut, yaitu : (1) Struktur Hukum (Legal Structure), (2) Substansi Hukum (Legal Substantie) dan (3) Kultur Hukum (Legal culture) 14.

Komponen struktur yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur.

Komponen substansi adalah aturan, norma dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun.

Substansi juga mencakup living law (hukum yang hidup) dan bukan hanya

aturan yang ada dalam Kitab Undang-undang atau law in the books.

13 Esmi Warasih, 2005, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT. Suryandaru Utama, Semarang, Hlm.30

14

Ahmad Ali, 2001, Menjelajahi Kajian Empiris terhadap Hukum PT.Yasrif Watampone, Jakarta hlm.7-9


(26)

xxvi

Komponen kultural yaitu terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara pertauran hukum dengan tingkah laku hukum seluruh warga masyarakat15.

Secara singkat menurut Lawrence M. Friedman cara lain untuk menggambarkan ketiga unsur sistem hukum itu adalah sebagai berikut :

a. Struktur hukum diibaratkan sebagai mesin.

b. Substansi hukum adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin

itu.

c. Kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan

bagaimana mesin itu digunakan.

Paul dan Diaz mangajukan 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektifkan sistem hukum, yaitu :

a. Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan dipahami.

b. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi

aturan-aturan hukum yang bersangkutan.

c. Efisien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum.

d. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah

dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga harus cukup efektif dalama penyelesaian sengketa-sengketa.

e. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga

masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu

memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif 16.

Sistem hukum merupakan cerminan dari nilai-nilai dan standar elit masyarakat, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan kelompok mereka. Berbicara masalah hukum pada dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat. Karena kebijakan dalam bidang hukum akan berimplikasi kepada masalah politik

15

Esmi Warrasih Op.Cit.hlm.30 16 Ibid hlm. 105-106


(27)

xxvii

yang sarat dengan diskriminasi terhadap kelompok lain. Untuk memahami bagaimana fungsi hukum, sedikitnya ada 4 (empat) bidang pekerjaan yang dilakukan oleh hukum, yaitu :

a. Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan

menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh dilakukan.

b. Mengalokasikan dengan menegaskan siapa saja yang boleh melakukan

kekuasaan atau siapa berikut prosedurnya.

c. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat.

d. Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara

mengatur kembali hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan menun jukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh dilakukan.

Dari empat pekerjaan hukum tersebut, menurut Satjipto Rahardjo secara sosiologis dapat dilihat dari adanya 2 (dua) fungsi utama hukum. Yaitu : a. Social Control (kontrol sosial)

Sosial kontrol merupakan fungsi hukum yang mempengaruhi warga masyarakat agar bertingkah laku sejalan dengan apa yang telah digariskan sebagai aturan hukum, termasuk nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat. Termasuk dalam lingkup kontrol sosial ini adalah :

1) Perbuatan norma-norma hukum, baik yang memberikan peruntukan

maupun yang menentukan hubungan antara orang dengan orang.

2) Penyelesaian sengketa di dalam masyarakat.

3) Menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, yaitu dalam hal

terjadi perubahan-perubahan sosial. b. Social engineering (rekayasa sosial).

Penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai suatu tertib hukum atau keadaan masyarakat sebagaiman diinginkan oleh pembuat hukum. Berbeda dengan fungsi kontrol sosial yang lebih praktis, yaitu untuk kepentingan waktu sekarang, maka fungsi rekayasa sosial dari hukum


(28)

xxviii

lebih mengarah pada pembahasan sikap dan perilaku masyarakat dimasa mendatang sesuai dengan keinginan pembuat undang-undang. Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada akhirnya akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru dimasyarakat17.

Robert B Seidman, menyatakan tindakan apapun yang diambil baik oleh pemegang peran, lembaga-lembaga pelaksana maupun pembuat undang-undang selalu berada dalam lingkup kompleksitas kekuatan-kekuatan soaial, budaya, ekonomi dan politik, dan hal-hal lain sebagainya. Seluruh kekuatan-kekuatan sosial itu selalu ikut bekerja dalam setiap upaya untuk memfungsikan peraturan-peraturan yang berlaku menerapkan sanksi-sanksinya, dan dalam seluruh aktivitas lembaga-lembaga pelaksanaannya18.

Dengan demikian peranan yang pada akhirnya dijalankan oleh lembaga dalam pranata hukum itu merupakan hasil dari bekerjanya berbagai factor, Robert B Seidman mencoba untuk menerapkan padangan tersebut di dalam analisanya mengenai bekerjanya hukum dalam masyarakat yang dilukiskan dalam bagan sebagai berikut :

Bekerjanya kekuatan-kekuatan Personal & sosial

Pembuatan Undang- undang Peraturan

Umpan balik Umpan balik

Norma

17 Satjipto Rahardjo, 1986, masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru bandung, hlm. 119-120.


(29)

xxix

Penegakan Hukum Pemegang Peranan

Peran yang dimainkan

Bekerjanya kekuatan-kekuatan Bekerjanya kekuatan-kekuatan

Personal & sosial Personal & sosial

Gambar 1

Teori Bekerjanya Hukum

Olehnya bagan itu diuraikan di dalam dalil-dalil sebagai berikut :

a. Setiap penuturan hukum memberitahukan tentang bagaimana seorang

pemegang peranan itu diharapkan bertindak.

b. Bagaimana seorang pemegang peranan itu bertindak sebagai suatu

respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dan lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan komplek kekuatan sosial, politik dan lainnya mengenai dirinya.

c. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai

respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan komplek ketentuan-ketentuan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari para pemegang peranan.

d. Bagaimana para pembuat undang-undang itu bertindak merupakan

fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan komplek ketentuan-ketentuan sosial politik, ideologis dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik datang dari para pemegang peranan.serta birokrasi. 19

19 Ibid hlm. 12


(30)

xxx

Selanjutnya dikatakan bahwa pelaksanaan penegakan hukum atau keefektifan hukum (yang tentunya juga pelaksanaan suatu kebijaksanaan atau suatu komitmen) bersangkutan dengan 5 (lima) faktor pokok yaitu :

a. Faktor hukumnya sendiri

b. Faktor penegak hukum

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

d. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau

diterapkan.

e. Faktor budaya, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, karena merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupkana tolok ukur dari efektivitas penegakan hukum.

Menurut Radbruch, hukum harus mempunyai 3 (tiga) nilai idealis atau nilai dasar yang merupakan konsekuensi hukum yang baik, yaitu :

a. Keadilan.

b. Kemanfaatan/kegunaan .

c. Kepastian hukum. 20

Disamping itu ada 3 (tiga) dasar berlakunya hukum atau undang-undang yaitu berlaku secara : filosofis, sosiologis, dan yuridis, sehingga nilai idealis atau nilai dan dasar berlakunya hukum atau undang-undang dapat berlaku sebagai berikut :

Keadilan Filosofis

HUKUM

Kegunaan Sosiologi

Kepastian hukum Yuridis


(31)

xxxi Gambar 2

Nilai Identitas dan Dasar Berlakunya

Agar hukum benar-benar dapat mempengaruhi perilaku warga masyarakat, maka hukum tadi harus seluas mungkin sehingga melembaga dalam masyarakat. Adanya alat-alat komunikasi tertentu, merupakan salah satu syarat bagi penyebaran serta pelembaga hukum. Komunikasi hukum tersebut dapat dilakukan secara formil yairu melalui suatu tata cara informal yang terorganisasikan dengan resmi. Disamping itu, maka ada salah satu batas di dalam penggunaan hukum sebagai sarana pengubah dan pengatur perilaku. Ini semua termasuk apa yang dinamakan difussi, yaitu penyebaran dari unsur-unsur kebudayaan tertentu di dalam masyarakat yang bersangkutan. Proses difussing tersebut antara lain dapat dipengaruhi oleh :

a. Pengakuan bahwa unsur kebudayaan yang bersangkutan (di dalam hal ini hukum) mempunyai kegunaan.

b. Ada tidaknya pengaruh dari unsur-unsur kebudayaan lainnya yang mungkin merupakan pengaruh negatif dan positif.

c. Sebagai suatu unsur yang baru, maka hukum tadi mungkin akan ditolak

oleh masyarakat, karena berlawanan dengan fungsi dan unsur lama.

d. Kedudukan dan peranan dari mereka yang menyebarluaskan hukum,

mempengaruhi efektifitas hukum di dalam merubah serta mengatur perilaku warga masyarakat.

Menurut Lon Fuller, ada delapan nilai yang diwujudkan oleh hukum. Kedelapan nilai tersebut yang dinamakannya dengan prinsip legalitas adalah :

a. Harus ada peraturan-peraturan terlebih dahulu, hal ini berarti bahwa tidak ada tempat bagi keputusan-keputusan secara ad-hoc, atau atau tindakan-tindakan yang bersifat arbiter.


(32)

xxxii

b. Peraturan-peraturan itu harus diumumkan secara layak .

c. Peraturan-peraturan itu tidak boleh berlaku surut.

d. Perumusan-perumusan peraturan-peraturan itu harus jelas dan terinci, ia harus dapat dimengerti oleh rakyat.

e. Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal-hal yang tidak mungkin.

f. Diantara sesama peraturan tidak boleh terdapat pertentangan satu sama

lain.

g. Peraturan-peraturan harus tetap, tidak boleh sering diubah-ubah.

h. Harus terdapat kesesuaian antara tindakan-tindakan para pejabat hukum

dan peraturan-peraturan yang telah dibuat. 21

Kegagalan untuk mewujudkan salah satu dari nilai-nilai tersebut bukan hanya menyebabkan timbulnya sistem hukum yang jelek, tetapi lebih daripada itu. Hukum yang demikian itu sama sekali tidak dapat disebut hukum.

C. Prinsip-Prinsip Dalam Ekonomi Syariah.

Mencermati substansi pandangan M. M. Metwally yang dikutip oleh Gemala Dewi, dalam mengulas nilai atau prinsip dasar ekonomi Islam, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Nilai Khilafah.

Merupakan fungsi kekhalifahan manusia di bumi sebagai pemegang amanah untuk mengelola segala isi alam untuk kepentingan dan keperluan hidupnya.

2. Nilai Kepemilikan Terbatas.

Pelaku ekonomi harus menyadari bahwa perolehan dan hasil usaha yang dicapai bukanlah milik mutlak, melainkan sebagai amanah Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan penggunaannya nanti.

3. Nilai Kerja Sama (ta’awun).

21 Ibid hal.13


(33)

xxxiii

Nilai kerja sama menempatkan manusia sebagai subjek untuk saling membantu terhadap sesama dan tidak saling mengeksploitasi.

4. Nilai Solidaritas dan Distribusi Kekayaan.

Pelaku ekonomi harus memiliki rasa solidaritas sesama manusia sehingga selalu bisa berbagi peluang dalam usaha pengembangan diri. Hal itu menyebabkan terjadinya distribusi kekayaan yang merata dan adil. Tidak dibenarkan melakukan akumulasi kekayaan dan penimbunan barang untuk kepentingan sepihak.

5. Nilai Pemilikan Kolektif.

Kepemilikan terhadap sumber-sumber daya tertentu, berupa air, padang rumput, dan api serta sarana umum lainnya tidak boleh dimiliki secara sepihak, melainkan harus dikendalikan oleh negara.

6. Asas Pertanggungjawaban Ganda22.

Pelaku ekonomi tidak akan terbebas dari tanggung jawabnya, baik untuk sebuah proses yang benar dan halal maupun terhadap suatu proses yang salah dan haram, masing-masing akan diberikan ganjaran. Inilah konsekuensi nilai pertanggungjawaban yang tidak mungkin dihindarkan karena keyakinan akan adanya hari kiamat sebagai hari pembalasan.

Deskripsi mengenai nilai dasar atau prinsip ekonomi Islam juga diberikan oleh Ali Yafie23. Menurutnya, secara prinsip terdapat empat pilar-pilar sebagai dasar dalam transaksi ekonomi, yaitu :

1. Tauhid.

Sistem etika Islam yang meliputi kehidupan manusia dibumi secara keseluruhan selalu tercermin dalam konsep tauhid yang dalam pengertian absolut hanya berhubungan dengan Tuhan. Meskipun demikian, karena manusia bersifat ilahiah ini. Umat manusia tidak lain adalah wadah kebenaran dan harus memantulkan cahaya

22 Gemala Dewi, Wirduaningsih dan Yeni Salma Barlinti, 2005, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, edisi I, ctk. pertama, Kencana, Jakarta


(34)

xxxiv

Nya dalam semua manifestasi duniawi. Allah SWT., menegaskan hal ini dalam Firman-Nya sebagai berikut :

َﺳ ُﻨ ِﺮ ْﯾِﮭ ْﻢ َا َﯾِﺘ َﻨ ِﻓ ﺎ ْﺎى َﻷ َﻓ ِقﺎ َو ِﻓ َأ ﻰ ْﻧُﻔ ِﺴ ِﮭ ْﻢ َﺣ ﱠﻰﺘ َﯾ َﺘَﺒ ﱠﯿ َﻦ َﻟ ُﮭ ْﻢ َأ ﱠﻧُﮫ ْﻟا َﺤ ﱡﻖ َا َوﻟ َْﻢ َﯾ ْﻜ ِﻒ ِﺑ َﺮ ﱢﺑ َﻚ َأ ﱠﻧُﮫ َﻋ َﻠ ُﻛ ﻰ ﱢﻞ َﺷ ْﻲ ٍء َﺷ ِﮭْﯿ ٌﺪ ٥٣

Artinya :Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu ? (QS. Fushilat : 53).

Tauhid pada tingkatan absolut meningkatkan makhluk untuk melakukan penyerahan tanpa syarat kepada kehendak Allah SWT., sebagaimana ditegaskan dalam surat Yusuf ayat 40 yang artinya, “

Keputusan hanya terletak pada Allah, yang telah memerintahkan untuk tidak menyembah selain Dia”. Dalam ayat lain ditegaskan pula yang

artinya, “ Katakanlah, sesungguhnya shalatku, pengurbananku,

hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan Semesta Alam”. (QS. Al An’am : 162).

Secara substantif, nilai tauhid mengandung dua dimensi utama, yaitu sebagai berikut : Pertama, tauhid rububiyah, artinya keyakinan bahwa semua yang ada di alam ini adalah milik Allah dikuasai langsung oleh-Nya. Kedua, tauhid uluhiyah, artinya keyakinan bahwa dengan aturan Nya lah segala makhluk menjalankan kehidupannya. Kedua nilai yang terkandung di dalam tauhid itu, oleh Rasulullah diterapkan dalam setiap kegiatan ekonomi. Setiap harta (asset) dalam transaksi bisnis hakikatnya adalah milik Allah dan pelaku ekonomi hanyalah mendapatkan amanah mengelola. Oelh karena itu, setiap aset dan anasir transaksi harus dikelola sesuai dengan ketentuan pemilik yang hakiki, yakni Allah SWT. Dengan kepeloporan Nabi Muhammad SAW., dalam meninggalkan praktek riba’ (unsury-interest), transaksi fiktif (gharar),

perjudian spekulasi (maysir) dan komoditi haram merupakan wujud dan


(35)

xxxv 2. Keseimbangan (Adil).

Dalam pandangan Islam, sistem kehidupan berasal dari sebuah persepsi Ilahiah mengenai keharmonisan alam. Dalam perspektif Islam, keberagaman harus diseimbangkan agar menghasilkan tatanan sosial yang baik, sebagaimana dinyatakan dalam Firman Allah :

ِاﱠﻧ ُﻛ ﺎ ﱠﻞ َﺷ ْﻲ ٍء َﺧ َﻠْﻘ َﻨُﮫ ِﺑ َﻘَﺪ ٍر

.

٤٩

Artinya : Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (QS. Al Qamar : 49).

Nilai keseimbangan atau keharmonisan sosial tidaklah dalam makna yang statis, melainkan lebih bersifat dinamis yang senantiasa mengerahkan segala kekuatan untuk menentang segenap ketidakadilan. Keseimbangan juga harus mewujudkan dalam kehidupan ekonomi yang menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan. Profit and loss sharing principle (bagi hasil) boleh dikatakan sebagai represtasi model yang berimbang dan adil.

3. Kehendak bebas.

Salah satu kontribusi yang paling orisinil dalam filsafat sosial adalah konsep mengenai kebebasan. Hanya Tuhanlah yang mutlak bebas, tetapi dalam batas-batas skema penciptaan-Nya, manusia juga relatif bebas dengan kemahatauan Tuhan atas segala kegiatan manusia selama di bumi.

Prinsip kebebasan inipun mengalir dalam kegiatan ekonomi Islam. Prinsip transaksi ekonomi adalah halal, seolah-olah mempersilahkan para pelakunya melaksanakan kegiatan ekonomi sesuai yang diinginkan, menumpahkan kreatifitas, modifikasi dan ekspansi seluas dan sebesar-besarnya, bahkan transaksi bisnis dapat dilakukan dengan siapapun secara lintang agama.

Berkaitan dengan hal ini , Nabi Muhammad SAW., telah memberikan banyak diskripsi termasuk selama kerja sama bisnis yang dapat dieksplorasi diluar praktek riba yang dilaksanakan masyarakat ketika


(36)

xxxvi

itu. Model usaha tersebut antara lain, mudharabah, musyarakah,

murabahah, ijarah, wakalah, salam, istishna dan sebagainya.

4. Pertanggungjawaban (Al-Muhasabah)

Prinsip pertanggungjawabn ini telah diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW., terutama dalam kerangka dasar etika dan bisnisnya. Kebebasan harus dibarengi dengan pertanggungjawaban manusia yang harus manjalani konsekuensi logisnya, setelah menentukan daya pilih antar yang baik dan buruk. Allah SWT. befirman :

ُﻛ ﱡﻞ َﻧ ْﻔ ٍﺲ ِ َﻤﺑ َﻛ ﺎ َﺴ َﺒ ْﺖ َر ِھ ْﯿَﻨ ﺔ ٣٨

Artinya : “ Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya. (QS. Al Mudatsir : 38)

Wujud dari etika sebagai implementasi dari prinsip ini adalah terbangunnya transaksi yang fair dan bertanggungjawab. Nabi mencontohkan sebuah integritas yang tinggi dalam memenuhi segenap klausul kontraknya dengan pihak lain, misalnya dalam hal pelayanan kepada pembeli, pengiriman barang secara tepat waktu, dan kualitas barang yang dikirim. Disamping itu beliaupun kerap mengaitkan suatu proses ekonomi dengan pengaruhnya terhadap masyarakat dan lingkungan. Untuk itu Nabi melarang memperjualbelikan produk-produk tertentu yang dapat merusak masyarakat dan lingkungan.

Dengan mendasarkan analisis pada sejumlah kategorisasi prinsip-prinsip ekonomi Islam dari sejumlah pakar tersebut, Muslimin selanjutnya menegaskan lima prinsip dasar ekonomi Islam, yaitu sebagai berikut :

1. Prinsip tauhid.

Prinsip ini merupakan yang paling fundamental dalam ajaran Islam sekaligus sebagai misi utama Rasulullah yang harus disampaikan (tablig) kepada seluruh manusia di bumi. Prinsip tauhid dalam ekonomi Islam begitu esensial karena mengandung ajaran kepada manusia, agar dalam hubungannya dengan Allah (ibadah) dan


(37)

xxxvii

hubungan kemanusiaan (muamalah) sama pentingnya dan harus diseimbangkan.

2. Prinsip keseimbangan.

Setiap proses dalam kegiatan ekonomi Islam harus didasarkan pada prinsip kesimbangan. Maksud dari kesimbangan disini bukan hanya berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan duniawi dan ukhrawi, tetapi juga berkaitan dengan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan kolektif (umum) serta kesimbangan antara lahir dan batin. Implementasi keseimbangan dalam ekonomi Islam mencakup juga keseimbangan dalam mendistribusikan kekayaan yang dimiliki oleh negara melalui hasil pendapatan, seperti zakat, sedekah, ghanimah (harta rampasan perang), fai (harta rampasan perang tidak melalui peperangan), kharaj (pajak atas daerah yang ditaklukan dalam perang), ushr (zakat tanaman) dan seterusnya.

3. Prinsip Khilafah.

Keberadaan manusia sebagai khalifah (wakil) Tuhan dimuka bumi, harus menjalankan aturan dan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh pemberi mandat kekhalifahan. Eksistensi manusia sebagai pemegang amanah dan pemimpin, secara eksplisit tercantum dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30, Al-An’am : 165, Shad : 28 dan Al Hadid : 57.

4. Prinsip Keadilan.

Salah satu prinsip terpenting dalam proses ekonomi berbasis Islam ialah keadilan. Berperilaku adil tidak hanya didasarkan pada ayat-ayat Al Qur’an dan Sunnah Rasul, tetapi juga didasarkan pada pertimbangan hukum alam yang diciptakan berdasarkan prinsip keseimbangan dan keadilan.

Implementasi keadilan dalam proses pembangunan ekonomi sangat penting untuk diwujudkan. Dalam pandangan Ibnu Taimiyah,


(38)

xxxviii

Tuhan akan mendukung proses pemerintahan yang adil walaupun kafir dan Tuhan tidak akan mendukung proses pemerintahan yang zalim walaupun Islam. Prinsip keadilan ini harus terwujud dalam segala dimensi kehidupan. Bila hal ini tidak terlaksana, maka penindasan, kekerasan, dan eksploitasi akan terus berlangsung. Keadilan merupakan ruh dari penerapan nilai-nilai kemanusiaan, keharmonisan, dan kesejahteraan dalam kehidupan sosial.

D. Konsepsi Hukum Kontrak Syariah

1. Hukum Kontrak/akad.

Di dalam Al Qur'an yang berhubungan dengan hukum kontrak antara perjanjian, yaitu : al-aqdu (akad) dan al-ahdu (janji). Menurut Abdul Manan24 yang dimaksud hukum kontrak dalam Islam disebut dengan " Akad" yang berasal dari bahasa Arab " Al-Aqdu", yang berarti perbuatan perjanjian, kontrak atau permufakatan (al-ittifaq) dan transaksi.

Pengertian akad secara bahasa adalah ikatan, mengikat. Dikatakan

ikatan (ar-rabt) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan

dua ujung tali yang mengikatkan salah satunya pada ujung yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seutas tali yang satu.25

Secara Etimologi akad berarti "ikatan" yaitu ikatan antara ujung sesuatu (dua perkara), baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara abstrak dari satu sisi atau dua sisi26. Etimologi akad menurut M. Hasby Ash-shiddieqy adalah " mengikat ", yaitu mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satunya dengan yang lain, sehingga

24 Abdul Manan, Hukum Kontrak Dalam Sistem Ekonomi Syariah, Makalah, MARI, 2008

25

Ghufron A. Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, cet.I (Jakarta Raya Grafindo Persada, 2002) hal.75

26

Muhammad Firdaus NH. dkk, Cara Mudah Memahami Akad-akad Syariah, Renaisan Jakarta, 2005, hlm.12


(39)

xxxix

bersambung, kemudian keduanya menjadi satu benda27. Akad diartikan

juga sebagai " sambungan ", yaitu sambungan yang memegang kedua tepi itu dan mengikatnya. Akad juga diartikan sebagai " janji " sebagai mana dijelaskan dalam QS.Al-Maidah (5);1, : " Hai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janjimu ".

Sedangkan Terminologi, akad (perjanjian) dapat ditinjau dari segi secara umum dan khusus :

1. Pengertian umum :

Secara umum, pengertian akad dalam arti luas hampir sama dengan

pengertian akad dari segi bahasa, Menurut pendapat Ulama Syafi'iyah, Malikiyah dan Hanabilah akad adalah segala sesuatu yang dikerjakan seseorang berdasarkan keinginan sendiri, seperti

Wakaf, talak, pembebasan atau sesuatu pembentukannya

membutuhkan keinginan dua orang seperti jual beli, sewa menyewa, perwakilan dan gadai.

2. Pengertian khusus :

Pengertian akad secara khusus adalah perikatan ( yang ditetapkan dengan) ijab dan qobul berdasarkan ketentuan syara yang berdampak pada objeknya.contoh, ijab adalah pernyataan seorang pejual "saya telah menjual barang ini kepadamu" atau sejenisnya. Dengan demikian, ijab qobul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukan suatu keridhaan dalam berakad diantara dua orang atau lebih.

Berdasarkan pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan akad (perjanjian) adalah suatu yang sengaja dilakukan oleh kedua belah pihak berdasarkan persetujuan masing-masing.

Menurut Afzalur Rahman seperti yang dikutip M. Syafii Antonio, dalam prinsip ekonomi syariah, akad yang dilakukan berdasarkan

27

M. Hasby Ash-Shiddieqy, dalam Hendi Suhendi, fiqh Muamalah, Rajawali Press, Jakarta, 2002. Cet.1 hlm.56


(40)

xl

hukum Islam. Sering kali nasabah (pelaku bisnis ) berani melanggar kontrak yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tetapi tidak demikian dengan kontrak tersebut memiliki pertanggung jawaban hingga yaumil qiyamah ( hari qiyamat ) nanti. Setiap akad dalam ekonomi syariah, baik dalam hal barang ( objek ), pelaku transaksi (subjek), maupun ketentuan lainya, harus memenuhi ketentuan syarat dan rukunya.

Sedangkan menurut pasal 20 ayat (1) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ( KHES ) adalah " kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu ". dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan akad adalah suatu yang disengaja dilakukan oleh kedua belah pihak berdasarkan persetujuan masing-masing.

Perikatan bisa berarti al-'aqdu (akad ), dan juga berarti al-'ahdu (janji). Istilah al-'aqdu bisa disamakan dengan istilah verbintenis dalam KUH perdata. Sedangkan istilah al-'ahdu dapat disamakan dengan istilah perjanjian overeenkomst, yaitu suatu pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan orang lain28.

Istilah ini terdapat dalam QS. Ali Imron ayat 76 yang artinya : "sebenarnya siapa yang menepati janji yang dibuatnya dan bertaqwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa"

Menurut Jumhur Ulama, akad adalah pertalian antara ijab dan qabul yang dibenarkan oleh syara' yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya29.

Menurut Abdoerraoef, bahwa terjadinya suatu perikatan (al-'aqdu) adalah melalui tiga tahap, yakni : pertama, al-'aqdu, yaitu pernyataan

28 Fathurrahman Jamil, Hukum Perjanjian Syariah Dalam KompilasiHukum Perikatan oleh Mariam darus Badrulzaman et al., cet.1, Citra AdityaBhakti, Bandung, 2001, hlm.247 .

29 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah, (Hukum Perdata Islam), ed. Revisi, UII Press, Yogyakarta, 2001, hlm.65., dan TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, cet.1, ed.2, Pustaka Rizki Putra, 1997, hlm.14.


(41)

xli

dari seseorang untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dan tidak ada sangkut pautnya dengan kemauan orang lain. janji ini mengikat orang yang mengatakanya untuk melaksanakan janji tersebut.

Kedua, persetujuan, yaitu pernyataan setuju dari pihak kedua untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yang dinyatakan oleh pihak pertama. Ketiga, apabila perjanjian telah dilaksanakan kedua belah pihak, maka terjadilah apa yang dimaksud dengan al-'aqdu30.

Makna dan pengertian perikatan (akad) dalam konsep ekonomi syariah, sebagaimana diuraikan diatas, tidak jauh berbeda dengan perikatan yang dikemukakan oleh Subekti yang didasarkan pada KUH perdata. Perikatan menurut Subekti adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Sedangkan perjanjian menurut Subekti adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal31.

Perbedaan proses perikatan antara hukum Islam dengan KUH perdata adalah mengenai tahap perjanjiannya. Pada hukum perikatan islam, janji pihak pertama terpisah dari janji pihak kedua, baru kemudian lahir perikatan. sedangkan pada KUH perdata, perjanjian antar pihak pertama dan pihak kedua adalah satu tahap yang kemudian menimbulkan perikatan diantara mereka.

Sementara menurut Abd.Gani Abdullah, dalam perikatan Islam titik tolak yang paling membedakan adalah pentingnya unsur ikrar (ijab dan qabul) dalam tiap transaksi. Apabila dua janji antara para pihak

30 Abdoerraoef, Al-Qur'an dan Ilmu Hukum, NA Comparative Study, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, hlm.122-123..


(42)

xlii

tersebut disepakati dan dilanjutkan dengan ikrar, maka terjadilah 'aqdu32.

a. Unsur-unsur akad.

Sebelum terjadi akad dalam perjanjian/perikatan harus terwujud terlebih dahulu adanya beberapa unsur dari perikatan itu sendiri yang terdiri dari :

1. Shigat al-aqad yaitu : suatu yang didasarkan dari dua belah pihak yang berakad yang menunjukkan atas apa yang ada dihati keduanya tentang terjadinya akad. Hal ini dapat diketahui dengan ucapan, isyarat dan tulisan (sighat yang biasa disebut ijab kabul).

2. Akad dengan perbuatan yaitu perbuatan yang menunjukkan

saling meridloi.

3. Akad dengan isyarat bagi yang tidak agi yang tidak bisa berbicara, bagi yang bisa berbicara tidak diperkenankan melakukan akad dengan isyarat, melainkan harus dengan lisan, tulisan atau perbuatan.

Lebih rinci Gemala Dewi, juga menguraikan ada tiga unsur yang terkandung dalam akad, yaitu :

1. Pertalian ijab dan dan kabul.

Ijab adalah pernyataan kehendak oleh suatu pihak (maujib) untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah pernyataan menerima atau menyetujui kehendak mujib tersebut kepada pihak lain (qaabil). Ijab dan kabul ini harus ada dalam melaksanakan sesuatu perikatan.

2. Dibenarkan oleh syara’.

Akad yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syariah atau hal-hal yang diatur dalam Al Qurán dan Hadits. Pelaksanaan akad, tujuan akad, maupun obyek akad, tidak boleh bertentangan dengan syariah. Jika bertentangan mengakibatkan akad tersebut tidak sah. .

3. Mempunyai akibat hukum terhadap obyeknya.

Akad merupakan salah satu tindakan hukum terhadap obyek hukum (tasharuf). Adanya akad menimbulkan akibat hukum terhadap obyek hukum yang diperjanjikan oleh para pihak dan juga memberikan konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat para pihak.

32

Abdul Gani Abdullah, dalam Gemala Dewi dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm.48.


(43)

xliii

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam rangka mewujudkan akad, secara detail ada dua syarat yaitu :

1. Syarat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna

wujudnya dalam segala hal macam akad.

2. syarat khusu yaitu syarat-syarat yang diisyaratkan wujudnya dalam sebagian akad, tidak dalam sebagian yang lain. Syarat-syarat ini bisa disebut Syarat-syarat tambahan (idhofiyah) yang harus ada disamping syarat-syarat umum, seperti adanya saksi.

b. Rukun dan Syarat Akad.

Di dalam melaksanakan suatu perikatan, terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun menurut bahasa adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan33. Sedangkan syarat adalah ketentuan (peraturan/petunjuk) yang harus diindahkan dan

dilakukan34. Dalam syariah, rukun dan syarat sama-sama

menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi. Rukun menurut terminologi adalah suatu unsur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu35. Sedangkan syarat menurut terminologi adalah sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar'i dan ia berada di luar hukum itu sendiri yang ketiadaanya menyebabkan hukum pun tidak ada36.

Perbedaan antara rukun dan syarat adalah bahwa rukun merupakan sifat yang padanya tergantung keberadaan hukum dan ia termasuk dalam rukun itu sendiri. Sedangkan syarat merupakan sifat yang kepadanya bergantung keberadaan hukum, tetapi ia berada diluar hukum itu sendiri37.

33 Departemen Pendidikan Nasional, kamus Besar Bahasa Indonesia, balai pustaka, jakarta, 2002, hlm.966

34 Ibid hlm 1114

35 Abdul Aziz Dahlan, ed.Ensiklopedi Hukum Islam,, jilid.5, ikhtiar Baru Van Hoeve, jakarta, 1996, hlm.1510

36

Ibid hlm.1691. 37 Ibid hlm.1692.


(44)

xliv

Adapun rukun-rukun akad menurut pasal 22 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah terdiri dari 4 (empat) macam yakni :

a) pihak-pihak yang berakad;

b) obyek akad;

c) tujuan pokok akad; dan

d) kesepakatan.

Pihak-pihak yang berakad menurut pasal 23 KHES adalah orang, persekutuan, atau badan usaha yang memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan obyek akad menurut pasal 24 KHES adalah amwal atau jsa yang dihalalkan yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak. Dan tujuan akad sebagaimana diatur dalam pasal 25 KHES, yakni akad bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pengembangan usaha masing-masing pihak yang mengadakan akad.

Menurut Jumhur 'Ulama rukun akad meliputi : a) al-'aqidaini, b) mahallul 'aqdi, dan c) sighat al-'aqd. Selain ketiga rukun tersebut, menurut Musthafa al-Zarqa ada satu lagi yakni maudlu'ul aqdi (tujuan akad); ia bukan merupakan rukun, akan tetapi merupakan unsur penegak akad (muqawimat 'aqd)38. Sedangkan menurut TM Hasbi Ash-Shiddieqy, keempat tersebut merupakan komponen-komponen yang harus dipenuhi untuk terbentuknya suatu akad39.

a) Al-'aqidaini (subyek perikatan) ;

Adalah para pihak yang melakukan akad. Sebagai pelaku dari suatu tindakan hukum tertentu, yang faham hal ini tindakan hukum akad (perikatan), dari sudut hukum adalah sebagai subyek hukum. Subyek hukum sebagai pelaku perbuatan hukum

38 Gemala Dewi, dkk.Op.cit. hlm.79. 39

TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, cet.1, ed.2., Pustaka RizkyPutra, Semarang. 2000. hlm.23.


(45)

xlv

seringkali diartikan sebagai pihak pengemban hak dan kewajiban.

Subyek hukum terdiri dari manusia dan badan hukum. Manusia adalah pihak yang dapat dibebani hukum (mukallaf), yakni orang-orang yang telah dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah SWT., baik yang terkait dengan perintah maupun larangan-laranganNya.

Menurut pasal 2 ayat (1) KHES, bahwa seseorang dipandang memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum dalam hal telah mencapai umur paling rendah 18 tahun atau pernah menikah. Selanjutnya dalam pasal 3 ayat (1 dan 2) disebutkan bahwa dalam seorang anak belum berusia 18 tahun dapat mengajukan permohonan pngakuan cakap melakukan perbuatan hukum kepada Pengadilan, dan pengadilan dapat mengabulkan dan/atau menolak permohonan pengajuan cakap melakukan perbuatan hukum.

Badan hukum adalah badan yang dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban, dan berhubungan hukum terhadap orang lain atau badan hukum40. Badan hukum ini memiliki kekayaan terpisah dari perseorangan. Meskipun pengurus badan hukum silih berganti, ia tetap memiliki kekayaan tersendiri. Badan hukum bisa berupa negara, daerah otonomi, perusahaan atau yayasan. b) Mahallul 'aqd (obyek perikatan),

Adalah sesuatu yang dijadikan obyek akad dan dikenakan padanya akibat hukum yang ditimbulkan. Bentuk obyek akad dapat berupa benda berujud, seperti mobil, rumah dan lain-lain maupun benda tidak berujud, seperti manfaat.

40

R. Wirjono Pjodjodikoro, Asas-asa Hukum Perdata, cet.8. SumurBbandung.,1981,hlm.23.


(46)

xlvi

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mahallul 'aqd adalah a) obyek perikatan telah ada ketika akad dilangsungkan., b) obyek perikatan dibenarkan oleh syara'., c) obyek akad harus jelas dan dikenali, dan d) obyek akad dapat diserah terimakan. Mahallul 'aqd disebut juga dengan al-ma'qud 'alaih, yaitu obyek akad atau benda-benda yang dijadikan akad. Bentuknya dapat berbentuk harta benda seperti barang dagangan, berbentuk bukan harta, seperti akad pernikahan dan dapat pula berbentuk suatu kemanfaatan seperti dalam upah mengupah.

Adapun syarat-syarat dalam obyek akad adalah meliputi : 1) Ma'qud 'alaih (barang) harus ada ketika akad. Maka tidak sah menjual kambing yang masih dalam kandungan induknya ataua membeli sesuatu yang masih dalam tanah., 2) Ma'qud 'alaih harus masyru' (sesuai dengan ketentuan syara'), maka tidak sah barang yang diharamkan syara', seperti bangkai, minuman keras. 3) Ma'qud 'alaih dapat diberikan pada waktu akad. Tidak seperti jual burung yang masih terbang, harta yang diwakafkan. Maka dapat dipandang terjadi akad., dan 5) Ma'qud 'alaih harus suci yaitu tidak najis atau mutanajis (terkena najis) .

c) Sighat akad (ijab dan kabul)

Adalah suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan kabul.. ijab adalah suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah suatu pernyataan menerima dari pihak kedua atas penawaran yang dilakukan oleh pihak pertama. Ijab dan kabul dapat dilakukan dengan empat cara, yakni41 : 1) Lisan, para pihak mengungkapkan kehendaknya dalam bentuk perkataan secara jelas. 2) Tulisan, hal ini


(1)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.

Dari hasil penelitian dan pembahasan pokok permasalahan di dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan hukum kontrak dalam pembiayaan murabahah pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta, secara umum telah melaksanakan prinsip-prinsip syariah, sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah serta peraturan--peraturan lainnya seperti : fatwa-fatwa Dewan Syariah dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

2. Upaya-upaya yang dilakukan pihak kreditur Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta, apabila debitur wanprestasi, pihak debitur melakukan tindakan persuasif dengan cara pembinaan kepada debitur dan hasilnya dapat menyelesaikan permasalahan secara damai, sehingga tidak terjadi sengketa di Pengadilan.

B. Implikasi.

Adapun pokok permasalahan yang dilakukan dalam penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, menimbulkan konsekuensi logis dari rumusan permasalahan sebagai berikut :

1. Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta telah melaksanakan prinsip-prinsip syariah secara komprehensif dalam hukum kontrak pembiayaan murabahah. Hal ini telah ada kesesuaian operasional Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta terjaga dengan baik. 2. Dalam mengantisipasi terjadinya debitur wanprestasi, pihak debitur


(2)

cxxvi

pendekatan persuasif dengan melakukan pembinaan kepada debitur untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dan hak-haknya, sehingga dapat terjaga transaksi/kontrak antera kreditur dengan debitur sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

C. Saran

1. Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta yang dalam operasionalnya telah melaksanakan prinsip-prinsip syariah perlu dijaga agar Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta betul-betul dapat dipercaya sebagai bank syariah dan merupakan representasi dari bank-bank lainnya.

2. Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta perlu mempertahankan upaya-upaya pembinaan terhadap debitur yang melakukan wanprestasi sebagai langkah untuk menempuh jalur perdamaian dengan tetap mempertahankan nilai-nilai yang terkandung dalam prinsip-prinsip ekonomi syariah, disamping itu perlu mensosialisasikan keberadaannya bersama tokoh-tokoh ormas Islam untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat muslim yangs ampai saat ini masih rendah pemahamannya tentang perbankan syariah, karena image masyarakat saat ini memandang perbankan syariah masih sebatas label yang tidak jauh berbeda dengan bank konfensional dalam operasionalnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA:

- Abdul Ghofur Anshori, 2006, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Citra Media, Yogyakarta.

- ---, 2007, Perbankan Syariah di Indonesia, ctk. Pertama, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

- Abdul Manan. 2006, Aspek-aspek Pengubah Hukum, cet Ketiga, Kencana Prenada Media, Jakarta.

- Abdul Manan, Hukum Kontrak Dalam Sistem Ekonomi Syariah, (Makalah), MARI , 2008.

- Abdul Manan, 2008, Hukum Perbankan Syariah, Mahkamah Agung RI. - Abdul Manan, 2008, Sistem Ekonomi Berdasarkan Syariah, Mahkamah

Agung RI.

- Abdullah Al Muslih dan Shalah Ash Shawi, 2008, Ma La Yasa’ at-Tajra Jahluhu, terjemahan oleh, Abu Umar Basyir, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, ctk. Kedua, Darul Haq, Jakarta.

- Abdurrahman Al Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala Madzahibil ‘Arba’a, 1990 Cet. III, Dar al-Kutub al-miyah, Beirut.

- Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, 2004, Edisi Ketiga, PT. Raja Grafindo Persada , Jakarta.

- Ahmad Azhar Basyir, 2000, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam ctk. Pertama, penerbit UII Press, Yogyakarta.

- Al-Zuhaily Wahbah, 2004, Al Fiqh Al Islam wa ‘Adillatuhu, juz IV, Darul Fikri Al Mu’ahir, Damaskus.

- Departemen Agama RI, 1993, Al-Qur’an dan Tafsirnya, cet ulang, PT. Citra Effhar Semarang.

- Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ctk.Ketiga, Balai Pustaka, jakarta.

- Dimyaudin Djuwaini, 2008, Pengantar Fiqh Mu’amalah, ctk pertama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

- Gemala Dewi, Wirduaningsih dan Yeni Salma Barlinti, 2005, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, edisi I, ctk. pertama, Kencana, Jakarta.


(4)

cxxviii

- Ghufron A. Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, cet.I (Jakarta Raya Grafindo Persada, 2002) hal.75.

- Hasan Ali, AM, 2008, Asuransi Dalam perspektif Hukum Islam (Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan Praktis) “, edisi Pertama, Ctk. Pertama Kencana, Jakarta.

- Habib Nazir dan Muhammad Hasanaudin, 2004, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, Kaki Langit, Jakarta.

- Hartono Hadisoeprapto, 1984, Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, cet. Pertama, Liberty, Yogyakarta.

- Hasby Ash-Shiddieqy, 1998 cet.1, Pengantar Fiqh Muamalah, Bulan Bintang, Jakarta,

- Heri Sudarsono, 2003, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Diskripsi dan ilustrasi) cet. Pertama, Ekonisia, Yogyakarta.

- Imaduddin Abdulrahim Muhammad, 1999, Islam Sistem Nilai Terpadu, cet. Kedua, Yayasan Pembina Sari Insan (Yasin) CV. Kuning Mas, Jakarta.

- John Echols dan Hassan Sadelycet. XII, kamus Inggris – Indonesia, 1995, PT. Gramedia, Jakarta.

- Majelis Ulama Indonesia (MUI), Himpunan fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN MUI bekerjasama dengan bank Indonesia)

- Mahmud Yunus, 1990 kamus Arab-Indonesia, Hidakarya Agung, Jakarta. - Mariam Badruzzaman, Hukum Perjanjian Syariah dalam Kompilasi

Hukum Perikatan, 2001, cet. I, Citra Aditya Bakti, Bandung.

- ---, 1996, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelesan, Alumni, Bandung.

- Muhammad, 2004, Manajemen Dana Bank Syariah, Ekonosia Kampus Fakultas Ekonomi, UII, Yogyakarta.

- Muhammad, Teknik Perhitungan bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank Syariah, 2004, UII Press, Yogyakarta.

- Muhammad Daud Ali, 2000, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, cet. Kedelapan, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta.

- Muhammad Firdaus NH., dkk, 2005, Konsep dan Implementasi Bank Syariah, Renaisan, Jakarta.

- Muhammad Syafi’i Antonio, 2005, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, cet, kesembilan, Gema Insani danTazkia Cendekia, Jakarta.

- Muhammad Syafi Antonio, 2002, Bisnis dan Perbankan Dalam Perspektif Islam, Tazkia Institute, Jakarta, hal-23.


(5)

- Muhammad Firdaus NH. Dr. Dkk, 2005, cet. I, Cara Mudah Memahami Akad-akad Syariah, Briefease.

- ---, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan, Bank Indonesia.

- Peraturan Bank Indonesia Nomor : 9.19/PBI/2007

- Salim HS., Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), 2009, cet. Keenam , Sinar Grafika, Jakarta.

- ---, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

- Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, 1986, Angkasa, Bandung. - ---, Pemanfaatan Ilmu Sosial Bagi Pemanfaatan Ilmu Hukum, 1977,

Alumni, Bandung.

- Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, aliha bahasa H. Kamaluddin A. Marzuki, 1993, jilid 12, PT. Al-Maarif , Bandung.

- Setiono, H., Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum, 2005, Program Studi Ilmu Hukum Pasca Sarjana UNS Surakarta.

- Soebekti R., 2003, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, jakarta. - ---, 1979, Aspek-aspek Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.

- Subekti R dan Tjitrosudibyo R., Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), 2001, cet. Tiga Puluh Satu, Pradnya Paramita, Jakarta.

- Soerjono Soekanto, 1986, cet. III. Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta.

- Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, CV. Rajawali, Jakarta, hal.1

- Soetandyo Wignjo Soebroto, Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, 2007, Huma, Jakarta.

- Setiono, 2004, Methode Penelitian Hukum, Bahan Kuliah, pasca sarjana UNS, hal.33

- Sofiniyah Ghufron (penyunting), 2005, Cara Mudah Memahami Akad-akad Syariah, cet. Pertama, Penerbit Renaisan, Jakarta.

- Solichin Abdul Wahab, Analisa Kebijaksanaan Dari Formulasi ke Impelementasi Kebijaksanaan Negara, 2007, PT. Bamu Aksara, Jakarta.

- Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor : 32/34/KEP/DIR. - Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor : 32/36/KEP/DIR. - Suroso, Jual Beli Murabahah, 2005, UII Press, Yogyakarta.


(6)

cxxx

- Sutan Remy Syahdeni, 2007, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, cet. Ketiga, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.

- Syamsul Anwar, 2007, Hukum Perjanjian Syariah Studi Tentang Teori Akad Dalam Fiqih Muamalah, Raja Grafindo Persada, Jakarta. - Undang-undang Perbankan Syariah dan Surat Berharga Syariah, 2008, FM.

Fokus Media, Jakarta.

- Univ. Muhammadiyah Yogyakarta, 2003, Modul Manajemen Pembiayaan L3PR Syariah Penelitian UMY, Yogyakarta.

- Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

- Yusuf Qardawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perikatan Islam, alih bahasa Didin Hafifudin, dkk, cet. 1 (Jakarta : Rabbani Press, 1997).

JURNAL INTERNATIONAL :

- E-Journal-Blog, Decontrukction of Capitalism and Recontrucstion of Islamic Economic, About Islamic Economic, Bussines and Finance, 2010 http://Islam-Economy, Blogspot.com. Posted on January 25. - E-Journal-Blog, Critism to Time Value of Money and the Islamic

Economic Solutions, About Islamic Economic, Bussines and Finance, http://Islam-Economy, Blogspot.com. Posted on January 25, 2010.

- E-Journal-Blog. The Critical Mission of Muslim Economits, About Islamic Economic, Bussines and Finance, http://Islam-Economy, Blogspot.com. Posted on January 25, 2010.

- E-Journal-Blog, The Performance of Malaysian Islamic Bank During 1984-1997 : An Exploratory Study, About Islamic Economic, Bussines and Finance, http://Islam-Economy, Blogspot.com. Posted on January 25, 2010.

-

E-Journal-Blog,http://www.rumahilmuindonesia.net/perpustakaan/ekonomi_ syariah.

- E-Journal-Blog, file:/1:/journal/Ijara (Islamic Leasing 0 in the contex of Islamic Finance. Htm.http:/Islamic Economic, Bussines and Finance


Dokumen yang terkait

Rancang bangun sistem informasi kepegawaian studi kasus: Bank Muamalat Indonesia

3 52 289

Pembiayaan bank Muamalat Indonesia dalam sektor properti

2 23 134

“Analisis Kelayakan Pembiayaan Murabahah Dan Penanganan Risiko Kredit Pada Kendaraan Bermotor” (Studi Pada Bank Muamalat Cabang Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur)

2 9 106

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH STUDY KASUS DI BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SURAKARTA.

0 2 16

Prosedur Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Padang.

0 0 7

IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN AL-MURABAHAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SEMARANG DENGAN PENDEKATAN HUKUM PERDATA INDONESIA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 116

ANALISIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) MUAMALAT iB PEMBELIAN DI BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG PEMBANTU SALATIGA TUGAS AKHIR - ANALISIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) MUAMALAT iB PEMBELIAN DI BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG PEMBANTU SA

0 0 103

PELAKSANAAN AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) MUAMALAT iB DI BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SOLO TUGAS AKHIR - PELAKSANAAN AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) MUAMALAT iB DI BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SOLO - Tes

1 1 91

ANALISIS PEMBIAYAAN IB MUAMALAT MULTIGUNA PADA SKIM MURABAHAH DI BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG PEMBANTU SALATIGA TUGAS AKHIR - ANALISIS PEMBIAYAAN IB MUAMALAT MULTIGUNA PADA SKIM MURABAHAH DI BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG PEMBANTU SALATIGA -

0 0 80

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK MUAMALAT CABANG MAKASSAR

1 3 78